Functional
Based Product Costing
Functional Based Product Costing
membebankan biaya bahan baku
dan tenaga kerja langsung dengan menggunakan direct tracing (penelusuran langsung). Sementara itu, biaya
overhead dibebankan ke produk dengan menggunakan penelusuran penggerak dan
alokasi. Sistem ini membebankan biaya overhead melalui dua tahap yaitu tahap
pertama adalah mengalokasikan biaya overhead yang terjadi ke pusat biaya (cost center) dan tahap kedua
mengalokasikan biaya-biaya tersebut dari masing-masing cost center ke produk dengan menggunakan pemicu yang berbasis pada
unit produksi, misalkan jam tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya bahan baku , dan lain-lain.
Langkah pertama yang harus dilakukan
dalam menghitung biaya produk adalah membebankan biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung, karena kedua biaya ini dapat langsung ditelusuri ke produk. Sedangkan
pembebanan biaya overhead unit produk dalam berbagai hal merupakan tugas yang
sulit. Untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan teknik alokasi. Teknik
alokasi dikerjakan melalui pemilihan suatu dasar aktivitas yang dikaitkan pada
seluruh produk melalui proses produksi pada satu periode, kemudian dihitung
tarif overheadnya.
Tarif overhead yang dipilih
menyatakan hubungan dari overhead pabrik dengan dasar yang dipilih. Bila
perusahaan banyak menggunakan tenaga kerja sehingga biaya upah pekerjanya
dominan dalam struktur biaya produk, maka dasar yang digunakan adalah jam
tenaga kerja langsung. Demikian pula jam mesin menjadi unsur yang dominan, maka
pembebanan biaya overhead berdasarkan jam mesin.
Sistem ini mengalokasikan biaya
overhead melalui dua pendekatan, yakni dengan menggunakan tarif overhead
keseluruhan pabrik (plantwide rate) dan tarif overhead departemen (departemental
rate). Kedua pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa biaya overhead yang
terjadi berhubungan dengan volume unit yang diproduksi. Pendekatan yang
digunakan oleh sistem ini sebenarnya bukanlah suatu pendekatan yang salah.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, metode ini
sudah menjadi kurang akurat untuk digunakan sebagai penunjang decision making oleh manajemen suatu
perusahaan.
2.1.6.1 Functional
Based Product Costing: Plantwide Rate
Perhitungan dengan pendekatan plantwide rate mengasumsikan bahwa semua biaya overhead yang bervariasi dapat
dibebankan ke produk dengan satu dasar pengalokasian, pada umumnya menggunakan
jam tenaga kerja langsung atau jam mesin. Perhitungan dengan pendekatan ini
mengandung dua tahap. Pertama, menghitung tarif overhead terlebih dahulu dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Setelah tarif overhead diketahui,
maka akan dihitung total overhead yang dibebankan ke produksi aktual pada suatu
waktu disebut overhead yang dibebankan yang
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
|
Ilustrasi bagaimana tarif overhead
dihitung dengan plantwide rate dapat
dilihat pada gambar 2.1.
GAMBAR 2.1
FUNCTIONAL-BASED
PRODUCT COSTING: PLANTWIDE RATE
Sumber: Don R. Hansen and Maryanne M. Mowen. Management Accounting. Sixth
Edition. South-Western
College Publishing. Cincinnati , Ohio .
2003. halaman 115.
2.1.6.2 Functional
Based Product Costing: Departemental Rate
Biaya overhead dibagi per departemen
dan tarif overhead untuk masing-masing departemen ini menggunakan satuan
pengukuran jam mesin atau jam tenaga kerja langsung yang paling dominan pada
masing-masing departemen. Metode ini tidak menghasilkan perhitungan harga pokok
produk yang akurat.
Pada Hansen dan Mowen (2003:117),
dicontohkan rumus dalam menghitung departemental
rates adalah sebagai berikut:
|
Ilustrasi
bagaimana tariff overhead dihitung dengan pendekatan departemental rate dapat
dilihat pada gambar 2.2.
GAMBAR 2.2
FUNCTIONAL-BASED
COSTING: DEPARTEMENTAL RATES
|
Sumber: Don R. Hansen and Maryanne M. Mowen. Management Accounting. Sixth
Edition. South-Western
College Publishing. Cincinnati , Ohio .
2003. halaman 116
Functional based costing selama ini
dinilai masih mampu untuk mengukur secara akurat sumber daya dikonsumsi dengan
jumlah unit yang diproduksi dari suatu produk. Namun, berkaitan dengan
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, penggunaan sumber daya dan aktivitas
dalam proses produksi tidak lagi tergantung pada volume industri. Akibat
pengalokasian dalam sistem biaya ini akan mengalami distorsi, khususnya untuk
perusahaan yang multiproduk, dimana produk-produk yang dihasilkan memiliki
perbedaan dalam volume produksi.
2.1.6.3 Keterbatasan Functional Based Product Costing
Menurut Hansen dan Mowen (2003:117),
terdapat dua faktor utama yang menyebabkan pembebanan biaya overhead kurang
akurat, yaitu:
1.
The proportion of
non unit related overhead cost to total overhead cost
Biaya overhead terdiri dari berbagai biaya yang terkait dengan volume
unit yang diproduksi (misalnya biaya listrik) dan biaya-biaya yang tidak
terkait dengan volume produksi (misalnya biaya set up mesin, biaya penanganan
bahan baku ,
dll). Non unit based cost driver
adalah faktor-faktor selain jumlah unit yang diproduksi yang memicu biaya. Oleh
sebab itu, tidak semua biaya overhead dapat dikaitkan dengan jumlah unit yang
diproduksi. Misalnya, terdapat tiga aktivitas overhead yakni inspeksi, set up
mesin, dan tenaga listrik. Tenaga listrik pada umumnya dapat dihubungkan dengan
jumlah unit yang diproduksi. Namun, biaya inspeksi dan biaya set up tidak
dipengaruhi oleh banyaknya unit yang diproduksi. Biaya set up mungkin lebih dipengaruhi
oleh jumlah batch yang diproduksi, jumlah batch merupakan non unit level driver. Oleh karena itu, pengalokasian biaya
overhead dengan menggunakan hanya unit
level driver akan mengakibatkan distorsi biaya produk. Besarnya distorsi
yang terjadi bergantung pada berapa proporsi dan non unit related overhead cost dari total biaya overhead.
2. The degree of product diversity
Diversifikasi produk berarti bahwa produk-produk mengkonsumsi
aktivitas-aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Banyak alasan
mengapa produk mengkonsumsi biaya overhead dalam proporsi yang berbeda.
Misalnya perbedaan ukuran, kelengkapan produk, waktu set up dan ukuran batch
semuanya ini menyebabkan biaya overhead yang dikonsumsi produk menjadi berbeda.
Harga pokok produk akan terdistorsi jika volume
related yang dikonsumsi oleh suatu produk tidak berubah seiring dengan
perubahan non unit related yang
dikonsumsi oleh produk tersebut. Proporsi
dan aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk disebut ratio konsumsi. Apabila
non unit based overhead cost
merupakan proporsi yang besar terhadap total biaya overhead, maka biaya produk
dapat menyimpang jika unit based cost
driver yang digunakan.
Untuk mengatasi keterbatasan dari Functional Based Product Costing, diperlukan
suatu sistem akuntansi biaya yang baru yang mampu menyajikan informasi biaya
dengan lebih akurat. Sistem akuntansi biaya tersebut dikenal sebagai sistem
perhitungan biaya berdasarkan aktivitas atau Activity Based Costing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar