Powered By Blogger

Selasa, 19 Februari 2013

Pengertian dan Jenis-Jenis Persediaan


      Pada dasarnya setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatan organisasionalnya perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Di dalam rangka mengadakan persediaan maka dibutuhkan sejumlah dana yang akan digunakan untuk mebiayai persediaan tersebut. Oleh karena barang-barang yang dibutuhkan tidak selamanya dapat diperoleh setiap saat, tetapi melalui proses yang memerlukan tenggang waktu tertentu untuk pengadaannya, maka setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum.
      Adapun pengertian tentang persediaan oleh Sofyan Assauri dalam bukunya Management Production, (1998: 7) menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang atau jasa yang dibutuhkan faktor-faktor produksi.
      Sesuai dengan definisi tersebut di atas, maka setiap hasil produksi mempunyai kegunaan tertentu dan dibutuhkan faktor-faktor produksi yang mendukung kelancaran produksi tersebut.
      Sedangkan menurut Mubyarto, dalam bukunya Metodologi Penelitian, (1999: 62) menyatakan bahwa produksi itu adalah suatu hasil yang diperoleh sebagai akibat pekerjaannya yang dapat mendukung dalam peningkatan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja dan modal.
      Dari pengertian tersebut dijelaskan sebelumnya, maka persediaan dapat diartikan sebagai barang yang diperlukan dalam proses produksi dan yang digunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan atau bahan yang diperoleh atau diperlukan untuk diolah kedalam rangkaian proses produksi dan menjadi barang jadi yang dihasilkan.
      Di samping hal di atas timbul masalah lain yaitu jika perusahaan penyediaan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak lebih dari yang dibutuhkan, tentu perusahaan akan mengeluarkan sejumlah dana untuk penyimpangan dan biaya pemeliharaan persediaan bahan baku. Oleh karena itu perusahaan perlu menetapkan persediaan bahan baku dalam jumlah yang optimal untuk mencapai kuantitas produk dengan biaya seminimal mungkin.
      H.A. Harding dalam bukunya Production Management (2000: 151) menyatakan bahwa persediaan meliputi semua barang dan jasa yang dimiliki oleh perusahaan dan digunakan dalam proses produksi atau memberikan jasanya.
      Sedangkan Assauri dalam bukunya Management Production, (1998: 219) memberikan definisi bahwa persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi atau pun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
      Pengertian persediaan yang tidak dijelaskan sebelumnya, yaitu persediaan dapat diartikan sebagai semua bahan yang dimiliki oleh perusahaan yang menunggu penggunaannya untuk digunakan atau untuk memperlancar kegiatan proses produksi.
      Pengertian persediaan yang dimaksud diklasifikasikan menurut jenis dan posisi bahan baku dalam urutan pekerjaan produk, menurut Sofyan Assauri dalam bukunya Production Management, (1998: 222) bahan baku atau barang-barang yang dapat diklasifikasikan sebagai persediaan dalam urutan proses produksi meliputi :
1. Persediaan bahan baku (Row Material Stock)
2.   Persediaan bagian produk atau parts dibeli (Purchased Parts)
3.  Persediaan bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (Surplus Stock)
4 Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work In Process/Progress Stock)
5 Persediaan barang jadi (Finished Goods Stock)
      Jadi secara umum persediaan dapat diartikan sebagai sejumlah harta kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat berupa sejumlah bahan baku, parts yang disediakan untuk diolah kedalam urutan-urutan rangkaian proses produksi dan jumlah barang yang terdapat dalam masing-masing proses yang masih memerlukan proses pengolahan lebih lanjut pengerjaan dalam kegiatan pengerjaan bahan tersebut atau sejumlah barang jadi disiapkan untuk memenuhi permintaan langganan setiap waktu.
      Maksudnya bahwa dengan adanya persediaan maka akan menjamin kelancaran proses produksi serta kebutuhan konsumen dapat dipenuhi tepat pada waktunya.
      Di samping itu persediaan dapat juga mengurangi tingkat ketergantungan perusahaan terhadap supplier dan konsumen, maksudnya bahwa pabrik dapat  matang yang berkaitan dengan perkembangan atau pemesanan kembali persediaan.
      Adapun pertimbangan-pertimbangan dalam pemesanan kebambaki bahan baku, sebagai berikut :
4     Berapa jumlah bahan yang harus dipesan
5     Berapa besarnya jumlah persediaan pengaman
6     Pada tingkat persediaan berapa harus dilakukan pemesanan ulang
      Chase Aquilano, dalam bukunya System Planning, (2000: 315) ada dua sistem pemesanan, sebagai berikut :  
1.   The Fixed Order Quantity System
Sistem ini pemesanan dilakukan jika tingkat pemesanan telah mencapai suatu batas tertentu dengan ketentuan bahwa persediaan bahan baku cukup untuk diproduksi dan telah diperhitungan order yang telah diterima, dimana perusahaan harus melakukan pemesanan ulang (reorder point). Tingkat persediaan yang dimaksud adalah sisa persediaan yang dapat menempuh kebutuhan produksi atau permintaan selama tenggang waktu pemesanan (lead time) yaitu jangka waktu pemesanan sampai barang diterima.
2.  The Fixed Order Period System
      System pemesanan ini didasarkan pada suatu batas waktu yang telah ditetapkan (menggunakan tenggang waktu) dengan menghitung persediaan yang ada. Jika persediaan jumlahnya yang sangat menipis atau dengan istikah   dibawah  jumlah  tertentu   maka,   dibutuhkan   pemesanan   ulang, sedang jumlah pemesanan setiap kali pesan tidak sama volumenya karena harus disesuaikan dengan jumlah persediaan masih tersisa.

Pengertian Pengendalian Persediaan


      Pengendalian persediaan mengandung beberapa istilah yang perlu diketahui mengenai pengertian persediaan yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya. Selanjutnya akan diuraikan mengenai pengertian sistem, pengendalian dan pengendalian persediaan.
a.   Pengertian Sistem
Berikut ini akan dikutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian sistem menurut H.A. Harding, dalam bukunya Productiin Management, (1999: 26) sistem adalah sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu sama lain yang bersama-sama beraksi menurut pola tertentu terhadap masukan dengan tujuan untuk menghasilkan pola keikhlasan.
b.   Pengertian Pengendalian
Menurut Sofyan Assauri, Management Production, (1998: 159) dalam hal ini pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan dasar pengendalian atas kegiatan yang telah dan sedang dilakukan agar kegiatan dapat disesuailan apa yang diharapkan atau direncanakan.
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu tehnik dan untuk mengatur pemeriksaan, pengawasan dan tindakan pencegahan serta memperhatikan pelaksanaan kegiatan kerja untuk kemudian disesuaikan dengan rencana realisasi pelaksanaan kerja. jadi pengendalian berfungsi untuk mencegah mengurangi kemungkinan timbulnya penyimpangan dari apa yang telah direncanakan.
c.   Pengertian Pengendalian Persediaan
Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimun dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang cepat serta jumlah biaya rendah seperti g diharapkan diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan.
      Pengertian  pengendalian  persediaan  menurut  Sofyan  Asssauri, dalam bukunya,  Manajemen   Produksi, (  1998 : 229  )    menyatakan    bahwa

     “pengawasan persediaan merupakan salah satu kegiatan dan urutan kegiatan-kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dari seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuatu dengan apa yang telah direncanakan terlebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya”.

      Untuk dapat mencapai persediaan yang optimun, harus memenuhi beberapa syarat pengendalian persediaan, syarat-syarat tersedianya persediaan yang optimun menurut Sofyan Assauri. Dalam bukunya Management Production, (1998: 229), sebagai berikut :
     1.   Terdapatnya gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat/barang yang tetap dan identifikasi bahan/barang tertentu.
  2.  Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang yang dapat dipercaya terutama penjaga gudang.
  3.   Suatu  system  pencatatan  dan  pemeriksaan  atas  penerimaan barang.
  4.   Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan/barang.
  5.  Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan dibagikan atau dikeluarkan dari yang tersedia di dalam gudang.
 6. Pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada dalam persediaan secara langsung.
7. Perencanaan untuk menggunakan barang-barang yang lebih dikeluarkan, barang-barang yang telah lama dalam gudang dan barang-barang yang sudah usang dari keunggulan zaman.
4     Pengecekan untuk manajemen dapat efektifitasnya kegiatan rutin.
      Persediaan atau inventory merupakan bagian dan aktiva perusahaan yang membutuhkan investasi yang cukup besar dan merupakan salah satu elemen utama dari modal kerja yang selalu berputar. Oleh karena itu pihak manajemen dituntut untuk mengelola secara wajar mengenai bagian dari aktiva tersebut.
      Persediaan optimun merupakan batas jumlah persediaan yang ekonomis yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Batas persediaan optimun ini kadang-kadang tidak didasarkan pertimbangan efektivitas dan efisiensi kegiatan perusahaan, melainkan atas dasar kemampuan perusahaan terutama kemampuan keuangan serta kemampuan gudang yang dimiliki perusahaan sehingga sering diadakan jumlah yang besar. Keadaan seperti ini tidak ekonomis sehingga merugikan perusahaan karena akan terjadi penumpukan beban dan biaya penyimpanan atas biaya pemeliharaan menjadi besar.
      Untuk mencapai persediaan optimun, hal tertentu tidak terlepas dari besar kecilnya biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan investasi yang ditanamkan dalam persediaan bahan/barang.
      Pada semua situasi ada suatu “tenggang waktu” antara menempatkan pesanan untuk penggantian persediaan dan penerimaan dari pada barang yang masuk ke dalam persediaan. Oleh Sofyan Assauri, dalam bukunya Management Production, (1998: 25) tenggang waktu ini biasanya disebut dengan delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk penggantian, pemenuhan pesanan dari langganan harus dapat dipenuhi persediaan yang ada. Permintaan dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan dengan tepat.
      Maka dengan sendirinya akan ada resiko yang tidak dapat dihindari bahwa persediaan yang ada akan habis sama sekali sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langganan tidak dapat dipenuhi dengan baik. Karena itu tingkat pelayanan ini harus dipertahankan dengan menciptakan suatu safety stock yang akan menampung setiap penyimpanan selama lead time.
      Menurut Sofyan Assauri, dalam bukunya Management Production, (1998: 114) dalam hubungan dengan persediaan pengamanan, yang dimaksud dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out).
      Berdasarkan pengertian persediaan pengaman, maka sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan mentah yang dilakukan oleh CV Sinar Wonomulyo  di Kabupaten Polman Propinsi Sulawesi Barat, maka persediaan pengaman (safety stock) ini perlu diperhatikan oleh karena :
4       Kemungkinan terjadinya kekurangan bahan mentah, karena pemakaian yang lebih besar dari perkiraan semula.
5       Keterlambatan dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan

Metode Pengendalian Persediaan


Biaya-biaya persediaan yang dikeluarkan sehubungan dengan pengadaan persediaan untuk memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan pesanan menurut Chase Aquilano dalam bukunya Management Production, (2000: 314) membagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1.  Holding costs (carrying costs) atau biaya penyimpanan yaitu biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan adanya penyimpanan persediaan. Besarnya biaya ini berubah-ubah adakalanya berubah-ubah disebabkan kegiatan pada perusahaan yang dapat disesuaikan dengan besar kecilnya persediaan yang disimpan.
      Penentuan besarnya biaya ini didasarkan kepada presentase nilai rupiah dari persediaan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya perdagangan (biaya sewa gudang atau biaya penyimpanan), biaya fasilitas pergudangan, biaya pemeliharaan (manitenance), biaya asuransi kerugian atas pencurian, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya penyusutan serta biaya pajak yang dianggap pengeluaran.
2.   Production changer cost (setup costs), yaitu biaya-biaya yang timbul karena terjadinya penambahan, pengurangan fasilitas produksi sebagai akibat persediaan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan produksi dan penjualan pada suatu saat yang termasuk dalam production change costs seperti biaya lembur, biaya pemberhentian, biaya pelatihan/training serta biaya pengangguran. Umumnya biaya-biaya pengadaan persediaan ini sulit ditentukan jumlahnya untuk satu periode produksi sehingga dimasukkan ke dalam setup costs.
3.   Ordering costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya pemesanan bahan baku hingga sampai ke dalam gudang perusahaan. Biaya ini besarnya tergantung pada frekuensi pemesanan, yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya administrasi, biaya pembelian dan pemesanan biaya pengangkutan dan bongkar muat biaya penerimaan serta biaya pemeriksaan.
4.   Shortage costs, yaitu biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari jumlah persediaan yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kebutuhan untuk proses produksi sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Dalam keadaan demikian akan melakukan pemesanan mendadak yang mengandung banyak resiko seperti kerusakan bahan sehingga harus dikirim kembali enggan mengeluarkan biaya tambahan.
      Kebijaksanaan permintaan pengadaan bahan baku material merupakan bagian dari kepentingan beberapa manager dalam suatu perusahaan. Manajemen investasi atau persediaan tidak hanya berhubungan dengan manager pembelian melainkan juga berhubungan dengan manager keuangan
      Manager pembelian cenderung untuk berorientasi pada pembelian dalam jumlah yang besar untuk memperoleh discount atau potongan dari supplier. Begitu pula manager produksi ingin mempertahankan jumlah persediaan yang besar untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sedangkan manager financial, mempertahankan pembelian dalam jumlah yang kecil demi efisiensi penggunaan dana.
      Untuk lebih jelasnya pengertian Economic Order Quantity oleh Sofyan Assauri, dalam bukunya Management Production, (1998: 176) menyatakan bahwa dalam menentukan kebutuhan untuk menghasilkan sejumlah barang jadi yang direncanakan untuk suatu periode tertentu.
      Pengendalian bahan baku merupakan bagian dari pada kepentingan beberapa manager dalam suatu perusahaan. Hal ini penting untuk menjaga agar tidak terjadi kekurangan bahan baku yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena dapat memenuhi para langganan atau konsumen.
      Demikian pada terlalu banyaknya persediaan walaupun hal ini mempunyai kebaikan terhadap kelancaran proses produksi, akan tetapi menimbulkan biaya penyimpanan yang terlalu besar dan dapat menimbulkan kerugian karena kemungkinan kerusakan persediaan yang berlebihan tersebut.
      Aktiva keseluruhan dan kekurangan inilah diperlukan yaitu tersedianya jumlah persediaan yang ekonomis. Hal ini dapat terlaksanan bila dalam melakukan sistem pemesanan yang ekonomis disebut “Economic Order Quantity”, dalam menghitung economic order quantity ini dipertimbangkan 2 (dua) jenis biaya yang bersifat variabel, yaitu :
1.  Biaya pemesanan, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan baku. Biaya ini berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pemesanan. Semakin tinggi frekuensi pemesanan semakin tinggi pula biayanya, sebaliknya biaya ini berbanding terbalik dengan jumlah/kuantitas setiap kali pesanan berarti akan semakin rendah tingkat frekuensi pemesanan.
2. Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan penyimpanan bahan baku yang telah dibeli. Biaya ini berubah-ubah sesuai dengan jumlah bahan baku yang dipesan. Makin besar bahan baku yang dipesan akan semakin besar pula biaya penyimpanannya dengan biaya pemesanan.

Pengertian dan Jenis-Jenis Biaya


1.  Pengertian Biaya
      Untuk menghasilkan sesuatu, apakah itu barang atau jasa maka perlulah dihitung dan diketahui besarnya biaya yang dikeluarkan atau yang perlu dan kemungkinan memperoleh pendapatan yang mungkin diterima. Setiap pengorbanan biaya selalu diharapkan akan mendatangkan hasil yang lebih besar dari pada yang telah dikorbankan pada masa yang akan datang.
      Dengan demikian, seorang pengusaha hendaknya dapat mengetahui yang merupakan komponen biaya perusahaan. Hal ini, total biaya selalu dihitung dan dapat dibandingkan dengan total penerimaan yang mungkin dapat diperoleh.
      Berbicara mengenai masalah biaya merupakan suatu masalah yang cukup luas, oleh karena di dalamnya terlihat dua pihak yang saling berhubungan. Oleh Winardi, dalam bukunya Capita Selecta, (2002: 147) menyatakan bahwa bilamana kita memperhatikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu proses produksi, maka dapat di bagi ke dalam dua sifat, yaitu yang merupakan biaya bagi produsen adalah pendapatan bagi pihak yang memberikan faktor produksi yang bersangkutan.
      Demikian halnya bagi konsumen, biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh alat pemuas kebutuhannya atau merupakan pendapatan bagi pihak yang memberikan alat pemuas kebutuhan tersebut. Oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (1997: 26) dikatakan bahwa biaya (cost) adalah jumlah yang diukur dalam satuan uang, yaitu pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk konstan atau dalam bentuk pemindahan kekayaan pengeluaran modal saham, jasa-jasa yang disertakan atau menyangkut kewajiban-kewajiban yang ditimbulkannya, dalam hubungannya dengan barang-barang atau jasa-jasa yang diperoleh atau yang akan diperoleh.
      Dari definisi dan pengertian biaya di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa pengertian biaya yang dikemukakan di atas adalah suatu hal yang masih merupakan pengertian secara luas oleh karena semua yang tergolong dalam pengeluaran secara nyata keseluruhannya termasuk biaya.
      Sejalan dengan definisi dan pengertian di atas, maka D. Hartanto dalam bukunya Akuntansi Untuk Usahawan (2001: 89) memberikan ulasan tentang biaya (cost) dan ongkos (expense) sebagai berikut, cost adalah biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat atau service potensial di waktu yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang dicantumkan dalam neraca. Sebaliknya expense atau expred cost adalah biaya yang telah digunakan untuk menghasilkan prestasi. Karena jenis-jenis biaya ini tidak dapat memberikan manfaat lagi diwaktu yang akan datang maka tempatnya adalah pada perkiraan laba rugi perusahaan.
      Dalam pengertian biaya yang dikemukakan oleh Hartanto yang telah memisahkan tentang pengertian yang akan datang dan tercantum dalam neraca. Sedangkan expenses atau ongkos adalah biaya yang menghasilkan prestasi dan tidak memberikan manfaat diwaktu yang akan datang.
      Berkaitan dengan hal tersebut, maka suatu perusahaan sebaiknya memegang dan menjalankan aktivitasnya dengan azas-azas sebagai berikut :
     1.  Azas  efisiensi  maksudnya  dengan biaya yang sekecil mungkin untuk mendapatkan hasil tertentu ataupun dengan pengorbanan tertentu untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
2.  Azas kontinutas adalah azas kelangsungan hidup pada perusahaan
3. Azas proposionalitas adalah azas yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat produksi terdapat perbandingan yang serasi.
      Dalam upaya memanfaatkan azas efisiensi ini yang menjadi titik berat adalah usaha untuk mendapatkan ketepatan ukuran dari setiap pengorbanan yang telah diberikan adalah dikeluarkan keuntungan dan hendaknya terdapat proposional yang sesuai antara pengeluaran untuk pengorbanan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi.
      Pengertian biaya ini juga dikemukakan oleh Matz dan Usry, dalam bukunya Production and Control, (2000: 30) sebagai berikut cost is foregoing, measured in monetary terms incurred or potenially to be incurred to archieve a spesific ebjective.
      Dengan dasar pengertian biaya yang dikemukakan oleh Matz Usry diatas, mereka mengemukakan bahwa biaya adalah pengeluaran-pengeluaran yang dapat di nilai dengan uang atau dengan potensial yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan khusus.
      Sejumlah pengeluaran/ pengorbanan untuk proses produksi yang dapat dinilai dengan ukuran tertentu yang menghasilkan lebih banyak daripada yang telah dikeluarkan, biaya disini mengharapkan lebih banyak hasil diharapkan oleh perusahaan.
      Selanjutnya oleh Mulyadi, dalam bukunya Akuntansi Biaya, (2000: 3) dikatakan bahwa di dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
      Menurut definisi di atas pengorbanan sumber ekonomis dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
        1. Pengorbanan yang telah terjadi adalah nilai ekonomis yang telah dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu yang merupakan historis yaitu biaya yang telah terjadi.
  2. Pengorbanan yang mempunyai kemungkinan akan terjadi yaitu nilai ekonomi yang akan dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya masa yang akan datang.
3.  Sejumlah pengorbanan untuk mengharapkan hasil yang lebih banyak untuk mengharapkan hasil yang lebih memuaskan oleh perusahaan manufactur. 
      Dengan demikian, definisi biaya yang telah disampaikan oleh beberapa ahli ekonomi di atas menunjukkan bahwa pada hakekatnya adalah mempunyai tujuan yang sama, yaitu pada pengorbanan sejumlah nilai-nilai dalam bentuk biaya untuk menciptakan barang dan jasa demi untuk mendapatkan sejumlah pendapatan atau keuntungan dari setiap kegiatan yang dikerjakan dalam menghasilkan sesuatu.

2. Jenis-Jenis Biaya
      Sehubungan dengan jnis-jenis biaya tersebut, maka D. Hartanto, dalam bukunya Akuntansi Untuk Usahawan, (1998: 37) mengelompokkan biaya menurut tujuan perencanaan dan pengawasan, sebagai berikut
       "1. Biaya variabel dan biaya tetap
        2. Biaya yang dapat dikendalikan".      
      Sedangkan menurut Mulyadi, dalam bukunya Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, (2000: 57) menetapkan biaya adalah sejumlah pengeluaran yang tidak bisa dihindari  menghubungkan tingkah laku biaya dengan perubahan volume kegiatan sebagai berikut biaya variabel adalah sejumlah biaya yang secara total berfluktuasi  secara langsung  sebanding dengan volume penjualan atau produksi, atau ukuran kegiatan yang lain yang mengarah pada proses produksi.
      Sedangkan biaya tetap atau biaya kapasitas merupakan biaya  untuk  mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu.
      Dari gambaran umum di atas, maka dapat diketahui  sebagai berikut :
1. Biaya variabel  adalah  sejumlah  biaya yang ikut berubah untuk mengikuti  volume produksi atau penjualan. Misalnya atau  bahan langsung hanya yang ikut dalam proses produk, bahan baku langsung yang dipakai dalam proses produksi biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap adalah sejumlah biaya yang tidak  berubah walaupun ada  perubahan volume produksi atau penjualan. Misalnya gaji bulanan, asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain. Sifat-sifat biaya tersebut sangat penting untuk dikethui seorang manajer dalam perencanaan usaha pengembangan karena dengan demikian akan didapatkan suatu gambaran klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta pengawasan.

Pengertian Reorder Point


Reorder point pada suatu perusahaan memang sangat penting, karena reorder berarti memperhatikan kembali, lebih jelasnya Suad Husnan, dalam bukunya Pembelanjaan Perusahaan, (2001 : 69) mengatakan reorder point adalah saat yang tepat dimana persediaan dilakukan kembali.
      Apabila tenggang waktu antara saat perusahaan memesan dan barang tersebut datang biasanya disebut lead time sama dengan nol, maka pada saat jumlah persediaan sama dengan nol pada saat itulah dilakukan pemesanan.
      Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2004 : 73) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan reorder point adalah saat atau titik dimana harus diadakan pemesanan serupa, sehingga kedatangan atau  penerimaan material yang dipesan itu tepat pada waktu dimana persediaan atas safety stock sama dengan nol.
      Dengan demikian, diharapkan datangnya material yang dipesan  tidak  akan  melewati waktu sehingga akan melanggar  safety stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati reorder point, maka material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mengambil material dari safety stock.
      Dengan penentuan/penetapan reorder point diperhatikan faktor-faktor, sebagai berikut :
    1. Procurement  lead time, yaitu penggunaan material  selama tenggang waktu mendapatkan barang.
2. Besarnya  safety  stock,  dimaksudkan  dengan  pengertian "procurement lead time" adalah waktu dimana meliputi saat dimulainya usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan barang sampai barang/material diterima dan ditempatkan dalam gudang penugasan.
     Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara antara lain :
4       Menetapkan jumlah penggunaan selama "lead time" ditambah prosentase tertentu, misalnya ditetapkan bahwa safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama "lead time"-nya adalah 5 minggu, sedangkan kebutuhan material setiap minggunya adalah 40 Unit, maka Reorder point = (5 x 40) + 50 % (5 x 40) = (200 + 100) = 300 unit.
5       Dengan menetapkan penggunaan selama "lead time" dan ditambah dengan penggunaan selama periode tertentu  sebagai safety stock misalnya kebutuhan selama 4 minggu, maka Reorder Point = (5 x 40) + (4 x 40) = 200 + 160 = 360 unit.
      Apabila  pesanan  baru  dilakukan  sesudah  persediaan tinggi 300 unit ini berarti bahwa pada saat barang yang dipesan darang, perusahaan terpaksa sudah mengambil material dari safety stock sebesar Rp. 60 unit. Pada waktu barang yang dipesan datang persediaan dalam gudang tinggal 100 unit (yaitu 300 - 200) padahal safety stock sudah ditetapkan sebesar 100 unit.

Persediaan Pengaman (Safety Stock)


      Persediaan pengaman pada semua situasi ada suatu "safety stock" antara menempatkan pesanan untuk penggantian persediaan, penerimaan dari pada barang yang masuk kedalam persediaan. Oleh Sofyan Assauri, dalam bukunya Management Production (2000: 25) Tenggag waktu ini biasanya disebut dengan delivery lead time. Setelah mengadakan pesanan untuk penggantian, pemenuhan pesanan dari langganan harus dipenuhi persediaan yang ada. Permintaan dari langganan biasanya berfluktuasi dan tidak dapat diramalkan dengan tepat kecuali jika ada kesepakatan sebelumnya dan tidak melebihi permintaan yang telah disepakati bersama.
      Safety stock disini sudah tertanggar. Apabila pesanan dilakukan pada waktu persediaan sebesar 300 unit maka pada waktu barang yang dipesan datang persediaan gudang masih 160 unit (yaitu 360 - 200), persis sama besar nya dengan besarnya safety stock, yang berarti safety stock tidak tertanggar.
      Persediaan pengaman dengan sendirinya akan ada resiko yang tidak dapat di hindari bahwa persediaan yang ada akan habis sama sekali sebelum penggantian datang sehingga pelayanan kepada langanan tidak dapat dipenuhi dengan baik. Karena tingkat pelayanan  ini  harus dipertahankan dengan menciptakan suatu Safety  stock yang akan menampung setiap penyimpanan selama lead time.
      Menurut Sofjan Assauri, Management Production, dalam bukunya (2000 : 114) pengertian tentang safety stock, yaitu yang dimaksud dengan persediaan pengaman (safety stock) adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out).
      Perencanaan persediaan bahan baku yang telah diperhitungkan, namun sering persediaan bahan baku tersebut tidak mencukupi karena sering meloncatnya persediaan hasil produksi perusahaan ataukah persediaan tersebut mengalami rusak atau tidak memenuhi standar industri untuk memenuhi permintaan konsumen.
      Berdasarkan pengertian di atas, sebagai bahan baku tambahan apabila persediaan yang telah disiapkan menitis, maka tambahan baku merupakan tambahan dapat juga digunakan untuk menjaga kesinambungan pekerjaan. Sehubungan dengan kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan mentah yang dilakukan oleh Perusahaan CV Sinar Wonomulyo  Kabupaten Polman,  persediaan pengaman (safety stock) perlu diperhatikan karena :
    1. Kemungkinan  terjadinya  kekurangan bahan mentah, oleh karena   pemakain yang lebih besar dari perkiraan semula.
2.  Keterlambatan dalam penerimaan bahan mentah yang dipesan.

Pengertian dan Jenis-Jenis Produksi


4      Pengertian Produksi   
      Sebagaimana sifatnya suatu perusahaan bisa bertahan lama untuk mempertahankan kontinuitas produksi dan mutu kwalitas, karena perusahaan memperhatikan selera harga dan kondisi konsumen dimana berada harus disesuaikan.
      Dalam menguraikan pengertian produksi oleh beberapa ahli ekonomi seperti Sofyan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi (2000 : 7), menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) barang dan jasa pada suatu perusahaan.
      Sedangkan menurut Martin Kenneth dalam bukunya Production Management (1998; 3) yang diterjamahkan oleh Mulyadi dalam pengertian produksi menyatakan bahwa produksi itu merupakan prosedur desaing  barang dan jasa senagai output serta sebagai poduk terakhir input emelent.       
      Berdasarkan dari kedua definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi adalah suatu usaha untuk menambah nilai guna suatu barang dan jasa. Jadi barang yang diproduksi mengalami tahapan tersendiri dengan mempunyai kegunaan tertentu sebagai   berikut :
1.  Azas efisiensi maksudnya dengan biaya yang kecil mungkin untuk  mendapatkan hasil tertentu  ataupun dengan pengorbanan tertentu  untuk mendapatkan  hasil yang semaksimal mungkin.
2. Azas kontinutas, adalah azas yang menghendaki agar dalam pemakaian alat-alat  produksi terdapat perbandingan yang serasi.
      Selanjutnya akan dikemukakan arti  kualitas ( mutu ) oleh Sofyan Assauri, dalam bukunya Manajemen Produksi (2000; 221) mengemukakan bahwa mutu diartikan sebagai faktor-faktor yang  terdapat dalam suatu  hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang tersebut dibuat. 
      Sesuai dengan pengertian  di atas ada beberapa faktor yang dapat  menghasilkan  barang. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu :
1.   Faktor produksi tanah
      2.  Faktor produksi modal
      3.  Faktor produksi tenaga kerja      
       Sedangkan Richard dalam bukunya Management Production (1997; 84), sebagai berikut dalam berproduksi sangat berhati-hati terhadap kwality untuk di pertahankan bagi para konsumen harus konsisten.
      Sesuai dengan definisi tersebut di atas,  menyebutkan bahwa unsur keberhati-hatian dalam mempertahankan hasil produksi, karena hasil produksi inilah yang merupakan pengendalian  mutu untuk berperan serta dalam  bersaing di pasar.  
      Dalam hubungannya dengan pengertian diatas, maka dapat dibagi dalam beberapa tahap yang mempunyai bagian dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai berikut :
 1.  Grade    yaitu   sifat   kelakuan,   kemiripan,   tingkat   reabilitas   tingkat
operasinya dan lain-lain.
   2. Fitenss for use menunjukkan tingkat produk produk yang   mana memberikan kepuasan.
 3.  Consistency in characteristic adalah suatu kumpulan spesifikasi  untuk setiap  komponen  dari produk itu.  Bilamana produk terakhir sesuai dengan spesifikasi design atau maka disebut consistency atau quality of conformance (mutu sesuai dengan krakteristiknya).             
      Jadi setiap perusahaan pabrik/pengolahan dengan menetapkan suatu standard. Hal-hal yang perlu dipertimbang kan dalam  pembentukan suatu  standard  dikemukakan oleh Harding (2001 ; 58), menyatakan bahwa :
1) Memenuhi syarat kegunaan yang ditetapkan
2) Memenuhi standard kualitas perusahaan
3) Diproduksi dengan peralatan  yang ada  sekarang. 
      Untuk itulah E.Mansffiel (1999 ; 121), menyatakan bahwa  proses produksi memerlukan kehati-hatian terhadap variasi dari beberapa produksi barang dan jasa yang sama pada perusahaan.
      Selanjutnya menurut R.A. Bilas (1998; 127), adalah sebagai berikut kalau input sabagai salah satu cara proses yang diperhatikan oleh bagian produksi untuk mempertahakna mutu dan kwalitas produksi sesuai dengan permintaan konsu­men, sehingga perusahaan ini tetap produksi, jika tetap memperhatikan selera konsumen.
      Dari  beberapa pengertian produksi yang telah dikemukakan diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa produksi merupakan suatu proses kegiatan dari berbagai faktor produksi yang dirubah bentuknya oleh  perusahaan yang  menggunakan  dalam bentuk barang/jasa atau produksi di mana beberapa barang dan jasa  yang disebabkan  input dirubah menjadi barang dan jasa lain yang  disebut output.
      Pengertian produksi diatas dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan faktor-faktor  produksi sekaligus, maka akan  diperoleh suatu  faedah dalam memenuhi kebutuhan atau pemenuhan  kebutuhan pertanian yang dihasilkan akibat bekerjanya faktor-faktor produksi sekaligus saling terkait dengan satu sama lainnya.
      Paul A. Samuelson (1997; 357), membatasi diri dalam memberikan definisi proses produksi yang menyatakan bahwa produksi ini mempunyai fungsi untuk technical pada relasi diantara faktor-faktor produksi, sehingga out put dari proses produksi harus sepesifikasi produksi, agar barang yang telah diproduksi tetap menjadi pokus perhatian dari relasi.
      Sedangkan Soemitro Djoyohadikusumo, (1999 ; 136), memberikan definisi tentang produksi, berpendapat bahwa produksi pertanian adalah penggunaan unsur-unsur  dengan maksud untuk menciptakan suatu faedah atau untuk memenuhi kebutuhan.
      Pendapat di atas, bahwa dapat menggambarkan fungsi-fungsi dari produksi adalah merupakan hubungan fisik antara input dan output. Dengan kata lain bahwa faktor produksi yang digunakan sebagai masukan ke dalam proses produksi dan banyaknya hasil yang akan diperoleh. Misalnya dengan menggunakan input yang akan bisa menambah output atau produksi.
      Dalam hubungan antara input dengan output berarti dibicarakan  mengenai masalah pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, sehingga dapat di   ketahui hasil  yang telah  diperoleh dapat memperoleh hasil atau tidak memperoleh  keuntungan ( rugi ) dan perlu kita memperhatikan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu periode tersebut.

Jenis-Jenis Produksi
      Proses produksi yang memerlukan persediaan bahan baku yang nanti akan menjadi bahan jadi, sehingga perusahaan perlu menyiapkan bahan baku yang harus siap sedia setiap saat. Persediaan mempunyai jenis-jenis sesuai dengan kebutuhan dalam proses produksi oleh T. Hani Handoko (1999: 334) menurut jenis-jenis persediaan dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
      1.  Persediaan bahan  baku (raw materials), yaitu  persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan/ atau dibuat sendiri oleh   perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya
2. Persediaan pada komponen-komponen rakitan (purchased parts/ components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
6     Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplier), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses  produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
7     Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan.

Pengertian dan Jenis-Jenis Pelayanan


 Kata pelayanan sudah mencakup unsure atau orang dan tata cara, sehingga pelayanan sebagai suatu bentuk pekerjaan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang membutuhkan pelayanan,berarti ada pula unsur prestasi atau hasil yang diperlihatkan.
 Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Abdul Rahman, Manajemen Perkantoran Modern, (2000, 19) menyatakan bahwa Pelayanan adalah suatu pekerjaan atau prestasi yang dikorbankan atau dilakukan atau dilakukan untuk memenuhi permintaan kebutuhan-kebutuhan orang lain atau untuk memenuhi permintaan yang ada.
 Pelayanan menurut Abdul Rahaman, Manajemen Perkntoran Modern, (2000: 201) nampak adanya suatu perbuatan aktivitas yang diberikan seseorang kepada orang lain diakibatkan adanya kebutuhan, dimana pemberian aktivitas tersebut mengandung nilai ekonomi sebagai sesuatu yang dikorbankan dengan harapan adanya umpan balik berupa nilai uang sebagai penghasilan.
 Jadi jelas, bahwa pelayanan tergantung pada dua hal,pertama adalah yang memberikan pelayanan, dimana dalam aktivitasnya berupaya menciptakan suatu pekerjaan yang bermamfaat bagi yang membutuhkan nya.Kemudian kedua adalah pihak yang dilayani,dimana dapat merasakan daripada apa yang menjadi kebutuhannya.untuk itu pelayanan mengandung unsur manusia dan tata cara,seperti yang dikemukakan oleh Poerwadarminta, Tata Laksana Kantor,  (2001:213) bahwa ” Pelayanan adalah perihal atau cara melayani”.                                                    
 Pelayanan yang menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan,maka biasanya yang memberikan penyediaan sarana,  yang bergerak dibidang jasa pelayanan, salah satunya adalah jasa pelayanan masyarakat, dimana pengguna jasa diberikan suatu tempat atau wadah khusus untuk menyelenggarakan kegiatan kirim mengirim surat, transfer uang dan barang  dengan harapan supaya kegiatan kirim mengirim surat dan barang dapat berjalan lancar.   
 Sementara dalam pelayanan dihubungkan dengan penyelenggaraan pemerintah, peleyanan mempunyai beberapa beberapa bentuk yang menurut Muh.Yunus, Administrasi Modern,  (1998: 187) adalah:
a.    Pelayanan umum (public service)
b.    Pelayanan mengandung nilai (public utility)
c.    Pelayanan untuk menjaga dan meningkatkan pertumbuhan usaha pada  masyarakat.
     Istilah pelayanan sering diikuti dengan kata jasa, karena pelayanan lebih bersifat operasional yang umpan baliknya berupa penghasilan, sedangkan jasanya adalah perbuatan atau kinerjanya dari yang memberikan pelayanan.
    Kata pelayanan sudah mencakup unsur atau orang dan tata cara, sehingga pelayanan sebagai suatu bentuk pekerjaan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang membutuhkan pelayanan,berarti ada pula unsur prestasi atau hasil yang diperlihatkan.
    Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Abdul Rahman Manajemen Pelayanan Tamu, (2000 : 211)  menyatakan bahwa Pelayanan adalah suatu pekerjaan atau prestasi yang dikorbankan atau dilakukan atau dilakukan untuk memenuhi permintaan kebutuhan-kebutuhan orang lain atau untuk memenuhi permintaan yang ada.
     Pelayanan menurut Abdul Rahman, Manajemen Pelayanan Tamu (2000: 201) nampak adanya suatu perbuatan aktivitas yang diberikan seseorang kepada orang lain diakibatkan adanya kebutuhan, dimana pemberian aktivitas tersebut mengandung nilai ekonomi sebagai sesuatu yang dikorbankan dengan harapan adanya umpan balik berupa nilai uang sebagai penghasilan.
    Jadi jelas, bahwa pelayanan tergantung pada dua hal,pertama adalah yang memberikan pelayanan, dimana dalam aktivitasnya berupaya menciptakan suatu pekerjaan yang bermamfaat bagi yang membutuhkan nya.Kemudian kedua adalah pihak yang dilayani,dimana dapat merasakan daripada apa yang menjadi kebutuhannya.untuk itu pelayanan mengandung unsur manusia dan tata cara,seperti yang dikemukakan oleh Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia,  (2001 : 213) bahwa ”Pelayanan adalah perihal atau cara melayani”.                                                    
       Pelayanan yang menyangkut  masalah pemenuhan kebutuhan, maka biasanya yang memberikan penyediaan sarana,misalnya yang dilakukan oleh Hotel Pantai Gapura Makassar yang bergerak dibidang jasa,salah satunya adalah jasa pelayanan fasilitas kredit ,dimana pengguna jasa diberikan suatu tempat atau fasilitas kredit. Khusus untuk menyelenggarakan kegiatan bongkar muat dengan harapan supaya kegiatan bongkar muat dapat berjalan lancar.   
 Pelayanan umum sifatnya berdasarkan undang–undang atau peraturan dan mau tidak mau harus dilaksanakan,seperi pelayanan KTP dan sertifikat tanah.Kemudian pelayanan yang mengandung nilai kebersamaan antara masyarakat dengan yang menyediakan pelayanan,seperti pelayanan air minum (air bersih), dimana masyarakat ikut bertanggung jawab didalamnya melalui pembayaran iura.sementara pelayanan menjaga dan meningkatkan pertumbuhan usaha masyarakat biasanya pelayanan yang diberikan pemerintah dalam bentuk penyuluhan,sarasehan dan sekaligus memberikan bantuan.

Pengertian Perilaku Konsumen


     Jika ditelaah lebih lanjut, sebenarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi para konsumen dalam rangka menentukan pilihannya mengenai produk apa yang dikonsumsinya. Faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidik-an dan  status sosial yang disandang oleh para konsumen yang secara potensial akan mengkonsumsi barang yang akan dipasarkan diperusahaan. Ketiga faktor ini akan turut berpengaruh bagi perilaku konsumen sehingga perusahaan perlu mengkajinya, sehubungan dengan upaya perusahaan didalam meningkatkan volume penjualan.
      Melakukan suatu kajian atau studi terhadap perilaku  konsumen dalam memainkan peranan untuk meningkatkan volume penjualan barang, akan diperoleh suatu petunjuk yang konkret mengenai perlu tidaknya perusahaan melakukan perluasan  dan penyebaran produk-produknya dipasar yang telah disesuaikan dengan perilaku konsumen.
      Sehubungan dengan hal ini maka Sofyan Assauri, Manajmen Pemasaran (2001: 12) dalam tulisannya mengemukakan bahwa dengan mengkaji perilaku konsumen tersebut, perusahaan dapat mengetahui diagnosa tentang siap dan apa serta bagaimana kebenaran mengenai pemakaian suatu produk. Hasil pengkajian tentang perilaku konsumen tersebut digunakan oleh perusahaan untuk menentukan perlu tidaknya perusahaan merubah strategi pemasaran produknya.
      Dengan demikian, jelas terlihat bahwa aspek perilaku konsumen perlu mendapatkan perhatian dari unsur manajemen perusahaan, saat mana perusahaan yang bersangkutan akan merencanakan untuk mempertahankan posisinya dipasar. Meskipun terdapat banyak faktor yang memungkinkan suatu perusahaan untuk mem-pertahankan posisinya dipasar, namun masalah perilaku konsumen ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius, khususnya  bagi barang-barang industri  yang pangsa pasar berada pada kalangan masyarakat yang berpenghasilan relatif tinggi.
      Secara lebih konkret  dapat dikemukakan bahwa unsur perilaku  konsumen dalam pembelian barang, pada dasarnya mencerminkan tanggapan atau respon mereka terhadap berbagai rangsangan pemasaran. Tanggapan atau respon tersebut  terutama terlihat  melalui berbagai bentuk pewadahan produk, harga, daya tarik advertensi dan unsur lainnya yang berdampak secara psikologi bagi konsumen serta sosial budaya.
      Mengenai perlunya perusahaan menelaah mengenai  perilaku konsumen tersebut, maka perlu adanya perincian mengenai dimensi penting dari unsur prilaku konsumen. Sehubungan dengan konteks ini, maka Yanti B. Sugarda Kerangka Strategi Perusahaan (2000: 214) membedakan adanya tiga dimensi perilaku konsumen dalam konteks pembelian suatu produk, dimana dimensi-dimensi tersebut meliputi :
     1. Dimensi cognitif (pikiran)
     2. Dimensi effective (perasaan)
     3. Dimensi conative (perbuatan)   
      Komponen cognitive merupakan elemen rasional yang dipergunakan dalam proses penelaahan secara mental mengenai adanya perilaku konsumen dalam mengkonsumsi barang. Konponen efektive merupakan elemen emosional serta adanya unsur perasaan yang secara alamiah berada pada setiap individu yang akan mengkonsumsi barang. Komponen conative merupakan suatu kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan sehingga  konsumen akan melakukan pembelian terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan di pasar.
      Meskipun adanya kebebasan bagi konsumen untuk dapat menentukan  pilihannya dalam mengkonsumsi suatu produk-produk industri yang mana, namun dalam kenyataannya ini konsumen senantiasa dibatasi oleh berbagai variabel yang secara kualitatif berkembang dalam lingkungan pemasaran. Variabel-variabel tersebut adalah nilai sosial merupakan kemasyarakatan yang senantiasa berkembang, seperti dengan menjamurnya penjualan minuman keras dengan berbagai mereknya yang tentu saja hal ini bertolak belakang dengan nilai religius yang dianut oleh berbagai pemeluk agama yang ada disekitarnya.
      Untuk kepentingan penelahan seperti ini, perusahaan semakin dituntut untuk mencermati kondisi sosial masyarakat yang  sedang berkembang. Implisit di dalamnya adalah orientasi  tingkah laku  konsumen atau masyarakat yang tidak mungkin  dilakukan suatu  proses sosialisasi dalam usaha menyukseskan kegiatan pemasaran.  
      Dengan demikian, unsur tingkah laku manusia dalam memilih dan mengkonsumsi barang dan jasa, juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya dan nilai religius yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Hal ini tentu saja membawa implikasi yang penting artinya dicermati oleh perusahaan-perusahaan yang dalam kegiatannya mempro-duksi sejumlah produk yang akan di pasarkannya kepada mas-yarakat tersebut. Secara konkret, persoalan perilaku tersebut mencerminkan nilai-nilai budaya yang masih dijunjung tinggi masyrakat, sehingga perusahaan perlu melakukan tindakan yang bersifat hati-hati guna menghindari kemungkinan terjadinya dampak yang dapat merugikan proses kelangsungan usaha pemasaran yang dijalankannya.
      Derajat pengaruh perilaku konsumen terhadap usaha pemasaran yang  dilaksanakan  perusahaan,  akan sangat ditunjang oleh besarnya kaitan barang dan jasa yang ditawarkan di pasar, serta  dengan nilai-nilai  budaya dan standar normatif dari komunitas,masyarakat dan sejumlah pranata sosial yang melembaga dalam  sistim  sosial  ke   masyarakat setempat. Unsur ini, selain unsur-unsur lainnya adalah sama pentingnya untuk dijadikan sebagai salah satu rujukan di dalam menetapkan strategi pemasaran perusahaan.