Powered By Blogger

Kamis, 05 Desember 2019

Teori Motivasi


Teori Motivasi
            Menurut Hadari Nawawi, dalam bukunya “ Manajemen Sumber Daya Manusia” ( 2002 : 2 ), mengemukakan bahwa manusia / seseorang hanya melakukan suatu kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan. Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Dalam kenyataannya  kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan, cenderung berlangsung tidak efektif dan tidak efisien.
            Berdasarkan prinsip utama tersebut telah dikembangkan enam teori motivasi dari sudut psikologis, yang dapat diimplementasikan dalam manajemen SDM di lingkungan suatu organisasi/perusahaan. Keenam teori tersebut adalah :

1. Teori Kebutuhan dari Maslow
            Dalam teori ini kebutuhan diartikan sebagai kekuatan / tenaga            ( energi ) yang menghasilkan dorongan bagi individu untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah terpenuhi / terpuaskan tidak berfungsi atau kehilangan kekuatan dalam memotivasi suatu kegiatan, sampai saat timbul kembali sebagai kebutuhan baru, yang mungkin saja sama dengan yang sebelumnya.
            Maslow dalam teorinya mengetengahkan tingkatan kebutuhan yang berbeda kekuatannya dalam memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalam memotivasi suatu kegiatan, termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri dari : kebutuhan fisik, kebutuhan sosial,kebutuhan status/ kekuasaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Maslow tidak mempersoalkan kebutuhan spiritual, yang sebenarnya cukup penting/ dominan peranannya sebagai motivasi, terutama di lingkungan pemeluk suatu agama /kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
            Sehubungan dengan itu Maslow mengetengahkan beberapa asumsi dari urutan atau tingkatan kebutuhan yang berbeda kekuatannya, dalam memotivasi para pekerja di sebuah organisasi/perusahaan. Asumsi itu adalah sebagai berikut :
  1. Kebutuhan yang lebih rendah adalah yang terkuat, yang harus dipenuhi lebih dahulu. Kebutuhan ini adalah kebutuhan fisik ( lapar, haus, pakaian, perumahan dan lain-lain) dengan demikian kebutuhan yang terkuat yang memotivasi seseorang bekerja adalah untuk memperoleh penghasilan, yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan fisiknya.
  2. Kebutuhan-kebutuhan dalam memotivasi tidak lama, karena setelah terpenuhi akan melemah atau kehilangan kekuatannya dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasi dengan memenuhi kebutuhan pekerja, perlu diulang-ulang apabila kekuatannya melemah dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugas-tugasnya.
  3. Cara yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, ternyata lebih banyak daripada untuk memenuhi kebutuhan yang berada pada urutan yang lebih rendah. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan fisik, cara satu-satunya yang dapat digunakan dengan memberikan penghasilan yang memadai/mencukupi. Sedang untuk kebutuhan aktualisasi diri dapat digunakan banyak cara yang memberikan kreativitas dan inisiatif para manajer.

2. Teori Dua Faktor dari Herzberg
            Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah :
  1. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi ( motivator ) faktor ini antara lain faktor prestasi , faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow.
  2. Kebutuhan kesehatan lingkungan kerja. Faktor ini dapat berbentuk upah /gaji, hubungan antar pekerja, supervise teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow.
Dalam implementasinya di lingkungan sebuah organisasi / perusahaan, teori ini menekankan pentingnya menciptakan / mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Salah satu diantaranya yang tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif dan tidak efisien.

3. Teori Prestasi ( Achivement ) dari McClelland
            Teori ini mengklasifikasikan motivasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja. Dengan kata lain kebutuhan berprestasi merupakan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan. Dalam hubungannya dengan teori Maslow, berarti motivasi ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi, terutama kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan akan status dan kekuasaan. Kebutuhan ini memerlukan dan mengharuskan seorang pekerja melakukan kegiatan belajar, agar menguasai keterampilan/keahlian yang memungkinkan seorang pekerja mencapai suatu prestasi.

4. Teori Penguatan ( Reinforcement )
            Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam proses belajar dengan mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum Ganjaran ( Law Of Effect )”. Hukum itu mengatakan bahwa suatu tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenangkan akan mengalami penguatan dan cenderung untuk diulangi. Misalnya setiap memperoleh nilai baik dalam belajar mendapat pujian atau hadiah, maka cenderung tidak diulangi, bahkan dihindari.
5. Teori Harapan ( Expectancy )
      Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan “terdapat hubungan yang erat antara pengertian seseorang mengenai suatu tingkah laku dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan”. Dengan demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk melakukan suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan disebut “ usaha “. Usaha di lingkungan para pekerja dilakukan berupa kegiatan yang disebut bekerja, pada dasarnya didorong oleh harapan tertentu.
            Usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu dipengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang diwujudkannya berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja yang diperoleh hasil, yang jika sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai ganjaran yang memberikan rasa kepuasan.

6. Teori Tujuan Sebagai Motivasi
            Dalam bekerja bertujuan untuk membentuk harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat subyektif dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada unit kerja atau perusahaan yang sama. Tujuan bersumber dari rencana strategi dan rencana operasional organisasi/perusahaan, yang tidak dipengaruhi individu dan tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu bersifat objektif.
            Setiap pekerja yang memahami dan menerima tujuan organisasi/perusahaan atau unit kerjanya dan merasa sesuai dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam mewujudkannya. Dalam keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang mendorong para pekerja memilih alternative cara bekerja yang terbaik atau yang paling efektif dan efisien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar