Teori Motivasi
Menurut
Hadari Nawawi, dalam bukunya “ Manajemen Sumber Daya Manusia” ( 2002 : 2 ),
mengemukakan bahwa manusia / seseorang hanya melakukan suatu kegiatan yang
menyenangkan untuk dilakukan. Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa dalam
keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak
disukainya. Dalam kenyataannya kegiatan
yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa
dilakukan, cenderung berlangsung tidak efektif dan tidak efisien.
Berdasarkan
prinsip utama tersebut telah dikembangkan enam teori motivasi dari sudut
psikologis, yang dapat diimplementasikan dalam manajemen SDM di lingkungan
suatu organisasi/perusahaan. Keenam teori tersebut adalah :
1.
Teori Kebutuhan dari Maslow
Dalam
teori ini kebutuhan diartikan sebagai kekuatan / tenaga ( energi ) yang menghasilkan
dorongan bagi individu untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau
memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah terpenuhi / terpuaskan tidak
berfungsi atau kehilangan kekuatan dalam memotivasi suatu kegiatan, sampai saat
timbul kembali sebagai kebutuhan baru, yang mungkin saja sama dengan yang
sebelumnya.
Maslow
dalam teorinya mengetengahkan tingkatan kebutuhan yang berbeda kekuatannya
dalam memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan
bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalam memotivasi
suatu kegiatan, termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan tersebut dari yang
terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri dari : kebutuhan fisik,
kebutuhan sosial,kebutuhan status/ kekuasaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
Maslow tidak mempersoalkan kebutuhan spiritual, yang sebenarnya cukup penting/
dominan peranannya sebagai motivasi, terutama di lingkungan pemeluk suatu agama
/kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Sehubungan
dengan itu Maslow mengetengahkan beberapa asumsi dari urutan atau tingkatan
kebutuhan yang berbeda kekuatannya, dalam memotivasi para pekerja di sebuah
organisasi/perusahaan. Asumsi itu adalah sebagai berikut :
- Kebutuhan
yang lebih rendah adalah yang terkuat, yang harus dipenuhi lebih dahulu.
Kebutuhan ini adalah kebutuhan fisik ( lapar, haus, pakaian, perumahan dan
lain-lain) dengan demikian kebutuhan yang terkuat yang memotivasi
seseorang bekerja adalah untuk memperoleh penghasilan, yang dapat
digunakan dalam memenuhi kebutuhan fisiknya.
- Kebutuhan-kebutuhan
dalam memotivasi tidak lama, karena setelah terpenuhi akan melemah atau
kehilangan kekuatannya dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasi
dengan memenuhi kebutuhan pekerja, perlu diulang-ulang apabila kekuatannya
melemah dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugas-tugasnya.
- Cara
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, ternyata
lebih banyak daripada untuk memenuhi kebutuhan yang berada pada urutan
yang lebih rendah. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan fisik, cara
satu-satunya yang dapat digunakan dengan memberikan penghasilan yang
memadai/mencukupi. Sedang untuk kebutuhan aktualisasi diri dapat digunakan
banyak cara yang memberikan kreativitas dan inisiatif para manajer.
2.
Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori
ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam
bekerja. Kedua faktor tersebut adalah :
- Faktor
sesuatu yang dapat memotivasi ( motivator ) faktor ini antara lain faktor
prestasi , faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja
khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini
terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow.
- Kebutuhan
kesehatan lingkungan kerja. Faktor ini dapat berbentuk upah /gaji,
hubungan antar pekerja, supervise teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan
perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan. Faktor ini
terkait dengan kebutuhan pada urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow.
Dalam implementasinya di lingkungan
sebuah organisasi / perusahaan, teori ini menekankan pentingnya menciptakan /
mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Salah satu diantaranya
yang tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif dan
tidak efisien.
3.
Teori Prestasi ( Achivement ) dari McClelland
Teori
ini mengklasifikasikan motivasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa
prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja. Dengan kata lain
kebutuhan berprestasi merupakan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan. Dalam
hubungannya dengan teori Maslow, berarti motivasi ini terkait dengan kebutuhan
pada urutan yang tinggi, terutama kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan akan
status dan kekuasaan. Kebutuhan ini memerlukan dan mengharuskan seorang pekerja
melakukan kegiatan belajar, agar menguasai keterampilan/keahlian yang
memungkinkan seorang pekerja mencapai suatu prestasi.
4. Teori Penguatan ( Reinforcement )
Teori ini banyak dipergunakan dan
fundamental sifatnya dalam proses belajar dengan mempergunakan prinsip yang
disebut “Hukum Ganjaran ( Law Of Effect )”. Hukum itu mengatakan bahwa suatu
tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenangkan akan mengalami penguatan dan
cenderung untuk diulangi. Misalnya setiap memperoleh nilai baik dalam belajar
mendapat pujian atau hadiah, maka cenderung tidak diulangi, bahkan dihindari.
5. Teori Harapan ( Expectancy )
Teori ini berpegang pada prinsip
yang mengatakan “terdapat hubungan yang erat antara pengertian seseorang
mengenai suatu tingkah laku dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai
harapan”. Dengan demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk
melakukan suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu yang
diinginkan disebut “ usaha “. Usaha di lingkungan para pekerja dilakukan berupa
kegiatan yang disebut bekerja, pada dasarnya didorong oleh harapan tertentu.
Usaha yang dapat dilakukan pekerja
sebagai individu dipengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang
dimilikinya, yang diwujudkannya berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja yang
diperoleh hasil, yang jika sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai
ganjaran yang memberikan rasa kepuasan.
6.
Teori Tujuan Sebagai Motivasi
Dalam
bekerja bertujuan untuk membentuk harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat
subyektif dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada unit
kerja atau perusahaan yang sama. Tujuan bersumber dari rencana strategi dan
rencana operasional organisasi/perusahaan, yang tidak dipengaruhi individu dan
tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu bersifat objektif.
Setiap pekerja yang memahami dan
menerima tujuan organisasi/perusahaan atau unit kerjanya dan merasa sesuai
dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam mewujudkannya. Dalam
keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang
mendorong para pekerja memilih alternative cara bekerja yang terbaik atau yang
paling efektif dan efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar