Pembangunan adalah
usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan keseimbangan bagi masyarakat dalam
pembangunan bidang ekonomi. Peran aktif masyarakat sangat diperlukan dalam
menggalakkan pembangunan tersebut. Hal ini terlihat dengan keterlibatan sektor
swasta dalam melaksanakan berbagai usaha yang dapat menyerap tenaga kerja, maka
akan terjadi pemerataan pendapatan.
Setiap perusahaan berupaya memperoleh
keuntungan dari hasil operasinya supaya kelangsungan hidupnya dapat berjalab
secara berkesinambungan. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh
pengalaman usaha, mengkoordinir setiap bagian, kemampuyan serta kejelian dalam
membuat perencanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Secara umum untuk mempertahankan
kelanjutan dan perkembangan usaha, maka perusahaan harus dikelola secara
efektif dan efisien salah satu faktor yang harus mendapat perhatian pimpinan
perusahaan adalah mengendalikan persediaanb bahan baku dan biaya yang
dikeluarkan.
Pengendalian bahan baku perlu mendapat
perhatian karena setiap saat harga selalu berubah. Terjadi kenaikan harga biasa
terjadi akibat kelangkaan barang akibat banyaknya permintaan. Hal ini akan
mempengaruhi biaya produksi.
Pesediaan yang berlebihan akan membawa
konsekwensi naiknya biaya pemeliharaan dan pengadaan bahan baku, karena dalam
persediaan terkandung berbagai unsur biaya seperti harga bahan baku, biaya
penggudangan, biaya asuransi dan lain-lain. Dengan demikian, pengendalian
persediaan diharapkan dapat menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan
bahan yang mengakibatkan timbulnya biaya kekurangan bahan.
Untuk menjaga kontinutas proses produksi
pada suatu perusahaan, maka salah satu faktor yang perlu diperhatikan guna
mencapai sasaran yaitu pengendalian persediaan bahan baku. Karena persediaan
mempunyai fungsi dan pengaruh yang menentukan terhadap bagian-bagian lain dari
perusahaan.
Selanjutnya, bahan baku yang menjadi
titik perhatian tentu bertitik pada fungsi dan peranan pembelanjaan suatu
perusahaan, sebab dalam membelanjai perusahaan harus diseimbangkan antara bahan
baku dengan tenaga kerja. Sebab kalau terlalu banyak bahan baku dan tenaga
kerja kurang akan menimbulkan kerusakan dan juga sebaliknya apabila bahan baku
kurang akan mengkibatkan pengangguran, oleh karena itu manajemen pada
perusahaan harus lebih cermat dalam melihat situasi dan kondisi perusahaan
tersebut.
Persediaan bahan baku dari perusahaan UD.
Sinar bergerak dalam rotan polis Kabupaten Polman, setiap bahan baku
masuk memerlukan seleksi bahan yang bermutu, karena produk yang berkualitas
tergantung dari bahan baku.
Pengelolaannya harus tenaga-tenaga yang
berpengalaman dan terampil, sehingga hasil produk dapat dijamin mutunya dan
kualitasnya. Persediaan akan meningkatkan biaya penyimpanan dan pemeliharaan.
Begitu pula sebaliknya, bila kurangnya persediaan bahan baku dapat mengalami
gangguan kontinutas proses produksi sehingga dapat memberikan pengaruh yang
negatif terutama pelayanan kepada langganan. Dan dengan sendirinya menimbulkan
kesan kurang baik kepada perusahaan sehingga akan mengakibatkan langganan
berpindah ke produsen lain atau perusahaan lain, tapi akan lain halnya kalau
perusahaan tetap memperhatikan selera konsumen dan kondisi yang dialami
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
mengambil obyek penelitian pada UD. Sinar . Perushaan
berharga dibidang produksi, perlu melakukan perencanaan dan penyediaan bahan
baku rotan, sehingga perusahaan dapat bekerja secara efektif dan efisien,
karena manajemen produksi menghendaki jumlah pesanan bahan baku yang sangat
ekonomis, yaitu kapan dipesan dan biaya yang paling ekonomis dari manajemen
keuangan menetapkan berapa biaya yang palig ekonomis dan kapan diperlukan.
Perusahaan rotan polis yang bisa
menyesuaikan pesanan konsumen disamping juga memperhatikan perkembangan dunia
bisnis furnitufe pada UD. Sinar , di samping itu perusahaan tidak luput dari sebahagian masalah, sehingga
dengan demikian penulis tertarik mengkaji masalah pada perusahaan rotan polis
UD. yang bergerak dalam bahan rotan polis yang bahan baku pokoknya dari rotan.
A Pengertian dan
Jenis-Jenis Persediaan
Pada dasarnya setiap perusahaan dalam
melaksanakan kegiatan organisasionalnya perlu mengadakan persediaan untuk dapat
menjamin kelangsungan hidup usahanya. Di dalam rangka mengadakan persediaan
maka dibutuhkan sejumlah dana yang akan digunakan untuk mebiayai persediaan
tersebut. Oleh karena barang-barang yang dibutuhkan tidak selamanya dapat
diperoleh setiap saat, tetapi melalui proses yang memerlukan tenggang waktu
tertentu untuk pengadaannya, maka setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan
suatu jumlah persediaan yang optimum.
Adapun pengertian tentang persediaan oleh
Sofyan Assauri dalam bukunya Management Production, (1998: 7) menyatakan bahwa
produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan
(utility) suatu barang atau jasa yang dibutuhkan faktor-faktor produksi.
Sesuai dengan definisi tersebut di atas,
maka setiap hasil produksi mempunyai kegunaan tertentu dan dibutuhkan
faktor-faktor produksi yang mendukung kelancaran produksi tersebut.
Sedangkan menurut Mubyarto, dalam bukunya
Metodologi Penelitian, (1999: 62) menyatakan bahwa produksi itu adalah suatu
hasil yang diperoleh sebagai akibat pekerjaannya yang dapat mendukung dalam
peningkatan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja dan modal.
Dari pengertian tersebut dijelaskan
sebelumnya, maka persediaan dapat diartikan sebagai barang yang diperlukan
dalam proses produksi dan yang digunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan atau
bahan yang diperoleh atau diperlukan untuk diolah kedalam rangkaian proses
produksi dan menjadi barang jadi yang dihasilkan.
Di samping hal di atas timbul masalah
lain yaitu jika perusahaan penyediaan persediaan bahan baku dalam jumlah yang
banyak lebih dari yang dibutuhkan, tentu perusahaan akan mengeluarkan sejumlah
dana untuk penyimpangan dan biaya pemeliharaan persediaan bahan baku. Oleh
karena itu perusahaan perlu menetapkan persediaan bahan baku dalam jumlah yang
optimal untuk mencapai kuantitas produk dengan biaya seminimal mungkin.
H.A. Harding dalam bukunya Production
Management (2000: 151) menyatakan bahwa persediaan meliputi semua barang dan
jasa yang dimiliki oleh perusahaan dan digunakan dalam proses produksi atau
memberikan jasanya.
Sedangkan Assauri dalam bukunya
Management Production, (1998: 219) memberikan definisi bahwa persediaan adalah
sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud
untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan
barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi atau pun persediaan
bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Pengertian persediaan yang tidak
dijelaskan sebelumnya, yaitu persediaan dapat diartikan sebagai semua bahan
yang dimiliki oleh perusahaan yang menunggu penggunaannya untuk digunakan atau
untuk memperlancar kegiatan proses produksi.
Pengertian persediaan yang dimaksud
diklasifikasikan menurut jenis dan posisi bahan baku dalam urutan pekerjaan
produk, menurut Sofyan Assauri dalam bukunya Production Management, (1998: 222)
bahan baku atau barang-barang yang dapat diklasifikasikan sebagai persediaan
dalam urutan proses produksi meliputi :
3
Persediaan bahan baku (Row
Material Stock)
2.
Persediaan bagian produk atau parts dibeli (Purchased Parts)
3. Persediaan bahan pembantu atau
barang-barang perlengkapan (Surplus
Stock)
4
Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work In Process/Progress Stock)
5 Persediaan barang
jadi (Finished Goods Stock)
Jadi secara umum persediaan dapat
diartikan sebagai sejumlah harta kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat
berupa sejumlah bahan baku, parts yang disediakan untuk diolah kedalam
urutan-urutan rangkaian proses produksi dan jumlah barang yang terdapat dalam
masing-masing proses yang masih memerlukan proses pengolahan lebih lanjut
pengerjaan dalam kegiatan pengerjaan bahan tersebut atau sejumlah barang jadi
disiapkan untuk memenuhi permintaan langganan setiap waktu.
Maksudnya bahwa dengan adanya persediaan
maka akan menjamin kelancaran proses produksi serta kebutuhan konsumen dapat
dipenuhi tepat pada waktunya.
Di samping itu persediaan dapat juga
mengurangi tingkat ketergantungan perusahaan terhadap supplier dan konsumen,
maksudnya bahwa pabrik dapat matang yang
berkaitan dengan perkembangan atau pemesanan kembali persediaan.
Adapun pertimbangan-pertimbangan dalam
pemesanan kebambaki bahan baku, sebagai berikut :
1.
Berapa jumlah bahan yang harus dipesan
6 Berapa besarnya
jumlah persediaan pengaman
7 Pada tingkat
persediaan berapa harus dilakukan pemesanan ulang
Chase Aquilano, System Planning, (2000:
315) ada dua sistem pemesanan, sebagai berikut :
1.
The Fixed Order Quantity System
Sistem
ini pemesanan dilakukan jika tingkat pemesanan telah mencapai suatu batas
tertentu dengan ketentuan bahwa persediaan bahan baku cukup untuk diproduksi
dan telah diperhitungan order yang telah diterima, dimana perusahaan harus
melakukan pemesanan ulang (reorder point). Tingkat persediaan yang dimaksud
adalah sisa persediaan yang dapat menempuh kebutuhan produksi atau permintaan
selama tenggang waktu pemesanan (lead time) yaitu jangka waktu pemesanan sampai
barang diterima.
2. The
Fixed Order Period System
System pemesanan ini didasarkan pada suatu batas waktu yang telah
ditetapkan (menggunakan tenggang waktu) dengan menghitung persediaan yang ada.
Jika persediaan jumlahnya yang sangat menipis atau dengan istikah dibawah
jumlah tertentu maka,
dibutuhkan pemesanan ulang, sedang jumlah pemesanan setiap kali
pesan tidak sama volumenya karena harus disesuaikan dengan jumlah persediaan
masih tersisa.
B. Pengertian
Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan mengandung
beberapa istilah yang perlu diketahui mengenai pengertian persediaan yang telah
diuraikan pada penjelasan sebelumnya. Selanjutnya akan diuraikan mengenai
pengertian sistem, pengendalian dan pengendalian persediaan.
a. Pengertian Sistem
Berikut
ini akan dikutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian sistem menurut H.A.
Harding, dalam bukunya Productiin Management, (1999: 26) sistem adalah
sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu sama lain yang bersama-sama
beraksi menurut pola tertentu terhadap masukan dengan tujuan untuk menghasilkan
pola keikhlasan.
b. Pengertian
Pengendalian
Menurut
Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 159) dalam hal ini pengawasan
adalah kegiatan pemeriksaan dan dasar pengendalian atas kegiatan yang telah dan
sedang dilakukan agar kegiatan dapat disesuailan apa yang diharapkan atau
direncanakan.
Dari
pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu
tehnik dan untuk mengatur pemeriksaan, pengawasan dan tindakan pencegahan serta
memperhatikan pelaksanaan kegiatan kerja untuk kemudian disesuaikan dengan
rencana realisasi pelaksanaan kerja. jadi pengendalian berfungsi untuk mencegah
mengurangi kemungkinan timbulnya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan.
c. Pengertian
Pengendalian Persediaan
Untuk
dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimun dapat memenuhi
kebutuhan bahan baku dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang cepat
serta jumlah biaya rendah seperti g diharapkan diperlukan suatu sistem
pengawasan persediaan.
Pengertian pengendalian
persediaan menurut Sofyan
Asssauri, dalam bukunya,
Manajemen Produksi, ( 1998 : 229
) menyatakan bahwa
“pengawasan persediaan merupakan salah
satu kegiatan dan urutan kegiatan-kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain
dari seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuatu dengan apa yang telah
direncanakan terlebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya”.
Untuk dapat mencapai persediaan yang
optimun, harus memenuhi beberapa syarat pengendalian persediaan, syarat-syarat
tersedianya persediaan yang optimun menurut Sofyan Assauri. Dalam bukunya
Management Production, (1998: 229), sebagai berikut :
1. Terdapatnya gudang yang cukup
luas dan teratur dengan pengaturan tempat/barang yang tetap dan identifikasi
bahan/barang tertentu.
2. Sentralisasi kekuasaan dan
tanggung jawab pada satu orang yang dapat dipercaya terutama penjaga gudang.
3. Suatu sistem pencatatan dan
pemeriksaan atas penerimaan barang.
4. Pengawasan mutlak atas
pengeluaran bahan/barang.
5. Pencatatan yang cukup teliti
yang menunjukkan jumlah yang dipesan dibagikan atau dikeluarkan dari yang
tersedia di dalam gudang.
6. Pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada
dalam persediaan secara langsung.
8 Perencanaan untuk
menggunakan barang-barang yang lebih dikeluarkan, barang-barang yang telah lama
dalam gudang dan barang-barang yang sudah usang dari keunggulan zaman.
9 Pengecekan untuk
manajemen dapat efektifitasnya kegiatan rutin.
Persediaan atau inventory merupakan
bagian dan aktiva perusahaan yang membutuhkan investasi yang cukup besar dan
merupakan salah satu elemen utama dari modal kerja yang selalu berputar. Oleh
karena itu pihak manajemen dituntut untuk mengelola secara wajar mengenai
bagian dari aktiva tersebut.
Persediaan optimun merupakan batas jumlah
persediaan yang ekonomis yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas
persediaan optimun ini kadang-kadang tidak didasarkan pertimbangan efektivitas
dan efisiensi kegiatan perusahaan, melainkan atas dasar kemampuan perusahaan
terutama kemampuan keuangan serta kemampuan gudang yang dimiliki perusahaan
sehingga sering diadakan jumlah yang besar. Keadaan seperti ini tidak ekonomis
sehingga merugikan perusahaan karena akan terjadi penumpukan beban dan biaya
penyimpanan atas biaya pemeliharaan menjadi besar.
Untuk mencapai persediaan optimun, hal
tertentu tidak terlepas dari besar kecilnya biaya-biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan investasi yang ditanamkan dalam persediaan bahan/barang.
Pada semua situasi ada suatu “tenggang
waktu” antara menempatkan pesanan untuk penggantian persediaan dan penerimaan
dari pada barang yang masuk ke dalam persediaan. Oleh Sofyan Assauri,
Management Production, (1998: 25) tenggang waktu ini biasanya disebut dengan
delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk penggantian, pemenuhan
pesanan dari langganan harus dapat dipenuhi persediaan yang ada. Permintaan
dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan dengan tepat.
Maka dengan sendirinya akan ada resiko
yang tidak dapat dihindari bahwa persediaan yang ada akan habis sama sekali
sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langganan tidak dapat
dipenuhi dengan baik. Karena itu tingkat pelayanan ini harus dipertahankan
dengan menciptakan suatu safety stock yang akan menampung setiap penyimpanan
selama lead time.
Menurut Sofyan Assauri, Management
Production,(1998: 114) dalam hubungan dengan persediaan pengamanan, yang
dimaksud dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan
yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan
bahan (stock-out).
Berdasarkan pengertian persediaan
pengaman, maka sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan
mentah yang dilakukan oleh CV. Rotan Polis di Kabupaten Polman Propinsi
Sulawesi Barat, maka persediaan pengaman (safety stock) ini perlu diperhatikan
oleh karena :
10 Kemungkinan
terjadinya kekurangan bahan mentah, karena pemakaian yang lebih besar dari
perkiraan semula.
11 Keterlambatan
dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan
12
Metode Pengendalian
Persediaan
Biaya-biaya persediaan yang dikeluarkan sehubungan dengan
pengadaan persediaan untuk memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan pesanan
menurut Chase Aquilano dalam bukunya Management Production, (2000: 314) membagi
dalam beberapa bagian, yaitu :
1.
Holding costs (carrying costs)
atau biaya penyimpanan yaitu biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan adanya
penyimpanan persediaan. Besarnya biaya ini berubah-ubah adakalanya berubah-ubah
disebabkan kegiatan pada perusahaan yang dapat disesuaikan dengan besar
kecilnya persediaan yang disimpan.
Penentuan
besarnya biaya ini didasarkan kepada presentase nilai rupiah dari persediaan,
yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya perdagangan (biaya sewa gudang atau
biaya penyimpanan), biaya fasilitas pergudangan, biaya pemeliharaan
(manitenance), biaya asuransi kerugian atas pencurian, biaya pemeliharaan,
biaya asuransi, biaya penyusutan serta biaya pajak yang dianggap pengeluaran.
2. Production
changer cost (setup costs), yaitu
biaya-biaya yang timbul karena terjadinya penambahan, pengurangan fasilitas
produksi sebagai akibat persediaan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan
produksi dan penjualan pada suatu saat yang termasuk dalam production change
costs seperti biaya lembur, biaya pemberhentian, biaya pelatihan/training serta
biaya pengangguran. Umumnya biaya-biaya pengadaan persediaan ini sulit
ditentukan jumlahnya untuk satu periode produksi sehingga dimasukkan ke dalam
setup costs.
3. Ordering
costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya pemesanan bahan
baku hingga sampai ke dalam gudang perusahaan. Biaya ini besarnya tergantung
pada frekuensi pemesanan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya
administrasi, biaya pembelian dan pemesanan biaya pengangkutan dan bongkar muat
biaya penerimaan serta biaya pemeriksaan.
4. Shortage
costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari jumlah persediaan yang
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk proses produksi sehingga
perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Dalam keadaan demikian
akan melakukan pemesanan mendadak yang mengandung banyak resiko seperti
kerusakan bahan sehingga harus dikirim kembali enggan mengeluarkan biaya
tambahan.
Kebijaksanaan permintaan pengadaan bahan
baku material merupakan bagian dari kepentingan beberapa manager dalam suatu
perusahaan. Manajemen investasi atau persediaan tidak hanya berhubungan dengan
manager pembelian melainkan juga berhubungan dengan manager keuangan
Manager pembelian cenderung untuk
berorientasi pada pembelian dalam jumlah yang besar untuk memperoleh discount
atau potongan dari supplier. Begitu pula manager produksi ingin mempertahankan
jumlah persediaan yang besar untuk menjamin kelancaran proses produksi.
Sedangkan manager financial, mempertahankan pembelian dalam jumlah yang kecil
demi efisiensi penggunaan dana.
Untuk lebih jelasnya pengertian Economic
Order Quantity oleh Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 176)
menyatakan bahwa dalam menentukan kebutuhan untuk menghasilkan sejumlah barang
jadi yang direncanakan untuk suatu periode tertentu.
Pengendalian bahan baku merupakan bagian
dari pada kepentingan beberapa manager dalam suatu perusahaan. Hal ini penting
untuk menjaga agar tidak terjadi kekurangan bahan baku yang dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan karena dapat memenuhi para langganan atau konsumen.
Demikian pada terlalu banyaknya
persediaan walaupun hal ini mempunyai kebaikan terhadap kelancaran proses
produksi, akan tetapi menimbulkan biaya penyimpanan yang terlalu besar dan
dapat menimbulkan kerugian karena kemungkinan kerusakan persediaan yang
berlebihan tersebut.
Aktiva keseluruhan dan kekurangan inilah
diperlukan yaitu tersedianya jumlah persediaan yang ekonomis. Hal ini dapat
terlaksanan bila dalam melakukan sistem pemesanan yang ekonomis disebut
“Economic Order Quantity”, dalam menghitung economic order quantity ini
dipertimbangkan 2 (dua) jenis biaya yang bersifat variabel, yaitu :
1. Biaya
pemesanan, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan bahan baku. Biaya ini berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pemesanan.
Semakin tinggi frekuensi pemesanan semakin tinggi pula biayanya, sebaliknya
biaya ini berbanding terbalik dengan jumlah/kuantitas setiap kali pesanan berarti
akan semakin rendah tingkat frekuensi pemesanan.
2.
Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
kegiatan penyimpanan bahan baku yang telah dibeli. Biaya ini berubah-ubah
sesuai dengan jumlah bahan baku yang dipesan. Makin besar bahan baku yang
dipesan akan semakin besar pula biaya penyimpanannya dengan biaya pemesanan.
D. Pengertian dan
Jenis-Jenis Biaya
1. Pengertian Biaya
Untuk menghasilkan sesuatu, apakah itu
barang atau jasa maka perlulah dihitung dan diketahui besarnya biaya yang
dikeluarkan atau yang perlu dan kemungkinan memperoleh pendapatan yang mungkin
diterima. Setiap pengorbanan biaya selalu diharapkan akan mendatangkan hasil
yang lebih besar dari pada yang telah dikorbankan pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, seorang pengusaha
hendaknya dapat mengetahui yang merupakan komponen biaya perusahaan. Hal ini,
total biaya selalu dihitung dan dapat dibandingkan dengan total penerimaan yang
mungkin dapat diperoleh.
Berbicara mengenai masalah biaya
merupakan suatu masalah yang cukup luas, oleh karena di dalamnya terlihat dua
pihak yang saling berhubungan. Oleh Winardi, Capita Selecta, (2002: 147)
menyatakan bahwa bilamana kita memperhatikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan
untuk suatu proses produksi, maka dapat di bagi ke dalam dua sifat, yaitu yang
merupakan biaya bagi produsen adalah pendapatan bagi pihak yang memberikan
faktor produksi yang bersangkutan.
Demikian halnya bagi konsumen, biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh alat pemuas kebutuhannya atau merupakan pendapatan
bagi pihak yang memberikan alat pemuas kebutuhan tersebut. Oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia (1997: 26) dikatakan bahwa biaya (cost) adalah jumlah yang
diukur dalam satuan uang, yaitu pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk konstan
atau dalam bentuk pemindahan kekayaan pengeluaran modal saham, jasa-jasa yang
disertakan atau menyangkut kewajiban-kewajiban yang ditimbulkannya, dalam
hubungannya dengan barang-barang atau jasa-jasa yang diperoleh atau yang akan
diperoleh.
Dari definisi dan pengertian biaya di
atas, maka dapatlah dikatakan bahwa pengertian biaya yang dikemukakan di atas
adalah suatu hal yang masih merupakan pengertian secara luas oleh karena semua
yang tergolong dalam pengeluaran secara nyata keseluruhannya termasuk biaya.
Sejalan dengan definisi dan pengertian di
atas, maka D. Hartanto Akuntansi Untuk Usahawan (2001: 89) memberikan ulasan
tentang biaya (cost) dan ongkos (expense) sebagai berikut, cost adalah
biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat atau service potensial di
waktu yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang dicantumkan dalam
neraca. Sebaliknya expense atau expred cost adalah biaya yang telah digunakan
untuk menghasilkan prestasi. Karena jenis-jenis biaya ini tidak dapat memberikan
manfaat lagi diwaktu yang akan datang maka tempatnya adalah pada perkiraan laba
rugi perusahaan.
Dalam pengertian biaya yang dikemukakan
oleh Hartanto yang telah memisahkan tentang pengertian yang akan datang dan
tercantum dalam neraca. Sedangkan expenses atau ongkos adalah biaya yang
menghasilkan prestasi dan tidak memberikan manfaat diwaktu yang akan datang.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka suatu
perusahaan sebaiknya memegang dan menjalankan aktivitasnya dengan azas-azas
sebagai berikut :
1. Azas efisiensi maksudnya dengan biaya yang sekecil mungkin untuk
mendapatkan hasil tertentu ataupun dengan pengorbanan tertentu untuk
mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
13 Azas kontinutas
adalah azas kelangsungan hidup pada perusahaan
3. Azas proposionalitas adalah azas
yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat produksi terdapat perbandingan
yang serasi.
Dalam upaya memanfaatkan azas efisiensi
ini yang menjadi titik berat adalah usaha untuk mendapatkan ketepatan ukuran
dari setiap pengorbanan yang telah diberikan adalah dikeluarkan keuntungan dan
hendaknya terdapat proposional yang sesuai antara pengeluaran untuk pengorbanan
biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi.
Pengertian biaya ini juga dikemukakan
oleh Matz dan Usry, Production and Control, (2000: 30) sebagai berikut cost is
foregoing, measured in monetary terms incurred or potenially to be incurred to
archieve a spesific ebjective.
Dengan dasar pengertian biaya yang
dikemukakan oleh Matz Usry diatas, mereka mengemukakan bahwa biaya adalah
pengeluaran-pengeluaran yang dapat di nilai dengan uang atau dengan potensial
yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan khusus.
Sejumlah pengeluaran/ pengorbanan untuk
proses produksi yang dapat dinilai dengan ukuran tertentu yang menghasilkan
lebih banyak daripada yang telah dikeluarkan, biaya disini mengharapkan lebih
banyak hasil diharapkan oleh perusahaan.
Selanjutnya oleh Mulyadi, Akuntansi
Biaya, (2000: 3) dikatakan bahwa di dalam arti luas biaya adalah pengorbanan
sumber ekonomi yang diukur dalam satuan yang telah terjadi atau kemungkinan
akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut definisi di atas pengorbanan
sumber ekonomis dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1. Pengorbanan yang telah terjadi
adalah nilai ekonomis yang telah dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu
yang merupakan historis yaitu biaya yang telah terjadi.
2. Pengorbanan yang mempunyai kemungkinan
akan terjadi yaitu nilai ekonomi yang akan dikorbankan untuk mencapai tujuan
tertentu merupakan biaya masa yang akan datang.
3. Sejumlah pengorbanan untuk mengharapkan hasil
yang lebih banyak untuk mengharapkan hasil yang lebih memuaskan oleh perusahaan
manufactur.
