Powered By Blogger

Kamis, 02 Februari 2017

Pengertian dan Jenis-Jenis Produksi

  Pengertian Produksi   
      Sebagaimana sifatnya suatu perusahaan bisa bertahan lama untuk mempertahankan kontinuitas produksi dan mutu kwalitas, karena perusahaan memperhatikan selera harga dan kondisi konsumen dimana berada harus disesuaikan.
      Dalam menguraikan pengertian produksi oleh beberapa ahli ekonomi seperti Sofyan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi (2000 : 7), menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) barang dan jasa pada suatu perusahaan.
      Sedangkan menurut Martin Kenneth dalam bukunya Production Management (1998; 3) yang diterjamahkan oleh Mulyadi dalam pengertian produksi menyatakan bahwa produksi itu merupakan prosedur desaing  barang dan jasa senagai output serta sebagai poduk terakhir input emelent.       
      Berdasarkan dari kedua definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi adalah suatu usaha untuk menambah nilai guna suatu barang dan jasa. Jadi barang yang diproduksi mengalami tahapan tersendiri dengan mempunyai kegunaan tertentu sebagai berikut :
3     Azas efisiensi maksudnya dengan biaya yang kecil mungkin untuk  mendapatkan hasil tertentu  ataupun dengan pengorbanan tertentu  untuk mendapatkan  hasil yang semaksimal mungkin.
2.  Azas kontinutas, adalah azas yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat  produksi terdapat perbandingan yang serasi.
      Selanjutnya akan dikemukakan arti  kualitas ( mutu ) oleh Sofyan Assauri, dalam bukunya Manajemen Produksi (2000; 221) mengemukakan bahwa mutu diartikan sebagai faktor-faktor yang  terdapat dalam suatu  hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang tersebut dibuat. 
      Sesuai dengan pengertian  di atas ada beberapa faktor yang dapat  menghasilkan  barang. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu :
1.   Faktor produksi tanah
      2.  Faktor produksi modal
      3.  Faktor produksi tenaga kerja      
       Sedangkan Richard dalam bukunya Management Production (1997; 84), sebagai berikut dalam berproduksi sangat berhati-hati terhadap kwality untuk di pertahankan bagi para konsumen harus konsisten.
      Sesuai dengan definisi tersebut di atas,  menyebutkan bahwa unsur keberhati-hatian dalam mempertahankan hasil produksi, karena hasil produksi inilah yang merupakan pengendalian  mutu untuk berperan serta dalam  bersaing di pasar.  
      Dalam hubungannya dengan pengertian diatas, maka dapat dibagi dalam beberapa tahap yang mempunyai bagian dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai berikut :
 1.  Grade    yaitu   sifat   kelakuan,   kemiripan,   tingkat   reabilitas   tingkat
operasinya dan lain-lain.
   2. Fitenss for use menunjukkan tingkat produk produk yang   mana memberikan kepuasan.
 3.  Consistency in characteristic adalah suatu kumpulan spesifikasi  untuk setiap  komponen  dari produk itu.  Bilamana produk terakhir sesuai dengan spesifikasi design atau maka disebut consistency atau quality of conformance (mutu sesuai dengan krakteristiknya).             
      Jadi setiap perusahaan pabrik/pengolahan dengan menetapkan suatu standard. Hal-hal yang perlu dipertimbang kan dalam  pembentukan suatu  standard  dikemukakan oleh Harding (2001 ; 58), menyatakan bahwa :
1) Memenuhi syarat kegunaan yang ditetapkan
2) Memenuhi standard kualitas perusahaan
3) Diproduksi dengan peralatan  yang ada  sekarang. 
      Untuk itulah E.Mansffiel (1999 ; 121), menyatakan bahwa  proses produksi memerlukan kehati-hatian terhadap variasi dari beberapa produksi barang dan jasa yang sama pada perusahaan.
      Selanjutnya menurut R.A. Bilas (1998; 127), adalah sebagai berikut kalau input sabagai salah satu cara proses yang diperhatikan oleh bagian produksi untuk mempertahakna mutu dan kwalitas produksi sesuai dengan permintaan konsu­men, sehingga perusahaan ini tetap produksi, jika tetap memperhatikan selera konsumen.
      Dari  beberapa pengertian produksi yang telah dikemukakan diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa produksi merupakan suatu proses kegiatan dari berbagai faktor produksi yang dirubah bentuknya oleh  perusahaan yang  menggunakan  dalam bentuk barang/jasa atau produksi di mana beberapa barang dan jasa  yang disebabkan  input dirubah menjadi barang dan jasa lain yang  disebut output.
      Pengertian produksi diatas dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan faktor-faktor  produksi sekaligus, maka akan  diperoleh suatu  faedah dalam memenuhi kebutuhan atau pemenuhan  kebutuhan pertanian yang dihasilkan akibat bekerjanya faktor-faktor produksi sekaligus saling terkait dengan satu sama lainnya.
      Paul A. Samuelson (1997; 357), membatasi diri dalam memberikan definisi proses produksi yang menyatakan bahwa produksi ini mempunyai fungsi untuk technical pada relasi diantara faktor-faktor produksi, sehingga out put dari proses produksi harus sepesifikasi produksi, agar barang yang telah diproduksi tetap menjadi pokus perhatian dari relasi.
      Sedangkan Soemitro Djoyohadikusumo, (1999 ; 136), memberikan definisi tentang produksi, berpendapat bahwa produksi pertanian adalah penggunaan unsur-unsur  dengan maksud untuk menciptakan suatu faedah atau untuk memenuhi kebutuhan.
      Pendapat di atas, bahwa dapat menggambarkan fungsi-fungsi dari produksi adalah merupakan hubungan fisik antara input dan output. Dengan kata lain bahwa faktor produksi yang digunakan sebagai masukan ke dalam proses produksi dan banyaknya hasil yang akan diperoleh. Misalnya dengan menggunakan input yang akan bisa menambah output atau produksi.
      Dalam hubungan antara input dengan output berarti dibicarakan  mengenai masalah pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, sehingga dapat di   ketahui hasil  yang telah  diperoleh dapat memperoleh hasil atau tidak memperoleh  keuntungan ( rugi ) dan perlu kita memperhatikan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu periode tersebut.

Jenis-Jenis Produksi
      Proses produksi yang memerlukan persediaan bahan baku yang nanti akan menjadi bahan jadi, sehingga perusahaan perlu menyiapkan bahan baku yang harus siap sedia setiap saat. Persediaan mempunyai jenis-jenis sesuai dengan kebutuhan dalam proses produksi oleh T. Hani Handoko (1999: 334) menurut jenis-jenis persediaan dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
      1.  Persediaan bahan  baku (raw materials), yaitu  persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan/ atau dibuat sendiri oleh   perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya
2. Persediaan pada komponen-komponen rakitan (purchased parts/ components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
5     Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplier), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses  produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
6     Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan.

Persediaan Pengaman (Safety Stock)

      Persediaan pengaman pada semua situasi ada suatu "safety stock" antara menempatkan pesanan untuk penggantian persediaan, penerimaan dari pada barang yang masuk kedalam persediaan. Oleh Sofyan Assauri, Management Production (2000: 25) Tenggag waktu ini biasanya disebut dengan delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk penggantian, pemenuhan pesanan dari langganan harus dipenuhi persediaan yang ada. Permintaan dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan dengan tepat kecuali jika ada kesepakatan sebelumnya dan tidak melebihi permintaan yang telah disepakati bersama.
      Safety stock disini sudah tertanggar. Apabila pesanan dilakukan pada waktu persediaan sebesar 300 unit maka pada waktu barang yang dipesan datang persediaan gudang masih 160 unit (yaitu 360 - 200), persis sama besar nya dengan besarnya safety stock, yang berarti safety stock tidak tertanggar.
      Persediaan pengaman dengan sendirinya akan ada resiko yang tidak dapat di hindari bahwa persediaan yang ada akan habis sama sekali sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langanan tidak dapat dipenuhi dengan baik. Karena tingkat pelayanan  ini  harus dipertahankan dengan menciptakan suatu Safety  stock yang akan menampung setiap penyimpanan selama lead time.
      Menurut Sofjan Assauri, Management Production, (2000 : 114) pengertian tentang safety stock, yaitu yang dimaksud dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out).
      Perencanaan persediaan bahan baku yang telah diperhitungkan, namun sering persediaan bahan baku tersebut tidak mencukupi karena sering meloncatnya persediaan hasil produksi perusahaan ataukah persediaan tersebut mengalami rusak atau tidak memenuhi standar industri untuk memenuhi permintaan konsumen.
      Berdasarkan pengertian di atas, sebagai bahan baku tambahan apabila persediaan yang telah disiapkan menitis, maka tambahan baku merupakan tambahan dapat juga digunakan untuk menjaga kesinambungan pekerjaan. Sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan mentah yang dilakukan oleh Perusahaan UD. Sinar Wonomulyo  Kabupaten Polman,   persediaan pengaman (safety stock) perlu diperhatikan karena :
    1. Kemungkinan  terjadinya  kekurangan bahan mentah, oleh karena   pemakain yang lebih besar dari perkiraan semula.

2.  Keterlambatan dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan.

Pengertian Reorder Point

      Reorder point pada suatu perusahaan memang sangat penting, karena reorder berarti memperhatikan kembali, lebih jelasnya Suad Husnan, dalam bukunya Pembelanjaan Perusahaan, (2001 : 69) mengatakan reorder point adalah saat yang tepat dimana persediaan dilakukan kembali.
      Apabila tenggang waktu antara saat perusahaan memesan dan barang tersebut datang biasanya disebut lead time sama dengan nol, maka pada saat jumlah persediaan sama dengan nol pada saat itulah dilakukan pemesanan.
      Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2004 : 73) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan reorder point adalah saat atau titik dimana harus diadakan pemesanan serupa, sehingga kedatangan atau  penerimaan material yang dipesan itu tepat pada waktu dimana persediaan atas safety stock sama dengan nol.
      Dengan demikian, diharapkan datangnya material yang dipesan  tidak  akan  melewati waktu sehingga akan melanggar  safety stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati reorder point, maka material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mengambil material dari safety stock.
      Dengan penentuan/penetapan reorder point diperhatikan faktor-faktor, sebagai berikut :
    1. Procurement  lead time, yaitu penggunaan material  selama tenggang waktu mendapatkan barang.
2. Besarnya  safety  stock,  dimaksudkan  dengan  pengertian "procurement lead time" adalah waktu dimana meliputi saat dimulainya usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan barang sampai barang/material diterima dan ditempatkan dalam gudang penugasan.
     Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara antara lain :
3     Menetapkan jumlah penggunaan selama "lead time" ditambah prosentase tertentu, misalnya ditetapkan bahwa safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama "lead time"-nya adalah 5 minggu, sedangkan kebutuhan material setiap minggunya adalah 40 Unit, maka Reorder point = (5 x 40) + 50 % (5 x 40) = (200 + 100) = 300 unit.
4     Dengan menetapkan penggunaan selama "lead time" dan ditambah dengan penggunaan selama periode tertentu  sebagai safety stock misalnya kebutuhan selama 4 minggu, maka Reorder Point = (5 x 40) + (4 x 40) = 200 + 160 = 360 unit.

      Apabila  pesanan  baru  dilakukan  sesudah  persediaan tinggi 300 unit ini berarti bahwa pada saat barang yang dipesan darang, perusahaan terpaksa sudah mengambil material dari safety stock sebesar Rp. 60 unit. Pada waktu barang yang dipesan datang persediaan dalam gudang tinggal 100 unit (yaitu 300 - 200) padahal safety stock sudah ditetapkan sebesar 100 unit.

Pengertian dan Jenis-Jenis Biaya

1.  Pengertian Biaya
      Untuk menghasilkan sesuatu, apakah itu barang atau jasa maka perlulah dihitung dan diketahui besarnya biaya yang dikeluarkan atau yang perlu dan kemungkinan memperoleh pendapatan yang mungkin diterima. Setiap pengorbanan biaya selalu diharapkan akan mendatangkan hasil yang lebih besar dari pada yang telah dikorbankan pada masa yang akan datang.
      Dengan demikian, seorang pengusaha hendaknya dapat mengetahui yang merupakan komponen biaya perusahaan. Hal ini, total biaya selalu dihitung dan dapat dibandingkan dengan total penerimaan yang mungkin dapat diperoleh.
      Berbicara mengenai masalah biaya merupakan suatu masalah yang cukup luas, oleh karena di dalamnya terlihat dua pihak yang saling berhubungan. Oleh Winardi, Capita Selecta, (2002: 147) menyatakan bahwa bilamana kita memperhatikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu proses produksi, maka dapat di bagi ke dalam dua sifat, yaitu yang merupakan biaya bagi produsen adalah pendapatan bagi pihak yang memberikan faktor produksi yang bersangkutan.
      Demikian halnya bagi konsumen, biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh alat pemuas kebutuhannya atau merupakan pendapatan bagi pihak yang memberikan alat pemuas kebutuhan tersebut. Oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (1997: 26) dikatakan bahwa biaya (cost) adalah jumlah yang diukur dalam satuan uang, yaitu pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk konstan atau dalam bentuk pemindahan kekayaan pengeluaran modal saham, jasa-jasa yang disertakan atau menyangkut kewajiban-kewajiban yang ditimbulkannya, dalam hubungannya dengan barang-barang atau jasa-jasa yang diperoleh atau yang akan diperoleh.
      Dari definisi dan pengertian biaya di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa pengertian biaya yang dikemukakan di atas adalah suatu hal yang masih merupakan pengertian secara luas oleh karena semua yang tergolong dalam pengeluaran secara nyata keseluruhannya termasuk biaya.
      Sejalan dengan definisi dan pengertian di atas, maka D. Hartanto Akuntansi Untuk Usahawan (2001: 89) memberikan ulasan tentang biaya (cost) dan ongkos (expense) sebagai berikut, cost adalah biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat atau service potensial di waktu yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang dicantumkan dalam neraca. Sebaliknya expense atau expred cost adalah biaya yang telah digunakan untuk menghasilkan prestasi. Karena jenis-jenis biaya ini tidak dapat memberikan manfaat lagi diwaktu yang akan datang maka tempatnya adalah pada perkiraan laba rugi perusahaan.
      Dalam pengertian biaya yang dikemukakan oleh Hartanto yang telah memisahkan tentang pengertian yang akan datang dan tercantum dalam neraca. Sedangkan expenses atau ongkos adalah biaya yang menghasilkan prestasi dan tidak memberikan manfaat diwaktu yang akan datang.
      Berkaitan dengan hal tersebut, maka suatu perusahaan sebaiknya memegang dan menjalankan aktivitasnya dengan azas-azas sebagai berikut :
     1. Azas efisiensi maksudnya dengan biaya yang sekecil mungkin untuk mendapatkan hasil tertentu ataupun dengan pengorbanan tertentu untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
3     Azas kontinutas adalah azas kelangsungan hidup pada perusahaan
3. Azas proposionalitas adalah azas yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat produksi terdapat perbandingan yang serasi.
      Dalam upaya memanfaatkan azas efisiensi ini yang menjadi titik berat adalah usaha untuk mendapatkan ketepatan ukuran dari setiap pengorbanan yang telah diberikan adalah dikeluarkan keuntungan dan hendaknya terdapat proposional yang sesuai antara pengeluaran untuk pengorbanan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi.
      Pengertian biaya ini juga dikemukakan oleh Matz dan Usry, Production and Control, (2000: 30) sebagai berikut cost is foregoing, measured in monetary terms incurred or potenially to be incurred to archieve a spesific ebjective.
      Dengan dasar pengertian biaya yang dikemukakan oleh Matz Usry diatas, mereka mengemukakan bahwa biaya adalah pengeluaran-pengeluaran yang dapat di nilai dengan uang atau dengan potensial yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan khusus.
      Sejumlah pengeluaran/ pengorbanan untuk proses produksi yang dapat dinilai dengan ukuran tertentu yang menghasilkan lebih banyak daripada yang telah dikeluarkan, biaya disini mengharapkan lebih banyak hasil diharapkan oleh perusahaan.
      Selanjutnya oleh Mulyadi, Akuntansi Biaya, (2000: 3) dikatakan bahwa di dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
      Menurut definisi di atas pengorbanan sumber ekonomis dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
        1. Pengorbanan yang telah terjadi adalah nilai ekonomis yang telah dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu yang merupakan historis yaitu biaya yang telah terjadi.
  2. Pengorbanan yang mempunyai kemungkinan akan terjadi yaitu nilai ekonomi yang akan dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya masa yang akan datang.
3.  Sejumlah pengorbanan untuk mengharapkan hasil yang lebih banyak untuk mengharapkan hasil yang lebih memuaskan oleh perusahaan manufactur. 
      Dengan demikian, definisi biaya yang telah disampaikan oleh beberapa ahli ekonomi di atas menunjukkan bahwa pada hakekatnya adalah mempunyai tujuan yang sama, yaitu pada pengorbanan sejumlah nilai-nilai dalam bentuk biaya untuk menciptakan barang dan jasa demi untuk mendapatkan sejumlah pendapatan atau keuntungan dari setiap kegiatan yang dikerjakan dalam menghasilkan sesuatu.

2. Jenis-Jenis Biaya
      Sehubungan dengan jnis-jenis biaya tersebut, maka D. Hartanto, dalam bukunya Akuntansi Untuk Usahawan, (1998: 37) mengelompokkan biaya menurut tujuan perencanaan dan pengawasan, sebagai berikut
       "1. Biaya variabel dan biaya tetap
        2. Biaya yang dapat dikendalikan".     
      Sedangkan menurut Mulyadi, dalam bukunya Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, (2000: 57) menetapkan biaya adalah sejumlah pengeluaran yang tidak bisa dihindari  menghubungkan tingkah laku biaya dengan perubahan volume kegiatan sebagai berikut biaya variabel adalah sejumlah biaya yang secara total berfluktuasi  secara langsung  sebanding dengan volume penjualan atau produksi, atau ukuran kegiatan yang lain yang mengarah pada proses produksi.
      Sedangkan biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan biaya  untuk  mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu.
      Dari gambaran umum di atas, maka dapat diketahui  sebagai berikut :
1. Biaya variabel  adalah  sejumlah  biaya yang ikut berubah untuk mengikuti  volume produksi atau penjualan. Misalnya atau  bahan langsung hanya yang ikut dalam proses produk, bahan baku langsung yang dipakai dalam proses produksi biaya tenaga kerja langsung.

