Powered By Blogger

Kamis, 05 Desember 2019

Functional Based Product Costing


Functional Based Product Costing
Functional Based Product Costing membebankan biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung dengan menggunakan direct tracing (penelusuran langsung). Sementara itu, biaya overhead dibebankan ke produk dengan menggunakan penelusuran penggerak dan alokasi. Sistem ini membebankan biaya overhead melalui dua tahap yaitu tahap pertama adalah mengalokasikan biaya overhead yang terjadi ke pusat biaya (cost center) dan tahap kedua mengalokasikan biaya-biaya tersebut dari masing-masing cost center ke produk dengan menggunakan pemicu yang berbasis pada unit produksi, misalkan jam tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya bahan baku, dan lain-lain.
            Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menghitung biaya produk adalah membebankan biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, karena kedua biaya ini dapat langsung ditelusuri ke produk. Sedangkan pembebanan biaya overhead unit produk dalam berbagai hal merupakan tugas yang sulit. Untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan teknik alokasi. Teknik alokasi dikerjakan melalui pemilihan suatu dasar aktivitas yang dikaitkan pada seluruh produk melalui proses produksi pada satu periode, kemudian dihitung tarif overheadnya.
            Tarif overhead yang dipilih menyatakan hubungan dari overhead pabrik dengan dasar yang dipilih. Bila perusahaan banyak menggunakan tenaga kerja sehingga biaya upah pekerjanya dominan dalam struktur biaya produk, maka dasar yang digunakan adalah jam tenaga kerja langsung. Demikian pula jam mesin menjadi unsur yang dominan, maka pembebanan biaya overhead berdasarkan jam mesin.
            Sistem ini mengalokasikan biaya overhead melalui dua pendekatan, yakni dengan menggunakan tarif overhead keseluruhan pabrik (plantwide rate) dan tarif overhead departemen (departemental rate). Kedua pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa biaya overhead yang terjadi berhubungan dengan volume unit yang diproduksi. Pendekatan yang digunakan oleh sistem ini sebenarnya bukanlah suatu pendekatan yang salah. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, metode ini sudah menjadi kurang akurat untuk digunakan sebagai penunjang decision making oleh manajemen suatu perusahaan.

2.1.6.1 Functional Based Product Costing: Plantwide Rate
   Perhitungan dengan pendekatan plantwide rate mengasumsikan bahwa semua biaya overhead yang bervariasi dapat dibebankan ke produk dengan satu dasar pengalokasian, pada umumnya menggunakan jam tenaga kerja langsung atau jam mesin. Perhitungan dengan pendekatan ini mengandung dua tahap. Pertama, menghitung tarif overhead terlebih dahulu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
 


      
            Setelah tarif overhead diketahui, maka akan dihitung total overhead yang dibebankan ke produksi aktual pada suatu waktu disebut overhead yang dibebankan  yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Overhead yang Dibebankan = Tarif Overhead X Output Aktivitas Aktual
 
 



            Ilustrasi bagaimana tarif overhead dihitung dengan plantwide rate dapat dilihat pada gambar 2.1.
GAMBAR 2.1
FUNCTIONAL-BASED PRODUCT COSTING: PLANTWIDE RATE
Sumber: Don R. Hansen and Maryanne M. Mowen. Management Accounting. Sixth Edition. South-Western College Publishing. Cincinnati, Ohio. 2003. halaman 115.





2.1.6.2 Functional Based Product Costing: Departemental Rate
            Biaya overhead dibagi per departemen dan tarif overhead untuk masing-masing departemen ini menggunakan satuan pengukuran jam mesin atau jam tenaga kerja langsung yang paling dominan pada masing-masing departemen. Metode ini tidak menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang akurat.
            Pada Hansen dan Mowen (2003:117), dicontohkan rumus dalam menghitung departemental rates adalah sebagai berikut:


Applied Overhead = ( Fabrication Rates x Actual Machine Hours ) +
                                  ( Assembly Rates x Actual Direct Labor Hours )
 
            Setelah diketahui fabrication rates dan assembly rates, maka akan dihitung total applied overhead rates dengan rumus sebagai berikut:




Ilustrasi bagaimana tariff overhead dihitung dengan pendekatan departemental rate dapat dilihat pada gambar 2.2.

GAMBAR 2.2
FUNCTIONAL-BASED COSTING: DEPARTEMENTAL RATES

Overhead Costs
 
                                                                                                                                                                     

Sumber: Don R. Hansen and Maryanne M. Mowen. Management Accounting. Sixth Edition. South-Western College Publishing. Cincinnati, Ohio. 2003. halaman 116
           
Functional based costing selama ini dinilai masih mampu untuk mengukur secara akurat sumber daya dikonsumsi dengan jumlah unit yang diproduksi dari suatu produk. Namun, berkaitan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, penggunaan sumber daya dan aktivitas dalam proses produksi tidak lagi tergantung pada volume industri. Akibat pengalokasian dalam sistem biaya ini akan mengalami distorsi, khususnya untuk perusahaan yang multiproduk, dimana produk-produk yang dihasilkan memiliki perbedaan dalam volume produksi.

2.1.6.3 Keterbatasan Functional Based Product Costing
            Menurut Hansen dan Mowen (2003:117), terdapat dua faktor utama yang menyebabkan pembebanan biaya overhead kurang akurat, yaitu:
1.      The proportion of non unit related overhead cost to total overhead cost
Biaya overhead terdiri dari berbagai biaya yang terkait dengan volume unit yang diproduksi (misalnya biaya listrik) dan biaya-biaya yang tidak terkait dengan volume produksi (misalnya biaya set up mesin, biaya penanganan bahan baku, dll). Non unit based cost driver adalah faktor-faktor selain jumlah unit yang diproduksi yang memicu biaya. Oleh sebab itu, tidak semua biaya overhead dapat dikaitkan dengan jumlah unit yang diproduksi. Misalnya, terdapat tiga aktivitas overhead yakni inspeksi, set up mesin, dan tenaga listrik. Tenaga listrik pada umumnya dapat dihubungkan dengan jumlah unit yang diproduksi. Namun, biaya inspeksi dan biaya set up tidak dipengaruhi oleh banyaknya unit yang diproduksi. Biaya set up mungkin lebih dipengaruhi oleh jumlah batch yang diproduksi, jumlah batch merupakan non unit level driver. Oleh karena itu, pengalokasian biaya overhead dengan menggunakan hanya unit level driver akan mengakibatkan distorsi biaya produk. Besarnya distorsi yang terjadi bergantung pada berapa proporsi dan non unit related overhead cost dari total biaya overhead.
2.      The degree of product diversity
Diversifikasi produk berarti bahwa produk-produk mengkonsumsi aktivitas-aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Banyak alasan mengapa produk mengkonsumsi biaya overhead dalam proporsi yang berbeda. Misalnya perbedaan ukuran, kelengkapan produk, waktu set up dan ukuran batch semuanya ini menyebabkan biaya overhead yang dikonsumsi produk menjadi berbeda. Harga pokok produk akan terdistorsi jika volume related yang dikonsumsi oleh suatu produk tidak berubah seiring dengan perubahan non unit related yang dikonsumsi oleh produk tersebut. Proporsi dan aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk disebut ratio konsumsi. Apabila non unit based overhead cost merupakan proporsi yang besar terhadap total biaya overhead, maka biaya produk dapat menyimpang jika unit based cost driver yang digunakan.
            Untuk mengatasi keterbatasan dari Functional Based Product Costing, diperlukan suatu sistem akuntansi biaya yang baru yang mampu menyajikan informasi biaya dengan lebih akurat. Sistem akuntansi biaya tersebut dikenal sebagai sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas atau Activity Based Costing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar