Definisi auditing
ASOBAC
(A Statement of Basic Auditing Concepts)
mendefinisikan auditing yang dikutip oleh Halim (2001:1) sebagai berikut :
Suatu proses
sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif
mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk
menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria
yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang
berkepentingan.
Definisi
tersebut diatas dapat diuraikan menjadi tujuh elemen yang harus diperhatikan
dalam melaksanakan audit ( Halim, 2001:2), yaitu :
1.
Proses yang sistematik
Auditing
merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur dan
teroganisir.
2.
Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif
Proses
sistematik yang dilakukan merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang
mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. Auditor
kemudian mengevaluasi bukti-bukti yang diperoleh tersebut. Obyektif berarti
mengungkapkan fakta apa adanya yang senyatanya, tidak bias atau tidak memihak
dan tidak berprasangka buruk terhadap individu
atau entitas yang membuat reprsentasi tersebut.
3.
Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian
ekonomi
Asersi merupakan
suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara keseluruhan, oleh
pihak yang bertanggungjawab atas pernyataan tersebut. Asersi-asersi meliputi
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, laporan operasi internal, dan
laporan biaya maupun pendapatan berbagai pusat pertanggungjawaban pada suatu
perusahaan.
4.
Menentukan tingkat kesesuaian
Penghimpunan dan
pengevaluasian bukti-bukti dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau
sesuai tidaknya asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Tingkat kesesuaian tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk kuantitatif maupun
kualitatif.
5.
Kriteria yang ditentukan
Kriteria yang
ditentukan merupakan standar-standar pengukur untuk mempertimbangkan
asersi-asersi atau representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa
prinsip akuntansi yang berlaku umum atau Standar Akuntansi Keuangan,
aturan-aturan spesifik yang ditentukan oleh badan legislatif atau pihak
lainnya, anggaran atau ukuran lain kinerja manajemen.
6.
Menyampaikan hasil-hasilnya
Hasil-hasil
audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengindikasikan tingkat
kesesuaian antara asersi-asersi dan kriteria yang telah ditentukan. Komunikasi
hasil audit tersebut dapat memperkuat atau memperlemah kredibilitas
representasi atau pernyataan yang dibuat.
7.
Para pemakai yang
berkepentingan
Definisi
auditing menurut Arens dan Loebbecke (2000:9) sebagai berikut, “Auditing is the accumulation and evaluation
of evidence about quantifiable information of an economic entity to determine
and report on the degree of correspondence between the information and
established criteria. Auditing should be done by competent and independent
person.” Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa auditing
merupakan akumulasi dan evaluasi bukti-bukti mengenai informasi yang bisa
diukur dari suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan tingkat
kesesuaian antara informasi dan kriteria yang dibuat. Auditing harus dilakukan
oleh seseorang yang kompeten dan independen.
Dengan
demikian, audit pada dasarnya mempunyai bentuk yang analitis, yakni
memecah-mecah atau menguraikan informasi yang ada dalam ikhtisar keuangan untuk
mencari pembuktian yang dapat mendukung pendapat akuntan mengenai kelayakan
penyajian informasi tersebut.
2.1.3.2. Tipe-tipe audit
Penulis
menemukan beberapa pembagian kelompok audit berdasarkan tujuannya (objective). Berikut adalah tipe-tipe
audit menurut Whittington dan Pany (2001:11), yaitu:
1.
Audit Laporan Keuangan
Audit atas
laporan keuangan biasanya meliputi neraca dan laporan pendapatan terkait
lainnya, laba ditahan dan arus kas. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah
laporan keuangan tersebut sudah dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku
umum.
2.
Audit Ketaatan
Hasil dari audit
ketaatan tergantung pada adanya data yang dapat diverifikasi, kriteria atau
standar yang diakui, seperti hukum dan regulasi, atau kebijakan dan prosedur
organisasi.
3.
Audit operasional
Audit
operasional merupakan penelitian atas suatu unit tertentu dalam organisasi
dengan tujuan untuk menilai kinerjanya. Misalnya operasi departemen penerimaan
barang dari suatu perusahaan manufaktur, dievaluasi efektivitasnya untuk
mengetahui keberhasilannya dalam mencapai sasaran dan tanggung jawab yang
ditetapkan. Kinerja tersebut juga diukur dalam hal efisiensi, yaitu keberhasilannya
dalam memanfaatkan secara optimal sumber
daya yang disediakan bagi departemennya .
Karni
(2000:4) membagi audit menjadi beberapa
kelompok sebagai berikut :
a.
Compliance,
antara lain :
-
Financial
auditing
-
Legal auditing,
Fraud auditing, Forensic Auditing
b.
Recommendation,
antara lain :
-
Operational
Auditing
-
Management
Auditing
-
Internal Control
System Auditing
c.
Quality Assurance,
antara lain :
-
Evaluator
-
Quality Audit
1.
Financial audit,
yang tujuannya adalah untuk membuktikan kewajaran keadaan keuangan pada
perusahaan selama periode tertentu dengan memeriksa dan menganalisa laporan
keuangan termasuk neraca dan laporan laba/rugi.
2.
Operational audit,
yang tujuannya adalah untuk mengevaluasi sumber yang menyediakan data keuangan
dan juga untuk menentukan apakah dasar-dasar transaksi telah dikendalikan
dengan baik sehingga memberikan data yang akurat dan andal untuk sumber-sumber
internal dan eksternal.
3.
Management audit,
yang tujuannya adalah untuk mengevaluasi keberhasilan dan efisiensi organisasi.
2.1.3.3.
Management audit
1. Definisi
management audit
Management Audit merupakan suatu
penilaian dari organisasi manajerial dan efisiensi dari suatu perusahaan,
departemen, atau setiap entitas dan subentitas yang dapat diaudit. Penekanannya
adalah untuk mencapai efisiensi yang lebih besar, efektifitas, dan ekonomisasi
dalam usaha dan organisasi yang lain. Dalam aplikasi praktis yang berbeda, management audit (pemeriksaan manajemen)
dikenal sebagai “Operational Auditing”,
“Value-for-Money Auditing”, “Comprehensive Auditing”, “Performance Auditing”, dan “Systems Auditing”. Perbedaan antara
istilah tersebut tidak jelas dan sering digunakan secara bergantian (Tunggal,
2003:10).
Management audit memiliki tujuan yang
sama dengan operational audit, akan
tetapi untuk sektor swasta lebih dimaksudkan sebagai usaha untuk
mengidentifikasi masalah yang ada dalam organisasi. Istilah “Performance Audit” biasanya digunakan di
Amerika untuk sektor publik, sedangkan istilah “Operational Auditing” digunakan baik untuk sektor publik maupun
swasta atas keseluruhan operasi keuangan dan non keuangan organisasi. Atas
berbagai perbedaan istilah tersebut Parker sebagaimana dikutip oleh Burrowes
dan Persson (2000) mengatakan bahwa istilah–istilah yang berbeda bisa muncul
untuk digunakan atas konsep yang sama, atau jika tidak istilah yang sama
mungkin saja digunakan untuk konsep yang berbeda. Parker mendefinisikan
konsepnya mengenai management auditing
sebagai evaluasi atas manajemen dan fungsi serta kinerja organisasi berkenaan
dengan ekonomisasi, efisiensi dan efektifitas dari area-area operasi, aktifitas
dan hasil.
Ketika
sebuah organisasi menyelenggarakan perencanaannya pada semua level manajemen
dan selanjutnya mengimplementasikan rencana-rencana tersebut dalam operasi,
perlu dilakukan sesuatu sebagai pengawasan terhadap operasi untuk memastikan
pencapaian atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Definisi
management audit menurut Hamilton (1986:11) berikut
mendukung pernyataan tersebut, yaitu :
The management audit technique covers a
broad spectrum of procedures, methods of evaluation, policies and approaches.
It is designed to analyze, evaluate, review and appraise the performance of the
firm in relation to either a set of predetermined standards or some generally
accepted rules or guidelines of the company.
Pendapat
Hamilton tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa teknik management audit meliputi spektrum yang luas dari prosedur, metode
evaluasi, kebijakan dan pendekatan, yang dirancang untuk menganalisa,
mengevaluasi, memeriksa dan menilai kinerja perusahaan terhadap standar yang
sudah ditentukan sebelumnya atau beberapa kebijakan yang diterima umum atau
garis pedoman perusahaan.
Ramanathan
(1990:298) mengungkapkan pendapatnya mengenai beberapa definisi management audit yaitu :
1.
Management audit
adalah suatu pemeriksaan terhadap kondisi dan diagnosa atas defisiensi dengan
rekomendasi sebagai koreksi terhadap hal tersebut. Pada dasarnya merupakan
konsep yang membangun dan objektif dalam pendekatannya. Tujuannya adalah untuk
membantu manajemen dalam meperbaiki posisinya dalam perusahaan. Hasil akhirnya
adalah diagnosa atas kondisi kesehatan perusahaan dengan perhatian yang lebih
difokuskan pada ‘apa’ yang membutuhkan peningkatan dan dengan rekomendasi yang
jelas.
2.
Management audit
merupakan suatu pendekatan dalam penemuan fakta yang sistematis yang memeriksa,
menilai dan melaporkan pemahaman dan efektifitas dari tujuan, kebijakan,
standar, struktur, prosedur dan pengendalian, untuk menyoroti pergeseran,
pemborosan, birokrasi, dll., dan untuk mengidentifikasi area yang akan
diperbaiki. Tujuannya adalah untuk menyoroti area-area permasalahan sehingga
tindakan koreksi bisa dilakukan oleh karyawan lainnya baik didalam maupun
diluar organisasi.
Batra
(1997) mendeskripsikan management audit
sebagai berikut :
Management audit may be described as the
audit for and of management, in the sense that, as top management does not have
direct control over operations, so it is interested in ensuring that business
operations are conducted in an efficient manner, decisions are based on
information and made at appropriate levels of authority, assets are safeguards,
operational efficiency is promoted and that the business is carried out in
accordance with management instructions and policies….Management audit is being termed as ‘audit of management’. It signifies
that management audit appraises the quality of top management.
Pendapat
tersebut kurang lebih mempunyai arti
bahwa management audit
merupakan audit untuk dan atas manajemen, dalam hal ini, karena top manajemen
tidak mempunyai kendali langsung atas keseluruhan operasi, maka ia
berkepentingan untuk memastikan bahwa operasi bisnis dilakukan dengan cara yang
efisien, keputusan-keputusan berdasarkan informasi-informasi dan dibuat oleh
otoritas level yang tepat, aset aman, efisiensi operasional meningkat dan
bisnis dilakukan sesuai dengan instruksi dan kebijakan yang dibuat oleh
manajemen….Dalam hal management audit
sebagai audit atas manajemen, maka management
audit digunakan untuk menilai kualitas dari top manajemen.
2. Pentingnya management audit
Berikut
adalah pendapat Theo Haiman dalam bukunya, Professional
Management yang dikutip oleh Ramanathan (1990:292) berkaitan dengan
munculnya kebutuhan akan management audit:
In connection with control of overall
performance, management audits are becoming increasingly significant. Just as
most companies make it a point to have their accounts audited at least once a
year, some of the more progresive companies have recognized the importance of
management audits. These audits are substantially different from those
performed by public accountants and are not concerned with the verification of
financial data. They are performed either for the top management, for the
stockholders, or for other owners. Management audits provide a device for
surveying the management of the enterprise critically and objectively from the
broadest possible point of view. They start where the balance sheet audits
leave off and are concerned with the examination of the organization and the
operations of the enterprise from every aspect. At times, such an audit is
undertaken by the management itself and even more frequently outside help is
called up on.
Burrowes
dan Persson (2000) juga mengungkapkan pendapat dari Banker yang menyatakan
bahwa perusahan-perusahaan saat ini menggunakan ukuran kinerja non keuangan
atas kualitas produk, kepuasan konsumen, dan pangsa pasar untuk mengevaluasi
dan menilai kinerja manajemen karena ukuran-ukuran keuangan atas kinerja
mungkin saja tidak sempurna dan terlalu banyak signal mengenai upaya manajemen,
maka ukuran non keuangan bisa memberikan nilai tambah dengan mengurangi
banyaknya signal tersebut dengan membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai
upaya-upaya yang dilakukan manajemen sebagai agent. Salah satu asumsi principal
dalam agency theory adalah bahwa principal dan agent mempunyai tujuan dan sasaran yang bertentangan (Solomon dan
Solomon, 2004:17). Dilihat dari perspektif agency
theory, fungsi audit menyajikan suatu mekanisme tata kelola perusahaan yang
penting dalam membantu shareholders
dalam mengawasi dan mengendalikan manajemen perusahaan.
Modern Auditing saat ini penekanannya
lebih pada pada pemeriksaan internal yang digunakan untuk mengevaluasi
efisiensi organisasi secara keseluruhan. Hal ini dilakukan secermat mungkin
agar area-area kelemahan bisa diidentifikasi, untuk kemudian ditunjukkan kepada
manajemen, dan selanjutnya ditawarkan rekomendasi untuk mempercepat proses
perkembangan manajemen. Management audit
merupakan konsep yang digunakan untuk maksud tersebut. Management audit digunakan untuk memastikan seberapa baik
manajemen, baik dalam hubungan eksternalnya dengan pihak luar maupun efisiensi
internalnya. Pemeriksaan dilakukan terhadap smoothness
organisasi, mulai dari level teratas sampai level terbawah. Dengan demikian,
hampir setiap aspek manajemen diperiksa, dan rekomendasi yang ditawarkan
diharapkan bisa meningkatkan efisiensi dan profitabilitas (Batra, 1997). Management audit muncul karena kebutuhan
akan penilaian yang independen atas kinerja manajemen pada berbagai level,
termasuk level top manajemen (Ramanathan, 1990:292).
Sedikit
perhatian yang diberikan kepada auditing tipe ini. Management audit pertama kali dikenal di United Kingdom pada tahun 1932, ketika
T.G. Rose, yang dikenal lewat bukunya yang berjudul The Management Audit, mengajukan konsep ini lewat makalah yang dia
presentasikan kepada Institute of
Industrial Administration. Selanjutnya, konsep ini memperoleh perhatian
yang lebih besar di USA
(Batra, 1997). Management audit
dianggap sebagai sebuah fenomena saat ini yang berasal dari audit keuangan
eksternal, audit operasional internal dan konsultasi manajemen. Kebutuhan akan
audit terhadap manajemen, termasuk direktur, muncul sebagai akibat dari pemisahan
antara pemilik dengan pengendalian perusahaan, yang merupakan ciri dari
perusahaan modern saat ini (Burrowes dan Persson, 2000). Operasi-operasi
organisasi meningkat dari segi volume dan kompleksitas. Masalah-masalah
manajerial yang muncul menimbulkan tekanan-tekanan baru pada level manajemen
yang lebih tinggi.
3. Perbedaan management audit dan financial
audit
Tunggal
(2003:13) mengatakan bahwa pada umumnya, pemeriksaan manajemen (management audit) memerlukan tenaga tim
yang mempunyai berbagai latar belakang akademis, keterampilan teknis dan
pengalaman. Pemeriksaan seperti ini mencakup suatu ruang lingkup penelaahan
yang lebih luas daripada pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan ketaatan (Compliance Audits).
TABEL 2.1
PERBEDAAN MANAGEMENT AUDIT DAN FINANCIAL AUDIT
Management
Audit
|
Financial
Audit
|
Bisa dilakukan oleh internal auditor atau management consultant. Di Indonesia management audit juga bisa dilakukan
oleh BPKP dan BPK.
|
Harus dipimpin oleh seorang registered accountant
dari sebuah kantor akuntan publik.
|
Pada akhir pemeriksaannya auditor memberikan laporan
kepada manajemen berupa temuan-temuan audit mengenai efektifitas sistem
pengendalian manajemen, apakah kegiatan operasi perusahaan sudah dijalankan
secara efisien, ekonomis dan efektif, besera saran-saran untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ditemui selama pelaksanaan management audit.
|
Pada akhir pemeriksaannya auditor harus memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang telah disusun manajemen.
Auditor juga memberikan management
letter yang memberitahukan manajemen mengenai kelemahan-kelemahan dalam
struktur pengendalian intern dan saran-saran perbaikannya.
|
Biasanya dilakukan jika manajemen merasakan adanya
kebutuhan, seperti laba yang terus menurun, biaya terus meningkat, banyak
pemborosan dan kecurangan, atau tujuan perusahaan yang ditentukan tidak
tercapai.
|
Dilakukan secara rutin (setiap tahun)
|
IAI belum menyusun standar pemeriksaan untuk management audit, namun BPK dan BPKP
memiliki pedoman management audit.
Di Amerika, pedoman pemeriksaan disusun oleh GAO (Government Audit Office).
|
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar
Profesional Akuntan Publik yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
|
Kriteria dalam management
audit bisa berupa kebijakan yang ditentukan manajemen, peraturan
pemerintah, peraturan asosiasi dan lain-lain
|
Kriteria dalam financial
audit sudah jelas, yaitu prinsip akuntansi berlaku umum.
|
Sumber:
Soekrisno Agoes. 1996. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta : LP-FEUI.
4. Jenis-jenis management audit
Arens
dan Loebbecke (2000:756) mengelompokkan management
audit menjadi 3 jenis, yaitu functional,
organizational, dan special assignment. Berikut penjelasan
dari masing-masing jenis tersebut :
1.
Functional
Functional audit berkaitan dengan satu
atau lebih fungsi didalam organisasi. Keuntungan dari functional audit adalah diperbolehkannya adanya spesialisasi oleh
auditor. Auditor dalam staff internal audit
bisa sangat ahli dalam sebuah bidang, misalnya fungsi production engineering. Mereka bisa
secara efisisen menghabiskan waktu mereka untuk mengevaluasi fungsi-fungsi yang
berkaitan. Fungsi production engineering
berkaitan dengan fungsi manufacturing
dan fungsi-fungsi lainnya dalam organisasi.
2.
Organizational
Organizational audit dalam sebuah
organisasi berkaitan dengan seluruh unit organisasi, seperti departemen, cabang
atau anak perusahaan. Penekanan dalam organizational
audit adalah seberapa efektif dan efisien fungsi-fungsi tersebut
berinteraksi. Perencanaan organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasi
aktivitas-aktivitas yang ada sangat penting dalam tipe audit ini.
3.
Special
Assignment
Dalam operational auditing, special assignment biasanya muncul
karena permintaan manajemen. Jenis audit tipe ini cukup luas. Sebagai contoh,
menentukan penyebab tidak efektifnya sistem IT, investigasi terhadap
kemungkinan adanya fraud dalam sebuah
divisi, dan pemberian rekomendasi untuk menurunkan harga pokok produksi.
Menurut
Sayle (1988:21) management audit
dikelompokkan menjadi tiga jenis sesuai dengan keragaman departemen mereka dan
ruang lingkupnya sebagai berikut :
1.
Internal Audit
Management audit ini dapat dilakukan
oleh perusahaan atau departemen, yang bersangkutan dengan sistem-sistem,
prosedur-prosedur atau fasilitas-fasilitas. Auditor yang mengerjakan dapat dari
perusahaan mereka sendiri (internal
auditor) atau dengan menggaji auditor dari luar perusahaan (external auditor). Internal audit merupakan teknik dimana manajemen dapat merasakan
masalah mereka sendiri dan menilai kinerja organisasi, kebutuhannya, titik
kekuatan, dan kelemahannya. Disebutkan bahwa self audit merupakan bagian dari internal audit yang dilakukan oleh
individual dalam sistem mereka sendiri, prosedur-prosedur, dan
fasilitas-fasilitas agar dapat menilai kinerja, kebutuhan, kekuatan, dan
kelemahannya.
2.
External audit
Management audit ini dilakukan oleh
perusahaan terhadap pemasok mereka atau sub pemasok. Auditor dapat dari auditor
internal maupun auditor eksternal. Management
audit dikerjakan untuk menilai status kontrak atau perjanjian yang dibuat
perusahaan pemasok atau sub pemasok untuk menentukan keadaan perusahaan atas
barang yang akan diterima sesuai dengan yang dibayarkannya.
3.
Extrinsic Audit
Management audit ini dilakukan oleh
pelanggan atau badan-badan yang berkaitan dengan peraturan atau suatu agen
inspeksi. Audit ini meliputi pelanggan dari perusahaan-perusahaan pemasok dan
sub pemasok.
Berkaitan
dengan keterangan diatas maka management
audit yang dilakukan pada fungsi pembelian termasuk dari jenis internal audit.
5. Tujuan dan manfaat management audit
Menurut
Hamilton (1986:1) tujuan dari management
audit secara keseluruhan adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan
efektifitas dari organisasi. Evaluasi ini bisa dilakukan pada perusahaan secara
keseluruhan atau dibatasi pada lingkup departemen atau fungsi tertentu dalam
organisasi. Evaluasi terhadap kinerja perusahaan ini dilakukan terhadap standar
yang dibuat oleh manajemen atas dan pada saat yang sama digunakan untuk menilai
keefektifan dari standar-standar dan kebijakan-kebijakan tersebut.
Ramanathan
(1990:300) mengatakan bahwa management
audit berkaitan dengan audit efisiensi, dimana tujuan utama dari audit
efisiensi ini adalah untuk memastikan bahwa setiap unit mata uang
diinvestasikan dalam modal atau tempat lain yang memberikan pengembalian yang
optimum dan bahwa perencanaan investasi antara berbagai fungsi dan aspek yang
berbeda dirancang untuk memberikan hasil yang optimum.
Tujuan
management audit menurut Agoes
(1996:173) adalah sebagai berikut :
1.
Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi dalam perusahaan.
2.
Untuk menilai apakah berbagai sumberdaya (manusia,
mesin, dana, harta lainnya) yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara
efisien dan ekonomis.
3.
Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai
tujuan (objective) yang telah
ditetapkan oleh top management.
4.
Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management dalam memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penerapan struktur pengendalian intern,
sistem pengendalian manajemen, dan prosedur operasional perusahaan, dalam
rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektifitas dari kegiatan
operasi perusahaan.
Siagian
(2001:13) mengatakan bahwa kalangan manajemen menunjukkan sambutannya terhadap
perkembangan management audit, karena
jika digunakan dengan tepat maka management
audit bisa memberi manfaat yang besar, yaitu:
1.
Memungkinkan manajemen mengidentifikasikan kegiatan
operasional dalam perusahaan yang tidak memberikan kontribusi dalam perolehan
keuntungan.
2.
Membantu manajemen dalam peningkatan produktifitas
kerja dari berbagai komponen organisasi.
3.
Memungkinkan manajemen mengidentifikasikan hambatan dan
kendala yang dihadapi dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan mengambil
langkah strategik untuk mengatasi dan menghilangkannya.
4.
Memantapkan penerapan pendekatan kesisteman dalam
menjalankan roda organisasi.
5.
Memungkinkan manajemen pada berbagai tingkat menentukan
strategi yang tepat.
6.
Membantu manajemen merumuskan pedoman teknis
operasional bagi para pelaksana berbagai kegiatan dalam perusahaan yang akan
membantu para tenaga kerja operasional melakukan kegiatan masing-masing dengan
tingkat efisiensi dan efektifitas yang lebih tinggi.
7.
Mengidentifikasikan dengan tepat berbagai masalah dan
tantangan yang dihadapi dalam manajemen sumber daya manusia.
8.
Membantu manajemen menilai perilaku bawahan dalam
menyediakan informasi bagi pimpinan, sesuai dengan kebutuhan pimpinan pada
berbagai hierarki perusahaan.
Berikut adalah beberapa manfaat management audit menurut Tunggal (2003:14), yaitu:
1.
Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu
untuk pengambilan keputusan.
2.
Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan,
laporan-laporan dan pengendalian.
3.
Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang
ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah.
4.
Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini
untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil.
5.
Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber
daya termasuk memperkecil pemborosan.
6.
Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran
perusahaan yang telah ditetapkan.
7.
Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam
seluruh fase operasi perusahaan.
Apabila
management audit dilakukan secara
berkala, maka management audit bisa
menunjukkan masalah ketika masalah tersebut masih berskala kecil. Dengan
demikian, management audit merupakan
alat manajemen yang membantu manajemen dalam mencapai tujuannya karena tindakan
korektif dapat dilakukan untuk pemecahan masalah apabila ditemukan inefisiensi
dan inefektifitas.
6. Tahap-tahap management audit
Pendekatan management audit harus mengikuti langkah-langkah dasar tertentu
untuk setiap pekerjaan meskipun mungkin tujuan dari pemeriksaan tersebut akan
bermacam-macam. Berikut adalah langkah-langkah tersebut menurut Hamilton (1986:5) :
1.
Definisi ruang lingkup pekerjaan
Management audit bisa dilakukan dalam
lingkup yang umum dan audit akan meliputi suatu penilaian terinci atas
tiap-tiap aspek operasional organisasi. Management
audit juga bisa dilakukan atas suatu masalah tertentu untuk mencari
bukti-bukti yang menjadi penyebabnya serta merekomendasikan tindakan koreksi
tertentu.
2.
Perencanaan, persiapan dan organisasi
Ketika suatu
lingkup pekerjaan sudah ditentukan, tim audit akan membuat suatu tindakan
perencanaan atas pelaksaanaan pekerjaan. Perencanaan meliputi langkah-langkah
yang harus dilakukan dan estimasi waktu
yang diperlukan untuk mencapai setiap tahap pekerjaan. Tiap sumber bukti yang
berkaitan dengan area yang diperiksa
harus dianalisa secara mendalam dan terus diperbaharui.
3.
Pengumpulan fakta dan dokumentasi informasi terbaru
Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan informasi data yang berkaitan dengan area lingkup
pekerjaan yang ditentukan. Data bisa diperoleh dari surat menyurat, kebijakan dan prosedur, serta
semua informasi informal lainnya yang bisa diperoleh secara langsung dari
karyawan lewat wawancara.
4.
Riset dan analisa
Tahap ini
merupakan tahap yang paling penting dalam proses management audit. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan bukti dan
fakta-fakta yang dianggap penting dalam mendukung laporan akhir yang akan
diserahkan kepada top manajemen.
5.
Laporan
Tahap ini
meliputi ringkasan atas pekerjaan yang dilakukan, gambaran mengenai ruang
lingkup pekerjaan, rincian mengenai temuan-temuan utama dan diskusi mengenai
alternatif-alternatif yang dapat digunakan top manajemen untuk mengurangi
permasalahan yang ada.
Berikut
adalah tahapan dalam management audit
menurut Leo herbert yang dikutip oleh Agoes (1996:176), yaitu:
1.
Prelimenary
Survey (Survei Pendahuluan)
Tujuan dari
survey pendahuluan adalah untuk mendapatkan informasi umum dan latar belakang,
dalam waktu yang relatif singkat, mengenai semua aspek organisasi, kegiatan,
program, atau sistem yang dipertimbangkan untuk diperiksa, agar dapat diperoleh
pengetahuan atau gambaran yang memadai mengenai objek pemeriksaan.
2.
Review and
Testing of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian atas Sistem
Pengendalian Manajemen)
Tahap ini
dimaksudkan untuk mendapatkan bukti-bukti mengenai ketiga elemen dari tentative audit objective (tujuan
pemeriksaan sementara), yaitu criteria,
causes dan effects, dengan melakukan pengetesan terhadap transaksi-transaksi
perusahaan yang berkaitan dengan sistem pengendalian manajemen dan untuk
memastikan bahwa bukti-bukti yang diperoleh dari perusahaan adalah kompeten
jika audit diperluas dalam detailed
examination (pengujian terinci). Criteria
merupakan standar yang harus dipatuhi oleh setiap bagian dalam perusahaan, causes adalah tindakan-tindakan yang
menyimpang dari standar yang berlaku, dan effects
adalah akibat dari tindakan-tindakan menyimpang dari standar yang berlaku.
3.
Detailed
Examination (Pengujian Terinci)
Pada tahap ini
auditor harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, kompeten, material dan
relevan untuk dapat menentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan
manajemen dan pegawai perusahaan yang merupakan penyimpangan-penyimpangan
terhadap criteria dalam firm audit objective (tujuan pemeriksaan
yang pasti), dan bagaimana effects
dari penyimpangan-penyimpangan tersebut dan besar kecilnya effects tersebut yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
4.
Report
Development (Pengembangan Laporan)
Temuan audit
harus dilengkapi dengan kesimpulan dan saran dan harus direview oleh audit manager sebelum didiskusikan
dengan auditee. Komentar dari auditee
mengenai apa yang disajikan dalam konsep laporan harus diperoleh (sebaiknya
secara tertulis).
2.1.3.4.
Sistem pengendalian manajemen
Melaksanakan
management audit berarti auditor akan
menilai efektifitas dari sistem pengendalian manajemen dalam suatu organisasi.
Sistem pengendalian manajemen mencakup seluruh kegiatan manajemen, baik yang
menyangkut akuntansi maupun tidak, baik kegiatan manajemen di dalam maupun di
luar perusahaan. Dalam management audit
menurut Agoes (1996:177), sistem pengendalian manajemen yang digunakan mencakup
keseluruhan sistem dari organisasi, termasuk perencanaan, kebijakan dan
prosedur-prosedur yang ditetapkan dan praktek-praktek yang dijalankan dalam
pengelolaan kegiatan perusahaan.
David
(2005:127) mengatakan bahwa fungsi pengendalian manajemen meliputi semua
aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memastikan bahwa operasi aktual sesuai
dengan operasi yang direncanakan. Semua manajer dalam sebuah organisasi memgang
tanggung jawab pengedalian, seperti melaksanakan evaluasi kinerja dan melakukan
tindakan yang diperlukan untuk meminimalisir inefisiensi. Fungsi pengendalian
manajemen khususnya penting sebagai evaluasi efektivitas strategi. Pengendalian
meliputi empat langkah dasar sebagai berikut:
1.
Membuat standar kinerja
2.
Mengukur kinerja individual dan organisasional
3.
Membandingkan kinerja aktual dengan standar kinerja
yang direncanakan
4.
Melakukan tindakan koreksi
2.1.3.5. Efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi
Meskipun
terdapat perbedaan definisi mengenai management
audit, pada intinya terdapat kesamaan tujuan yaitu untuk mengevaluasi
efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi organisasi. Efisiensi adalah ukuran dari
hubungan antara masukan dan keluaran, efektifitas adalah ukuran dari keluaran
dan ekonomisasi merupakan ukuran masukan. Berikut adalah beberapa definisi lain
mengenai efisiensi, efektivitas dan ekonomisasi menurut beberapa pakar.
Tunggal
(2003:12) mengutip definisi efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi dari Gerald
Vinten sebagai berikut :
Economy-doing things cheap
Efficiency-doing things right
Effectiveness-doing the right things
Daft
(2003:9) mengatakan bahwa efektivitas adalah the degree to which the organization achieves a stated goal, dan
efisiensi merupakan the use of minimal
resources raw materials, money and people to produce a desired volume of output.
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa efektivitas adalah tingkat
pencapaian organisasi atas sasaran yang ditetapkan dan efisiensi adalah
penggunaan sumberdaya bahan baku ,
uang dan manusia secara minimal untuk menghasilkan output sebanyak yang
diharapkan.
Menurut
Hans Kartiadi yang dikutip oleh Agoes (1996:180), pengertian efektifitas,
ekonomisasi dan efisiensi dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Efektifitas berarti produk akhir suatu kegiatan operasi
telah mencapai tujuannya baik ditinjau dari segi kualitas hasil kerja,
kuantitas hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan.
2.
Ekonomisasi atau kehematan berarti cara penggunaan
sesuatu barang (hal) secara berhati-hati dan bijak agar diperoleh hasil yang
terbaik.
3.
Efisiensi berarti bertindak dengan cara yang dapat
meminamilisir kerugian atau pemborosan sumber daya dalam melaksanakan atau
menghasilkan sesuatu.
Berkaitan
dengan kebutuhan akan pengukuran efektifitas manajemen, berikut adalah pendapat
Paton dan Littleton
yang dikutip oleh Burrowes dan Persson (2000:87), sebagai berikut:
Accounting exists primarily as a means of
computing residuum, a balance, the difference between costs (as efforts) and
revenues (as accomplishments) for individual enterprises. This difference
reflects managerial effectiveness and is of particular significance to those
who furnish the capital and take the ultimate responsibility.
Pendapat
tersebut kurang lebih mempunyai arti
bahwa keberadaan akuntansi yang utama adalah sebagai alat untuk
menghitung residu, saldo, selisih antara beban (sebagai usaha) dan pendapatan
(sebagai pencapaian) untuk perusahaan perseorangan. Selisih tersebut
merefleksikan efektifitas manajemen dan merupakan hal yang penting khususnya
bagi mereka yang menyediakan modal dan memegang tanggung jawab utama.
2.1.3.6.
Kecurangan
1. Definisi kecurangan
Tujuan
utama management audit adalah untuk
menilai performance manajemen dan
fungsi-fungsi dalam perusahaan, terutama efektifitas, efisiensi dan kehematan
(ekonomisasi). Fraud atau kecurangan
merupakan hambatan untuk penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif dan
ekonomis, sehingga harus selalu menjadi perhatian penting manajemen dan dewan
direktur organisasi.
Menurut
Kamus Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminta, kecurangan berarti tidak
jujur, tidak lurus hati, tidak adil dan keculasan (Karni, 2000:49). Didalam
buku Black’s Law Dictionary yang dikutip oleh Tunggal (2001:2) dijelaskan satu definisi hukum dari
kecurangan, yaitu berbagai macam alat yang dengan lihai dipakai dan
dipergunakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan terhadap orang lain,
dengan cara bujukan palsu atau dengan menutupi kebenaran, dan meliputi semua
cara-cara mendadak, tipu daya (trick),
kelicikan (cunning), mengelabui (dissembling), dan setiap cara tidak
jujur, sehingga pihak orang lain bisa ditipu, dicurangi atau ditipu (cheated).
The Institute of Internal
Auditor di Amerika mendefinisikan kecurangan
mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang
disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi oleh
orang di luar atau dalam organisasi ( Karni, 2000:34).
Tunggal
(2001:1) mengutip definisi fraud
menurut Michael J.Cormer sebagai berikut:
Fraud is any behavior by which one person
gains or intends to gain a dishonest advantage over another. A crime is an intentional
act that violates the criminal law under which no legal excuse applies and
where there is a state to codify such laws and endorce penalties in response to
their breach. The distinction is important. Not all frauds are crims and the
majority of crimes are not frauds. Companies
lose through frauds, but the police and other enforcement bodies can
take action only against crimes.
Pendapat Cormer
tersebut kurang lebih mempunyai arti : bahwa kecurangan merupakan suatu perilaku
dimana seseorang mengambil atau secara sengaja mengambil manfaat secara tidak
jujur atas orang lain. Kejahatan merupakan suatu tindakan yang disengaja yang
melanggar undang-undang kriminal yang
secara hukum tidak boleh dilakukan
dimana sebuah negara mengikuti hukum tersebut dan memberikan hukuman
atas pelanggaran yang dilakukan. Perbedaan ini penting, karena tidak semua
kecurangan adalah kejahatan dan sebagian besar kejahatan bukan kecurangan.
Perusahaan menderita kerugian akibat kecurangan, tetapi polisi dan badan
penegak hukum lainnya bisa mengambil tindakan hanya terhadap kejahatan.
Fraud atau kecurangan ini juga perlu
dibedakan dengan errors atau
kesalahan. Errors dapat
dideskripsikan sebagai unintentional
mistakes. Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan
transaksi, yaitu terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat
jurnal, pencatatan debet kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan
keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk, yaitu matematis, kritikal, atau
dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi. Apabila kesalahan dilakukan dengan
sengaja (intentional), maka kesalahan
tersebut merupakan kecurangan atau fraudulent (Tunggal, 2003:301).
Faktor
yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang
mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan keuangan,
berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja (IAI, 2001:316.2).
Kecurangan
yang terjadi di setiap negara mempunyai jenis yang berbeda-beda karena praktik
kecurangan antara lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hukum di negara yang
bersangkutan. Negara dengan penegakan hukum yang sudah berjalan baik dan
kondisi ekonomi masyarakat secara umum cukup atau lebih dari cukup, memiliki
lebih sedikit modus operandi praktik kecurangan (Karni, 2000:33).
Berikut
adalah berbagai perspektif kecurangan menurut Bologna yang dikutip oleh Tunggal (2001:7),
yaitu:
1.
Kecurangan: perspektif manusia
Kecurangan bagi
orang awam, adalah kecurangan yang direncanakan yang dilakukan pada orang lain
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi pribadi, sosial atau politik. Kecurangan
adalah penyimpangan persepsi moral yang kita sebut kebenaran, keadilan hukum,
keadilan dan kesamaan.
2.
Kecurangan: perspektif sosial dan ekonomi
Kecurangan
dianggap perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial karena kecurangan
dapat menghancurkan hubungan dan kepercayaan antar manusia. Tanpa kepercayaan,
interaksi manusia tersendat dan hubungan antar manusia tidak berkembang.
Perdagangan antar manusia tidak dapat berkembang jika tidak ada kepercayaan.
3.
Kecurangan: perspektif hukum
Kecurangan dalam
arti hukum adalah penggambaran kenyataan materi yang salah yang disengaja
dengan tujuan membohongi orang lain sehingga orang tersebut mengalami kerugian
ekonomi. Hukum dapat memberikan sanksi sipil dan kriminal untuk perilaku itu.
Dengan demikian, kecurangan adalah bentuk apapun dari kelicikan, penemuan,
kebohongan, pengkhianatan, penutupan atau samaran yang dimaksudkan untuk
menyebabkan orang lain terpisah dengan uang, properti atau hak hukum lainnya
dengan tidak adil.
4.
Kecurangan: perspektif akuntansi dan audit
Dari sudut
pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari
fakta material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah
dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti pemegang saham atau
kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau
menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau
pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas,
pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak
luar, misalnya, penjual, pemasok, kontraktor, konsultan dan pelanggan, dengan
cara penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, substitusi material yang
lebih rendah mutunya, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai barang yang
dibeli,atau besarnya kredit pelanggan.
2. Klasifikasi kecurangan
Kecurangan
usaha atau internal dapat digolongkan berdasarkan cara kecurangan
disembunyikan. Terdapat dua metode penyembunyian menurut Tunggal (2001:6),
yaitu:
1.
On-book frauds
(kecurangan dalam buku)
Pada dasarnya
metode penyembunyian kecurangan dalam buku terjadi dalam usaha. Pembayaran atau
aktivitas gelap/haram dicatat, biasanya dengan keadaan yang mengaburkan/tidak
kentara, dalam buku dan catatan regular perusahaan.
2.
Off-book frauds
(kecurangan di luar buku)
Kecurangan di
luar buku terjadi di luar aliran utama akuntansi. Biasanya, apabila kecurangan
di luar buku terjadi, perusahaan umumnya mempunyai rabat pemasok yang tidak
tercatat atau penjualan kas yang signifikan.
Karni
(2000:35) mengklasifikasikan kecurangan menjadi tiga macam sebagai berikut:
1.
Management Fraud
Kecurangan ini
dilakukan oleh orang dari kelas ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang
biasa disebut white collar crime,
karena orang yang melakukan kecurangan biasanya memakai kemeja berwarna putih
dengan kerah putih. Penyebutan istilah white
collar crime sendiri diangkat oleh
Edwin H. Sutherland yang memberikan batasan tentang white collar crime sebagai : a
violation of criminal law by the person of the upper socio economic class in
the course of his occupational activities (Pranasari dan Meliala,
1991:107).
2.
Non Management
(Employee) Fraud
Kecurangan
karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kecurangan ini kadang-kadang
merupakan pencurian atau manipulasi. Kesempatan meleakukan kecurangan pada
karyawan tingkat bawah relatif lebih kecil dibandingkan kecurangan pada
manajemen. Hal ini dikarenakan mereka tidak mempunyai wewenang, sebab pada umumnya
semakin tinggi wewenang semakin besar kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3.
Computer Fraud
Kejahatan
komputer dapat berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer di luar
peruntukan yang sah dan perusakan atau pencurian fisik atas sumber daya komputer
itu sendiri. Termasuk juga defalcation
atau embezzlement yang dilakukan
dengan memanipulasi program komputer, file data, proses operasi, peralatan atau
media lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan/organisasi yang
mempergunakan sistem komputer tersebut.
Ikatan
Akuntansi Indonesia (2001:316.2) menyatakan bahwa ada dua tipe salah saji yang
relevan dengan pertimbangan auditor
tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang
timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan kecurangan
yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva, berikut
penjelasannya :
1.
Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan
keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau
pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan.
Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang
disajikan berikut ini:
a.
Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi
atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan
keuangan.
b.
Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari
laporan keuangan peristiwa, transaksi atau informasi yang signifikan.
c.
Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang
berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
2.
Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya
terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan)
berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Perlakuan tidak
semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara,
termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan
yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima
oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan
catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau
lebih individu di antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga.
3. Penyebab kecurangan
Gandhi
mengatakan bahwa berbagai kelemahan dalam prosedur dan tata kerja, salah
satunya adalah kelemahan petugas serta pengawasan, yang kerap dimanfaatkan oleh
para pelaku kejahatan ekonomi (Pranasari dan Meliala, 1991:3). Sistem
pengendalian intern yang lemah memang memudahkan terjadinya kecurangan, akan
tetapi sistem pengendalian yang kuat juga tidak menjamin bahwa kecurangan tidak
terjadi. Sistem pengendalian intern tidak dimaksudkan untuk meniadakan semua
kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyelewengan, akan tetapi sistem
pengendalian intern yang baik akan dapat menekan terjadinya kesalahan dan
penyelewengan dalam batas-batas biaya yang layak dan kalaupun kesalahan dan
penyelewengan terjadi hal ini dapat diketahui dan diatasi dengan cepat.
Penyebab-penyebab
terjadinya kecurangan menurut Tunggal (2003:304) mengutip dari Venables dan
Impey digolongkan menjadi penyebab utama dan penyebab sekunder, sebagai berikut
:
1.
Penyebab utama
a.
Penyembunyian (concealment)
Kesempatan tidak
terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai
akibatnya.
b.
Kesempatan/Peluang (opportunity)
Pelaku perlu
berada pada tempat yang tepat, waktu yang tepat agar dapat mendapatkan
keuntungan atas kelemahan khusus dalam sistem dan juga menghindari deteksi.
c.
Motivasi (motivation)
Pelaku
membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan
pribadi seperti ketamakan/kelobaan/kerakusan dan motivator yang lain.
d.
Daya tarik (attraction)
Sasaran
dari kecurangan perlu menarik bagi pelaku.
e.
Keberhasilan (success)
Pelaku perlu
menilai peluang berhasil, yang dapat diukur dengan baik untuk menghindari
penuntutan atau deteksi.
2.
Penyebab sekunder
a.
“A Perk”
Akibat
kurangnya pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangan
sebagai suatu tunjangan karyawan.
b.
Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek
Rasa saling
percaya dan menghargai antar pemberi kerja dan pekerja telah gagal.
c.
Pembalasan dendam (revenge)
Ketidaksukaan
terhadap organisasi mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi
tersebut.
d.
Tantangan (challenge)
Karyawan yang
bosan dengan lingkungan kerjanya berusaha mencari stimulus dengan ‘memukul
sistem’, yang dirasakan sebagai suatu pencapaian atau pembebasan dari rasa
frustasi.
Sidharta
mengungkapkan bahwa salah satu hal yang menyuburkan praktek kecurangan adalah
ketergila-gilaan manusia terhadap uang. Uang mempunyai nilai tersendiri dalam
kehidupan bermasyarakat. Tidak ada seorangpun yang tidak butuh uang. Seyogianya
oranglah yang menguasai uang, akan tetapi pada suatu saat dan tingkat tertentu
orang dapat diperbudak oleh uang, sehingga uang beralih menguasai manusia.
Dalam keadaan seperti itu, uang dapat mempengaruhi etika dan moral (Pranasari
dan Meliala, 1991:109).
Menurut Tunggal (2001:10) kecurangan paling
sering terjadi apabila didukung oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
1.
Pengendalian intern tidak ada, lemah atau dilakukan
dengan longgar.
2.
Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan
integritas mereka.
3.
Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik,
disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai
sasaran dan tujuan keuangan.
4.
Model manajemen sendiri korupsi, tidak efisien atau
tidak cakap.
5.
Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang
tidak dapat dipecahkan.
6.
Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki
sejarah atau tradisi korupsi.
7.
Perusahaan mengalami masa yang buruk.
Ramos
(2003) menyampaikan kondisi yang mendukung terjadinya kecurangan yang
diadaptasinya dari Fraud Detection in a
GAAS Audit-SAS No.99 Implementation Guide, sebagai berikut :
Three conditions are present when fraud
occurs, are:
1.
Incentive/Pressure.
Management or other employees may have an incentive or be under pressure, which
provides a motivation to commit fraud.
2.
Opportunity .
Circumstances exist-for example, the absence of controls, ineffective controls,
or the ability of management to override controls-that provide an opportunity
for fraud to be perpetrated.
3.
Rationalization/Attitude.
Those involved in a fraud are able to rationalize a fraudulent act as being
consistent with their personal code of ethics. Some individual possess an
attitude, character or set of ethical values that allows them to knowingly and
intentionally commit a dishonest act.
Isi dari Implementation Guide tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa:
1.
Manajemen atau karyawan mungkin didorong atau berada
dibawah tekanan yang memotivasi mereka untuk melakukan kecurangan.
2.
Kondisi lingkungan, seperti tidak adanya pengawasan,
pengawasan yang tidak efektif, manajemen yang mengesampingkan pengawasan,
merupakan kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3.
Mereka yang terlibat dalam kecurangan mungkin
menganggap kecurangan sesuai dengan kode etik mereka. Beberapa orang mungkin
memiliki sikap, karakter, atau nilai-nilai yang memperbolehkan mereka untuk
melakukan perbuatan tidak jujur dengan sengaja.
2.1.3.7. Fungsi pembelian
1. Definisi pembelian
Istilah
purchasing atau pembelian sinonim
dengan procurement atau pengadaan
barang. Berikut adalah definisi procurement
menurut Bodnar dan Hopwood (2001:323), yaitu:“Procurement is the business process of selecting a source, ordering,
and acquiring goods or services.”
Pendapat
tersebut kurang lebih mempunyai arti: bahwa pengadaan barang adalah proses
bisnis dalam memilih sumber daya-sumber daya, pemesanan dan perolehan barang
atau jasa.
Brown
dkk. (2001:132) mengatakan bahwa secara umum pembelian bisa didefinisikan
sebagai: “managing the inputs into the
organization’s transformation (production
process).” Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa pembelian
merupakan pengelolaan masukan ke dalam
proses produksi organisasi.
Berikut
adalah pendapat Galloway dkk. (2000:31)
mengenai fungsi pembelian, yaitu: “The role of purchasing function is to make
materials and parts of the right quality, and quantity available for use by
operations at the right time and at the right place.” Pendapat tersebut
kurang lebih mempunyai arti bahwa peran fungsi pembelian adalah untuk
mengadakan material dan part pada kualitas yang tepat dan kuantitas yang
tersedia untuk digunakan dalam operasi pada waktu yang tepat dan tempat yang
tepat.
2. Pentingnya fungsi pembelian
Management audit bisa digunakan untuk
mengevaluasi organisasi secara keseluruhan ataupun fungsi tertentu dalam
organisasi, untuk menentukan apakah perusahaan sudah memperoleh efisiensi biaya
yang maksimum dari yang telah dilaksanakan oleh fungsi tersebut selama ini.
Penelitian ini menjadikan fungsi pembelian sebagai sasaran audit.
Fungsi
pembelian sering dianggap sebagai bagian yang paling penting dan berpengaruh,
bahkan bisa dikatakan sebagian besar proses bisnis berasal dari kegiatan
pembelian. Alasan yang sangat fundamental untuk membahas fungsi pembelian ialah
karena dalam bidang ini pemborosan mudah terjadi, baik karena perilaku yang
disfungsional maupun karena kurangnya pengetahuan dalam berbagai aspek
pembelian bahan, sarana, prasarana dan suku cadang yang diperlukan perusahaan.
Pandangan
ini menurut Siagian (2001:192) mudah dipahami karena dalam proses produksi
perusahaan memerlukan bahan baku .
Tidak banyak perusahaan yang menguasai sendiri bahan baku yang diperlukan untuk diolah lebih
lanjut menjadi produk jadi, sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak ada satupun
bentuk atau jenis perusahaan yang tidak terlibat dengan fungsi pembelian.
Pengalaman banyak perusahaan bahwa biaya untuk menghasilkan suatu produk
mungkin mencapai sekitar lima
puluh persen dari harga jual produk, menjadikan fungsi pembelian sebagai sumber
pemborosan apabila tidak diselenggarakan dengan baik dan sumber penghematan
yang akan memperbesar laba perusahaan apabila dilakukan dengan teliti dan
cermat.
Berikut
adalah beberapa alasan mengapa pembelian merupakan area yang penting yang
dikemukakan Brown dkk. (2001:131), yaitu:
1.
Fungsi pembelian memiliki tanggung jawab untuk
mengelola masukan perusahaan pada pengiriman, kualitas dan harga yang tepat,
yang meliputi bahan baku ,
jasa dan sub-assemblies untuk
keperluan organisasi.
2.
Berbagai penghematan yang berhasil dicapai lewat
pembelian secara langsung direfleksikan pada lini dasar organisasi. Dengan kata
lain, begitu penghematan harga dibuat, maka akan mempunyai pengaruh yang
langsung terhadap struktur biaya perusahaan. Sehingga sering dikatakan bahwa
penghematan pembelian 1% ekivalen dengan peningkatan penjualan sebesar 10%.
3.
Pembelian dan suplai material mempunyai kaitan dengan
semua aspek operasi manajemen.
Bagaimana
cara sebuah perusahaan dalam mengendalikan strategi pengadaan barangnya akan
mempunyai pengaruh langsung terhadap bagaimana perusahaan tersebut menjalankan
bisnisnya. Pembelian yang baik juga perlu menjadi perhatian untuk
organisasi-organisasi non profit dan pemerintah. Berbagai tekanan yang
berkaitan dengan kurangnya dana yang tersedia dan besarnya biaya, mendorong
organisasi-organisasi tersebut untuk beroperasi seefisien mungkin dengan biaya
seminimum mungkin.
Dengan
demikian, apapun jenis dan ukuran perusahaannya, pembelian yang dilaksanakan
dengan ekonomis dan efektif amat diperlukan dalam upaya mencapai kondisi
perusahaan yang sehat karena pembelian merupakan kegiatan yang memerlukan
pengerahan sumber daya dalam jumlah besar.
3. Tugas dan tanggung jawab fungsi pembelian
Pada
dasarnya peran fungsi pembelian adalah untuk menyediakan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh perusahaan pada waktu, harga dan kualitas yang tepat. Assauri
(1998:162) menjabarkan tanggung jawab bagian pembelian sebagai berikut:
1.
Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembelian
bahan-bahan agar rencana operasi dapat dipenuhi dan pembelian bahan-bahan
tersebut pada tingkat harga dimana perusahaan akan mampu bersaing dalam
memasarkan produknya.
2.
Bertanggung jawab atas usaha-usaha untuk dapat
mengikuti perkembangan bahan-bahan baru yang dapat meguntungkan dalam proses
produksi, perkembangan dalam desain, harga dan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi produk perusahaan, harga serta desainnya.
3.
Bertanggung jawab untuk menurunkan investasi atau
meningkatkan perputaran bahan, yaitu dengan penentuan skedul arus bahan ke
dalam pabrik dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi.
4.
Bertanggung jawab atas kegiatan penelitian dengan
menyelidiki data-data dan perkembangan pasar, perbedaaan sumber-sumber
penawaran (supply) dan memeriksa
pabrik suplier untuk mengetahui kapasitas dan kemampuannya dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan perusahaan.
5.
Bertanggung jawab atas pemeliharaan bahan-bahan yang
dibeli setelah diterima dan bertanggung jawab atas pengawasan persediaan.
Tugas-tugas
yang dilakukan bagian pembelian dalam memenuhi tanggung jawab tersebut diatas
antara lain:
1.
Melakukan pembelian bahan-bahan secara bersaing atas
dasar nilai yang ditentukan tidak hanya pada harga yang tepat tetapi juga pada
waktu yang tepat, serta jumlah dan mutu yang tepat pula.
2.
Membantu pemilihan bahan-bahan dengan melakukan
penyelidikan.
3.
Melaksanakan usaha-usaha pencarian paling sedikit dua
sumber suplai.
4.
Mempengaruhi tingkat persediaan terendah.
5.
Menjaga hubungan baik dengan suplier.
6.
Melakukan kerjasama dan koordinasi yang efektif dengan
fungsi-fungsi lainnya dalam perusahaan.
7.
Meneliti keadaan perdagangan pasar.
8.
Membeli seluruh bahan-bahan dan perlengkapan yang
dibutuhkan tepat waktu sehingga tidak menganggu rencana produksi dari
perusahaan tersebut.
1.
Memilih, mengevaluasi dan mengembangkan sumber-sumber
untuk bahan dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan.
2.
Memelihara dan membangun relasi dengan suplier yang
berkenaan dengan kualitas, pengiriman, pembayaran dan pengembalian.
3.
Mencari bahan dan produk baru, serta sumber-sumber baru
untuk memperoleh bahan dan produk yang lebih baik yang mungkin bisa digunakan
oleh perusahaan di masa yang akan datang.
4.
Melakukan negosiasi dan memperoleh bahan baku , peralatan, barang
dan jasa pada harga yang mencerminkan the
best value for money.
5.
Ikut berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas
untuk reduksi biaya.
6.
Memelihara sistem komunikasi yang efektif dan melakukan
konsultasi secara rutin dengan fungsi-fungsi internal.
7.
Selalu memberikan informasi mengenai biaya pembelian
dan berbagai perubahan yang mungkin bisa mempengaruhi laba perusahaan dan
perkembangan dimasa mendatang kepada manajemen puncak.
2.1.3.8. Tujuan management audit fungsi pembelian
Management audit pada fungsi pembelian
berorientasi pada pencarian dan penemuan fakta dan informasi tentang seluruh
kegiatan pembelian. Informasi yang terungkap akan digunakan oleh manajemen
puncak sebagai masukan untuk pengambilan keputusan.
Berikut
adalah tujuan management audit untuk
fungsi pembelian yang disampaikan oleh Widjayanto (1985:275), yaitu:
1.
Memperoleh keyakinan bahwa pembelian dilaksanakan
secara ekonomis dan efektif.
2.
Menilai prosedur pembelian untuk memastikan bahwa hanya
barang yang dibutuhkan saja yang dibeli.
3.
Menilai ketaatan para pelaksana pembelian terhadap
peraturan dan prosedur yang berlaku.
4.
Memberikan saran dan rekomendasi yang diperlukan.
Berikut
adalah pendapat Hamilton (1986:42) mengenai tujuan management audit pada fungsi pembelian, yaitu:“The major objective of the management audit of the purchasing function
is to determine if the company is spending its financial resources in the most
efficient and effective manner possible.”
Pendapat
Hamilton tersebut sama dengan yang diungkapkan oleh Ramanathan (1990:310),
yaitu: “The management auditor should
examine the purchase function to see that the most efficient and economical
methods of purchasing have been adopted.”
Kedua
pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa tujuan management audit untuk fungsi pembelian dimaksudkan untuk
menentukan apakah semua sumber keuangan untuk fungsi pembelian sudah digunakan
dengan cara yang paling efisien, efektif dan ekonomis.
2.1.3.9. Sektor publik
1. Definisi sektor publik
Penelitian
ini dimaksudkan untuk menilai persepsi manajemen pada BUMN/BUMD dan BUMS. Salah
satu variabel utama yang mungkin akan membuat perbedaan tersebut adalah karena BUMN/BUMD
merupakan perusahaan sektor publik, sedangkan BUMS merupakan perusahaan sektor
swasta. Istilah sektor publik
memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi
dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu memiliki cara
pandang dan definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor
publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan
dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo, 2004:2).
Domain
publik memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor
swasta. Keluasan wilayah publik ini tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan
bentuk organisasi yang berada didalamnya, akan tetapi juga karena kompleksnya
lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut. Secara
kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintahan
(pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik
negara (BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi politik dan organisasi massa , Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), universitas dan organisasi nirlaba lainnya. Jika dilihat dari
variabel lingkungan, sektor publik dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya
faktor ekonomi semata, akan tetapi faktor politik, sosial, budaya, dan historis
juga memiliki pengaruh yang signifikan. Sektor publik tidak seragam dan sangat
heterogen (Mardiasmo, 2004:1). Dalam penelitian ini, sektor publik yang menjadi
obyek penelitian peneliti adalah BUMN dan BUMD.
Sifat
lembaga pemerintahan berbeda dengan sektor swasta. Berikut adalah sifat khas
lembaga pemerintahan menurut Edward S. Lyn yang dikemukakan oleh Baswir
(2000:9), yaitu:
1.
Keinginan mengejar laba tidak inklusif didalam usaha
dan kegiatannya.
2.
Ia tidak dimiliki secara pribadi akan tetapi secara
kolektif oleh seluruh warga negara, dan pemilikan ini tidak dibuktikan oleh
adanya pemilikan saham yang dapat diperjualbelikan atau diperdagangkan.
3.
Sumbangan masyarakat terhadap pemerintah, seperti
pajak, tidak ada hubungannya secara langsung dengan jasa yang diterima
masyarakat dari pemerintah. Demikian pula sebaliknya.
Bastian
(2003:60) mengatakan bahwa dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami
sebagai tuntutan pajak, birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar dan
nasionalisasi versus privatisasi. Dalam arti luas, sektor publik disebut bidang
yang membicarakan metoda manajemen negara, sedangkan dalam arti sempit, diartikan
sebagai pembahasan pajak dan kebijakan pajak.
2. Perbedaan dan persamaan sektor publik
dan sektor swasta
Mardiasmo
(2004:13) mengungkapkan bahwa meskipun sektor publik memiliki sifat dan
karakteristik yang berbeda dengan sektor swasta, akan tetapi dalam beberapa hal
terdapat persamaan, yaitu:
1.
Kedua sektor merupakan bagian integral dari sistem
ekonomi di suatu negara dan keduanya menggunakan sumber daya yang sama untuk
mencapai tujuan organisasi.
2.
Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan
sumber daya (scarcity of resources),
sehingga baik sektor publik maupun sektor swasta dituntut untuk menggunakan
sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif.
3.
Proses pengendalian manajemen termasuk manajemen
keuangan, pada dasarnya sama di kedua sektor. Keduanya sama-sama membutuhkan
informasi yang handal dan relevan untuk melaksanakan fungsi manajemen, yaitu:
perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian.
4.
Pada beberapa hal, kedua sektor menghasilkan produk
yang sama, misalnya: baik pemerintah maupun swasta sama-sama bergerak dibidang
transportasi massa ,
pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya.
5.
Kedua sektor terikat pada peraturan perundangan dan
ketentuan hukum lain yang disyaratkan.
Perbedaan
sifat dan karakteristik organisasi sektor publik dan sektor swasta dapat
dilihat pada tabel 2.2. yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2004:8).
TABEL 2.2
PERBEDAAN SEKTOR
PUBLIK DAN SEKTOR SWASTA
Perbedaan
|
Sektor Publik
|
Sektor Swasta
|
Tujuan organisasi
|
Nonprofit motive
|
Profit Motive
|
Sumber pendanaan
|
Pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah,
laba BUMN/BUMD, penjualan aset negara, dsb.
|
Pembiayaan internal: Modal sendiri, laba ditahan,
penjualan aktiva
Pembiayaan eksternal: utang bank, obligasi,
penerbitan saham
|
Pertanggungjawaban
|
Pertanggungjawaban kepada masyarakat (publik) dan
parlemen (DPR/DPRD)
|
Pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan
kreditor
|
Struktur organisasi
|
Birokratis,kaku, dan hierarkris
|
Fleksibel: datar, piramid, lintas fungsional,
dsb.
|
Karakteristik anggaran
|
Terbuka untuk publik
|
Tertutup untuk publik
|
Sistem akuntansi
|
Lebih banyak menggunakan sistem akuntansi
berbasis kas
|
Akuntansi berbasis akrual
|
Sumber : Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Penerbit Andi.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah
Dilihat
dari segi pihak yang mengelolanya, keuangan negara dapat dikelompokkan kedalam
dua bagian, yaitu yang pengelolaannya dipisahkan dan yang dikelola langsung
oleh negara. Komponen keuangan negara yang pengelolaannya dipisahkan adalah
komponen keuangan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan-badan
Usaha Milik Negara dan Lembaga-lembaga Keuangan Milik Negara.
1.
Perusahaan Jawatan atau Perjan adalah perusahaan negara
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Bersifat memberi pelayanan kepada masyarakat.
b.
Statusnya berlainan dengan hukum publik.
c.
Modalnya merupakan bagian dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang dikelola oleh departemen yang membawahinya.
2.
Perusahaan Umum Negara atau Perum adalah perusahaan
negara yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Bersifat melayani kepentingan umum, namun juga
diharapkan dapat memupuk keuntungan.
b.
Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan ketentuan
Undang-Undang No.19/1969.
c.
Sampai tingkat tertentu menerima subsidi dari
pemerintah.
d.
Seluruh modalnya merupakan milik negara yang diambil
dari kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi ke dalam bentuk
saham-saham.
3.
Perusahaan Perseroan Negara atau Pesero adalah
perusahaan negara yaang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Bersifat mengejar keuntungan.
b.
Berstatus badan hukum dan berbentuk Perseroan Terbatas.
c.
Tidak menerima subsidi dan fasilitas dari pemerintah.
d.
Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah
serta terbagi ke dalam bentuk saham-saham.
Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan milik pemerintah daerah yang
didirikan dengan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1962,
dengan modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan
(BPS, 2003:1).
Berikut
adalah fungsi dan peran BUMD dalam menunjang penyelenggaraan pemerintah daerah :
1.
Melaksanakan kebijakan pemerintah daerah di bidang
ekonomi dan pembangunan.
2.
Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan.
3.
Mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha.
4.
Memenuhi barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat.
5.
Menjadi perintis kegiatan yang tidak diminati
masyarakat.
Tujuan
utama sektor publik adalah pemberian pelayanan publik, namun tidak berarti
organisasi sektor publik sama sekali tidak memiliki tujuan yang bersifat
finansial. Organisasi sektor publik juga memiliki tujuan finansial, akan tetapi
hal tersebut berbeda baik secara filosofis, konseptual dan operasionalnya
dengan tujuan profitabilitas pada sektor swasta. Tujuan finansial pada sektor
swasta diorientasikan pada maksimasi laba untuk memaksimumkan kesejahteraan
pemegang saham, sedangkan pada sektor publik tujuan finansial lebih pada
maksimasi pelayanan publik, karena untuk memberikan pelayanan publik diperlukan
dana.
4. Audit sektor publik
Audit
sektor publik berbeda dengan audit pada sektor bisnis atau audit sektor swasta.
Audit sektor publik dilakukan pada organisasi pemerintahan yang bersifat
nirlaba seperti sektor pemerintahan daerah (pemda), BUMN, BUMD dan instansi
lain yang berkaitan dengan pengelolaan aset kekayaan negara. Mekanisme audit
dapat menggerakkan makna akuntabilitas di dalam pengelolaan sektor
pemerintahan, BUMN atau instansi pengelola aset negara lainnya.
Berikut
adalah beberapa hal yang mendasari kebutuhan akan proses auditing pada sektor
publik yang disampaikan oleh Bastian (2003:4), yaitu:
1.
Kendali saat ini ada ditangan masyarakat. Masyarakat
memiliki hak yang bebas untuk mengakses informasi mengenai pengelolaan sumber
daya publik.
2.
Kompleksitas laporan keuangan. Semakin kompleks laporan
keuangan yang dihasilkan tingkat kesalahan semakin tinggi pula.
3.
Pihak manajemen Pemda memiliki kecenderungan ingin
sukses dan meminimalisir kesalahan pemerintahannya, sehingga perlu diverifikasi
kebenarannya dari laporan keuangan yang disajikan oleh mereka.
4.
Kontrol dan kredibilitas. Pemeriksaan akan informasi
keuangan penting untuk menghindari adanya kesalahan penyajian dan pengungkapan.
5.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. Proses audit
akan memberikan nilai tambah bagi pemenuhan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan.
6.
Identifikasi terhadap kelemahan sistem.
Nichols
seperti yang dikutip oleh Mardiasmo (2004:23) mengatakan bahwa perusahaan
publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi, nepotisme,
inefisiensi, dan sumber pemborosan negara. Rendahnya kinerja perusahaan publik
diperkuat dengan bukti ambruknya sektor bisnis pemerintah di banyak negara
sehingga menimbulkan pertanyaan publik mengenai kemampuan pemerintah dalam
menjalankan perusahaan publik secara ekonomis dan efisien.
Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah di Indonesia juga masih banyak
yang tidak dijalankan secara efisien. Inefisien yang dialami oleh BUMN dan BUMD
tersebut antara lain disebabkan adanya intervensi politik, sentralisasi, rent seeking behaviour, dan manajemen
yang buruk.
1) Tipe-tipe audit sektor publik
Audit
sektor publik adalah jasa penyelidikan bagi masyarakat atas organisasi publik
dan politikus yang sudah mereka bayar. Menurut Bastian (2003:52), audit sektor
publik terdiri atas tiga tipe, yaitu:
1.
Audit Keuangan (Financial
Audit)
2.
Audit Kinerja (Performance
Audit)
a.
Audit Ekonomi dan Efisiensi
b.
Audit Program
3.
Audit Investigasi (Special
Audit)
Comptroller General of the United States dalam Government Auditing Standards
mengidentifikasikan audit pemerintahan menjadi dua tipe, berikut adalah
penjelasannya yang dikutip oleh Boynton dan Kell (1996:852):
1.
Financial audit (audit
keuangan), yang terdiri dari:
a. Financial statements audit
b. Financial related audit
2.
Performance audit
(audit kinerja), yang terdiri dari:
a. Economy and efficiency audit
b. Program audit
2)
Management audit sektor publik
Sektor
publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi , pemborosan, sumber kebocoran
dana, dan institusi yang selalu merugi. Tuntutan baru muncul agar sektor publik
memperhatikan pengelolaan organisasi yang mendasarkan pada konsep ekonomisasi,
efisiensi dan efektivitas.
Tuntutan
terhadap sektor publik untuk lebih memberi penekanan pada value for money dibandingkan audit terhadap keuangan dan regulasi
terjadi di banyak negara. Di UK dan USA tuntutan terhadap audit
efisiensi dan value for money untuk
peningkatan akuntabilitas pada sektor publik muncul dari para pembayar pajak
dan politikus. Penelitian yang dilakukan oleh Auditing Practices Board menemukan bahwa 60% dari pengguna laporan
keuangan mengharapkan agar auditor bisa memberikan kepastian bahwa perusahaan
yang diaudit tersebut telah terkelola secara kompeten. Di Jepang, bahkan sudah
sejak lama audit kinerja terhadap pemerintah dilakukan. Dalam The 1891 Guidelines for Field Investigation
by Auditor, peran auditor lebih luas daripada audit keuangan tradisional
dimana ia juga diminta untuk mempertimbangkan apakah pembelian yang dilakukan
memang diperlukan, terlalu mahal atau tidak penting, karena pemerintah dianggap
terbiasa melakukan pengeluaran yang terlalu berlebihan sedangkan saat itu
Jepang sedang mengalami kesulitan fiskal. Auditor juga diharuskan untuk menilai
operasi, pengendalian dan tepat tidaknya metode pembelian yang digunakan
(Burrowes dan Persson, 2000).
Di
tengah berbagai kritik bahwa keberadaan sektor publik tidak efisien dan jauh
tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor swasta,
lembaga sektor publik masih memiliki kesempatan yang luas untuk memperbaiki
kinerjanya dan memanfaatkan sumberdaya secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Istilah “akuntabilitas publik, value for
money, reformasi sektor publik, privatisasi, good public governance,” telah begitu cepat masuk kedalam kamus
sektor publik (Mardiasmo, 2004:17). Bahkan istilah pemeriksaan khusus terhadap
kasus-kasus yang diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah sudah dikenal luas di lingkungan pemerintahan dan BUMN/BUMD
(Karni, 2000:117).
Sektor
publik mengenal yang namanya audit kinerja (perfomance
audit), yang merupakan pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap
berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas
kinerja entitas atau program/kegiatan Pemerintah yang diaudit. Audit kinerja
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan tingkat akuntabilitas Pemerintah dan
memudahkan pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk
mengawasi dan memprakarsai tindakan koreksi (Bastian, 2003:55).
Istilah
audit kinerja pada sektor publik menurut peneliti sama dengan management audit pada sektor swasta.
Seperti dikemukakan oleh Parker yang dikutip oleh Burrowes dan Persson
(2000:89) mengenai konsep management
audit yang memiliki banyak istilah. Apabila evaluasi dilakukan atas
manajemen dan fungsi serta kinerja organisasi berkenaan dengan ekonomisasi,
efisiensi dan efektivitas, maka istilah tersebut merupakan konsep management audit. Management Audit saat ini digunakan sebagai strategi untuk
meningkatkan kinerja perusahaan publik (Batra, 1997:151).
3) Tujuan management audit sektor publik
Tujuan
dari audit ekonomi dan efisiensi menurut Bastian (2003:56) adalah:
1.
Menentukan apakah entitas telah memperoleh, melindungi
dan menggunakan sumber dayanya secara hemat dan efisien.
2.
Menentukan penyebab timbulnya ketidakefisienan.
3.
Menentukan apakah entitas tersebut telah mematuhi
perundang-undangan yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi.
Tujuan dari
audit program mencakup penentuan:
1.
Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau
manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang
berwenang.
2.
Efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program,
kegiatan, atau fungsi instansi lain yang bersangkutan.
3.
Apakah entitas yang diaudit telah menaati peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatannya.
Mardiasmo
menggunakan istilah value for money audit
atau 3E’s audit (economy, efficiency, and
effectiveness audit) terhadap audit
kinerja untuk sektor publik, dan banyak penulis dan buku-buku yang berkenaan
dengan sektor publik yang menggunakan istilah value for money audit untuk audit kinerja. Sama seperti yang
dikemukakan Bastian, value for money
audit ini juga terdiri atas audit ekonomi dan efisiensi dan audit program
atau audit efektivitas.
Berikut
adalah hal yang perlu dipertimbangkan dalam audit ekonomi dan efisiensi menurut
The General Accouting Office Standards
yang dikutip oleh Mardiasmo (2004:181), yaitu apakah entitas yang diaudit
telah:
1.
Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat.
2.
Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan
jumlah) sesuai dengan kebutuhan pada biaya terendah.
3.
Melindungi dan memelihara semua sumber daya yang ada
secara memadai.
4.
Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang
tanpa tujuan atau kurang jelas tujuannya.
5.
Menghindari adanya pengangguran sumber daya atau jumlah
pegawai yang berlebihan.
6.
Menggunakan prosedur kerja yang efisien.
7.
Menggunakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas)
yang minimum dalam menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas
dan kualitas yang tepat.
8.
Mematuhi peraturan persyaratan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya negara.
9.
Melaporkan ukuran yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai kehematan dan efisiensi.
Tujuan
pelaksanaan audit program atau audit efektivitas adalah untuk:
1.
Menilai tujuan program, baik yang baru maupun sudah
berjalan, apakah sudah memadai dan tepat.
2.
Menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang
diinginkan.
3.
Menilai efektivitas program dan atau unsur-unsur
program secara terpisah/sendiri-sendiri.
4.
Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan
kinerja yang baik dan memuaskan.
5.
Menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan
alternatif untuk melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang
lebih baik dengan biaya yang lebih rendah.
6.
Menentukan apakah program tersebut saling melengkapi,
tumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang terkait.
7.
Mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program
tersebut dengan lebih baik.
8.
Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk program tersebut.
9.
Menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah
cukup memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau tingkat efektivitas
program.
10.
Menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran
yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program.