Powered By Blogger

Selasa, 05 Maret 2013

Perbedaan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Pemerintahan


Menurut Kerry Soetjipto (1994), kegiatan pemerintah dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu:
1. yang kegiatannya tidak bertujuan mencari laba melainkan meningkatkan
pelayanan untuk masyarakat,
2. yang kegiatannya mirip dengan perusahaan, walaupun mencari laba bukan
tujuan      utamanya,      melainkan      untuk      mempertinggi     penyediaan     jasa     bagi
masyarakat. Organisasi jenis ini memperoleh pendapatannya dari menjual jasa
kepada masyarakat dan dikenal sebagai organisasi quasi nirlaba.
Untuk golongan kedua ini, akuntansinya lebih mirip dengan akuntansi komersial,
antara lain adanya basis akrual, terdapat Laporan Laba/Rugi (Income Statement)
walaupun      bukan      tujuan      utamanya      mencari      keuntungan,      serta      berlakunya
penandingan beban dengan pendapatan (matching cost against revenue). Oleh
karena itu, pembedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi pemerintahan
terutama adalah membandingkan antara kegiatan pemerintah golongan pertama
dengan akuntansi komersial.
Perbedaan      antara     akuntansi      komersial     dengan     akuntansi     pemerintahan
pertama-tama yang bersifat umum atau universal, dan selanjutnya akan dilanjutkan
dengan perbedaan yang lebih spesifik untuk kasus akuntansi pemerintahan di
Indonesia.

1. Perbedaan Tujuan
Perbedaan     ini     terjadi     karena     adanya     perbedaan     tujuan,     yaitu     untuk
pemerintah mempunyai tujuan nirlaba, sedangkan bagi perusahaan bisnis jelas
tujuannya adalah mencari laba. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan data
akuntansinya, yaitu:
a. Tidak adanya perhitungan laba-rugi pada pemerintahan, sedangkan pada
perusahaan bisnis, bottom line (angka laba atau rugi) sangat penting. Pada
umumnya, di pemerintahan terdapat perhitungan anggaran-realisasi dan
perhitungan pendapatan-belanja, yang akan menghasilkan angka surplus atau
defisit.
b. Tidak adanya masalah penilaian kembali (revaluasi) atas aktiva atau aset
pada pemerintahan; dimana pada akuntansi komersial dimungkinkan adanya
penilaian kembali aktiva dengan syarat-syarat tertentu.
c. Masalah penyusutan atau depresiasi (maupun deplesi dan amortisasi) atas
aktiva tetap tidak penting pada akuntansi pemerintahan; sedangkan pada
akuntansi komersial terdapat hal tersebut.
d. Prinsip penandingan beban dengan pendapatan (matching cost against
revenue)      pada     akuntansi     pemerintahan     tidak     ada;     yang     ada     adalah
penandingan anggaran-realisasi dari pendapatan-belanja.

2. Masalah Pendapatan
Pada pemerintahan, pendapatan diperoleh secara berulangkali (reflektif)
untuk membiayai belanja pada tahun anggaran tertentu, sedangkan untuk tahun
berikutnya, pendapatan serupa dapat diperoleh lagi. Pendapatan di sini tidak
bersifat revolusing, yang maksudnya tidak dapat diputar lagi untuk belanja
tahun-tahun yang akan datang. Hal ini sangat berbeda dengan perusahaan
dengan motif laba, dimana pendapatan tahun ini dapat “disimpan” untuk
digunakan pada tahun-tahun mendatang.
Pendapatan pada pemerintahan sebagian besar diperoleh dari pendapatan
pajak yang bersifat pemaksaan (compulsory) dimana atas penerimaan tersebut,
pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan imbal balik yang
bersifat langsung kepada para wajib pajak. Sedangkan pada perusahaan bisnis,
pendapatan diperoleh dari pihak-pihak yang secara sukarela memerlukan barang
atau jasa, serta terdapat kewajiban yang langsung dari perusahaan kepada pihak
pembeli barang atau jasa.
Pengertian     pendapatan     pada      akuntansi     pemerintahan      sebagian     sama
pengertiannya dengan yang berlaku pada akuntansi keuangan, yaitu “sebagai
akibat dari kegiatan operasi”. Namun pada akuntansi pemerintahan termasuk
juga penerimaan pinjaman jangka panjang dan penjualan aktiva tetap. Pada
akuntansi keuangan,      dua hal     tersebut tidak     dapat     digolongkan sebagai
pendapatan (income).

3. Masalah Beban
Pada akuntansi keuangan terdapat pengertian expense (beban), sedangkan
pada akuntansi pemerintahan tidak menggunakan istilah expense melainkan
expenditure     (kurang      lebih     berarti     pengeluaran      anggaran     atau      belanja). 
Pengertian expenditure di sini mempunyai pengertian yang lebih luas daripada
pengertian expense, yaitu selain mempunyai pengertian yang sama dengan
expense,     juga     termasuk      didalamnya     adalah     pembayaran      angsuran      atau
pelunasan hutang jangka panjang dan pembelian aset tetap.

4. Masalah Penganggaran
Pada pemerintahan terdapat akuntansi anggaran (budgetory accounting),
anggaran tersebut termasuk dalam sistem akuntansi serta terdapat akun atau
rekening (account) “anggaran” dalam bagan rekening (chart of account).
Sedangkan dalam akuntansi keuangan, walaupun terdapat anggaran, tetapi
anggaran tersebut tidak termasuk dalam sistem akuntansi dan karenanya tidak
terdapat rekening “anggaran” pada bagan atau klasifikasi rekening. Dalam hal ini,
penandingan antara anggaran dengan realisasinya dilakukan di luar akuntansi
(extra comptabel).

5. Masalah Tanda Pemilikan Individual
Pada      perusahaan      bisnis,     terdapat     tanda     kepemilikan      individual     atas
perusahaan tersebut, misalnya adalah saham. Pemegang tanda kepemilikan
tersebut dapat menjual, menghibahkan, atau menukarkan tanda kepemilikan
tersebut dengan pihak lain. Pemilik tanda tersebut dalam akuntansi dicatat
sebagai “modal saham” atau nama lainnya, yang bertindak sebagai pemegang
kebijakan stratejik perusahaan.
Pada akuntansi pemerintahan, tanda kepemilikan individual seperti itu tidak
ada, sehingga tidak ada pencatatan “modal saham”. Pada hakekatnya, yang
bertindak sebagai pemegang kebijakan stratejik adalah rakyat sebagai pemegang
kedaulatan, yang dalam praktiknya diwakili oleh lembaga legislatif.

Selain perbedaan-perbedaan yang berlaku umum atau universal sebagaimana
telah dijelaskan di atas, khusus untuk akuntansi pemerintahan di Indonesia jika
dibandingkan dengan akuntansi keuangan terdapat perbedaan tambahan, yaitu:

6. Masalah Basis Akuntansi
Pada     awalnya,     akuntansi     pemerintahan     Indonesia     berlaku     basis     kas,
sedangkan pada akuntansi keuangan umumnya yang berlaku adalah basis akrual.
Secara sederhana, akuntansi berbasis kas mengakui dan mencatat transaksi pada
saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran kas dan tidak mencatat aset dan
kewajiban. Sedangkan basis akrual mengakui dan mencatat transaksi pada saat
terjadinya transaksi (baik kas maupun nonkas) dan mencatat aset dan
kewajiban.
Memang pada akuntansi keuangan dapat juga memakai basis kas, tetapi
pengertian basis kas pada akuntansi keuangan tersebut juga berbeda dengan
basis kas yang dianut pada akuntansi pemerintahan Indonesia.
Pada akuntansi pemerintahan Indonesia, basis kas berarti:
ü Anggaran dinyatakan sebagai beban anggaran pada waktu pengeluarannya
dari kas negara.
ü Anggaran dinyatakan sebagai menguntungkan anggaran pada waktu
penerimaannya oleh kas negara.