2. Biaya tetap adalah sejumlah biaya yang tidak  berubah walaupun ada  perubahan volume produksi atau penjualan. Misalnya gaji bulanan, asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain. Sifat-sifat biaya tersebut sangat penting untuk dikethui seorang manajer dalam perencanaan usaha pengembangan karena dengan demikian akan didapatkan suatu gambaran klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta pengawasan.

Metode Pengendalian Persediaan

Biaya-biaya persediaan yang dikeluarkan sehubungan dengan pengadaan persediaan untuk memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan pesanan menurut Chase Aquilano dalam bukunya Management Production, (2000: 314) membagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1.  Holding costs (carrying costs) atau biaya penyimpanan yaitu biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan adanya penyimpanan persediaan. Besarnya biaya ini berubah-ubah adakalanya berubah-ubah disebabkan kegiatan pada perusahaan yang dapat disesuaikan dengan besar kecilnya persediaan yang disimpan.
      Penentuan besarnya biaya ini didasarkan kepada presentase nilai rupiah dari persediaan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya perdagangan (biaya sewa gudang atau biaya penyimpanan), biaya fasilitas pergudangan, biaya pemeliharaan (manitenance), biaya asuransi kerugian atas pencurian, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya penyusutan serta biaya pajak yang dianggap pengeluaran.
2.   Production changer cost (setup costs), yaitu biaya-biaya yang timbul karena terjadinya penambahan, pengurangan fasilitas produksi sebagai akibat persediaan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan produksi dan penjualan pada suatu saat yang termasuk dalam production change costs seperti biaya lembur, biaya pemberhentian, biaya pelatihan/training serta biaya pengangguran. Umumnya biaya-biaya pengadaan persediaan ini sulit ditentukan jumlahnya untuk satu periode produksi sehingga dimasukkan ke dalam setup costs.
3.   Ordering costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya pemesanan bahan baku hingga sampai ke dalam gudang perusahaan. Biaya ini besarnya tergantung pada frekuensi pemesanan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya administrasi, biaya pembelian dan pemesanan biaya pengangkutan dan bongkar muat biaya penerimaan serta biaya pemeriksaan.
4.   Shortage costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari jumlah persediaan yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk proses produksi sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Dalam keadaan demikian akan melakukan pemesanan mendadak yang mengandung banyak resiko seperti kerusakan bahan sehingga harus dikirim kembali enggan mengeluarkan biaya tambahan.
      Kebijaksanaan permintaan pengadaan bahan baku material merupakan bagian dari kepentingan beberapa manager dalam suatu perusahaan. Manajemen investasi atau persediaan tidak hanya berhubungan dengan manager pembelian melainkan juga berhubungan dengan manager keuangan
      Manager pembelian cenderung untuk berorientasi pada pembelian dalam jumlah yang besar untuk memperoleh discount atau potongan dari supplier. Begitu pula manager produksi ingin mempertahankan jumlah persediaan yang besar untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sedangkan manager financial, mempertahankan pembelian dalam jumlah yang kecil demi efisiensi penggunaan dana.
      Untuk lebih jelasnya pengertian Economic Order Quantity oleh Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 176) menyatakan bahwa dalam menentukan kebutuhan untuk menghasilkan sejumlah barang jadi yang direncanakan untuk suatu periode tertentu.
      Pengendalian bahan baku merupakan bagian dari pada kepentingan beberapa manager dalam suatu perusahaan. Hal ini penting untuk menjaga agar tidak terjadi kekurangan bahan baku yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena dapat memenuhi para langganan atau konsumen.
      Demikian pada terlalu banyaknya persediaan walaupun hal ini mempunyai kebaikan terhadap kelancaran proses produksi, akan tetapi menimbulkan biaya penyimpanan yang terlalu besar dan dapat menimbulkan kerugian karena kemungkinan kerusakan persediaan yang berlebihan tersebut.
      Aktiva keseluruhan dan kekurangan inilah diperlukan yaitu tersedianya jumlah persediaan yang ekonomis. Hal ini dapat terlaksanan bila dalam melakukan sistem pemesanan yang ekonomis disebut “Economic Order Quantity”, dalam menghitung economic order quantity ini dipertimbangkan 2 (dua) jenis biaya yang bersifat variabel, yaitu :
1. Biaya pemesanan, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan baku. Biaya ini berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pemesanan. Semakin tinggi frekuensi pemesanan semakin tinggi pula biayanya, sebaliknya biaya ini berbanding terbalik dengan jumlah/kuantitas setiap kali pesanan berarti akan semakin rendah tingkat frekuensi pemesanan.

2.  Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan penyimpanan bahan baku yang telah dibeli. Biaya ini berubah-ubah sesuai dengan jumlah bahan baku yang dipesan. Makin besar bahan baku yang dipesan akan semakin besar pula biaya penyimpanannya dengan biaya pemesanan.

Pengertian Pengendalian Persediaan

      Pengendalian persediaan mengandung beberapa istilah yang perlu diketahui mengenai pengertian persediaan yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya. Selanjutnya akan diuraikan mengenai pengertian sistem, pengendalian dan pengendalian persediaan.
a.   Pengertian Sistem
Berikut ini akan dikutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian sistem menurut H.A. Harding, dalam bukunya Productiin Management, (1999: 26) sistem adalah sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu sama lain yang bersama-sama beraksi menurut pola tertentu terhadap masukan dengan tujuan untuk menghasilkan pola keikhlasan.
b.   Pengertian Pengendalian
Menurut Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 159) dalam hal ini pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan dasar pengendalian atas kegiatan yang telah dan sedang dilakukan agar kegiatan dapat disesuailan apa yang diharapkan atau direncanakan.
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu tehnik dan untuk mengatur pemeriksaan, pengawasan dan tindakan pencegahan serta memperhatikan pelaksanaan kegiatan kerja untuk kemudian disesuaikan dengan rencana realisasi pelaksanaan kerja. jadi pengendalian berfungsi untuk mencegah mengurangi kemungkinan timbulnya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan.
c.   Pengertian Pengendalian Persediaan
Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimun dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang cepat serta jumlah biaya rendah seperti g diharapkan diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan.
      Pengertian  pengendalian  persediaan  menurut  Sofyan  Asssauri, dalam bukunya,  Manajemen   Produksi, (  1998 : 229  )    menyatakan    bahwa

     “pengawasan persediaan merupakan salah satu kegiatan dan urutan kegiatan-kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dari seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuatu dengan apa yang telah direncanakan terlebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya”.

      Untuk dapat mencapai persediaan yang optimun, harus memenuhi beberapa syarat pengendalian persediaan, syarat-syarat tersedianya persediaan yang optimun menurut Sofyan Assauri. Dalam bukunya Management Production, (1998: 229), sebagai berikut :
     1.   Terdapatnya gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat/barang yang tetap dan identifikasi bahan/barang tertentu.
  2.  Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang yang dapat dipercaya terutama penjaga gudang.
  3.    Suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan barang.
  4.   Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan/barang.
  5.  Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan dibagikan atau dikeluarkan dari yang tersedia di dalam gudang.
 6. Pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada dalam persediaan secara langsung.
3     Perencanaan untuk menggunakan barang-barang yang lebih dikeluarkan, barang-barang yang telah lama dalam gudang dan barang-barang yang sudah usang dari keunggulan zaman.
4     Pengecekan untuk manajemen dapat efektifitasnya kegiatan rutin.
      Persediaan atau inventory merupakan bagian dan aktiva perusahaan yang membutuhkan investasi yang cukup besar dan merupakan salah satu elemen utama dari modal kerja yang selalu berputar. Oleh karena itu pihak manajemen dituntut untuk mengelola secara wajar mengenai bagian dari aktiva tersebut.
      Persediaan optimun merupakan batas jumlah persediaan yang ekonomis yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas persediaan optimun ini kadang-kadang tidak didasarkan pertimbangan efektivitas dan efisiensi kegiatan perusahaan, melainkan atas dasar kemampuan perusahaan terutama kemampuan keuangan serta kemampuan gudang yang dimiliki perusahaan sehingga sering diadakan jumlah yang besar. Keadaan seperti ini tidak ekonomis sehingga merugikan perusahaan karena akan terjadi penumpukan beban dan biaya penyimpanan atas biaya pemeliharaan menjadi besar.
      Untuk mencapai persediaan optimun, hal tertentu tidak terlepas dari besar kecilnya biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan investasi yang ditanamkan dalam persediaan bahan/barang.
      Pada semua situasi ada suatu “tenggang waktu” antara menempatkan pesanan untuk penggantian persediaan dan penerimaan dari pada barang yang masuk ke dalam persediaan. Oleh Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 25) tenggang waktu ini biasanya disebut dengan delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk penggantian, pemenuhan pesanan dari langganan harus dapat dipenuhi persediaan yang ada. Permintaan dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan dengan tepat.
      Maka dengan sendirinya akan ada resiko yang tidak dapat dihindari bahwa persediaan yang ada akan habis sama sekali sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langganan tidak dapat dipenuhi dengan baik. Karena itu tingkat pelayanan ini harus dipertahankan dengan menciptakan suatu safety stock yang akan menampung setiap penyimpanan selama lead time.
      Menurut Sofyan Assauri, Management Production,(1998: 114) dalam hubungan dengan persediaan pengamanan, yang dimaksud dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out).
      Berdasarkan pengertian persediaan pengaman, maka sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan mentah yang dilakukan oleh CV. Rotan Polis di Kabupaten Polman Propinsi Sulawesi Barat, maka persediaan pengaman (safety stock) ini perlu diperhatikan oleh karena :
5     Kemungkinan terjadinya kekurangan bahan mentah, karena pemakaian yang lebih besar dari perkiraan semula.

6     Keterlambatan dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan

Pengertian dan Jenis-Jenis Persediaan

      Pada dasarnya setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatan organisasionalnya perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Di dalam rangka mengadakan persediaan maka dibutuhkan sejumlah dana yang akan digunakan untuk mebiayai persediaan tersebut. Oleh karena barang-barang yang dibutuhkan tidak selamanya dapat diperoleh setiap saat, tetapi melalui proses yang memerlukan tenggang waktu tertentu untuk pengadaannya, maka setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum.
      Adapun pengertian tentang persediaan oleh Sofyan Assauri dalam bukunya Management Production, (1998: 7) menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang atau jasa yang dibutuhkan faktor-faktor produksi.
      Sesuai dengan definisi tersebut di atas, maka setiap hasil produksi mempunyai kegunaan tertentu dan dibutuhkan faktor-faktor produksi yang mendukung kelancaran produksi tersebut.
      Sedangkan menurut Mubyarto, dalam bukunya Metodologi Penelitian, (1999: 62) menyatakan bahwa produksi itu adalah suatu hasil yang diperoleh sebagai akibat pekerjaannya yang dapat mendukung dalam peningkatan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja dan modal.
      Dari pengertian tersebut dijelaskan sebelumnya, maka persediaan dapat diartikan sebagai barang yang diperlukan dalam proses produksi dan yang digunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan atau bahan yang diperoleh atau diperlukan untuk diolah kedalam rangkaian proses produksi dan menjadi barang jadi yang dihasilkan.
      Di samping hal di atas timbul masalah lain yaitu jika perusahaan penyediaan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak lebih dari yang dibutuhkan, tentu perusahaan akan mengeluarkan sejumlah dana untuk penyimpangan dan biaya pemeliharaan persediaan bahan baku. Oleh karena itu perusahaan perlu menetapkan persediaan bahan baku dalam jumlah yang optimal untuk mencapai kuantitas produk dengan biaya seminimal mungkin.
      H.A. Harding dalam bukunya Production Management (2000: 151) menyatakan bahwa persediaan meliputi semua barang dan jasa yang dimiliki oleh perusahaan dan digunakan dalam proses produksi atau memberikan jasanya.
      Sedangkan Assauri dalam bukunya Management Production, (1998: 219) memberikan definisi bahwa persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi atau pun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
      Pengertian persediaan yang tidak dijelaskan sebelumnya, yaitu persediaan dapat diartikan sebagai semua bahan yang dimiliki oleh perusahaan yang menunggu penggunaannya untuk digunakan atau untuk memperlancar kegiatan proses produksi.
      Pengertian persediaan yang dimaksud diklasifikasikan menurut jenis dan posisi bahan baku dalam urutan pekerjaan produk, menurut Sofyan Assauri dalam bukunya Production Management, (1998: 222) bahan baku atau barang-barang yang dapat diklasifikasikan sebagai persediaan dalam urutan proses produksi meliputi :
3     Persediaan bahan baku (Row Material Stock)
      2.   Persediaan bagian produk atau parts dibeli (Purchased Parts)
      3.  Persediaan bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (Surplus Stock)
4     Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work In Process/Progress Stock)
5     Persediaan barang jadi (Finished Goods Stock)
      Jadi secara umum persediaan dapat diartikan sebagai sejumlah harta kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat berupa sejumlah bahan baku, parts yang disediakan untuk diolah kedalam urutan-urutan rangkaian proses produksi dan jumlah barang yang terdapat dalam masing-masing proses yang masih memerlukan proses pengolahan lebih lanjut pengerjaan dalam kegiatan pengerjaan bahan tersebut atau sejumlah barang jadi disiapkan untuk memenuhi permintaan langganan setiap waktu.
      Maksudnya bahwa dengan adanya persediaan maka akan menjamin kelancaran proses produksi serta kebutuhan konsumen dapat dipenuhi tepat pada waktunya.
      Di samping itu persediaan dapat juga mengurangi tingkat ketergantungan perusahaan terhadap supplier dan konsumen, maksudnya bahwa pabrik dapat  matang yang berkaitan dengan perkembangan atau pemesanan kembali persediaan.
      Adapun pertimbangan-pertimbangan dalam pemesanan kebambaki bahan baku, sebagai berikut :
      1.  Berapa jumlah bahan yang harus dipesan
6     Berapa besarnya jumlah persediaan pengaman
7     Pada tingkat persediaan berapa harus dilakukan pemesanan ulang
      Chase Aquilano, System Planning, (2000: 315) ada dua sistem pemesanan, sebagai berikut :  
1.   The Fixed Order Quantity System
Sistem ini pemesanan dilakukan jika tingkat pemesanan telah mencapai suatu batas tertentu dengan ketentuan bahwa persediaan bahan baku cukup untuk diproduksi dan telah diperhitungan order yang telah diterima, dimana perusahaan harus melakukan pemesanan ulang (reorder point). Tingkat persediaan yang dimaksud adalah sisa persediaan yang dapat menempuh kebutuhan produksi atau permintaan selama tenggang waktu pemesanan (lead time) yaitu jangka waktu pemesanan sampai barang diterima.
2.  The Fixed Order Period System

      System pemesanan ini didasarkan pada suatu batas waktu yang telah ditetapkan (menggunakan tenggang waktu) dengan menghitung persediaan yang ada. Jika persediaan jumlahnya yang sangat menipis atau dengan istikah   dibawah  jumlah  tertentu   maka,   dibutuhkan   pemesanan   ulang, sedang jumlah pemesanan setiap kali pesan tidak sama volumenya karena harus disesuaikan dengan jumlah persediaan masih tersisa.

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PERUSAHAAN

Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan keseimbangan bagi masyarakat dalam pembangunan bidang ekonomi. Peran aktif masyarakat sangat diperlukan dalam menggalakkan pembangunan tersebut. Hal ini terlihat dengan keterlibatan sektor swasta dalam melaksanakan berbagai usaha yang dapat menyerap tenaga kerja, maka akan terjadi pemerataan pendapatan.
      Setiap perusahaan berupaya memperoleh keuntungan dari hasil operasinya supaya kelangsungan hidupnya dapat berjalab secara berkesinambungan. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh pengalaman usaha, mengkoordinir setiap bagian, kemampuyan serta kejelian dalam membuat perencanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
      Secara umum untuk mempertahankan kelanjutan dan perkembangan usaha, maka perusahaan harus dikelola secara efektif dan efisien salah satu faktor yang harus mendapat perhatian pimpinan perusahaan adalah mengendalikan persediaanb bahan baku dan biaya yang dikeluarkan.
      Pengendalian bahan baku perlu mendapat perhatian karena setiap saat harga selalu berubah. Terjadi kenaikan harga biasa terjadi akibat kelangkaan barang akibat banyaknya permintaan. Hal ini akan mempengaruhi biaya produksi.
      Pesediaan yang berlebihan akan membawa konsekwensi naiknya biaya pemeliharaan dan pengadaan bahan baku, karena dalam persediaan terkandung berbagai unsur biaya seperti harga bahan baku, biaya penggudangan, biaya asuransi dan lain-lain. Dengan demikian, pengendalian persediaan diharapkan dapat menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan bahan yang mengakibatkan timbulnya biaya kekurangan bahan.
      Untuk menjaga kontinutas proses produksi pada suatu perusahaan, maka salah satu faktor yang perlu diperhatikan guna mencapai sasaran yaitu pengendalian persediaan bahan baku. Karena persediaan mempunyai fungsi dan pengaruh yang menentukan terhadap bagian-bagian lain dari perusahaan.
      Selanjutnya, bahan baku yang menjadi titik perhatian tentu bertitik pada fungsi dan peranan pembelanjaan suatu perusahaan, sebab dalam membelanjai perusahaan harus diseimbangkan antara bahan baku dengan tenaga kerja. Sebab kalau terlalu banyak bahan baku dan tenaga kerja kurang akan menimbulkan kerusakan dan juga sebaliknya apabila bahan baku kurang akan mengkibatkan pengangguran, oleh karena itu manajemen pada perusahaan harus lebih cermat dalam melihat situasi dan kondisi perusahaan tersebut.
     Persediaan bahan baku dari perusahaan UD. Sinar bergerak dalam rotan polis Kabupaten Polman, setiap bahan baku masuk memerlukan seleksi bahan yang bermutu, karena produk yang berkualitas tergantung dari bahan baku.
      Pengelolaannya harus tenaga-tenaga yang berpengalaman dan terampil, sehingga hasil produk dapat dijamin mutunya dan kualitasnya. Persediaan akan meningkatkan biaya penyimpanan dan pemeliharaan. Begitu pula sebaliknya, bila kurangnya persediaan bahan baku dapat mengalami gangguan kontinutas proses produksi sehingga dapat memberikan pengaruh yang negatif terutama pelayanan kepada langganan. Dan dengan sendirinya menimbulkan kesan kurang baik kepada perusahaan sehingga akan mengakibatkan langganan berpindah ke produsen lain atau perusahaan lain, tapi akan lain halnya kalau perusahaan tetap memperhatikan selera konsumen dan kondisi yang dialami masyarakat.
      Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil obyek penelitian pada UD. Sinar . Perushaan berharga dibidang produksi, perlu melakukan perencanaan dan penyediaan bahan baku rotan, sehingga perusahaan dapat bekerja secara efektif dan efisien, karena manajemen produksi menghendaki jumlah pesanan bahan baku yang sangat ekonomis, yaitu kapan dipesan dan biaya yang paling ekonomis dari manajemen keuangan menetapkan berapa biaya yang palig ekonomis dan kapan diperlukan.

      Perusahaan rotan polis yang bisa menyesuaikan pesanan konsumen disamping juga memperhatikan perkembangan dunia bisnis furnitufe pada UD. Sinar , di samping itu perusahaan tidak luput dari sebahagian masalah, sehingga dengan demikian penulis tertarik mengkaji masalah pada perusahaan rotan polis UD.  yang bergerak dalam bahan rotan polis  yang bahan baku pokoknya dari  rotan.

A   Pengertian dan Jenis-Jenis Persediaan
      Pada dasarnya setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatan organisasionalnya perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Di dalam rangka mengadakan persediaan maka dibutuhkan sejumlah dana yang akan digunakan untuk mebiayai persediaan tersebut. Oleh karena barang-barang yang dibutuhkan tidak selamanya dapat diperoleh setiap saat, tetapi melalui proses yang memerlukan tenggang waktu tertentu untuk pengadaannya, maka setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum.
      Adapun pengertian tentang persediaan oleh Sofyan Assauri dalam bukunya Management Production, (1998: 7) menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang atau jasa yang dibutuhkan faktor-faktor produksi.
      Sesuai dengan definisi tersebut di atas, maka setiap hasil produksi mempunyai kegunaan tertentu dan dibutuhkan faktor-faktor produksi yang mendukung kelancaran produksi tersebut.
      Sedangkan menurut Mubyarto, dalam bukunya Metodologi Penelitian, (1999: 62) menyatakan bahwa produksi itu adalah suatu hasil yang diperoleh sebagai akibat pekerjaannya yang dapat mendukung dalam peningkatan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja dan modal.
      Dari pengertian tersebut dijelaskan sebelumnya, maka persediaan dapat diartikan sebagai barang yang diperlukan dalam proses produksi dan yang digunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan atau bahan yang diperoleh atau diperlukan untuk diolah kedalam rangkaian proses produksi dan menjadi barang jadi yang dihasilkan.
      Di samping hal di atas timbul masalah lain yaitu jika perusahaan penyediaan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak lebih dari yang dibutuhkan, tentu perusahaan akan mengeluarkan sejumlah dana untuk penyimpangan dan biaya pemeliharaan persediaan bahan baku. Oleh karena itu perusahaan perlu menetapkan persediaan bahan baku dalam jumlah yang optimal untuk mencapai kuantitas produk dengan biaya seminimal mungkin.
      H.A. Harding dalam bukunya Production Management (2000: 151) menyatakan bahwa persediaan meliputi semua barang dan jasa yang dimiliki oleh perusahaan dan digunakan dalam proses produksi atau memberikan jasanya.
      Sedangkan Assauri dalam bukunya Management Production, (1998: 219) memberikan definisi bahwa persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi atau pun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
      Pengertian persediaan yang tidak dijelaskan sebelumnya, yaitu persediaan dapat diartikan sebagai semua bahan yang dimiliki oleh perusahaan yang menunggu penggunaannya untuk digunakan atau untuk memperlancar kegiatan proses produksi.
      Pengertian persediaan yang dimaksud diklasifikasikan menurut jenis dan posisi bahan baku dalam urutan pekerjaan produk, menurut Sofyan Assauri dalam bukunya Production Management, (1998: 222) bahan baku atau barang-barang yang dapat diklasifikasikan sebagai persediaan dalam urutan proses produksi meliputi :
3     Persediaan bahan baku (Row Material Stock)
      2.   Persediaan bagian produk atau parts dibeli (Purchased Parts)
      3.  Persediaan bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (Surplus Stock)
4     Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work In Process/Progress Stock)
5     Persediaan barang jadi (Finished Goods Stock)
      Jadi secara umum persediaan dapat diartikan sebagai sejumlah harta kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat berupa sejumlah bahan baku, parts yang disediakan untuk diolah kedalam urutan-urutan rangkaian proses produksi dan jumlah barang yang terdapat dalam masing-masing proses yang masih memerlukan proses pengolahan lebih lanjut pengerjaan dalam kegiatan pengerjaan bahan tersebut atau sejumlah barang jadi disiapkan untuk memenuhi permintaan langganan setiap waktu.
      Maksudnya bahwa dengan adanya persediaan maka akan menjamin kelancaran proses produksi serta kebutuhan konsumen dapat dipenuhi tepat pada waktunya.
      Di samping itu persediaan dapat juga mengurangi tingkat ketergantungan perusahaan terhadap supplier dan konsumen, maksudnya bahwa pabrik dapat  matang yang berkaitan dengan perkembangan atau pemesanan kembali persediaan.
      Adapun pertimbangan-pertimbangan dalam pemesanan kebambaki bahan baku, sebagai berikut :
      1.  Berapa jumlah bahan yang harus dipesan
6     Berapa besarnya jumlah persediaan pengaman
7     Pada tingkat persediaan berapa harus dilakukan pemesanan ulang
      Chase Aquilano, System Planning, (2000: 315) ada dua sistem pemesanan, sebagai berikut :  
1.   The Fixed Order Quantity System
Sistem ini pemesanan dilakukan jika tingkat pemesanan telah mencapai suatu batas tertentu dengan ketentuan bahwa persediaan bahan baku cukup untuk diproduksi dan telah diperhitungan order yang telah diterima, dimana perusahaan harus melakukan pemesanan ulang (reorder point). Tingkat persediaan yang dimaksud adalah sisa persediaan yang dapat menempuh kebutuhan produksi atau permintaan selama tenggang waktu pemesanan (lead time) yaitu jangka waktu pemesanan sampai barang diterima.
2.  The Fixed Order Period System
      System pemesanan ini didasarkan pada suatu batas waktu yang telah ditetapkan (menggunakan tenggang waktu) dengan menghitung persediaan yang ada. Jika persediaan jumlahnya yang sangat menipis atau dengan istikah   dibawah  jumlah  tertentu   maka,   dibutuhkan   pemesanan   ulang, sedang jumlah pemesanan setiap kali pesan tidak sama volumenya karena harus disesuaikan dengan jumlah persediaan masih tersisa.
B.  Pengertian Pengendalian Persediaan
      Pengendalian persediaan mengandung beberapa istilah yang perlu diketahui mengenai pengertian persediaan yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya. Selanjutnya akan diuraikan mengenai pengertian sistem, pengendalian dan pengendalian persediaan.
a.   Pengertian Sistem
Berikut ini akan dikutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian sistem menurut H.A. Harding, dalam bukunya Productiin Management, (1999: 26) sistem adalah sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu sama lain yang bersama-sama beraksi menurut pola tertentu terhadap masukan dengan tujuan untuk menghasilkan pola keikhlasan.
b.   Pengertian Pengendalian
Menurut Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 159) dalam hal ini pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan dasar pengendalian atas kegiatan yang telah dan sedang dilakukan agar kegiatan dapat disesuailan apa yang diharapkan atau direncanakan.
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu tehnik dan untuk mengatur pemeriksaan, pengawasan dan tindakan pencegahan serta memperhatikan pelaksanaan kegiatan kerja untuk kemudian disesuaikan dengan rencana realisasi pelaksanaan kerja. jadi pengendalian berfungsi untuk mencegah mengurangi kemungkinan timbulnya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan.
c.   Pengertian Pengendalian Persediaan
Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimun dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang cepat serta jumlah biaya rendah seperti g diharapkan diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan.
      Pengertian  pengendalian  persediaan  menurut  Sofyan  Asssauri, dalam bukunya,  Manajemen   Produksi, (  1998 : 229  )    menyatakan    bahwa

     “pengawasan persediaan merupakan salah satu kegiatan dan urutan kegiatan-kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dari seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuatu dengan apa yang telah direncanakan terlebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya”.

      Untuk dapat mencapai persediaan yang optimun, harus memenuhi beberapa syarat pengendalian persediaan, syarat-syarat tersedianya persediaan yang optimun menurut Sofyan Assauri. Dalam bukunya Management Production, (1998: 229), sebagai berikut :
     1.   Terdapatnya gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat/barang yang tetap dan identifikasi bahan/barang tertentu.
  2.  Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang yang dapat dipercaya terutama penjaga gudang.
  3.    Suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan barang.
  4.   Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan/barang.
  5.  Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan dibagikan atau dikeluarkan dari yang tersedia di dalam gudang.
 6. Pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada dalam persediaan secara langsung.
8     Perencanaan untuk menggunakan barang-barang yang lebih dikeluarkan, barang-barang yang telah lama dalam gudang dan barang-barang yang sudah usang dari keunggulan zaman.
9     Pengecekan untuk manajemen dapat efektifitasnya kegiatan rutin.
      Persediaan atau inventory merupakan bagian dan aktiva perusahaan yang membutuhkan investasi yang cukup besar dan merupakan salah satu elemen utama dari modal kerja yang selalu berputar. Oleh karena itu pihak manajemen dituntut untuk mengelola secara wajar mengenai bagian dari aktiva tersebut.
      Persediaan optimun merupakan batas jumlah persediaan yang ekonomis yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas persediaan optimun ini kadang-kadang tidak didasarkan pertimbangan efektivitas dan efisiensi kegiatan perusahaan, melainkan atas dasar kemampuan perusahaan terutama kemampuan keuangan serta kemampuan gudang yang dimiliki perusahaan sehingga sering diadakan jumlah yang besar. Keadaan seperti ini tidak ekonomis sehingga merugikan perusahaan karena akan terjadi penumpukan beban dan biaya penyimpanan atas biaya pemeliharaan menjadi besar.
      Untuk mencapai persediaan optimun, hal tertentu tidak terlepas dari besar kecilnya biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan investasi yang ditanamkan dalam persediaan bahan/barang.
      Pada semua situasi ada suatu “tenggang waktu” antara menempatkan pesanan untuk penggantian persediaan dan penerimaan dari pada barang yang masuk ke dalam persediaan. Oleh Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 25) tenggang waktu ini biasanya disebut dengan delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk penggantian, pemenuhan pesanan dari langganan harus dapat dipenuhi persediaan yang ada. Permintaan dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan dengan tepat.
      Maka dengan sendirinya akan ada resiko yang tidak dapat dihindari bahwa persediaan yang ada akan habis sama sekali sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langganan tidak dapat dipenuhi dengan baik. Karena itu tingkat pelayanan ini harus dipertahankan dengan menciptakan suatu safety stock yang akan menampung setiap penyimpanan selama lead time.
      Menurut Sofyan Assauri, Management Production,(1998: 114) dalam hubungan dengan persediaan pengamanan, yang dimaksud dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out).
      Berdasarkan pengertian persediaan pengaman, maka sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan mentah yang dilakukan oleh CV. Rotan Polis di Kabupaten Polman Propinsi Sulawesi Barat, maka persediaan pengaman (safety stock) ini perlu diperhatikan oleh karena :
10   Kemungkinan terjadinya kekurangan bahan mentah, karena pemakaian yang lebih besar dari perkiraan semula.
11   Keterlambatan dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan

12   Metode Pengendalian Persediaan
Biaya-biaya persediaan yang dikeluarkan sehubungan dengan pengadaan persediaan untuk memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan pesanan menurut Chase Aquilano dalam bukunya Management Production, (2000: 314) membagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1.  Holding costs (carrying costs) atau biaya penyimpanan yaitu biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan adanya penyimpanan persediaan. Besarnya biaya ini berubah-ubah adakalanya berubah-ubah disebabkan kegiatan pada perusahaan yang dapat disesuaikan dengan besar kecilnya persediaan yang disimpan.
      Penentuan besarnya biaya ini didasarkan kepada presentase nilai rupiah dari persediaan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya perdagangan (biaya sewa gudang atau biaya penyimpanan), biaya fasilitas pergudangan, biaya pemeliharaan (manitenance), biaya asuransi kerugian atas pencurian, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya penyusutan serta biaya pajak yang dianggap pengeluaran.
2.   Production changer cost (setup costs), yaitu biaya-biaya yang timbul karena terjadinya penambahan, pengurangan fasilitas produksi sebagai akibat persediaan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan produksi dan penjualan pada suatu saat yang termasuk dalam production change costs seperti biaya lembur, biaya pemberhentian, biaya pelatihan/training serta biaya pengangguran. Umumnya biaya-biaya pengadaan persediaan ini sulit ditentukan jumlahnya untuk satu periode produksi sehingga dimasukkan ke dalam setup costs.
3.   Ordering costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya pemesanan bahan baku hingga sampai ke dalam gudang perusahaan. Biaya ini besarnya tergantung pada frekuensi pemesanan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya administrasi, biaya pembelian dan pemesanan biaya pengangkutan dan bongkar muat biaya penerimaan serta biaya pemeriksaan.
4.   Shortage costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari jumlah persediaan yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk proses produksi sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Dalam keadaan demikian akan melakukan pemesanan mendadak yang mengandung banyak resiko seperti kerusakan bahan sehingga harus dikirim kembali enggan mengeluarkan biaya tambahan.
      Kebijaksanaan permintaan pengadaan bahan baku material merupakan bagian dari kepentingan beberapa manager dalam suatu perusahaan. Manajemen investasi atau persediaan tidak hanya berhubungan dengan manager pembelian melainkan juga berhubungan dengan manager keuangan
      Manager pembelian cenderung untuk berorientasi pada pembelian dalam jumlah yang besar untuk memperoleh discount atau potongan dari supplier. Begitu pula manager produksi ingin mempertahankan jumlah persediaan yang besar untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sedangkan manager financial, mempertahankan pembelian dalam jumlah yang kecil demi efisiensi penggunaan dana.
      Untuk lebih jelasnya pengertian Economic Order Quantity oleh Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 176) menyatakan bahwa dalam menentukan kebutuhan untuk menghasilkan sejumlah barang jadi yang direncanakan untuk suatu periode tertentu.
      Pengendalian bahan baku merupakan bagian dari pada kepentingan beberapa manager dalam suatu perusahaan. Hal ini penting untuk menjaga agar tidak terjadi kekurangan bahan baku yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena dapat memenuhi para langganan atau konsumen.
      Demikian pada terlalu banyaknya persediaan walaupun hal ini mempunyai kebaikan terhadap kelancaran proses produksi, akan tetapi menimbulkan biaya penyimpanan yang terlalu besar dan dapat menimbulkan kerugian karena kemungkinan kerusakan persediaan yang berlebihan tersebut.
      Aktiva keseluruhan dan kekurangan inilah diperlukan yaitu tersedianya jumlah persediaan yang ekonomis. Hal ini dapat terlaksanan bila dalam melakukan sistem pemesanan yang ekonomis disebut “Economic Order Quantity”, dalam menghitung economic order quantity ini dipertimbangkan 2 (dua) jenis biaya yang bersifat variabel, yaitu :
1. Biaya pemesanan, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan baku. Biaya ini berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pemesanan. Semakin tinggi frekuensi pemesanan semakin tinggi pula biayanya, sebaliknya biaya ini berbanding terbalik dengan jumlah/kuantitas setiap kali pesanan berarti akan semakin rendah tingkat frekuensi pemesanan.
2.  Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan penyimpanan bahan baku yang telah dibeli. Biaya ini berubah-ubah sesuai dengan jumlah bahan baku yang dipesan. Makin besar bahan baku yang dipesan akan semakin besar pula biaya penyimpanannya dengan biaya pemesanan.

D.  Pengertian dan Jenis-Jenis Biaya
1.  Pengertian Biaya
      Untuk menghasilkan sesuatu, apakah itu barang atau jasa maka perlulah dihitung dan diketahui besarnya biaya yang dikeluarkan atau yang perlu dan kemungkinan memperoleh pendapatan yang mungkin diterima. Setiap pengorbanan biaya selalu diharapkan akan mendatangkan hasil yang lebih besar dari pada yang telah dikorbankan pada masa yang akan datang.
      Dengan demikian, seorang pengusaha hendaknya dapat mengetahui yang merupakan komponen biaya perusahaan. Hal ini, total biaya selalu dihitung dan dapat dibandingkan dengan total penerimaan yang mungkin dapat diperoleh.
      Berbicara mengenai masalah biaya merupakan suatu masalah yang cukup luas, oleh karena di dalamnya terlihat dua pihak yang saling berhubungan. Oleh Winardi, Capita Selecta, (2002: 147) menyatakan bahwa bilamana kita memperhatikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu proses produksi, maka dapat di bagi ke dalam dua sifat, yaitu yang merupakan biaya bagi produsen adalah pendapatan bagi pihak yang memberikan faktor produksi yang bersangkutan.
      Demikian halnya bagi konsumen, biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh alat pemuas kebutuhannya atau merupakan pendapatan bagi pihak yang memberikan alat pemuas kebutuhan tersebut. Oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (1997: 26) dikatakan bahwa biaya (cost) adalah jumlah yang diukur dalam satuan uang, yaitu pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk konstan atau dalam bentuk pemindahan kekayaan pengeluaran modal saham, jasa-jasa yang disertakan atau menyangkut kewajiban-kewajiban yang ditimbulkannya, dalam hubungannya dengan barang-barang atau jasa-jasa yang diperoleh atau yang akan diperoleh.
      Dari definisi dan pengertian biaya di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa pengertian biaya yang dikemukakan di atas adalah suatu hal yang masih merupakan pengertian secara luas oleh karena semua yang tergolong dalam pengeluaran secara nyata keseluruhannya termasuk biaya.
      Sejalan dengan definisi dan pengertian di atas, maka D. Hartanto Akuntansi Untuk Usahawan (2001: 89) memberikan ulasan tentang biaya (cost) dan ongkos (expense) sebagai berikut, cost adalah biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat atau service potensial di waktu yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang dicantumkan dalam neraca. Sebaliknya expense atau expred cost adalah biaya yang telah digunakan untuk menghasilkan prestasi. Karena jenis-jenis biaya ini tidak dapat memberikan manfaat lagi diwaktu yang akan datang maka tempatnya adalah pada perkiraan laba rugi perusahaan.
      Dalam pengertian biaya yang dikemukakan oleh Hartanto yang telah memisahkan tentang pengertian yang akan datang dan tercantum dalam neraca. Sedangkan expenses atau ongkos adalah biaya yang menghasilkan prestasi dan tidak memberikan manfaat diwaktu yang akan datang.
      Berkaitan dengan hal tersebut, maka suatu perusahaan sebaiknya memegang dan menjalankan aktivitasnya dengan azas-azas sebagai berikut :
     1. Azas efisiensi maksudnya dengan biaya yang sekecil mungkin untuk mendapatkan hasil tertentu ataupun dengan pengorbanan tertentu untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
13   Azas kontinutas adalah azas kelangsungan hidup pada perusahaan
3. Azas proposionalitas adalah azas yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat produksi terdapat perbandingan yang serasi.
      Dalam upaya memanfaatkan azas efisiensi ini yang menjadi titik berat adalah usaha untuk mendapatkan ketepatan ukuran dari setiap pengorbanan yang telah diberikan adalah dikeluarkan keuntungan dan hendaknya terdapat proposional yang sesuai antara pengeluaran untuk pengorbanan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi.
      Pengertian biaya ini juga dikemukakan oleh Matz dan Usry, Production and Control, (2000: 30) sebagai berikut cost is foregoing, measured in monetary terms incurred or potenially to be incurred to archieve a spesific ebjective.
      Dengan dasar pengertian biaya yang dikemukakan oleh Matz Usry diatas, mereka mengemukakan bahwa biaya adalah pengeluaran-pengeluaran yang dapat di nilai dengan uang atau dengan potensial yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan khusus.
      Sejumlah pengeluaran/ pengorbanan untuk proses produksi yang dapat dinilai dengan ukuran tertentu yang menghasilkan lebih banyak daripada yang telah dikeluarkan, biaya disini mengharapkan lebih banyak hasil diharapkan oleh perusahaan.
      Selanjutnya oleh Mulyadi, Akuntansi Biaya, (2000: 3) dikatakan bahwa di dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
      Menurut definisi di atas pengorbanan sumber ekonomis dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
        1. Pengorbanan yang telah terjadi adalah nilai ekonomis yang telah dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu yang merupakan historis yaitu biaya yang telah terjadi.
  2. Pengorbanan yang mempunyai kemungkinan akan terjadi yaitu nilai ekonomi yang akan dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya masa yang akan datang.
3.  Sejumlah pengorbanan untuk mengharapkan hasil yang lebih banyak untuk mengharapkan hasil yang lebih memuaskan oleh perusahaan manufactur. 
      Dengan demikian, definisi biaya yang telah disampaikan oleh beberapa ahli ekonomi di atas menunjukkan bahwa pada hakekatnya adalah mempunyai tujuan yang sama, yaitu pada pengorbanan sejumlah nilai-nilai dalam bentuk biaya untuk menciptakan barang dan jasa demi untuk mendapatkan sejumlah pendapatan atau keuntungan dari setiap kegiatan yang dikerjakan dalam menghasilkan sesuatu.

2. Jenis-Jenis Biaya
      Sehubungan dengan jnis-jenis biaya tersebut, maka D. Hartanto, dalam bukunya Akuntansi Untuk Usahawan, (1998: 37) mengelompokkan biaya menurut tujuan perencanaan dan pengawasan, sebagai berikut
       "1. Biaya variabel dan biaya tetap
        2. Biaya yang dapat dikendalikan".     
      Sedangkan menurut Mulyadi, dalam bukunya Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, (2000: 57) menetapkan biaya adalah sejumlah pengeluaran yang tidak bisa dihindari  menghubungkan tingkah laku biaya dengan perubahan volume kegiatan sebagai berikut biaya variabel adalah sejumlah biaya yang secara total berfluktuasi  secara langsung  sebanding dengan volume penjualan atau produksi, atau ukuran kegiatan yang lain yang mengarah pada proses produksi.
      Sedangkan biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan biaya  untuk  mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu.
      Dari gambaran umum di atas, maka dapat diketahui  sebagai berikut :
1. Biaya variabel  adalah  sejumlah  biaya yang ikut berubah untuk mengikuti  volume produksi atau penjualan. Misalnya atau  bahan langsung hanya yang ikut dalam proses produk, bahan baku langsung yang dipakai dalam proses produksi biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap adalah sejumlah biaya yang tidak  berubah walaupun ada  perubahan volume produksi atau penjualan. Misalnya gaji bulanan, asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain. Sifat-sifat biaya tersebut sangat penting untuk dikethui seorang manajer dalam perencanaan usaha pengembangan karena dengan demikian akan didapatkan suatu gambaran klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta pengawasan.

E.  Pengertian Reorder Point
      Reorder point pada suatu perusahaan memang sangat penting, karena reorder berarti memperhatikan kembali, lebih jelasnya Suad Husnan, dalam bukunya Pembelanjaan Perusahaan, (2001 : 69) mengatakan reorder point adalah saat yang tepat dimana persediaan dilakukan kembali.
      Apabila tenggang waktu antara saat perusahaan memesan dan barang tersebut datang biasanya disebut lead time sama dengan nol, maka pada saat jumlah persediaan sama dengan nol pada saat itulah dilakukan pemesanan.
      Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2004 : 73) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan reorder point adalah saat atau titik dimana harus diadakan pemesanan serupa, sehingga kedatangan atau  penerimaan material yang dipesan itu tepat pada waktu dimana persediaan atas safety stock sama dengan nol.
      Dengan demikian, diharapkan datangnya material yang dipesan  tidak  akan  melewati waktu sehingga akan melanggar  safety stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati reorder point, maka material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mengambil material dari safety stock.
      Dengan penentuan/penetapan reorder point diperhatikan faktor-faktor, sebagai berikut :
    1. Procurement  lead time, yaitu penggunaan material  selama tenggang waktu mendapatkan barang.
2. Besarnya  safety  stock,  dimaksudkan  dengan  pengertian "procurement lead time" adalah waktu dimana meliputi saat dimulainya usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan barang sampai barang/material diterima dan ditempatkan dalam gudang penugasan.
     Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara antara lain :
14   Menetapkan jumlah penggunaan selama "lead time" ditambah prosentase tertentu, misalnya ditetapkan bahwa safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama "lead time"-nya adalah 5 minggu, sedangkan kebutuhan material setiap minggunya adalah 40 Unit, maka Reorder point = (5 x 40) + 50 % (5 x 40) = (200 + 100) = 300 unit.
15   Dengan menetapkan penggunaan selama "lead time" dan ditambah dengan penggunaan selama periode tertentu  sebagai safety stock misalnya kebutuhan selama 4 minggu, maka Reorder Point = (5 x 40) + (4 x 40) = 200 + 160 = 360 unit.
      Apabila  pesanan  baru  dilakukan  sesudah  persediaan tinggi 300 unit ini berarti bahwa pada saat barang yang dipesan darang, perusahaan terpaksa sudah mengambil material dari safety stock sebesar Rp. 60 unit. Pada waktu barang yang dipesan datang persediaan dalam gudang tinggal 100 unit (yaitu 300 - 200) padahal safety stock sudah ditetapkan sebesar 100 unit.
     
F.  Persediaan Pengaman (Safety Stock)
      Persediaan pengaman pada semua situasi ada suatu "safety stock" antara menempatkan pesanan untuk penggantian persediaan, penerimaan dari pada barang yang masuk kedalam persediaan. Oleh Sofyan Assauri, Management Production (2000: 25) Tenggag waktu ini biasanya disebut dengan delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk penggantian, pemenuhan pesanan dari langganan harus dipenuhi persediaan yang ada. Permintaan dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan dengan tepat kecuali jika ada kesepakatan sebelumnya dan tidak melebihi permintaan yang telah disepakati bersama.
      Safety stock disini sudah tertanggar. Apabila pesanan dilakukan pada waktu persediaan sebesar 300 unit maka pada waktu barang yang dipesan datang persediaan gudang masih 160 unit (yaitu 360 - 200), persis sama besar nya dengan besarnya safety stock, yang berarti safety stock tidak tertanggar.
      Persediaan pengaman dengan sendirinya akan ada resiko yang tidak dapat di hindari bahwa persediaan yang ada akan habis sama sekali sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langanan tidak dapat dipenuhi dengan baik. Karena tingkat pelayanan  ini  harus dipertahankan dengan menciptakan suatu Safety  stock yang akan menampung setiap penyimpanan selama lead time.
      Menurut Sofjan Assauri, Management Production, (2000 : 114) pengertian tentang safety stock, yaitu yang dimaksud dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out).
      Perencanaan persediaan bahan baku yang telah diperhitungkan, namun sering persediaan bahan baku tersebut tidak mencukupi karena sering meloncatnya persediaan hasil produksi perusahaan ataukah persediaan tersebut mengalami rusak atau tidak memenuhi standar industri untuk memenuhi permintaan konsumen.
      Berdasarkan pengertian di atas, sebagai bahan baku tambahan apabila persediaan yang telah disiapkan menitis, maka tambahan baku merupakan tambahan dapat juga digunakan untuk menjaga kesinambungan pekerjaan. Sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan mentah yang dilakukan oleh Perusahaan UD. Sinar ,   persediaan pengaman (safety stock) perlu diperhatikan karena :
    1. Kemungkinan  terjadinya  kekurangan bahan mentah, oleh karena   pemakain yang lebih besar dari perkiraan semula.
2.  Keterlambatan dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan.

G.  Pengertian dan Jenis-Jenis Produksi

3     Pengertian Produksi   
      Sebagaimana sifatnya suatu perusahaan bisa bertahan lama untuk mempertahankan kontinuitas produksi dan mutu kwalitas, karena perusahaan memperhatikan selera harga dan kondisi konsumen dimana berada harus disesuaikan.
      Dalam menguraikan pengertian produksi oleh beberapa ahli ekonomi seperti Sofyan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi (2000 : 7), menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) barang dan jasa pada suatu perusahaan.
      Sedangkan menurut Martin Kenneth dalam bukunya Production Management (1998; 3) yang diterjamahkan oleh Mulyadi dalam pengertian produksi menyatakan bahwa produksi itu merupakan prosedur desaing  barang dan jasa senagai output serta sebagai poduk terakhir input emelent.       
      Berdasarkan dari kedua definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi adalah suatu usaha untuk menambah nilai guna suatu barang dan jasa. Jadi barang yang diproduksi mengalami tahapan tersendiri dengan mempunyai kegunaan tertentu sebagai berikut :
3     Azas efisiensi maksudnya dengan biaya yang kecil mungkin untuk  mendapatkan hasil tertentu  ataupun dengan pengorbanan tertentu  untuk mendapatkan  hasil yang semaksimal mungkin.
2.  Azas kontinutas, adalah azas yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat  produksi terdapat perbandingan yang serasi.
      Selanjutnya akan dikemukakan arti  kualitas ( mutu ) oleh Sofyan Assauri, dalam bukunya Manajemen Produksi (2000; 221) mengemukakan bahwa mutu diartikan sebagai faktor-faktor yang  terdapat dalam suatu  hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang tersebut dibuat. 
      Sesuai dengan pengertian  di atas ada beberapa faktor yang dapat  menghasilkan  barang. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu :
1.   Faktor produksi tanah
      2.  Faktor produksi modal
      3.  Faktor produksi tenaga kerja      
       Sedangkan Richard dalam bukunya Management Production (1997; 84), sebagai berikut dalam berproduksi sangat berhati-hati terhadap kwality untuk di pertahankan bagi para konsumen harus konsisten.
      Sesuai dengan definisi tersebut di atas,  menyebutkan bahwa unsur keberhati-hatian dalam mempertahankan hasil produksi, karena hasil produksi inilah yang merupakan pengendalian  mutu untuk berperan serta dalam  bersaing di pasar.  
      Dalam hubungannya dengan pengertian diatas, maka dapat dibagi dalam beberapa tahap yang mempunyai bagian dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai berikut :
 1.  Grade    yaitu   sifat   kelakuan,   kemiripan,   tingkat   reabilitas   tingkat
operasinya dan lain-lain.
   2. Fitenss for use menunjukkan tingkat produk produk yang   mana memberikan kepuasan.
 3.  Consistency in characteristic adalah suatu kumpulan spesifikasi  untuk setiap  komponen  dari produk itu.  Bilamana produk terakhir sesuai dengan spesifikasi design atau maka disebut consistency atau quality of conformance (mutu sesuai dengan krakteristiknya).             
      Jadi setiap perusahaan pabrik/pengolahan dengan menetapkan suatu standard. Hal-hal yang perlu dipertimbang kan dalam  pembentukan suatu  standard  dikemukakan oleh Harding (2001 ; 58), menyatakan bahwa :
1) Memenuhi syarat kegunaan yang ditetapkan
2) Memenuhi standard kualitas perusahaan
3) Diproduksi dengan peralatan  yang ada  sekarang. 
      Untuk itulah E.Mansffiel (1999 ; 121), menyatakan bahwa  proses produksi memerlukan kehati-hatian terhadap variasi dari beberapa produksi barang dan jasa yang sama pada perusahaan.
      Selanjutnya menurut R.A. Bilas (1998; 127), adalah sebagai berikut kalau input sabagai salah satu cara proses yang diperhatikan oleh bagian produksi untuk mempertahakna mutu dan kwalitas produksi sesuai dengan permintaan konsu­men, sehingga perusahaan ini tetap produksi, jika tetap memperhatikan selera konsumen.
      Dari  beberapa pengertian produksi yang telah dikemukakan diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa produksi merupakan suatu proses kegiatan dari berbagai faktor produksi yang dirubah bentuknya oleh  perusahaan yang  menggunakan  dalam bentuk barang/jasa atau produksi di mana beberapa barang dan jasa  yang disebabkan  input dirubah menjadi barang dan jasa lain yang  disebut output.
      Pengertian produksi diatas dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan faktor-faktor  produksi sekaligus, maka akan  diperoleh suatu  faedah dalam memenuhi kebutuhan atau pemenuhan  kebutuhan pertanian yang dihasilkan akibat bekerjanya faktor-faktor produksi sekaligus saling terkait dengan satu sama lainnya.
      Paul A. Samuelson (1997; 357), membatasi diri dalam memberikan definisi proses produksi yang menyatakan bahwa produksi ini mempunyai fungsi untuk technical pada relasi diantara faktor-faktor produksi, sehingga out put dari proses produksi harus sepesifikasi produksi, agar barang yang telah diproduksi tetap menjadi pokus perhatian dari relasi.
      Sedangkan Soemitro Djoyohadikusumo, (1999 ; 136), memberikan definisi tentang produksi, berpendapat bahwa produksi pertanian adalah penggunaan unsur-unsur  dengan maksud untuk menciptakan suatu faedah atau untuk memenuhi kebutuhan.
      Pendapat di atas, bahwa dapat menggambarkan fungsi-fungsi dari produksi adalah merupakan hubungan fisik antara input dan output. Dengan kata lain bahwa faktor produksi yang digunakan sebagai masukan ke dalam proses produksi dan banyaknya hasil yang akan diperoleh. Misalnya dengan menggunakan input yang akan bisa menambah output atau produksi.
      Dalam hubungan antara input dengan output berarti dibicarakan  mengenai masalah pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, sehingga dapat di   ketahui hasil  yang telah  diperoleh dapat memperoleh hasil atau tidak memperoleh  keuntungan ( rugi ) dan perlu kita memperhatikan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu periode tersebut.

4      Jenis-Jenis Produksi
      Proses produksi yang memerlukan persediaan bahan baku yang nanti akan menjadi bahan jadi, sehingga perusahaan perlu menyiapkan bahan baku yang harus siap sedia setiap saat. Persediaan mempunyai jenis-jenis sesuai dengan kebutuhan dalam proses produksi oleh T. Hani Handoko (1999: 334) menurut jenis-jenis persediaan dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
      1.  Persediaan bahan  baku (raw materials), yaitu  persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan/ atau dibuat sendiri oleh   perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya
2. Persediaan pada komponen-komponen rakitan (purchased parts/ components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
5     Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplier), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses  produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
6     Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan.


DAFTAR PUSTAKA

Amrine, H,T. R, J. A, and Hulley, D.S, 1999, Manufacturing Orghanization and Management, Second  Edition, New Delhi,  Prentice-Hall of India,  Private Limited.

Assouri, S, 1998, Management Production, Lembaga Penerbit Fakultas Universitas Indonesia,  Jakarta.

Chase, R, S, and Nicolas, Aquilano, J, 2000, Fourth Edition,  Production  and  Operation  Management,   Hims Illinois, Richard D. Irwin.

Hartanto, D, 2001, Akuntansi Untuk Usahawan, (Manajegement Accounting), Edisi Ketiga, Jakarta Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Harding, H.A, 2000, Production Management, Second Edition, London, McDonald and Evans Limited.

Husnan, S, 2001, Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, Cetakan Kelima, Badan Penerbit Aksara Baru, Jakarta.

Matz dan Usry, 2000, Production Control, A. Quantitave Approach, Second Edition, New Delhi; Prentice-Hall  of India Private Limited.

Mulyadi, 2000, Akuntansi Biaya, Menentukan Harga Pokok, Cetakan Ketiga, Edisi Kelima,  Aditya Media.

Mubiyarto dan Suratno M, 1999, Methodologi Penelitian Ekonomi, Yayasan Agro Ekonomika, Bandung.

Riyanto, B, 1999, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, UGM, Yogyakarta.

Riggs, J. L, 1998, Production Systems, Planning, Analysis and Control, New York, John Wiley and Sons.

Winardi, 2002, Capita Selecta, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 1997, Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia, LPFE, Universitas Indonesia, Jakarta.