Dengan demikian, definisi biaya yang
telah disampaikan oleh beberapa ahli ekonomi di atas menunjukkan bahwa pada
hakekatnya adalah mempunyai tujuan yang sama, yaitu pada pengorbanan sejumlah
nilai-nilai dalam bentuk biaya untuk menciptakan barang dan jasa demi untuk mendapatkan
sejumlah pendapatan atau keuntungan dari setiap kegiatan yang dikerjakan dalam
menghasilkan sesuatu.
2. Jenis-Jenis Biaya
Sehubungan dengan jnis-jenis biaya
tersebut, maka D. Hartanto, dalam bukunya Akuntansi Untuk Usahawan, (1998: 37)
mengelompokkan biaya menurut tujuan perencanaan dan pengawasan, sebagai berikut
"1. Biaya variabel dan biaya tetap
2. Biaya yang dapat
dikendalikan".
Sedangkan menurut Mulyadi, dalam bukunya
Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, (2000: 57)
menetapkan biaya adalah sejumlah pengeluaran yang tidak bisa dihindari menghubungkan tingkah laku biaya dengan
perubahan volume kegiatan sebagai berikut biaya variabel adalah sejumlah biaya
yang secara total berfluktuasi secara
langsung sebanding dengan volume
penjualan atau produksi, atau ukuran kegiatan yang lain yang mengarah pada
proses produksi.
Sedangkan biaya tetap atau biaya
kapasitas merupakan biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi
perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu.
Dari gambaran umum di atas, maka dapat
diketahui sebagai berikut :
1. Biaya variabel adalah
sejumlah biaya yang ikut berubah
untuk mengikuti volume produksi atau penjualan.
Misalnya atau bahan langsung hanya yang
ikut dalam proses produk, bahan baku langsung yang dipakai dalam proses
produksi biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap adalah sejumlah biaya
yang tidak berubah walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan.
Misalnya gaji bulanan, asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain.
Sifat-sifat biaya tersebut sangat penting untuk dikethui seorang manajer dalam
perencanaan usaha pengembangan karena dengan demikian akan didapatkan suatu
gambaran klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta
pengawasan.
E. Pengertian Reorder
Point
Reorder point pada suatu perusahaan
memang sangat penting, karena reorder berarti memperhatikan kembali, lebih
jelasnya Suad Husnan, dalam bukunya Pembelanjaan Perusahaan, (2001 : 69)
mengatakan reorder point adalah saat yang tepat dimana persediaan dilakukan
kembali.
Apabila tenggang waktu antara saat
perusahaan memesan dan barang tersebut datang biasanya disebut lead time sama
dengan nol, maka pada saat jumlah persediaan sama dengan nol pada saat itulah
dilakukan pemesanan.
Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan (2004 : 73) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan reorder point
adalah saat atau titik dimana harus diadakan pemesanan serupa, sehingga
kedatangan atau penerimaan material yang
dipesan itu tepat pada waktu dimana persediaan atas safety stock sama dengan
nol.
Dengan demikian, diharapkan datangnya
material yang dipesan tidak akan
melewati waktu sehingga akan melanggar
safety stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati reorder point,
maka material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mengambil
material dari safety stock.
Dengan penentuan/penetapan reorder point
diperhatikan faktor-faktor, sebagai berikut :
1. Procurement lead time, yaitu penggunaan material selama tenggang waktu mendapatkan barang.
2. Besarnya safety
stock, dimaksudkan dengan
pengertian "procurement lead
time" adalah waktu dimana meliputi saat dimulainya usaha-usaha yang
diperlukan untuk memesan barang sampai barang/material diterima dan ditempatkan
dalam gudang penugasan.
Reorder point dapat ditetapkan dengan
berbagai cara antara lain :
14 Menetapkan jumlah
penggunaan selama "lead time" ditambah prosentase tertentu, misalnya
ditetapkan bahwa safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama "lead
time"-nya adalah 5 minggu, sedangkan kebutuhan material setiap minggunya
adalah 40 Unit, maka Reorder point = (5 x 40) + 50 % (5 x 40) = (200 + 100) =
300 unit.
15 Dengan menetapkan
penggunaan selama "lead time" dan ditambah dengan penggunaan selama
periode tertentu sebagai safety stock
misalnya kebutuhan selama 4 minggu, maka Reorder Point = (5 x 40) + (4 x 40) =
200 + 160 = 360 unit.
Apabila
pesanan baru dilakukan
sesudah persediaan tinggi 300
unit ini berarti bahwa pada saat barang yang dipesan darang, perusahaan
terpaksa sudah mengambil material dari safety stock sebesar Rp. 60 unit. Pada
waktu barang yang dipesan datang persediaan dalam gudang tinggal 100 unit
(yaitu 300 - 200) padahal safety stock sudah ditetapkan sebesar 100 unit.
F. Persediaan
Pengaman (Safety Stock)
Persediaan pengaman pada semua situasi
ada suatu "safety stock" antara menempatkan pesanan untuk penggantian
persediaan, penerimaan dari pada barang yang masuk kedalam persediaan. Oleh
Sofyan Assauri, Management Production (2000: 25) Tenggag waktu ini biasanya
disebut dengan delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk
penggantian, pemenuhan pesanan dari langganan harus dipenuhi persediaan yang
ada. Permintaan dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan
dengan tepat kecuali jika ada kesepakatan sebelumnya dan tidak melebihi
permintaan yang telah disepakati bersama.
Safety stock disini sudah tertanggar.
Apabila pesanan dilakukan pada waktu persediaan sebesar 300 unit maka pada
waktu barang yang dipesan datang persediaan gudang masih 160 unit (yaitu 360 -
200), persis sama besar nya dengan besarnya safety stock, yang berarti safety
stock tidak tertanggar.
Persediaan pengaman dengan sendirinya
akan ada resiko yang tidak dapat di hindari bahwa persediaan yang ada akan
habis sama sekali sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langanan
tidak dapat dipenuhi dengan baik. Karena tingkat pelayanan ini
harus dipertahankan dengan menciptakan suatu Safety stock yang akan menampung setiap penyimpanan
selama lead time.
Menurut Sofjan Assauri, Management
Production, (2000 : 114) pengertian tentang safety stock, yaitu yang dimaksud
dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang
diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan
(stock-out).
Perencanaan persediaan bahan baku yang
telah diperhitungkan, namun sering persediaan bahan baku tersebut tidak
mencukupi karena sering meloncatnya persediaan hasil produksi perusahaan
ataukah persediaan tersebut mengalami rusak atau tidak memenuhi standar
industri untuk memenuhi permintaan konsumen.
Berdasarkan pengertian di atas, sebagai
bahan baku tambahan apabila persediaan yang telah disiapkan menitis, maka
tambahan baku merupakan tambahan dapat juga digunakan untuk menjaga
kesinambungan pekerjaan. Sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian
persediaan bahan mentah yang dilakukan oleh Perusahaan UD. Sinar , persediaan pengaman (safety stock) perlu
diperhatikan karena :
1. Kemungkinan terjadinya kekurangan bahan mentah, oleh karena pemakain yang lebih besar dari perkiraan
semula.
2. Keterlambatan
dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan.
G.
Pengertian dan Jenis-Jenis Produksi
3
Pengertian
Produksi
Sebagaimana sifatnya suatu perusahaan
bisa bertahan lama untuk mempertahankan kontinuitas produksi dan mutu kwalitas,
karena perusahaan memperhatikan selera harga dan kondisi konsumen dimana berada
harus disesuaikan.
Dalam menguraikan pengertian produksi
oleh beberapa ahli ekonomi seperti Sofyan Assauri dalam bukunya Manajemen
Produksi (2000 : 7), menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam
menciptakan dan menambah kegunaan (utility) barang dan jasa pada suatu
perusahaan.
Sedangkan menurut Martin Kenneth dalam
bukunya Production Management (1998; 3) yang diterjamahkan oleh Mulyadi dalam
pengertian produksi menyatakan bahwa produksi itu merupakan prosedur desaing barang dan jasa senagai output serta sebagai
poduk terakhir input emelent.
Berdasarkan dari kedua definisi tersebut
di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi adalah suatu usaha
untuk menambah nilai guna suatu barang dan jasa. Jadi barang yang diproduksi
mengalami tahapan tersendiri dengan mempunyai kegunaan tertentu sebagai berikut
:
3 Azas efisiensi
maksudnya dengan biaya yang kecil mungkin untuk
mendapatkan hasil tertentu
ataupun dengan pengorbanan tertentu
untuk mendapatkan hasil yang
semaksimal mungkin.
2. Azas kontinutas, adalah azas yang menghendaki
agar dalam pemakaian alat-alat produksi
terdapat perbandingan yang serasi.
Selanjutnya akan dikemukakan arti kualitas ( mutu ) oleh Sofyan Assauri, dalam
bukunya Manajemen Produksi (2000; 221) mengemukakan bahwa mutu diartikan
sebagai faktor-faktor yang terdapat
dalam suatu hasil yang menyebabkan
barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang tersebut
dibuat.
Sesuai dengan pengertian di atas ada beberapa faktor yang dapat menghasilkan
barang. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu :
1.
Faktor produksi tanah
2.
Faktor produksi modal
3.
Faktor produksi tenaga kerja
Sedangkan Richard dalam bukunya
Management Production (1997; 84), sebagai berikut dalam berproduksi sangat
berhati-hati terhadap kwality untuk di pertahankan bagi para konsumen harus
konsisten.
Sesuai dengan definisi tersebut di
atas, menyebutkan bahwa unsur
keberhati-hatian dalam mempertahankan hasil produksi, karena hasil produksi
inilah yang merupakan pengendalian mutu
untuk berperan serta dalam bersaing di
pasar.
Dalam hubungannya dengan pengertian
diatas, maka dapat dibagi dalam beberapa tahap yang mempunyai bagian dalam
proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai berikut :
1.
Grade yaitu sifat
kelakuan, kemiripan, tingkat
reabilitas tingkat
operasinya
dan lain-lain.
2. Fitenss for use menunjukkan tingkat
produk produk yang mana memberikan kepuasan.
3.
Consistency in characteristic adalah suatu kumpulan spesifikasi untuk setiap
komponen dari produk itu. Bilamana produk terakhir sesuai dengan
spesifikasi design atau maka disebut consistency
atau quality of conformance (mutu sesuai dengan krakteristiknya).
Jadi setiap perusahaan pabrik/pengolahan
dengan menetapkan suatu standard. Hal-hal yang perlu dipertimbang kan
dalam pembentukan suatu standard
dikemukakan oleh Harding (2001 ; 58), menyatakan bahwa :
1) Memenuhi syarat kegunaan yang ditetapkan
2) Memenuhi standard kualitas perusahaan
3) Diproduksi dengan peralatan yang ada
sekarang.
Untuk itulah E.Mansffiel (1999 ; 121),
menyatakan bahwa proses produksi
memerlukan kehati-hatian terhadap variasi dari beberapa produksi barang dan
jasa yang sama pada perusahaan.
Selanjutnya menurut R.A. Bilas (1998;
127), adalah sebagai berikut kalau input sabagai salah satu cara proses yang
diperhatikan oleh bagian produksi untuk mempertahakna mutu dan kwalitas produksi
sesuai dengan permintaan konsumen, sehingga perusahaan ini tetap produksi,
jika tetap memperhatikan selera konsumen.
Dari
beberapa pengertian produksi yang telah dikemukakan diatas, maka
dapatlah disimpulkan bahwa produksi merupakan suatu proses kegiatan dari
berbagai faktor produksi yang dirubah bentuknya oleh perusahaan yang menggunakan
dalam bentuk barang/jasa atau produksi di mana beberapa barang dan jasa yang disebabkan input dirubah menjadi barang dan jasa lain
yang disebut output.
Pengertian produksi diatas dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan
faktor-faktor produksi sekaligus, maka
akan diperoleh suatu faedah dalam memenuhi kebutuhan atau
pemenuhan kebutuhan pertanian yang
dihasilkan akibat bekerjanya faktor-faktor produksi sekaligus saling terkait
dengan satu sama lainnya.
Paul A. Samuelson (1997; 357), membatasi
diri dalam memberikan definisi proses produksi yang menyatakan bahwa produksi
ini mempunyai fungsi untuk technical pada relasi diantara faktor-faktor produksi,
sehingga out put dari proses produksi harus sepesifikasi produksi, agar barang
yang telah diproduksi tetap menjadi pokus perhatian dari relasi.
Sedangkan Soemitro Djoyohadikusumo, (1999
; 136), memberikan definisi tentang produksi, berpendapat bahwa produksi
pertanian adalah penggunaan unsur-unsur
dengan maksud untuk menciptakan suatu faedah atau untuk memenuhi
kebutuhan.
Pendapat di atas, bahwa dapat
menggambarkan fungsi-fungsi dari produksi adalah merupakan hubungan fisik
antara input dan output. Dengan kata lain bahwa faktor produksi yang digunakan
sebagai masukan ke dalam proses produksi dan banyaknya hasil yang akan
diperoleh. Misalnya dengan menggunakan input yang akan bisa menambah output
atau produksi.
Dalam hubungan antara input dengan output
berarti dibicarakan mengenai masalah
pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, sehingga dapat di ketahui hasil yang telah
diperoleh dapat memperoleh hasil atau tidak memperoleh keuntungan ( rugi ) dan perlu kita
memperhatikan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu periode
tersebut.
4
Jenis-Jenis Produksi
Proses produksi yang memerlukan
persediaan bahan baku yang nanti akan menjadi bahan jadi, sehingga perusahaan
perlu menyiapkan bahan baku yang harus siap sedia setiap saat. Persediaan
mempunyai jenis-jenis sesuai dengan kebutuhan dalam proses produksi oleh T.
Hani Handoko (1999: 334) menurut jenis-jenis persediaan dapat dibagi menjadi
sebagai berikut :
1. Persediaan bahan baku (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud seperti
baja, kayu dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi.
Bahan mentah dapat dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari
para supplier dan/ atau dibuat sendiri oleh
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya
2. Persediaan pada komponen-komponen
rakitan (purchased parts/ components), yaitu persediaan barang-barang yang
terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana
secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
5 Persediaan bahan
pembantu atau penolong (supplier), yaitu persediaan barang-barang yang
diperlukan dalam proses produksi, tetapi
tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
6 Persediaan barang
dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan
keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah
menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang
jadi.
Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan
barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap
untuk dijual atau dikirim kepada langganan.
DAFTAR PUSTAKA
Amrine, H,T. R, J. A, and Hulley, D.S, 1999, Manufacturing Orghanization and Management, Second Edition, New Delhi, Prentice-Hall of India, Private Limited.
Assouri, S, 1998, Management Production, Lembaga Penerbit Fakultas Universitas Indonesia, Jakarta.
Chase, R, S, and Nicolas, Aquilano, J, 2000, Fourth Edition, Production and Operation Management, Hims Illinois, Richard D. Irwin.
Hartanto, D, 2001, Akuntansi Untuk Usahawan, (Manajegement Accounting), Edisi Ketiga, Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Harding, H.A, 2000, Production Management, Second Edition, London, McDonald and Evans Limited.
Husnan, S, 2001, Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, Cetakan Kelima, Badan Penerbit Aksara Baru, Jakarta.
Matz dan Usry, 2000, Production Control, A. Quantitave Approach, Second Edition, New Delhi; Prentice-Hall of India Private Limited.
Mulyadi, 2000, Akuntansi Biaya, Menentukan Harga Pokok, Cetakan Ketiga, Edisi Kelima, Aditya Media.
Mubiyarto dan Suratno M, 1999, Methodologi Penelitian Ekonomi, Yayasan Agro Ekonomika, Bandung.
Riyanto, B, 1999, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, UGM, Yogyakarta.
Riggs, J. L, 1998, Production Systems, Planning, Analysis and Control, New York, John Wiley and Sons.
Winardi, 2002, Capita Selecta, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 1997, Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia, LPFE, Universitas Indonesia, Jakarta.