Akuntansi berbasis kas mempunyai kelebihan yaitu sederhana penerapannya
dan mudah dipahami. Namun basis ini mempunyai berbagai kekurangan antara
lain kurang informatif karena hanya berisi informasi tentang penerimaan,
pengeluaran, dan saldo kas serta tidak memberikan informasi tentang aset dan
kewajiban.
Sebaliknya, informasi yang disusun dengan akuntansi berbasis akrual akan
mempermudah para pemakai untuk:
      Membandingkan secara berimbang antara alternatif dari pemakaian sumber
daya,
      Menilai kinerja, posisi keuangan, dan arus kas dari entitas pemerintah,
      Melakukan       evaluasi       atas       kemampuan       pemerintah       untuk       mendanai
kegiatannya      serta      kemampuannya       untuk       memenuhi       kewajiban      dan
komitmennya,
      Melakukan evaluasi atas biaya, efisiensi, dan pencapaian kinerja pemerintah,
      Memahami keberhasilan pemerintah dalam mengelola sumber daya.
Perlu diberikan catatan bahwa akuntansi pemerintahan Indonesia pada
masa lampau memang pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
adalah berbasis kas. Sedangkan saat ini sedang dalam perubahan dari akuntansi
berbasis kas menjadi akuntansi berbasis akrual (cash toward accrual). Perubahan
ini merupakan bagian dari reformasi keuangan negara seperti yang diamanatkan
dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003. Akuntansi berbasis kas menuju
akrual yang dikembangkan di Indonesia saat ini adalah menggunakan basis kas
untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi
Anggaran, dan menggunakan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan
ekuitas dalam neraca (Binsar H. Simanjuntak, 2005).
Pada     ketentuan      peralihan     Undang-undang     Nomor     17     Tahun       2003
disebutkan bahwa pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun sejak berlakunya
undang-undang      tersebut     (berarti     tahun      2008).     Selama      pengakuan      dan
pengukuran berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
pengukuran berbasis kas. Oleh karena itu, untuk menyiapkan perubahan
tersebut, sekarang ini yang berlaku adalah cash toward accrual.

Perubahan dari Akuntansi Basis Kas Menjadi Basis Akrual
Banyak negara memilih perubahan secara bertahap. Caranya antara lain
dengan:
- pertama mengimplementasikan suatu anggaran yang fokus pada keluaran
(output) dan kemudian mengimplementasikan akuntansi dan penganggaran
akrual
- mulai dari mengimplementasikan akuntansi akrual dan pada tahap selanjutnya
baru memperkenalkan penganggaran akrual
-      mencoba      dulu       melaksanakan      pada      beberapa      unit      baru      kemudian
mengimplementasikan secara penuh
- melakukan perubahan dari akuntansi kas ke akuntansi akrula dalam beberapa
tahap
Sumber: Deloitte dalam Binsar H. Simanjuntak (2005)

7. Masalah Sistem Entry yang Digunakan

Pada awalnya, akuntansi pemerintahan Indonesia menggunakan sistem
catatan tunggal (single entry), yaitu setiap transaksi keuangan hanya dicatat
(dijurnal) sekali. Biasanya sistem single entry ini dalam akuntansi keuangan
digunakan untuk organisasi yang kecil atau sederhana. Dengan digunakan sistem
single entry, maka pengertian atau catatan yang biasa terdapat dalam akuntansi
keuangan, misalnya persamaan akuntansi (accounting equation), trial balance,
jurnal dan postingnya ke general ledger, menjadi tidak ada dalam akuntansi
pemerintahan Indonesia.
Dengan menggunakan single entry, produk akhir siklus akuntansinya
bukanlah neraca, karena yang dicatat tidak selengkap seperti pada proprietory
accounting, yaitu yang mencatat harta, utang, ekuitas, pendapatan serta beban
dalam sistem akuntansinya.
Sebagai contoh, akuntansi anggaran mencatat anggaran dan realisasinya
baik sisi pendapatan maupun belanja, tetapi tidak mencatat harta, utang maupun
ekuitas. Demikian pula akuntansi inventaris yang hanya mencatat inventaris
beserta      perubaha-perubahannya,       juga      tidak      mencatat      hutang,      ekuitas,
pendapatan maupun belanja; oleh karena itu, akuntansi dengan sistem single
entry ini tidak dapat menghasilkan neraca.
Dalam kaitan ini perlu diberikan catatan bahwa sistem single entry ini
(bersama-sama dengan perubahan basis kas menjadi basis akrual) akan diubah
menjadi sistem double entry.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar