Powered By Blogger

Selasa, 05 Maret 2013

Prinsip-prinsip Penyusunan dan Klasifikasi Anggaran


1. Prinsip-prinsip Penyusunan Anggaran
Dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan beberapa prinsip
(Sugijanto, Robert Gunardi H. & Sonny Loho, 1995) yaitu:
a. Keterbukaan
b. Periodisitas
c. Pembebanan dan penguntungan anggaran
d. Fleksibilitas
e. Prealabel
f. Kecermatan
g. Kelengkapan atau universalitas
h. Komprehensif
i.     Terinci
j. Berimbang
k. Dinamis

2. Klasifikasi Anggaran
Klasifikasi atau rincian APBN dapat disusun dalam berbagai bentuk sesuai
dengan maksud dan tujuan penggunaannya. Rincian APBN dapat dibedakan
sebagai berikut (Adi Budiarso, 2005):
a. Klasifikasi obyek
yaitu rincian APBN menurut obyeknya, misalnya belanja pegawai, belanja
barang, subsidi, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi penerimaan misalnya
dapat dikelompokkan dalam pendapatan pajak penghasilan, pendapatan bea
dan cukai, dan sebagainya. Dari klasifikasi ini dapat diketahui dengan lebih
jelas dampak APBN terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.
b. Klasifikasi organik
yaitu rincian APBN yang disusun menurut Kementerian Negara atau Lembaga.
Dengan klasifikasi ini akan diketahui unit organisasi mana yang melaksanakan
dan bertanggung jawab atas pelaksanaan APBN tersebut. Unit organisasi 
yang mendapatkan prioritas akan mendapatkan alokasi dana yang lebih
banyak.

c. Klasifikasi sektor atau fungsi
yaitu rincian APBN yang disusun menurut sektor-sektornya, misalnya sektor
ekonomi atau sektor nonekonomi. Dengan klasifikasi ini dapat diketahui
sektor mana yang mendapatkan prioritas dalam tahun anggaran yang
bersangkutan.
d. Klasifikasi ekonomi
yaitu rincian APBN yang disusun menurut sifatnya, yaitu bersifat konsumtif
atau produktif (investasi). Yang konsumtif dimasukkan dalam kelompok rutin,
dan yang produktif dimasukkan dalam kelompok pembangunan.
Selain 4 (empat) klasifikasi tersebut, Sugijanto, Robert Gunardi H, & Sonny
Loho (1995) menambahkan satu klasifikasi lagi, yaitu klasifikasi berdasarkan sifat
atau karakter, yaitu pembagian anggaran berdasarkan sifat pengeluaran,
misalnya pengeluaran operasional, pengeluaran belanja, pembayaran utang, dan
pengeluaran modal.






Struktur Penerimaan dan Pengeluaran


1. Penerimaan
Menurut M. Suparmoko (2000), sumber-sumber penerimaan pemerintah
pada intinya dapat digolongkan antara lain sebagai berikut:
a. Pajak,
yaitu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan
tanpa balas jasa atau imbalan langsung, misalnya: pajak penghasilan, pajak
kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan, pajak penjualan,
b. Retribusi,
yaitu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah dimana dapat dilihat
hubungan antara uang yang dibayarkan dengan imbalan yang diperoleh,
misalnya: retribusi listrik, retribusi Perusahaan Air Minum (PAM),
c. Keuntungan dari perusahaan negara,
yaitu penerimaan dari penjualan barang dan jasa yang dilakukan oleh
perusahaan milik negara,
d. Denda-denda dan perampasan yang dilakukan oleh pemerintah,
e. Sumbangan masyarakat atas jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah,
misalnya: sumbangan untuk biaya perijinan (lisensi),
f. Pencetakan uang,
yaitu hak monopoli pemerintah untuk mencetak uang, baik dilakukan sendiri
oleh pemerintah atau meminta bantuan Bank Sentral.
g. Hibah dan pinjaman baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri,
h. Hadiah,
yaitu hadiah yang diterima dari pemerintah daerah, swasta, atau dari
pemerintah negara lain.

2. Pengeluaran
Menurut M. Suparmoko (2000), pengeluaran pemerintah dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Pengeluaran yang “self-liquiditing”,
artinya pemerintah menerima kembali pembayaran dari masyarakat atas
pengeluaran yang telah dikeluarkannya, baik pengembalian itu sebagian atau
seluruhnya. Misalnya: pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor
b. Pengeluaran yang reproduktif,
artinya pengeluaran yang memberikan keutungan ekonomis bagi masyarakat,
yang berbentuk kenaikan penghasilan, dengan naiknya penghasilan berarti
naik pula obyek pajak, sehingga penerimaan pemerintah juga akan naik.
Misalnya: pengeluaran untuk pengairan, pertanian
c. Pengeluaran yang tidak “self-liquiditing” dan tidak pula reproduktif,
Yaitu pengeluaran yang menambah kegembiraan bagi masyarakat, misalnya
pengeluaran untuk bidang rekreasi, pendirian monumen, obyek rekreasi
d. Pengeluaran yang tidak produktif dan merupakan pemborosan,
Yaitu pengeluaran untuk membiayai pertahanan atau perang, meskipun pada
saat pengeluaran akan menambah penghasilan bagi perorangan atau
perusahaan yang terlibat dalam peperangan.
e. Pengeluaran yang merupakan penghematan untuk masa yang akan datang,
Yaitu pengeluaran yang perlu dilakukan masa sekarang untuk mencegah
timbulnya masalah di masa mendatang, dimana jika masalah itu timbul akan
mememerlukan penanganan dengan biaya mahal. Misalnya: pengeluaran
untuk anak yatim piatu.