Powered By Blogger

Rabu, 20 Februari 2013

Pengertian Loan To Deposit Ratio (LDR)


Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan (2005 : 116) menyatakan bahwa loan to deposit ratio adalah ratio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank.  
Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
                        Jumlah kredit yang diberikan
      LDR  =                                                                                     x 100 %
                    Total dana pihak ketiga +  KLBI  +  Modal inti

      Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993 termasuk dalam pengertian dana yang terima bank, sebagai berikut :
1.    KLBI (kredit likuiditas Bank Indonesia (jika ada)
2.    Giro deposito dan tabungan masyarakat
3.    Pinjaman bukan dari Bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, tidak termasuk pinjaman subordinasi
4.    Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan.
5.    Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan.
6.    Modal Pinjaman
7.    Modal inti.
      Loan to deposit ratio tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnyan yang telah digunakan bank untuk memberikan kredit,
      Semakin tinggi ratio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan umtuk membiayai kredit menjadi semakin besar.
      Dalam tata cara penilaian kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan sebagai berikut :
1.    Untuk ratio LDR sebesar 110% atau lebih diberi kredit 0 artinya likuidat bank tersebut dinilai tidak sehat.
2.    Untuk ratio LDR di bawah 110% diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas tersebut dinilai sehat.
      Rasio ini merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagaian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari loan to deposit ratio suatu bank adalah sekitar 85% dan 100%.

Pentingnya Dalam Penetapan Harga Pokok Produksi


     Usaha pengembangan perusahaan dan untuk menjamin kontinutas perusahaan, maka perlu adanya sejumlah keuntungan diharapkan dapat menunjang kelangsungan hidup perusahaan. Merealisir hal tersebut maka perlu diciptakan antara lain hasil produk pengolahan, penekanan biaya produksi, peningkatan kwalitas, perluasan seluruh distribusi. Tanpa adanya peningkatan perubahan dalam suatu produk perusahaan termasuk dalam hal ini kebijaksanaan peningkatan kualitas produksi, maka akibatnya perusahaan akan mengalami dan menghadapi tantangan atau persaingan yang semakin  tajam utamanya dalam hal pencapaian tujuan perusahaan.
      Disadari bahwa dalam usaha pengembangan mutu produksi, pada tahap tersebut mungkin terjadi penyimpangan yang tidak sesuai dengan rencana semula maka hal ini mungkin disebabkan oleh adanya keterbatasan tenaga manusia didalam proses produksi, keadaan/ kerusakan peralatan yang digunakan atau mungkin disebabkan faktor-faktor lain.
      Menjamin agar kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan standar, maka perlu ada bahagian tersendiri yaitu bahagian pengawasan mutu, karena tanpa adanya pengawasan mutu, maka besar kemungkinan hasil akhir tidak sesuai dengan sasaran semula (standar).
      Terperinci menurut Sofyan Assauri (2002 : 167) tentang pengawasan mutu bahwa :
1.  Agar hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang  telah ditetapkan.
2.  Mengusahakan agar biaya inspection dapat menjadi serendah mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dalam produk dan proses dengan  menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin pada perusahaan.
4.   Mengusahakan agar biaya  produksi menjadi  serendah    mungkin.
      Berikut ini dalam pengendalian kualitas mempunyai 3 (tiga) tahap pelaksanaan dalam proses produksi barang dan jasa, yaitu :
1. Pengendalian bahan mentah
2. Pengendalian selama proses produksi
3. Pengendalian hasil produksi akhir.
      Berdasarkan ketiga tahap pengendalian ini juga di gambarkan Elwood S. Buffa, (1998: 643), membagi 4 (empat) dari pengendalian kualitas, yaitu :
1.  Kebijaksanaan dalam determinasi level kulitas untuk memasarkan produk.
2. Dengan penggunaan tehnologi berproduksi, sehingga level kualitas  menjadi prioritas utama pada target pemasaran.
3. Produksi masih memerlukan pengawasan tentang penggunaan bahan baku harus secara produktive.
4.  Penggunaan beberapa instalasi yang dapat meningkatkan produk secara final kualitas harus secara efisien dan efektive.
      Berdasarkan keempat tingkatan ini dapat dijelaskan hubungan kerjasama secara bersama-sama dapat dilihat dari keempat hal tersebut di atas, dengan beberapa hubungannya. Sesuai dengan penjelasana di atas, menunjukkan empat tahap dalam pengendalian mutu melalui perencanaan, produksi dan distribusi. Hal yang dijelaskan oleh Buffa ini adalah pengendalian mutu secara keseluruhan dalam perusahaan.
      Tahap pertama, menunjukkan pimpinan perusahaan yang seharusnya mengadakan kebijaksanaan mutu terlebih dahulu dalam hubungannya dengan tinjauan pasar, biaya investasi retularen on invesmen (pengambilan investasi) yang potensial serta faktor-faktor saingan.  Tahap kedua, diadakan penentuan mutu yang akan dapat diproduksikan ditentukan oleh designer. Disini tentu dipertimbangkan mengenai bahan baku, cara memprosessing dan jasa-jasa yang diproduksikan.
      Pada tahap ketiga, barulah diadakan pengendalian mutu dalam proses produksi yaitu ada tiga, sebagai berikut :
1. Pemeriksaan pengendalian mutu dan bahan baku
2. Pemeriksaan dan pengendalian mutu bahan baku
3. Pemeriksaan dalam pengujian produk yang dihasilkan.
      Perusahaan yang melaksanakan pengendalian produksi untuk mengarah pada sfesifikasi yang akan ditentukan oleh mutu produk, maka diperlukan suatu ketelitian dalam quality control dan pemeriksaan yang lebih cermat.
      Perlu juga diketahui bahwa dalam usaha bagaimana untuk menghasilkan produk, tentu memerlukan sejumlah tenaga kerja. Demikian pula halnya dalam usaha produksi quality control yang dikhususkan. Analisis pengendalian mutu produk memerlukan tenaga kerja quafied untuk ditempatkan dalam gudang supaya terjamin dari kontinuitas perusahaan mengenai mutu produk.
      Melaksanakan usaha pengendalian dalam produksi khususnya pada alat tulis menulis merupakan sumber pembahasan, sehingga proses kegiatan dari berbagai produksi yang dirubah dalam bentuknya oleh perusahaan yang menggunakan dalam bentuk barang/ jasa atau produksi di mana beberapa barang dan jasa yang disebabkan hasil yang diinginkan perusahaan dapat terjamin dari kontinutas.
      Setiap pimpinan memiliki manajemen tersendiri, sehingga kepemimpinan pada bawahannya terarah dan efisiensi. Artinya walaupun faktor-faktor tertentu harus dimilik, tapi manajemen penting untuk dimiliki. Oleh karena itu faktor produksi terdapat kesenjangan produktivitas yang dihasilkan oleh para pelaksana antara produktivitas sekarang dengan produktivitas yang lalu. Pada kenyataannya produksi yang dikaitkan dengan pengendalian  memang agak sulit dipisahkan, antara satu dengan yang lainnya.
      Pemeriksaan dikaitkan dengan produksi berarti harus menggunakan tenaga kerja yang pernah mengadakan pelatihan, atau minimal mempunyai pengalaman kerja pada perusahaan lain.
      Akhirnya dapat disimpulkan bahwa hanya ada 3 (tiga) tahap pelaksanaan quality control dalam proses yaitu :
1. Sebelum produksi dimulai
2. Sebelum proses dimulai
3. Sesudah produksi dilaksanakan
      Adapun peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pengawasan produksi untuk menjamin mutu produk menurut Hoffman, (1999: 209),  adalah :
       "1. Panca indra, misalnya mengetahui bahan baku yang baik, dapat dilihat dengan mata.                   
        2. Mempergunakan alat, diukur dengan membandingkan produksi yang lain dengan kapasitas yang sama dan bahan baku.
        3. Menggunakan  metode penetapan Harga Pokok Produksi, yang lazim  disebut  perhitungan seluruh biaya-biaya yang dipergunakan.                       

Pengertian Vulkanisir Ban


      Vulkanisir ban mobil adalah suatu proses perbaikan (daur ulang) ban yang sudah aus terpakai menjadi baru dengan cara memberi telapak/tread pada permukaan ban (crown) tanpa merubah bentuk ataupun merk pada ban dasar dengan jaminan kekuatan/daya tahan tingkat keausan 90% jika dibandingkan dengan ban original dengan hrga yang relatif murah.
      Dengan demikian, vulkanisir ban merupakan usaha/ bisniss perusahaan jasa yang membutuhkan tenaga kerja yang sudah trampil dan terdidik, karena dalam proses produksi  menggunakan alat berupa mesin semi otomatis yang operasinya harus mengutamakan keselamatan kerja, kebersihan bahan, alat, mesin dan mengikuti prosedur yang tetah ditetapkan dalam proses produksi. 
      Ban mobil sebagai fenomena, karena ban harus mampu memuat dan meredam goncangan dalam kecepatan tinggi, menurut ketentuan perusahaan (1998: 3)  menyatakan bahwa ban harus mampu menampung dan menahan angin tinggi berikut juga temparatur yang berbeda-beda juga harus bia memberikan menyamanan dan ketentuan kendaraan muatannya di samping memikul beban dalam perjalanan jarak jauh.
      Adapun proses produksi vulkanisir ban, sebagai     berikut :
  1. Inspection final (Erick dan Joni) 
a. Memeriksa  ban yang  masuk apakah  layak  untuk  divulaknisir dan memberi tanda pada ban :      
Ok  : Jika ban  siap  diproduksi/ tidak  mempunyai cacad pada fisik.
Rac : Jika  terdapat  cacad  pada ban dan  perlu  diperbaiki (direpair).
b. Menyiapkan order perbaikan
c. Ban  yang  tidak  selesai  di vulkanisir  diperiksa ulang apakah layak untuk  dijual yang  kemudian  diserahkan ke bagian gudang.
2. Buffing ( Eko  Wahyudi dan  Hasrum  Adam ), menyatakan bahwa :
-  Ban yang telah di inspection dan layak untuk  divulkanisir kemudian di cukur/ di kerok hingga rata  di bagian permukaan ban (crown).
   -  Menentukan dan mencatat tipe dan panjang tread.
   3. Skiving (Villomino dan Rizak)
 Melanjutkan  pekerjaan  di bagian  buffing  yaitu  dengan  membersihkan  
 luka-luka pada permukaan ban.
4. Cemeting (Jefri dan Jayadi)
Membersihkan ban dan memberi perekat sementara
   5. Repair (kerja sama team)
Memeriksa ban, apabila ada luka/ lubang di kikir dan dibersihkan kemudian memberi tempelan yang hidang (pacth) untuk pengembalian kekuatan ban
6. Extruder / Filling (Jaeruddin dan Amir)
      Meratakan p[ermukaan ban yaitu menutup bekas luka dengan karet ex truder.
   7. Potong tread ( Abdullah dan Salim)       
Memotong dan memberi lem pada tread sesuai panjang dan tipe yang ditentukan oleh bagian buffing (lihat order)
   8. Building (Ahmad dan Syarifuddin)
- Ban yang  telah  dipasangi  tread,  dilapisi  dengan plastik dan dimasukkan/ dibungkus dengan emvelope.
-   Memasang rim pada ban.
-   Memasak ban dalam chamber. 

Metode Penetapan Harga Pokok Produksi


   Penentuan harga pokok produksi menurut Sofyan Assauri, Manajemen Produksi (2000 : 17)  dengan penggunaan harga pokok dalam proses produknya diolah melalui beberapa tahap pengolahan. Anggapan yang digunakan dalam contoh, adalah :
1. Tidak terdapat persediaan produk dalam proses pada awal periode.
2. Tidak terdapat produk yang hilang rusak atau cacad dalam proses pengolahan.
3.  Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk.
Perusahaan yang memproduksi satu macam produk melalui dua departemen produksi. Departemen A dan Departemen B. Menurut laporan produksi dari bagian produksi, produk yang dihasilkan tiap-tiap departemen tersebut dalam bulan aktivitas,  menunjukkan produksi yang berbeda.
      Metode penetapan harga pokok produksi setiap perusahaan mempunyai perhitungan tertentu, karena seluruh biaya yang telah dikorbankan turut di perhitungan secara keseluruhan sehingga harga pokok produksi dapat ditetapkan setelah bebertapa elemen pengeluaran, misalnya biaya bahan baku, biaya bahan bakar, gaji buruh, gaji karyawan dan biaya pemasaran serta biaya adminstrasi turut diperhitungkan untuk mengetahui berapa berapa yang selayaknya harga pokok yang harus ditetapkan oleh pihak perusahaan.          
      Proses produksi perusahaan memerlukan waktu yang cukup dan telah diperhitungkan oleh pihak pengelola perusahaan berapa lama dan jangka berapa biaya yang telah dikorbankan pada akhirnya secara keseluruhan biaya dikorbankan ditambah dengan pengorbanan lainnya.  
      Berangjat pada perusahaan dalam usaha pokoknya yaitu memproduksi dan menjual hasil produknya dapat bersaing dengan produk perusahaan lain dengan produk yang sama dan dapat mempertimbangkan berbagai unsur yang terkait dalam pengeluaran. Metode penetapan harga pokok perusahaan sebagai salah satu indikator untuk memperlancar arus penjualan hasil produk perusahaan.
      Perhitungan harga pokok produksi perusahaan dapat meminimalisir pengeluaran agar harga pokok produksi lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya, yang menggunaan dana adakalanya boros (tidak terkendali) pada penentuan harga pokoknya tentu agak tinggi.    

Pengertian Harga dan Harga Pokok Produksi


      Harga merupakan ukuran untuk dapat mengetahui berapa besar  nilai   suatu barang dan jasa. Harga turut menentukan berhasil tidaknya akan laku dipasaran, karena harga merupakan nilai dari suatu barang yang dinyatakan dalam satuan uang. Selain itu juga harga dipakai sebagai patokan atau titik permulaan bagi penentuan harga lainnya atau harga merupakan saran penghubung antara pembeli dan penjual. Artinya harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan suatu produk barang atau jasa. 
      Basu Swastha, Cost Accounting, Planning and Control, (1999 : 147) memberikan definisi tentang harga, yaitu harga adalah merupakan jumlah uang atau barang (ditambah beberapa barang kalau memungkinkan) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.
      Perusahaan menginginkan harga yang lebih tinggi, akan tetapi masyarakat sudah mengetahuiu situasi dan harga, pihak produsen perlu menjamin kualitas produksi, sehingga tidak ada tanggapan lain dari konsumen atau kurang puas.
  
   Harga sebagai suatu standar nilai barang dan jasa, sehingga harga itu sangat penting ditentukan Cuma perlu ditekankan bahwa untuk ingin memiliki suatu barang tersebut seseorang membayar dengan sejumlah uang untuk mengumpulkan barang dan sudah termasuk pelayanan yang diberikan oleh penjual. Bahkan penjual juga mengharapkan keuntungan dari harga yang telah ditentukan tersebut.
      Kemudian Nitisemito, Dasae-Dasar Penganggaran Bagi Eksekutif, (2000 : 11) memberikan batasan mengenai harga yaitu harga adalah suatu barang dan jasa yang diakui dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimilikinya kepada orang lain.
      Harga menunjukkan pula terlaksananya suatu transaksi pembelian yang dapat terjadi, jika pembeli dan penjual telah secara bersama-sama sepakat pada suatu tingkat harga tertentu dari suatu produk yang dijual, sehingga dengan demikian perusahaan PT Maha Petara Gung Sejati Makassar di Kota Makassar dalam hal ini melaksanakan kegiatan untuk pemasarannya tidak terlepas diri dari suatu penentuan harga produk yang akan ditawarkan.
      Perusahaan PT Maha Putera Gung Sejati Kota Makassar dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan obyek penelitian dalam hal perhitungan harga pokok produksi, selalu memperhatikan berbagai pertimbangan seperti harga pada perusahaan lain, daya beli masyarakat, pengawasan dan pengendalian harga oleh pemerintah dan lain  pertimbangan tentang biaya produksinya. 

Pengertian dan Jenis-Jenis Biaya


1. Pengertian Biaya
      Untuk menghasilkan sesuatu apakah itu barang atau jasa maka perlulah dihitung dan diketahui besarnya biaya yang dikeluarkan atau yang perlu dan kemungkinan memperoleh pendapatan yang mungkin diterima. Setiap pengorbanan biaya selalu diharapkan akan mendatangkan hasil yang lebih besar dari pada yang telah dikorbankan tersebut pada masa yang akan datang.
      Dengan demikian, seorang pengusaha hendaknya dapat mengetahui bagaimana besarnya pengorbanan dalam proses produksi pada dasarnya setiap untuk yang merupakan komponen biaya peruhaan. Dalam hal ini, total biaya selalu dapat dihitung dan dapat dibandingkan dengan total penerimaan yang mungkin dapat diperoleh dengan kemungkinan laba yang akan diperoleh.
      Berbicara mengenai masalah biaya merupakan suatu masalah yang cukup luas, oleh karena di dalamnya terlihat dua pihak yang saling berhubungan. Oleh Winardi, ( 2000: 147), menyatakan bahwa bahwa bilamana kita memperhatikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu proses produksi, maka dapat dibagi ke dalam dua sifat, yaitu yang merupakan biaya bagi produsen adalah mendapat bagi pihak yang memberikan faktor produksi yang terbaik pada perusahaan bersangkutan untuk berproduksi berkualitas.
       Demikian halnya bagi konsumen, biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh alat pemuas kebutuhannya atau merupakan pendapatan bagi pihak yang memberikan alat pemuas kebutuhan tersebut. Oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, (1994: Pasal I ayat 1) dikatakan bahwa biaya (cost) adalah jumlah yang diukur dalam satuan uang, yaitu pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk konstan atau  dalam bentuk pemindahan kekayaan pengeluaran modal saham, jasa-jasa yang disertakan atau kewajiban-kewajiban yang ditimbulkannya, dalam hubungannya dengan barang-barang atau jasa-jasa yang diperoleh atau yang akan diperoleh pada masa yang datang, karena mengeluarkan biaya berarti mengharapkan pengembalian lebih banyak.                                                         
      Dari definisi dan pengertian biaya di atas, dapatlah  dikatakan  bahwa  pengertian biaya yang dikemukakan  di atas adalah suatu hal yang masih merupakan pengertian secara luas oleh karena semua yang tergolong dalam pengeluaran secara nyata keseluruhannya termasuk biaya.
      Sejalan dengan definisi dan pengertian di atas, maka D. Hartanto ( 2002 : 89), memberikan alasan tentang biaya (cost) dan ongkos (expense), cost adalah biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat atau service potensial di waktu yang akan datang merupakan aktiva yang dicantumkan dalam neraca. Sebaliknya expense atau expred cost adalah biaya yang telah digunakan untuk menghasilkan prestasi. Jenis-jenis biaya ini tidak dapat memberikan manfaat lagi diwaktu yang akan datang, maka tempatnya adalah pada perkiraan laba rugi.                                                                                                         
2. Jenis-Jenis Biaya
      Sehubungan dengan jnis-jenis biaya tersebut, maka D. Hartanto, (1998: 37) mengelompokkan biaya menurut tujuan perencanaan dan pengawasan, sebagai berikut
       "1) Biaya variabel dan biaya tetap
        2) Biaya yang dapat dikendalikan".     
      Sedangkan menurut Mulyadi, (2000: 57) menetapkan biaya adalah sejumlah pengeluaran yang tidak bisa dihindari  menghubungkan tingkah laku biaya dengan perubahan volume kegiatan sebagai berikut biaya variabel adalah sejumlah biaya yang secara total berfluktuasi  secara langsung  sebanding dengan volume penjualan atau produksi, atau ukuran kegiatan yang lain yang mengarah pada proses produksi.
      Sedangkan biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan biaya  untuk  mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu.
      Dari gambaran umum di atas, maka dapat diketahui  sebagai berikut :
1) Biaya variabel  adalah  sejumlah  biaya yang ikut berubah untuk mengikuti  volume produksi atau penjualan. Misalnya atau  bahan langsung hanya yang ikut dalam proses produk, bahan baku langsung yang dipakai dalam proses produksi biaya tenaga kerja langsung.
2) Biaya tetap adalah sejumlah biaya yang tidak  berubah walaupun ada  perubahan volume produksi atau penjualan. Misalnya gaji bulanan, asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain. Sifat-sifat biaya tersebut sangat penting untuk dikethui seorang manajer dalam perencanaan usaha pengembangan karena dengan demikian akan didapatkan suatu gambaran klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta pengawasan.

Pengertian dan Tujuan Penetapan Harga Pokok Produksi


1. Pengertian Harga Pokok Produksi
      Sebelum proses produksi dimulai, terlebih dahulu harus diketahui berapa besarnya  harga pokok dari  barang yang akan  diproduksikan. Dengan  demikian, dapat pula  diketahui  besarnya  harga  jual  serta  pengendalian biaya produksi.
      Demikian halnya untuk, mengetahui besarnya harga pokok produksi, maka terlebih dahulu harus diketahui jalannya kegiatan-kegiatan atau proses produksi, yang berarti unsur-unsur biaya yang melekat pada produksi tersebut dapat pula diidentifikasikan.
      Untuk mendapatkan gambaran tentang perhitungan harga pokok produksi, penulis memperlihatkan contoh perhitungan sederhana sebagaimana dikemukakan oleh Suharwan, (1999 : 54)  bahwa proses produksi yang memerlukan biaya dalam mengelolahnya, sehingga bias menghasilkan.           
Sedangkan harga pokok produksi  (HPP) untuk jenis perusahaan industri (manufacturing), yang tidak mempunyai barang setengah jadi, dengan membandingkan perhitungan harga pokok penjualan pada perusahaan industri yang memproduksi pada suatu tertentu dan sudah dikenal oleh masyarakat konsumen.
Mengingat pentingnya suatu produksi pada perusahaan industri dengan memperhitungkan yang berdasarkan persediaan bahan baku yang harus diadakan pengendalikan, agar produk tersebut dapat dipertahankan mutu dan kualitas produk terjamin.
Untuk memproduksi barang yang setengah jadi membutuhkan waktu dalam proses produksi, sehingga dalam bahan baku telah diadakan pengendalian terlebih dahulu yang dapat menjamin mutu produk perusahaan agar konsumen yang telah dikenal.
Selanjutnya, perhitungan biaya yang terkait dengan proses produksi tentu diperhitungkan seluruh pengeluaran yaitu mulai pembelian bahan baku, ongkos angkut, tenaga kerja langsung, biaya tenaga tidak langsung dan biaya pemasaran serta biaya administrasi turut diperhitungkan dalam penentuan harga pokok produksi, kemudian untuk dapat ditentukan harga pokok penjualan. Penetapan harga pokok produksi perusahaan dapat menetapkan setelah ditetapkan biaya-biaya dalam proses produksi pada periode tertentu.
2. Tujuan Penetapan Harga Pokok       
      Adapun tujuan penetapan harga pokok sebagaimana dikemukakan Winardi (2002 : 149), mengemukakan bahwa :
     1) Sebagai alat untuk perencanaan         
     2) Sebagai alat untuk pengawasan atau  pengendalian biaya.
     3) Sebagai alat untuk memecahkan persoalan khusus.
      Sedangkan Winardi menyatakan bahwa tujuan penetapan harga pokok adalah :
       1) Sebagai dasar bagi harga pokok penawaran
       2) Sebagai dasar guna menentukan hasil - hasil perusahaan.
       3) Penilaian mengenai harga-harga pasar yangberlaku
       4) Sebagai alat guna  mengontrol efisiensi perusahaan.
      Dengan demikian, apabila  diketahui  harga  pokok  sesuatu  barang yang diproduksikan, maka penentuan harga pokok penjualan dapat pula ditentukan. Demikian  pula dengan diketahuinya harga pokok produksi dalam suatu barang, maka untuk kepentingan  pengendalian efisiensi  dalam  proses produksi dengan mudah dapat dilakukan pengontrolan dan pengawasan.
      Efisiensi  yang dimaksud  tersebut  adalah  penawaran prinsip-prinsip ekonomi dalam perusahaan, yaitu dengan pengorbanan  yang  seminimal akan mencapai hasil yang maksimal mungkin.

Pengertian Produksi


Sebagaimana sifatnya suatu perusahaan bisa bertahan lama untuk mempertahankan kontinuitas produksi dan mutu kwalitas, karena perusahaan memperhatikan selera harga dan kondisi konsumen dimana berada harus disesuaikan.
      Dalam menguraikan pengertian produksi oleh beberapa ahli ekonomi seperti Sofyan Assauri (2000 : 7), menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) barang dan jasa pada suatu perusahaan.
      Sedangkan menurut Martin Kenneth (1998; 3) yang diterjamahkan oleh Mulyadi dalam pengertian produksi menyatakan bahwa produksi itu merupakan prosedur desaing  barang dan jasa senagai output serta sebagai poduk terakhir input emelent.       
      Berdasarkan dari kedua definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi adalah suatu usaha untuk menambah nilai guna suatu barang dan jasa. Jadi barang yang diproduksi mengalami tahapan tersendiri dengan mempunyai kegunaan tertentu sebagai   berikut :
1.    Azas efisiensi maksudnya dengan biaya yang kecil mungkin untuk  mendapatkan hasil tertentu  ataupun dengan pengorbanan tertentu  untuk mendapatkan  hasil yang semaksimal mungkin.
2.    Azas kontinutas, adalah azas yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat  produksi terdapat perbandingan yang serasi.
      Selanjutnya akan dikemukakan arti  kualitas ( mutu ) oleh Sofyan Assauri, (2000; 221) mengemukakan bahwa mutu diartikan sebagai faktor-faktor yang  terdapat dalam suatu  hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang tersebut dibuat. 
      Sesuai dengan pengertian  di atas ada beberapa faktor yang dapat  menghasilkan  barang. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu :
 1.  Faktor produksi tanah
      2.  Faktor produksi modal
      3.  Faktor produksi tenaga kerja      
       Sedangkan Richard (1997; 84), sebagai berikut dalam berproduksi sangat berhati-hati terhadap kwality untuk di pertahankan bagi para konsumen harus konsisten.
      Sesuai dengan definisi tersebut di atas,  menyebutkan bahwa unsur keberhati-hatian dalam mempertahankan hasil produksi, karena hasil produksi inilah yang merupakan pengendalian  mutu untuk berperan serta dalam  bersaing di pasar.  
      Dalam hubungannya dengan pengertian diatas, maka dapat dibagi dalam beberapa tahap yang mempunyai bagian dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai berikut :
a)    Grade yaitu sifat kelakuan, kemiripan, tingkat reabilitas tingkat operasinya dan lain-lain.
b)    Fitenss for use menunjukkan tingkat produk produk yang   mana memberikan kepuasan.
c)    Consistency in characteristic adalah suatu kumpulan spesifikasi  untuk setiap  komponen  dari produk itu.  Bilamana produk terakhir sesuai dengan spesifikasi design atau maka disebut consistency atau quality of conformance (mutu sesuai dengan krakteristiknya).             
      Jadi setiap perusahaan pabrik/pengolahan dengan menetapkan suatu standard. Hal-hal yang perlu dipertimbang kan dalam  pembentukan suatu  standard  dikemukakan oleh Harding (2001 ; 58), menyatakan bahwa :
1) Memenuhi syarat kegunaan yang ditetapkan
2) Memenuhi standard kualitas perusahaan
3) Diproduksi dengan peralatan  yang ada  sekarang. 
      Untuk itulah E.Mansffiel (1999 ; 121), menyatakan bahwa  proses produksi memerlukan kehati-hatian terhadap variasi dari beberapa produksi barang dan jasa yang sama pada perusahaan.
      Selanjutnya menurut R.A. Bilas (1998; 127), adalah sebagai berikut kalau input sabagai salah satu cara proses yang diperhatikan oleh bagian produksi untuk mempertahakna mutu dan kwalitas produksi sesuai dengan permintaan konsu­men, sehingga perusahaan ini tetap produksi, jika tetap memperhatikan selera konsumen.
      Dari  beberapa pengertian produksi yang telah dikemukakan diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa produksi merupakan suatu proses kegiatan dari berbagai faktor produksi yang dirubah bentuknya oleh  perusahaan yang  menggunakan  dalam bentuk barang/jasa atau produksi di mana beberapa barang dan jasa  yang disebabkan  input dirubah menjadi barang dan jasa lain yang  disebut output.
      Pengertian produksi diatas dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan faktor-faktor  produksi sekaligus, maka akan  diperoleh suatu  faedah dalam memenuhi kebutuhan atau pemenuhan  kebutuhan pertanian yang dihasilkan akibat bekerjanya faktor-faktor produksi sekaligus saling terkait dengan satu sama lainnya.
      Paul A. Samuelson (1997; 357), membatasi diri dalam memberikan definisi proses produksi yang menyatakan bahwa produksi ini mempunyai fungsi untuk technical pada relasi diantara faktor-faktor produksi, sehingga out put dari proses produksi harus sepesifikasi produksi, agar barang yang telah diproduksi tetap menjadi pokus perhatian dari relasi.
      Sedangkan Soemitro Djoyohadikusumo, (1999 ; 136), memberikan definisi tentang produksi, berpendapat bahwa produksi pertanian adalah penggunaan unsur-unsur  dengan maksud untuk menciptakan suatu faedah atau untuk memenuhi kebutuhan.
      Pendapat di atas, bahwa dapat  menggambarkan fungsi-fungsi dari produksi adalah merupakan hubungan fisik antara input dan output. Dengan kata lain bahwa faktor produksi yang digunakan sebagai masukan ke dalam proses produksi dan banyaknya hasil yang akan diperoleh. Misalnya dengan menggunakan input yang akan bisa menambah output atau produksi.
      Dalam hubungan antara input dengan output berarti dibicarakan  mengenai masalah pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, sehingga dapat di   ketahui hasil  yang telah  diperoleh dapat memperoleh hasil atau tidak memperoleh  keuntungan ( rugi ) dan perlu kita memperhatikan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu periode tersebut.

Pengertian Profitabilitas


      Mengukur  prestasi  perusahaan, maka  rasio  profitabilitas merupakan 
salah satu alat yang digunakan para manajer untuk mengetahui kondisi dan keaadaan dalam menjalani kegiatan operasional dalam mengetahui perkembangannya.
      Rasio Profitabilitas juga akan memberikan gambaran efesien dan penggunanaan. Mengenai hasil akan memberikan dampak kepada rentabilitas dapat dilihat setelah membandingkan pendapat bersih setelah pajak dan bunga dengan harta.
      Alex S. Nitisemito, Pembelanjaan Perusahaan (1999 : 78) menyatakan bahwa rasio profitabilitas adalah suatu rasio keuangan yang mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan denag jumlah modal tertentu. Selain itu, rasio tersebut dapat memberikan gambaran kontrol perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan.
      D. Hartanto,  Akuntansi Untuk Usahawan (1999 : 23) menyatakan bahwa profitabilitas ialah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba.
      Bambang Riyanto, Dasaar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2004 : 23) menyatakan profitabilitas ialah kemepuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
      Beberapa defenisis tersebut menunjukkan rasio profitabilitas adalah perbandingan laba yang diperoleh dengan jumlah atau laba dengan investasi yang ada, juga dapat dikatakan kemampuan untuk mencapai keuntungan tertentu sebagai akibat dari kebijaksanaan dan keputusan atas pengunaan dana dalam perusahaan sehingga efisiensi dalam perusahaan dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan oprasional.
      Dalam perhitungan rasio profitabilitas ada beberapa cara atau rumus yang dapat dipilih tergantung dari kepentingan penganalisa dalam keuangan tersebut (profit margin on sales, return on total asseetsm return on net worth dan lain sebagainya).
      Erwin Dukat Alat-Alat Analisa Laporan Keuangan (1998 : 3) mengemukakan bahwa jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan alat untuk menganalisa data anatara lain :
1. Net profit margin (sales margin) adalah untuk melihat efesiensi Perusahaan dalam mencapai volume penjualan untuk menghasilkan laba yang diharapakan, sedangkan operating assets turnover untuk melihat lefektivitas perusahaan yang dapat terjamin dan kecepatan operating assests turnover perusahaan.
      Suatu faktor yang mempengaruhi perkembangan perusahaan adalah sampai sejauh mana perusahaan untuk mengelola usahanya agar dapat menghasilkan laba yang semaksimal mungkin, sedangkan laba itu sanagat dipengaruhi sampai sejauhmana perusahaan mencapai tingkat volume penjualan dengan biaya yang sewajarnya, karena tingkat efesiensi dalam perusahaan akan menyebabkan pula semakin tinggi pula pencapaian net profit margin perusahaan
      Adapun rumus net profit tersebut adalah :
                                        Laba bersih setelah pajak
Net profit margin =                                             * 100%
                                          Hasil penjualan neto

Untuk menaikkan net profit margin ada beberapa cara yang dapat ditempuh :
a.    Menaikkan hasil penjualan (net sales) yang lebih besar dari  Kenaikan operating expenses
b.    Mempertahankan net sales dengan menekan operating expenses.
c.    Mengusahakan net sales dengan harapan terjadi penurunan operating expenses yang lebih besar.
2.  Rentabilitas ekonomis (return in total assets) yang  sering  juga  disebut   
     dengan istilah erning power adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan keseluruhan modal perusahaan.
Adapun laba yang dimaksud tersebut adalah laba operasi dan modalah adalah jumlah aktiva.
Syarifuddin Alwi, Alat-Alat Analisa Dalam Pembelanjaan (2002 : 12) salah satu rasio rentabilitas yang dimaksud untuk dapat mengukur kemampuan perusahan dengaa keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan pada operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perisahaan (net operating income) dengan jumlah investasai atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan operasi tersebut (net operating assets)
Dari batas tersebut diberikan suatu rumusan sebagai berikut :
                                             Laba bersih sebelum pajak
Rentabilitas ekonomis =                                                            x  100%
                                            Jumlah modal Perusahaan
Dari rumusan tersebut memperlihatkan bahwa rasio rentabilitas ekonomis adalah hasil perkalian profit margin dengan operating turrnover, dimana keduanya sangat mempengaruhi tingkat rendahnya rasio rentabilitas ekonomis (return on total assets)
3.  Rentabilitas modal sendiri (return on net worth) yang rumusnya sebagai
    berikut :
                                                  Laba bersih sebelum Pajak
Rentabilitas modal sendiri =                                                  x 100%
                                                          Jumlah modal sendiri
Rentabilitas modal sendiri tersebut menyangkut bagaimana kemampuan modal sendiri dengan menghasilkan keuntungan yang dibandingkan adalah bukan keseluruhan modal tetapi khususnya modal sendiri.
Bambang Riyanto Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2004 : 37) menyatakan bahwa rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi para pemilik modal sendiri disatu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut dipihak lain.
Alex S.Nitisemito pembelanjaan Perusahaan (1999 : 60) menyatakan bahwa rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan laba bersih ( setelah dikurangi dengan biaya-biaya untuk pihak lain termasuk pajak perseroan dan bungan tetap) dibandingkan dengan modal sendiri.