Peneliti mengambil 3 penelitian terdahulu
sebagai dasar dalam penelitian saat ini, diantaranya adalah :
1. Penelitian
yang dilakukan Marwata (2001), penelitian ini hanya melakukan penelitian yang
singkat atau hanya satu (1) tahun saja. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kinerja keuangan dan tingkat kemahalan harga saham antara
perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan yang tidak. Tehnik
pengujiannya menggunakan independent ttest. Hasil dari penelitian saham yang
diukur dengan laba bersih maupun laba perlembar saham tidak lebih tinggi
daripada perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham.
Persamaan penelitian ini dengan Marwata
adalah menggunakan variabel yang sama yaitu Earning
Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV) sebagai rasio dalam pengukurannya.
Perbedaannya terletak pada periode penelitian, penambahan variabel penelitian,
dan perusahaan yang dijadikan sampel, yaitu Marwata hanya meneliti perusahaan
manufaktur yang bergerak pada industri kimia dasar periode 1996-1997, sedangkan
penelitian sekarang melakukan penelitian pada seluruh perusahaan manufaktur
yang go public untuk periode tahun 2000-2005, serta ada
serta ada penambahan beberapa variabel yaitu; return saham, ROI dalam pengukuran kinerja keuangannya, serta menggunakan obyek penelitian pada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
serta ada penambahan beberapa variabel yaitu; return saham, ROI dalam pengukuran kinerja keuangannya, serta menggunakan obyek penelitian pada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
2. Penelitian
yang dilakukan Muazaroh dan RR. Iramani (2004), penelitian ini hanya bertujuan
untuk mengetahui reaksi pasar, kinerja keuangan, peningkatan laba, tingkat
kemahalan harga saham dan perbedaan volume perdagangan saham. Perusahaan yang
melakukan pemecahan saham dengan yang tidak melakukan pemecahan saham. Teknik
pengujiannya menggunakan one simple t-test, independent sample t-test, dan
paired sample t-test. Hasilnya menunjukkan bahwa reaksi pasar terjadi sebelum
peristiwa pemecahan saham dilakukan. Pertumbuhan EAT dan pertambahan EPS tidak
lebih tinggi dari pada perusahaan bukan pemecah saham.
Persamaan penelitian ini dengan Muazaroh
dan RR. Iramani adalah menggunakan variabel EPS, PBV, dan PER sebagai rasio
pengukurannya. Perbedaannya terletak pada periode penelitian, perusahaan yang
diuji, dan sampel atau variabel penelitiannya. Penelitian Muazaroh dan RR.
Iramani hanya meneliti perusahaan manufaktur yang bergerak pada industri
Property dan Real Estate periode 1996-1997, sedangkan penelitian sekarang
melakukan pada seluruh perusahaan manufaktur yang go public di BEJ pada tahun
20002005, serta ada penambahan beberapa variabel, yaitu: return saham, ROI
dalam pengukuran kinerja keuangannya, serta TVA untuk mengukur likuiditas
saham.
3. Penelitian
yang dilakukan Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2005), penelitian
ini bertujuan untuk melakukan beberapa pengujian, yaitu: (1) melakukan
pengujian kandungan informasi pengumuman stock split, dengan mengelompokkan
karakteristik perusahaan yang melakukan stock split menjadi perusahaan bertumbuh
dan perusahaan tidak bertumbuh yang bertujuan untuk melihat efek suatu
pengumuman yang didasarkan atas karakteristik perusahaan yang berbeda, (2)
melakukan pengujian perbedaan resiko sistematis (beta) sebelum dan setelah
stock split. Pengujian inipun juga mengelompokkan karakteristik perusahaan
menjadi perusahaan bertumbuh dan tidak bertumbuh, untuk melihat efek perbedaan
karakteristik perusahaan, (3) melakukan pengujian efek intra industri
pengumuman stock split yang dilakukan oleh perusahaan bertumbuh dan tidak
bertumbuh, (4) menguji apakah abnormal return dan karakteristik perusahaan
reporter berpengaruh terhadap abnormal return perusahaan non reporter dalam sub
sektor industri yang sama.
Persamaan penelitian Luciana Spica Almilia
dan Emanuel Kristijadi dengan penelitian sekarang adalah menggunakan variabel
yang sama, yaitu return saham. Perbedaannya terletak pada periode penelitian
dan perusahaan yang dijadikan sampel, yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi hanya meneliti perusahaan yang
bertumbuh dan yang tidak bertumbuh periode 1997-2002 sedangkan penelitian
sekarang melakukan penelitian pada seluruh perusahaan manufaktur periode
2000-2005, serta terdapat penambahan variabel yaitu ROI yang digunakan untuk
mengukur kinerja keuangan perusahaan.
2.2 Landasan
Teori
2.2.1 Pengertian saham
Suatu
perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham. Suatu perseroan
terbatas mengeluarkan sertifikat saham kepada pemiliknya sebagai bukti
investasi mereka dalam usaha. Satuan dasar dari modal saham adalah lembar
saham. Suatu perseroan terbatas mengeluarkan sertifikat saham untuk sejumlah
lembar saham yang diinginkan. Saham yang ada ditangan pemegang saham disebut
saham beredar. Total jumlah saham dalam peredaran pada tiap waktu mewakili
seratus persen kepemilikan perseroan terbatas disebut modal saham.
2.2.2 Efisiensi pasar modal
Pasar modal dikatakan efisiensi bila
informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh pemakai modal, sehingga
informasi yang relevan dan terpercaya dan telah tercermin dalam harga-harga
saham. Sebagian besar saham dihargai dengan tepat dan pemodal dapat memperoleh
imbalan normal dengan memilih secara acak saham-saham dalam resiko tertentu.
Karena penyampaian informasi begitu sempurna, tidak mungkin bagi pemodal
manapun untuk memperoleh laba ekonomi (imbalan abnormal) dengan memanipulasi
informasi yang tersedia khusus baginya.
Ciri penting efisiensi pasar adalah
gerakan acak (random walk) dari harga
pasar saham. Harga saham secara cepat bereaksi terhadap berita-berita baru yang
tidak terduga, sehingga arah gerakannyapun tidak bisa diduga. Sepanjang suatu
kejadian bisa diduga, kejadian itu sudah tercermin pada harga saham (Pandji,
Piji, 2001:83).
Jadi yang
dimaksud dengan pasar modal yang efisien adalah pasar dimana semua informasi
yang tersedia secara luas dan murah untuk para informasi dan investor yang
relevan telah dicerminkan dalam harga-harga sekuritas tersebut.
Pasar modal
efisien terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu (Pandji, Piji, 2001:85):
1. Pasar efisien bentuk lemah (weakform)
Adalah suatu pasar modal
dimana harga saham sekarang merefleksikan semua informasi historis (seperti
harga dan volume perdagangan dimasa lalu). Lebih lanjut informasi masa lalu
dihubungkan dengan harga saham untuk membantu menentukan harga saham sekarang.
Oleh karena itu, informasi historis tersebut tidak bisa langsung digunakan
untuk memprediksi perubahan dimasa yang akan datang karena sudah tercermin pada
harga saham saat ini. Berbagai kecenderungan harga dapat ditemukan oleh
analisis kecenderungan informasi masa lalu. Jadi, pasar modal efisien bentuk
lama, harga saham mengikuti kecenderungan tersebut.
2. Pasar
efisien bentuk setengah kuat (semi
strong)
Pasar efisien bentuk setengah kuat adalah
pasar dimana harga saham pada pasar modal menggambarkan semua informasi yang
dipublikasikan (seperti earning, deviden,
pengumuman stock split, penerbitan saham baru dan kesulitan keuangan yang
dialami perusahaan) sampai ke masyarakat keuangan. Tujuannya adalah untuk
meminimalkan ketidaktahuan mengenai operasi perusahaan dan dimaksudkan untuk
menjelaskan dan menggambarkan kebenaran nilai dari suatu efek yang telah
dikeluarkan oleh suatu institusi. Jadi semua informasi yang relevan
dipublikasikan menggambarkan harga saham yang relevan. Jadi dapat disimpulkan
dalam pasar efisien bentuk setengah kuat ini investor tidak dapat berharap akan
mendapatkan abnormal return jika
strategi yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang telah
dipublikasikan.
3. Pasar
efisien bentuk kuat (strong form)
Pasar modal yang efisien dalam
bentuk kuat merupakan tingkat efisien pasar yang tertinggi (konsep pasar yang
tertinggi). Konsep pasar efisien bentuk kuat mengandung arti bahwa semua
informasi direfleksikan dalam harga saham baik informasi yang dipublikasikan
maupun informasi yang tidak dipublikasikan (private
information), sehingga dalam pasar bentuk ini tidak akan ada seorang
investorpun yang bisa memperoleh abnormal
return. Private Information adalah informasi yang hanya diketahui oleh
orang dalam dan bersifat rahasia karena alasan strategi.
2.2.3 Pemecahan saham (stock split)
Menurut Agus Sartono (1996; 391-392), stock split adalah pemecahan nilai
nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah
lembar saham yang beredar akan meningkat proporsional dengan penurunan nilai
nominal saham.
Dengan adanya pemecahan saham
maka nilai pari atau nilai yang ditetapkan menjadi berubah tetap dilain pihak
jumlah lembar saham yang beredar bertambah pula. Oleh karena itu jumlah nilai
pari atau nilai yang ditetapkan secara keseluruhan tidak mengalami perubahan.
Haryono Yusuf (2001;346)
mengemukakan bahwa salah satu alasan perseroan melakukan stock split adalah untuk menurunkan harga pasar saham-sahamnya.
Hal ini terjadi apabila perseroan tidak menghendaki harga pasar yang terlalu
tinggi, sebab hal ini dapat mengurangi minat para investor terhadap saham yang
dikeluarkan perseroan yang bersangkutan.
Stock split yang
dilakukan oleh perusahaan emiten dapat berupa stock split atas dasar satu jadi dua (two for one stock) dimana setiap pemegang saham akan menerima dua
lembar saham untuk setiap lembar saham yang dipegang sebelumnya, nilai nominal
saham baru adalah setengah dari nilai nominal saham sebelumnya. Begitu juga
jika dilakukan stock split atas dasar
satu jadi tiga (three for one stock), pemegang
saham akan menerima tiga lembar saham untuk setiap satu lembar saham yang
dimiliki sebelumnya, nilai nominal saham baru adalah sepertiga dari nilai
nominal saham sebelumnya.
Pada dasarnya ada dua jenis stock split yang dapat dilakukan
(Ewijaya, Nur Indrianto, 1999), yaitu :
1. Split up
(pemecahan saham naik)
Adalah penurunan naik nominal per lembar
saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar yang beredar. Misalnya
pemecahan saham dengan faktor pemecahan 3:1. Pada awalnya nilai nominal per
lembar saham sebelum melakukan stock split sebesar seribu lima ratus rupiah,
maka setelah dilakukan split up dengan perbandingan 3:1, nilai nominal per
lembar saham yang banx adalah lima ratus rupiah, sehingga awalnya satu lembar
menjadi tiga lembar.
2. Split down (pemecahan saham turun)
Adalah peningkatan nilai
nominal per lembar saham yang mengakibatkan berkurangnya jumlah lembar saham
yang beredar. Misalnya split down dengan faktor pemecahan 1:3 yang merupakan
kebalikan dari split up. Awalnya nilai nominal per lembar saham seribu rupiah,
kemudian dilakukan split down dengan
perbandingan 1:3, maka nilai nominal per lembar saham baru adalah tiga ribu
rupiah dan jumlah lembar saham yang pada awalnya tiga lembar saham menjadi satu
lembar saham.
Reaksi pasar terhadap stock split
dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang. Ada sebagai peneliti yang mengukur
reaksi pasar stock split berdasarkan Likuiditas saham, beta saham dan harga
saham (Wildhan, 2003). Sedangkan dalam penelitian ini mengambil empat reaksi
pasar, yaitu :
1. Pengaruh stok split pada Likuiditas
Salah satu faktor yang menentukan nilai
saham suatu perusahaan adalah tingkat Likuiditas saham tersebut. Dalam
manajemen keuangan, Likuiditas suatu aset menunjukkan seberapa cepat aset
tersebut dapat dikonversi menjadi uang tunai (kas). Semakin cepat aset tersebut
berubah menjadi kas, maka semakin tinggi likuiditasnya.
Begitu pula halnya saham yang juga
merupakan aset bagi para pemegangnya. Saham yang sudah diperdagangkan dalam
waktu yang relatif singkat akan dimintai oleh banyak investor. Agar mudah
diperjualbelikan. Saham-saham tersebut harus mempunyai daya tarik tersendiri.
Misalnya harga saham yang murah dan biaya komisi untuk transaksi jual beli yang
relatif kecil.
2. Pengaruh pemecahan saham pada harga saham
Harga saham yang dimaksud adalah harga
pasarnya. Harga pasar saham lebih sering dipakai dalam berbagai penelitian
pasar modal, karena harga pasar saham yang paling dipentingkan oleh investor.
Harga pasar saham mencerminkan nilai suatu perusahaan tersebut dan sebaliknya.
Oleh karena itu setiap perusahaan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan
harga pasar sahamnya. Harga saham yang terlalu rendah sering diartikan bahwa
kinerja perusahaan kurang baik. Namun bila harga saham terlalu tinggi juga
menimbulkan dampak yang kurang baik. Harga saham yang terlalu tinggi akan
mengurangi kemampuan investor untuk membelinya, sehingga menyebabkan harga
saham tersebut sulit untuk meningkatkan lagi. L7ntuk mengantisipasi hal
tersebut, banyak perusahaan melakukan stock split. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan daya beli investor dan meningkatkan harga saham tersebut. Berbagai
penelitian empiris telah dilakukan untuk menguji kebenaran bahwa stock split
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Para peneliti tersebut
memperoleh kesimpulan yang sama bahwa sebenarnya stock split tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap harga saham. Perubahan saham yang terjadi di sekitar
periode stock split semata-mata hanya dipengaruhi oleh ekspektasi para investor
terhadap deviden yang telah dibagikan.
Para emiten mempunyai pendapat bahwa stock split memiliki berbagai macam
manfaat, diantaranya :
1. Harga yang lebih rendah setelah stock split akan meningkatkan daya tarik
investor untuk membeli sejumlah saham yang lebih besar.
2. Meningkatkan daya tarik investor kecil untuk
melakukan investasi
3. Meningkatkan jumlah pemegang saham sehingga
pasar akan menjadi likuid
4. Sinyal yang positif bagi pasar bahwa kinerja
manajemen perusahaan bagus dan memiliki prospek yang bagus.
3. Pengaruh Return
Saham Terhadap Keputusan Pemecahan Saham
Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (1996 : 300), return saham disebut juga sebagai
pendapatan saham dan merupakan perubahan nilai harga saham periode t dengan
t-1. Dan berarti bahwa semakin
tinggi perubahan harga saham maka semakin tinggi return saham yang dihasilkan.
Fatma et. al (1969) dalam Ewijaya dan Nur Indriantoro (1999 :
54) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa harga saham meningkat pada
periode menjelang pemecahan saham dilakukan. Ini berarti terjadi perolehan atau
return saham yang besar pada periode
sebelum pemecahan saham dilakukan. Hal tersebut akan memberikan ketertarikan
bagi investor untuk melakukan investasi.
Pemecahan saham
biasanya dilakukan setelah harga saham mengalami kenaikan atau perubahan harga
saham yang tinggi (Ewijaya dan Nur Indriantoro, 1999). Hal tersebut dapat
dikatakan pula perusahaan yang melakukan pemecahan saham mengalami perolehan return saham yang besar sebelum
pemecahan saham dilakukan. Dengan melihat kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan return yang tinggi maka
investor akan berminat untuk menanamkan modal atau membeli saham perusahaan tersebut
dan akan mendorong dan mempengaruhi perusahaan untuk melakukan pemecahan saham.
Signaling theory menyatakan bahwa pemecahan saham memberikan
informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substantial (Marwata, 2001 ; 753). Dengan
memandang bahwa perusahaan akan memberikan return
(tingkat pengembalian) yang tinggi, akan memberikan daya tarik investor
untuk berinvestasi dan akan mendorong perusahaan untuk melakukan pemecahan
saham.
Dari uraian
diatas berarti bahwa return saham
merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong investor untuk berinvestasi
dan menjadi faktor yang memotivasi perusahaan untuk melakukan pemecahan saham.
Jadi dapat disimpulkan bahwa return saham dapat mempengaruhi keputusan
pemecahan saham yaitu semakin tinggi return
saham yang diperoleh perusahaan maka semakin tinggi pula keputusan
perusahaan untuk melakukan pemecahan saham.
4. Pengaruh Kinerja Keuangan 'I'erhadap Keputusan Pemecahan Saham
Bar
- Yosep dan Brown (1977) dan Asquith at. A1 (1989) dalam Marwata (2001 : 753) Menemukan adanya reaksi positif atas
pengumuman pemecahan saham. Ewijaya dan Indriantoro (1999) menyatakan bahwa
reaksi pasar tersebut sebenarnya bukan karena respon terhadap tindakan
pemecahan saham itu sendiri, namun terhadap prospek perusahaan yang disinyalkan
oleh pemecahan saham tersebut. Sinyal yang ditunjukkan dalam pemecahan saham
tersebut adalah bahwa perusahaan yang melakukan pemecahan saham merupakan
perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik.
Copeland (1979 : 116) dalam Marwata (2001)
menyatakan bahwa salah satu gambaran yang menunjukkan prospek bagus adalah
kinerja keuangan yang bagus. Perusahaan yang melakukan pemecahan saham
memerlukan biaya, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus
saja yang mampu melakukannya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan mempunyai pengaruh terhadap keputusan
pemecahan saham yaitu investor akan lebih cenderung tertarik pada perusahaan
yang memiliki kinerja keuangan yang bagus untuk berinvestasi, dan hal tersebut
akan mempengaruhi perusahaan untuk melakukan pemecahan saham.
2.2.4 Signaling
Theory
Menurut teori ini kegiatan pemecahan saham
memberikan informasi kepada investor tentang prospek return masa depan yang substansial. Pengumuman stock split dianggap
sebagai sinyal yang diberikan oleh pihak manajemen kepada publik bahwa
perusahaan memiliki prospek bagus di masa depan.
Beberapa pendapat yang berkaitan
dengan signaling theory telah
dikemukakan oleh peneliti-peneliti sebagai berikut :
1. Marwata (2001) menyatakan bahwa return yang meningkat tersebut dapat
diprediksi dan memberikan sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang,
dan analis yang menangkap sinyal tersebut dan menggunakannya untuk memprediksi
peningkatan earning jangka panjang.
2. Marwata
(2001) menyatakan bahwa salah satu gambaran yang menunjukkan prospek bagus
adalah kinerja keuangan yang bagus, perusahaan melakukan stock split memerlukan biaya, oleh karena itu hanya perusahaan yang
mempunyai prospek bagus saja yang mampu melakukan stock split.
3. Menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan stock split mengalami peningkatan laba
yang signifikan untuk empat tahun sebelum stock
split dilakukan, peningkatan terbesar terjadi pada tahun pertama sebelum stock split dilakukan (Marwata, 2001)
Stock split merupakan upaya untuk menarik perhatian investor,
dengan memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki kondisi yang bagus. Pasar
akan merespon sinyal secara positif jika pemberian sinyal kredibel. Oleh karena
itu perusahaan harus menunjukkan kredibilitasnya. Salah satu caranya adalah
dengan menunjukkan kinerja keuangan yang bagus.
2.2.5 Trading
Range Theory
Menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh praktisi pasar
yang konsisten dengan anggapan bahwa melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal, dimana
saham dipecah karena batas harga optimal untuk saham dan untuk meningkatkan
daya beli investor sehingga tetap banyak orang yang ingin memperjualbelikan
yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham.
Beberapa pendapat yang
mendukung teori ini telah dikemukakan oleh peneliti, sebagai berikut :
Merupakan hasil dari survei
yang telah dilakukan yaitu manajer cenderung menyebut alasan likuiditas sebagai
motivasi dari stock split (Marwata, 2001). Marwata (2001) menyatakan bahwa
stock split merupakan upaya manajemen untuk menata kembali harga saham pada
rentang tertentu, diharapkan semakin banyak partisipasi pasar akan terlibat
dalam perdagangan.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa
menurut teori ini, perusahaan melakukan stock split karena memandang harga
sahamnya terlalu tinggi. Dengan kata lain,
harga saham yang terlalu tinggi merupakan pendorong bagi perusahaan
untuk melakukan stock split.
2.2.6 Earning Per Share (Laba Per Lembar
Saham)
Earning Per Share (EPS) merupakan komponen penting pertama yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan
menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua
pemegang saham perusahaan. EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar
keuntungan (return) yang diperoleh
investor atau pemegang saham per lembar saham (Tjiptono dan Hendry, 2001 :
139).
Pada umumnya manajemen perusahaan,
pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik pada Earning Per Share (EPS), karena hal ini
menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa dan
menggambarkan prospek earning perusahaan.
di masa depan.
Para calon pemegang saham
tertarik dengan earning per share yang
besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu
perusahaan (Lukman Syamsudin, 1992 : 66). Secara singkat dapat peneliti
simpulkan bahwa semakin tinggi nilai EPS tentu saja akan menyenangkan pemegang
saham, karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham.
Besarnya Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan. bisa diketahui dari
informasi laporan keuangan perusahaan langsung atau dapat dihitung berdasarkan
laporan neraca dan laporan rugi laba perusahaan. Rumus untuk menghitung EPS
suatu perusahaan. adalah sebagai berikut :
EPS = …………………… (1)
2.2.7 Price to Earning Ratio (rasio harga
terhadap laba bersih)
Price Earning Ratio
(PER) merupakan komponen kedua setelah EPS yang harus diperhatikan dalam analisis
perusahaan. Menurut Eduardus Tandelilin (2001 : 243), informasi PER
mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh
satu rupiah earning perusahaan. Dengan kata lain, PER menunjukkan besarnya
harga setiap satu rupiah earning perusahaan.
Disamping itu PER juga merupakan ukuran harga relatif dari sebuah saham
perusahaan.
Menurut Hendry dan Tjiptono (2001:140),
PER menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. PER dihitung dengan satuan kali. Misalnya jika suatu saham
memiliki PER sebesar sepuluh kali, berarti pasar menghargai sepuluh kali atas
kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Bagi pemodal, semakin kecil PER suatu
saham semakin bagus karena saham tersebut termasuk murah.
Oleh karena itu PER sangat efektif untuk
mengukur kemahalan harga saham. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur
kemahalan harga saham dengan cara membandingkan antara rata-rata PER perusahaan
yang melakukan stock split dengan
rata-rata PER perusahaan yang tidak melakukan stock split. Apabila rata-rata PER perusahaan yang melakukan stock split lebih tinggi dari rata-rata
PER perusahaan yang tidak melakukan stock
split, maka hal itu berarti harga saham perusahaan yang melakukan stock split lebih mahal dari pada harga
saham perusahaan yang tidak melakukan stock
split.
Price to Earning
Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
PER = ……………………….….. (2)
2.2.8 Price to Book Value (Rasio harga
terhadap nilai buku)
Price to Book Value
(PBP9 adalah rasio yang menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai
buku saham suatu perusahaan (Tjiptono dan Hendry, 2001: 141). Semakin tinggi rasio ini berarti pasar percaya
akan prospek perusahaan tersebut .
Dalam ini, peneliti juga akan membandingkan
antara rata-rata PBV perusahaan yang melakukan stock split dengan rata-rata PBV perusahaan yang tidak melakukan stock split. Apabila rata-rata PBV
perusahaan yang melakukan stock split lebih
tinggi dari pada rata-rata PBV perusahaan yang tidak melakukan stock split maka harga saham tersebut
dapat dikatakan overprice, begitu
pula sebaliknya.
Price to Book Value dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
PBV = .......................................... (3)
Dimana nilai buku per lembar saham menunjukkan aktiva
bersih (net asset) yang dimiliki oleh
pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham (Jogiyanto, 1996 : 63). Adanya
asumsi aktiva bersih sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku
per lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar,
sehingga nilai buku per lembar saham dapat dirumuskan sebagai berikut :
Nilai buku per
lembar saham = …........ (4)
2.2.9
Return On Investment (ROI)
Analisa ROI adalah analisa laporan
keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa
keuangan yang bersifat menyeluruh (komprehensif). Analisa ROI merupakan tekruk
analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur
efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROI sendiri adalah salah satu
bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan
untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian
rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasinya perusahaan
(net operation income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk
menghasilkan keuntungan operasi tersebut.
ROI dapat
diperoleh dengan menggunakan rumus :
ROI = ...................................................................... (5)
2.2.10. Return
Saham
Return saham biasanya disebut pendapatan saham dan
didefinisikan sebagai perubahan nilai antara periode t - 1 dengan periode t
ditambah dengan pendapatan-pendapatan lain yang terjadi sebelum periode t
tersebut (Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim, 1996). Investor atau calon investor akan tertarik pada
tingkat keuntungan (return) yang
diharapkan untuk masa-masa mendatang. Investor saham akan memperoleh tingkat
keuntungan dari deviden yang dibagikan, ditambah perbedaan nilai perusahaan
pada waktu pertama kali investasi yang meningkat berkaitan dengan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan tingkat keuntungan tersebut. Tingkat keuntungan
masa lalu bisa dipakai untuk menilai kemampuan perusahaan sekaligus
memproyeksikan kemampuan perusahaan pada masa mendatang. Untuk mengukur
pendapatan saham selama satu tahun (periode) digunakan persamaan sebagai
berikut :
R =
Keterangan
R = Hasil
pengembalian aktual (yang diharapkan) saat t menunjuk periode waktu tertentu di
masa lalu (yang akan datang)
Pt = Harga
saham pada saat t
Pt-1 = Harga
saham pada waktu (t-1)
Return di masa
lalu dapat digunakan untuk memprediksi return di masa depan, baik jangka
panjang maupun jangka pendek. Pengujian jangka pendek biasanya dilakukan untuk
mengetahui apakah return pada masa sebelumnya dapat digunakan untuk memprediksi
return hari ini. Prediksi jangka panjang dapat diprediksi dengan menggunakan
data yang berhubungan dengan tingkat return pasar dan struktur tingkat suku
bunga. Investor perlu melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap saham-saham
yang akan dipilihnya, untuk selanjutnya menentukan apakah saham tersebut akan
memberikan tingkat return yang sesuai dengan tingkat return yang diharapkan
(IBM Santika dan Djayani Nurdin, 2003).
Pengukuran
return juga harus dipertimbangkan adanya pendapatan-pendapatan lain seperti
deviden yang terjadi selama periode t tersebut (Mamduh M. Hanafi dan Abdul
Halim, 1996:300). Misalkan kita membeli saham pada tahun ini dengan harga Rp
1.000,- kemudian tahun depan harga saham tersebut naik menjadi Rp 1.200,-.
Selama tahun tersebut perusahaan membagi deviden sebesar Rp 50,- Dengan data tersebut,
return dapat dihitung sebagai berikut :
Return =
= 25%
Investasi saham
tersebut menghasilkan return saham sebesar 25%.
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengukur pendapatan saham (return saham) digunakan persamaan sebagai
berikut :
R =
Keterangan
R = Hasil
pengembalian aktual (yang diharapkan) saat t menunjuk periode waktu tertentu di
masa lalu (yang akan datang)
Pt = Harga
saham pada saat t
Pt-1 = Harga
saham pada waktu (t-1)
D = Deviden
yang dibagi selama periode t
2.2.11 Trading
Volume Activity (TVA)
Likuiditas saham diukur dengan menggunakan Proxi Trading
Volume Activity (TVA). Trading
volume Activity yang digunakan adalah rata-rata TVA lima hari sebelum dan
sesudah melakukan pemecahan saham. Untuk menentukan TVA digunakan rumus :
TVA =
2.3 Kerangka
Pemikiran
Kerangka Pemikiran dari penelitian ini
adalah, sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Pada gambar kerangka pemikiran di atas dijelaskan bahwa ada / terdapat 2 jenis
perusahaan manufaktur yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini, yaitu
perusahaan pemecah saham dan perusahaan non pemecah saham. Perusahaan pemecah
saham kemudian dibagi lagi menjadi 2, yaitu : Signaling Theory & Trading
Range Theory. Signaling Theory memberikan sinyal (petunjuk) tentang kinerja
keuangan yang pengukurannya menggunakan ROI dan EPS dan return saham yang
pengukurannya dengan R sedangkan Trading Range Theory memberikan gambaran
tentang harga saham yang pengukurannya menggunakan PER dan PBV. Dan likuiditas
saham yang pengukurannya menggunakan TVA. Kemudian perusahaan non pemecah saham
dimana juga membawahi 4 variabel penelitian seperti yang terdapat pada
perusahaan pemecah saham, yaitu kinerja keuangan (ROI dan EPS), Return Saham (R
), harga saham (PER dan PBV), dan likuiditas saham (TVA). Analisa kedua jenis
perusahaan di atas dilakukan dengan uji beda untuk memperoleh kesimpulan
tindakan.
2.4 Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan beberapa landasan teori
tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 = Terdapat
perbedaan kinerja keuangan perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan
yang tidak melakukan stock split pada perusahaan manufaktur yang go public di
Bursa Efek Jakarta yang diukur dengan ROI dan EPS.
H2 = Terdapat
perbedaan tingkat kemahalan harga saham perusahaan yang melakukan stock split
dan perusahaan yang tidak melakukan stock split pada perusahaan manufaktur yang
go public di Bursa Efek Jakarta yang diukur dengan PER dan PBV.
H3 = Terdapat
perbedaan Return saham perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan
yang tidak melakukan stock split pada perusahaan manufaktur yang go public di
Bursa Efek Jakarta yang diukur dengan R.
H4 = Terdapat
perbedaan likuiditas saham perusahaan yang melakukan stock split dan perusahaan
yang tidak melakukan stock split pada perusahaan manufaktur yang go public di
Bursa Efek Jakarta yang diukur dengan TVA.