Powered By Blogger

Sabtu, 10 November 2018

Pajak Reklame



 Pengertian Pajak Reklame
       Pengertian Pajak Reklame dan Reklame berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab I Pasal 1 angka 16 dan 17 adalah:
“Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame”.
“Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum”.

       Beberapa Terminologi dalam Pemungutan Pajak Reklame (Siahaan, 2013:382-383) yaitu sebagai berikut.
1.      Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.
2.      Penyelenggaraan reklame adalah orang atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
3.      Perusahaan jasa periklanan/biro reklame adalah badan yang bergerak di bidang periklanan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.      Panggung reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan reklame yang ditetapkan untuk suatu atau beberapa buah reklame.
5.      Jalan umum adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
6.      Izin adalah izin penyelenggaraan reklame yang terdiri dari izin tetap dan izin terbatas.
7.      Surat Permohonan Penyelenggaraan Reklame yang selanjutnya disingkat SPPR adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengajukan permohonan  penyelenggaraan reklame dan mendaftarkan identitas pemilik data reklame sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang.
8.      Surat Kuasa Untuk Menyetor yang selanjutnya disingkat SKUM adalah nota perhitungan besarnya Pajak Reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak yang berfungsi sebagai ketetapan pajak.

  Dasar Hukum Pemungutan Pajak Reklame
       Pemungutan Pajak Reklame di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar pemungutan Pajak Reklame pada suatu kabupaten atau kota  (Siahaan, 2013:383) adalah sebagai berikut.
1.      Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2.      Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4.      Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Reklame.
5.      Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Reklame sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Reklame pada kabupaten/kota dimaksud.

  Objek Pajak Reklame
       Menurut Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab VI Bagian Kesatu Pasal 26 ayat (2) dan (3) yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Adapun objek pajak yang dimaksud sebagai berikut:
a.    reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;
b.    reklame kain;
c.    reklame melekat, stiker;
d.    reklame selebaran;
e.    reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f.     reklame udara;
g.    reklame apung;
h.    reklame suara;
i.      reklame film/slide; dan
j.      reklame peragaan.

 Bukan Objek Pajak Reklame
       Adapun yang tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame menurut Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab VI Bagian Kesatu Pasal 26 ayat (4) adalah sebagai berikut:
a.      penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
b.      label/ merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
c.      nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut;
d.      reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, partai politik, lembaga sosial, keagamaan dan pendidikan tanpa menggunakan label/merk produk dagang.

 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Reklame
       Menurut Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab VI Bagian Kesatu Pasal 27 adalah sebagai berikut.
(1) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame.
(2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan Reklame.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut.
(4) Dalam hal Reklame diselanggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.

  Dasar Pengenaan Pajak Reklame
       Menurut Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab VI Bagian Kedua Pasal 28 adalah sebagai berikut.
(1)   Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
(2)   Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame.
(3)   Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame.
(4)   Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


 Tarif Pajak Reklame
       Menurut Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab VI Bagian Kedua Pasal 29, tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).

  Perhitungan Pajak Reklame     
      Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame yang ditetapkan dalam Keputusan Walikota Makassar Nomor: 500/423/KEP/IV/09 Tentang Penetapan Perhitungan Nilai Sewa Reklame Kota Makassar adalah.
Rounded Rectangle: NSR = Jenis Reklame x  Masa Pajak x Nilai Jual Objek Pajak (Luas Bidang/ m2) x Nilai Strategis (Lokasi + Sudut Pandang + Ketinggian)


A. Reklame Permanen


Rounded Rectangle: NSR = Jenis Reklame x Masa Pajak x Satuan M2 (jumlah) x Nilai Jual Objek Pajak Reklame x Nilai Strategis (Penggolongan Kelas Menurut Jalan)

B. Reklame Insidental


        Adapun perhitungan besaran pokok Pajak Reklame yang terutang sebagaimana yang dimaksud oleh  Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Bab VI Bagian Kedua Pasal 30 adalah.
Rounded Rectangle: Pajak Terutang = Tarif Pajak x  Dasar Pengenaan Pajak.
= Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame.
 


 Wilayah Pemungutan dan Masa Pajak
       Menurut Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah Bab VI Bagian Kedua Pasal 30 adalah.
(1)   Pajak Reklame yang terutang dipungut dalam Kota Makassar
(2)   Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwin.
      

Pajak Daerah



Definisi pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 Angka 10 adalah:
“Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
       Dasar Hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
       Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian (Mardiasmo, 2013:13), yaitu sebagai berikut.
1.   Pajak Provinsi, terdiri dari:
a.   pajak kendaraan bermotor;
b.   bea balik nama kendaraan bermotor;
c.   pajak bahan bakar kendaraan bermotor;
d.   pajak air permukaan; dan
e.   pajak rokok.
2.    Pajak Kabupaten/Kota, terdiri atas:
a.   pajak hotel;
b.   pajak restoran;
c.   pajak hiburan;
d.   pajak reklame;
e.   pajak penerangan jalan;
f.    pajak mineral bukan logam dan batuan;
g.   pajak parkir;
h.   pajak air tanah;
i.    pajak sarang burung walet;
j.    pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan; dan
k.   bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah Kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota.

Pajak Negara



       Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku (Mardiasmo, 2013:11-12) adalah.
1.      Pajak Penghasilan (PPh)
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-undang No.7 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008. Undang-undang pajak penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, UU PBDR 1970.

2.      Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Atas Barang Mewah (PPN &       PPn BM)
Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009. Undang-undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU Pajak Penjualan 1951.

3.      Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang No. 13 Tahun 1985. Undang-undang Bea Materai berlaku mulai tanggal 1 April 1986 dan menggantikan peraturan dan Undang-undang Bea Materai yang lama (Aturan Bea Materai 1921).
4.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994. Undang-undang PBB berlaku mulai tanggal 1 April 1986 dan merupakan pengganti.
a.    Ordonansi Pajak Rumah Tangga tahun 1908.
b.    Ordonansi Verponding Indonesia tahun 1923.
c.    Ordonansi Pajak Kekayaan tahun 1932.
d.    Ordonansi Verponding tahun 1982.
e.    Ordonansi Pajak Jalan tahun 1942.
f.     Undang-undang Darurat nomor 11 tahun 1957 khususnya pasal 14 huruf j, k, l.
g.    Undang-undang nomor 11 Prp. tahun 1959 Pajak Hasil Bumi.

5.      Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dasar hukum pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah Undang-undang No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2000. Undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998 menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.


Kewajiban dan Hak Wajib Pajak



       Kewajiban dan hak wajib pajak (Mardiasmo, 2013:56-57) adalah sebagai berikut.
1.      Kewajiban Wajib Pajak
a.    Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
b.    Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
c.    Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
d.    Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
e.    Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
f.     Jika diperiksa wajib:
1)      memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak;
2)      memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
g.    Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

2.      Hak Wajib Pajak
a.    Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
b.    Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
c.    Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
d.    Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
e.    Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.
f.     Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
g.    Meminta pengambilan kelebihan pembayaran pajak.
h.    Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang sah.
i.      Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
j.      Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
k.    Mengajukan keberatan dan banding.

Sistem Pemungutan Pajak



       Sistem pemungutan pajak  dapat dibagi (Waluyo, 2011:17) menjadi berikut ini.
1.      Sistem Official Assessment
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut.
a.      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b.      Wajib pajak bersifat pasif.
c.      Uang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2.      Sistem Self Assessment
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan diri sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3.      Sistem Withholding
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Asas-Asas Pemungutan Pajak



       Menurut Fidel (2010:7-10) asas - asas pemungutan pajak dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1.      Equality
Equality (asas persamaan), yaitu menekankan bahwa warga Negara atau Wajib Pajak seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing, yaitu sehubungan dengan keuntungan yang mereka terima di bawah perlindungan negara.

2.      Certainty
Certainty (asas kepastian), yaitu bahwa penekanannya kepastian hukum sangat dipentingkan dalam hal subjek atau objek pajaknya. Dengan demikian, bagi wajib pajak harus jelas dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajaknya.
3.      Convenience
Convenience (asas menyenangkan), yaitu ketika dilakukan pemungutan pajak selayaknya/seharusnyalah dilakukan pada saat menyenangkan bagi wajib pajak. Misalnya: ketika pemungutan pajak bumi dan bangunan terhadap para petani, sebaiknya/seharusnyalah dilakukan pada saat para petani panen.
4.      Economy
Economy (asas efisiensi), yaitu menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil pajak yang diterima, misalnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kebutuhan anggaran belanja Negara.