Powered By Blogger

Senin, 10 Oktober 2016

Pembagian Wilayah Pemasaran Terhadap Peningkatan Penjualan

A Pengertian Pemasaran Pemasaran ialah bagaimana cara memberikan kepuasan konsumen, barang yang akan diperkenalkan kepada konsumen yaitu barang hasil produksi dan siap dipasarkan, hasil produksi barang terjamin dari mutu dan kualitas agar bisa bersaing dipasaran. Basu Swastha dan Irawan dalam bukunya Manajemen Pemasaran Modern (2002 : 37) menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu sistem dari keseluruhan kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan baik pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Membicarakan pengertian pemasaran kita harus melihat beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli pemasaran karena dalam memberikan defenisi pemasaran kita sering menjupai beberapa penafsiran yang dapat memberikan estimasi bagaimana cara meningkatkan penjualan sesuai dengan titik pandang masing-masing ahli. Pada dasarnya prinsip-prinsip ini secara umum defenisi-defenisi tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu bahwa kegiatan atau aktivitas pemasaran barang dan jasa bukan hanya sekedar kegiatan menjual barang/jasa tetapi lebih luas dari pada itu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemasaran berarti suatu aktivitas atau kegiatan manusia berlangsung dalam kaitannya jual beli di pasar, atau berarti bekerja dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Stanton, Dalam bukunya Marketing Praktis (2000 : 115) pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam mempertahankan kelangsungan hidup suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh laba. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan tersebut tergantung bagaimana memasarkan suatu produk itu sendiri sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Menurut Basu Swastha dalam bukunya Manajemen Pemasaran Modern (2002 : 112) menyatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses pemilihan, pasar mana yang akan kita masuki, produk apa yang kita pasarkan, berapa harga yang kita tetapkan serta distributor mana yang akan kita gunakan. Oleh sebab itu, maka sasaran yang ingin dicapai perusahaan adalah untuk peningkatan penjualan Dalam hal ini bukan semata-mata didasarkan pada selera dan pemenuhan keinginan di dalam memasarkan produknya agar supaya produk yang ditawarkan itu dapat terjual. Menurut Sofyan Assauri, dalam bukunya Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Analisis (2001: 2), menyatakan bahwa, pemasaran adalah untuk menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa tepat pada orang, pada tempatnya dan waktu serta harga yang tepat dengan promosi dan komunikasi yang tepat. Selanjutnya, W.S Stanton dalam bukunya Marketing Praktis, (2000 : 4), mengemukakan bahwa pemasaran adalah sistem dari keseluruhan kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan baik pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Kalau kita menelaah lebih jauh didifinisikan tersebut, maka pada dasarnya pemasaran merupakan suatu sistem yang terkait untuk membuat perencanaan, penentuan harga, melaksanakan promosi, mendistribusikan barang dan jasa dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan para konsumen. Sedangkan Winardi dalam bukunya Azas-Azas Marketing (2002 : 10) mendefinisikan bahwa pemasaran adalah pelaksanaan aktivitas dunia usaha yang mengamati arus benda-benda serta jasa-jasa pada produsen ke konsumen atau pihak yang menggunakannya. Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa pemasaran adalah semua kegiatan proses pemindahan barang atau jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen dengan menggunakan suatu keseluruhan distribusi dalam rangka memperlancar arus pertukaran barang atau jasa tersebut. Alex S. Nitisemito dalam bukunya Azas-Azas Marketing, (2000 : 13), memberikan pengertian tentang pemasaran yaitu semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa dari produsen kekonsumen secara efisien dengan maksud menciptakan permintaan yang efektif. Sedangkan Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2002 : 5) mengemukakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial yang memberikan kepada individu atau kelompok, apa yang mereka butuhkan, inginkan dan ciptakan serta menukarkan produk-produk dan nilai dengan individu dan kelompok lainnya. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan adalah melakukan suatu proses pertukaran, jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemasaran diciptakan oleh para penjual dan pembeli atau lebih dikatakan bahwa pemasaran diciptakan oleh para produsen dan konsumen dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan yang jumlahnya tidak terbatas. Jelas bahwa antara produsen dan konsumen senantiasa untuk mencari kepuasan dengan cara meraih keuntungan, sedangkan dalam pihak para konsumen memenuhi kebutuhan prestasi pemilikan barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen. Dengan memperhatikan beberapa definisi pemasaran yang dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran merupakan suatu interaksi yang berusaha untuk menciptakan hubungan pertukaran serta usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada pemasaran kebutuhan dan keinginan konsumen, guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba. B. Definisi Marketing Mix (Bauran Pemasaran) Sebagai implikasi konkret dari adanya kemajuan yang dicapai dalam ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi dewasa ini, antara lain terlihat melalui kian dinamisnya kegiatan dunia usaha yang pada gilirannya memberikan corak tersendiri bagi pola konsumsi masyarakat. Sejalan dengan hal ini perusahaan-perusahaan memandang bahwa hanya kepada masyarakatlah semata-mata tempat pelemparan produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan. Dengan demikian perusahaan senantiasa mencapai tujuan memaksimasi penjualannya. Stanton dalam bukunya Marketing Praktis (2000 : 112) meyatakan bahwa dengan memanfaatkan semaksimal mungkin sejumlah tensi yang ada seperti penerapan konsep dan kebijaksanaan bauran pemasaran atau marketing mix, yaitu terdiri dari kebijakan dibidang harga, promosi, distribusi dan produk. Kebijakan-kebijakan tersebut lebih dikenal sebagai the fourth's yaitu P'S (Price, Place, Promotion, Product). Mengenai konsep marketing mix ini, menurut Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan dan Pengen-dalian (2002 : 112), bahwa marketing mix adalah perangkat varia¬bel-variabel pemasaran terkontrol yang perusahaan gabungan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkannya dalam pasar sasaran". Jika perusahaan telah memutuskan suatu strategi penentuan posisinya di pasar, maka hal tersebut bahwa perusahaan telah siap memulai suatu perencanaan yang terperinci menge¬nai marketing mix. Dengan demikian maka konsep marketing mix merupakan suatu konsep utama dalam pelaksanaan pemasaran modern dewasa ini. Marketing mix terdiri dari segala tindakan yang mengakibatkan perusahaan melakukan suatu kebijaksanaan yang sifatnya mempengaruhi peningkatan permintaan akan produk-produknya di pasar. Kegiatan yang dilaksanakan guna mempengaruhi permintaan akan produk-produk perusahaan terse¬but, pada dasarnya mencakup faktor-faktor internal yang dapat dikendalikan perusahaan sehingga dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk dijalankan terpadu. Dalam marketing mix terdapat empat faktor yang pelaksanaannya dapat dikendalikan perusahaan menurut Winardi dalam bukunya Azas-Azas Marketing membagi beberapa, yaitu : 1. Product (produk) Kombinasi pertama dari marketing mix adalah produk, hal ini disebabkan karena obyek yang utama dari pemasaran adalah produk. Produk ada yang berupa barang dan jasa. Dalam menentukan keputusan tentang produk, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan meliputi : a. Quality, yaitu menyangkut suatu barang/ jasa yang dihasilkan oleh produsen untuk ditawarkan kepada konsumen. b. Fetures, yaitu menyangkut tentang penampilan dari produk yang dihasilkan meliputi faktor kuantitas dan hygiene dari produk agar dapat menimbulkan daya tarik konsumsi. c. Options, yaitu menyangkut tentang kesediaan perusahaan untuk menghasilkan berbagai produk (produt line) d. Style, yaitu menyangkut tentang modal dari produk yang bersangkutan. Olehnya itu perusahaan harus senantiasa menciptakan model yang sesuai selera konsumen yang setiap saat mengalami perubahan. e. Brand name, yaitu menyangkut tentang pemberian mareka pada produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Pemberian merk tersebut sedapat mungkin memberikan kesan kepada konsumen. f. Packaging, yaitu menyangkut tentang bagaimana cara untuk memberikan pembungkus atau pengepakan pada produk dengan mempertimbangkan unsur biaya, daya tahan dan lain-lain yang sasaran utamanya agar pembungkus tersebut tetap menarik. g. Product line, yaitu menyangkut sejumlah jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan memperhatikan faktor mutu, hygiene, ukuran dan lain-lain. h. Warranty, yaitu menyangkut jaminan perusahaan akan produk yang dihasilkan. Dengan demikian konsumen merasa aman dari berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan dalam pemakaian batas waktu yang wajar. i. Service level, yaitu menyangkut tentang pelayanan untuk perusahaan dalam menghadapi konsumen misalnya fasilitas transport yang dapat menunjang dan memperlancar penyera¬han produk ke tangan konsumen. Other service, yaitu menyangkut pelayanan di luar dari service level misalnya after sales service atau dengan penyediaan spare parts terjamin, serta kesiapan tukar barang rusak/ baik bila perlu. 2 Price (harga) Kombinasi kedua dari marketing mix adalah menentukan kebijaksanaan tingkat harga yang tepat bagi perusahaan. Penetapan harga terhadap suatu produk mengandung resiko yang sangat besar. Olehnya itu ada beberapa patokan dalam menentukan kebijaksa naan tentang harga yang meliputi : a. List Price, yaitu penyediaan daftar harga barang yang dihasilkan oleh perusahaan yang tujuannya agar kombinasi antara perusahaan dan konsumen dapat lebih besar. b. Discoount, yaitu untuk pemberian potongan harga kepada langganan dengan memperhatikan jumlah dan frekuensi dari pembelian barang. c. Allowance, yaitu pemberian harga khusus pada produk tertentu yang dihasilkan oleh perusahaan dengan maksud untuk memikat konsumen. d. Payment Proidicredit Terms, yaitu dalam penentuan waktu pembayaran/ syara-syarat kredit lainnya yang dapat dikontrol oleh perusahaan serta dapat menimbulkan kerin¬ganan bagi pembeli (konsumen). 3 Place (tempat/ saluran distribusi) Untuk lebih memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor yang penting adalah Saluran distribusi menurut Philip Kotler, dalam bukunya Manajemen Pemasaran, (2002 : 28), menyatakan bahwa saluran distribusi digunakan sebagai tempat penyaluran barang dan jasa. Menurut Stanton, dalam bukunya Marketing Praktris, (2000 : 119) saluran distribusi merupakan suatu alternatif bagi perusahaan bagaimana untuk memperlancar barang dan jasa hasil produk, karena bermunculan produk yang sama, peranan saluran disirbusi dalam memerangi saingan dan tantangan perlu diatasi serta harus dilewati, kecermatan dan kelihaian pengelola perusahaan ditentukan oleh keunggulan menghadapi pesaing muncul dengan sendirinya. Bilamana terjadi suatu kesalahan dalam pemlihan distribusi akan memberikan pengaruh yang dapat memperlambat atau menghambat usaha penyaluran barang dan jasa. Produk yang sudah memenuhi Standar Industri Indonesia dan sudah memenuhi selera konsumen namun jika ternyata saluran distribusi yang digunakan tidak mempunyai kemampuan dan inisiatif atau kurang bertanggung jawab, maka usaha penyaluran akan mengalami hambatan. Oleh Simorangkir, dalam bukunya Marketing Praktis (2004 : 29) secara umum saluran distribusi dapat dibedakan dalam beberapa macam menurut rangkaiannya, sebagai berikut : 1. Produsen ke konsumen, ialah dalam bentuk saluran distribusi yang paling pendek dan sederhana adalah saluran distribusi dari produsen langsung ke konsumen tanpa menggunakan perantara, atau bisa disebut distribusi secara langsung. Produsen disini kurang memperhatikan salurtan distrbusi yang telah terbangun selama ini. 2. Produsen ke pengecer ke konsumen, ialah suatu hal dapat dipengaruhi oleh konsumen atau pengecer secara langsung melakukan penjualan kepada konsumen. Adapun beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer sehingga secara langsung melayani konsumen. 3. Produsen ke pedagangan besar ke pengecer ke konsumen, yang berarti bahwa saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan sebagai saluran distribusi tradisional. Produsen disini hanya berhubungan kepada pedagang besar (pengusaha besar) tidak melayani pengecer dan penjual. Produsen disini khususnya melayani dalam partai besar tanpa menghiraukan pengecer dan penjual. 4. Produsen ke agen ke pengecer ke konsumen, dalam melaksanakan saluran distribusi produsen memilih agen (agen penjualan atau pabrik) sebagai penyalurannya. Produsen menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada dan sasaran penjualannya terutama diajukan kepada pengecer. 5. Produsen ke agen ke pedagangan besar ke pengecer ke konsumen, yang berarti saluran distribusi ini berfungsi untuk saling menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan. Dalam memilih alternatif mana yang terbaik dari saluran distribusi dalam berbagai macam alternatif, maka produsen memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh seperti pertimbangan pasar, barang, perusahaan dan perantara dalam perdagangan. Penentuan tempat dengan tepat akan lebih memudahkan dilancarkannya program pemasaran secara efektif dan efi¬sien. Oleh Simorangkir, dalam bukunya Marketing Praktis (2004 : 87)Place dalam memasarkan meliputi kegiatan sebagai berikut : a. Channel Distribution, yaitu menentukan saluran distribusi terutama dalam artian fisik yang meliputi sasaran penyimpangan/ pemeliharaan dan banyaknya pedagang peran¬tara yang terdapat dalam channel. Dengan memperhatikan kedua hal tersebut maka penyaluran barang ke konsumen dapat lebih dan tepat. b. Coverage, yaitu menyangkut tentang pemberian informasi secara cepat dan tepat dari perusahaan ke konsumen dan sebaliknya. Hal ini dimaksudkan untuk secepatnya dapat memperoleh informasi atas segala perubahan yang terjadi terutama dalam lingkungan perusahaan. c. Outlet lokation, yaitu menyangkut penempatan lokasi yang merupakan pusat barang untuk dialokasikan ke berbagai daerah penjualan (konsumen). d. Sales therry, yaitu menyangkut jangkauan produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan memperhatikan klasifi¬kasi tertentu dari pola konsumen misalnya pendapatan selera dan lain-lain. e. Inventory levels, yaitu tentang jumlah persediaan yang harus ada dalam perusahaan pada pedagang perantara yang tujuannya untuk menjaga timbulnya kekosongan produk di daerah pemasaran. Kekosongan produk dapat menyebabkan masunya produk dari perusahaan lain atau hilangnya kepercayaan konsumen pada perusahaan. f. Transportations, yaitu menyangkut kelancaran operasional perusahaan terutama kemampuan perusahaan untuk mengkafer daerah konsumen sampai jarak terdekat. 4 Promotion (Promosi) Setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan penyampaian berita mengenai produk yang dihasilkan kepada konsumen yang dapat dilihat dalam bentuk : a. Advertising, yaitu kegiatan komunikasi individu dengan menggunakan sejumlah biaya melalui cara berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga non lembaga serta individu-individu. Salah satu pertimbangan utama dalam pelaksanaan program periklanan adalah faktor biaya. Berbeda halnya dengan kegiatan publitas yang disiarkan tanpa memerlukan banyak biaya. Periklanan dilaksanakan oleh pihak penjual dan pihak pembeli yang bermotifkan penawaran atas sesuatu produk, jasa dan secara lisan dan tulisan. Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan periklanan diantaranya sebagai berikut : Periklanan merupakan suatu cara penyampaian yang bernilai ekonomi pada suatu penawaran produk. 1. Periklanan yang merupakan suatu alat persuasif jadi produsen dapat mengadakan periklanan untuk membujuk masyarakat agar tertarik untuk mencoba atau membeli produk yang diiklankan. 2. Periklanan merupakan suatu alat untuk menciptakan image (kesan). 3. Periklanan merupakan suatu alat untuk memuaskan keinginan pembeli dan penjual. b. Personal selling, yaitu sasaran dari kegiatan pemasaran adalah bagaimana untuk meningkatkan penjualan sehingga dapat menghasilkan laba maksimal dan akhirnya menciptakan kepuasan konsumen yang merupakan sasaran jangka panjang. Persenal selling merupakan salah satu metode promosi untuk mencapai tujuan tersebut. Metode ini memerlukan lebih banyak tenaga penjual (salesman). Personal selling adalah intensifikasi antara individu yang saling bertemu muka yang tujuannya untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pihak lain. C. Strategi Pemasaran Strategi pemasaran adalah masalah penentuan cara dalam mana perusahaan untuk mencoba untuk menjual produk-produknya ke pasar, apakah akan menggunakan penyalur tertentu ataupun penyalur lain. Ini bukanlah masalah yang sederhana. Untuk itu manajemen harus berusaha untuk membedakan semua alternatif saluran yang ada dan menggunakan beberapa metode analisis untuk menilai masing-masing alternatif. Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas, dapatlah dilihat pada kasus berikut ini. Oleh Simorangkir dalam bukunya Marketing Praktis (2000 : 115) pada skhema 2 dapat dilihat adanya lima cara yang berbeda untuk memasarkan produk baru tersebut dengan cara sebagai berikut : 1. Menggunakan penyalur yang ada (strategi distribusi 1) Strategi ini dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan saluran distribusi yang ada dalam pemasaran produknya. Dalam hal ini, perusahaan ingin mempertahankan penggunaan penyaluran yang ada. 2. Menggunakan penyalur baru (strategi distribusi 2) Strategi ini dilakukan oleh perusahaan dengan memasukkan penyalur baru ke dalam saluran distribusinya. Penyalur baru dapat mengambil pengalaman dari penyalur lama untuk mengetahui cara-cara yang pernah ditempuhnya. 3. Membeli perusahaan kecil yang berfungsi sebagai penyalur (strategi distribusi 3) Strategi ini memberikan kemungkinan pada perusahaan untuk membeli atau menambah perusahaan baru yang berfungsi untuk memasarkan preoduknya. Jadi perusahaan yang dibeli tersebut mempunyai kegiatan khusus di bidang pemasaran. 4 Penjualan produk dalam jumlah besar kepada perusahaan lain (Strategi Penjualan 4) Strategi distribusi ini dapat ditempuh perusahaan dengan menjual produk baru kepada perusahaan lain dalam jumlah besar, yang kemudian mendistribusikannya kepada konsumen akhir. Alternatif ini mempunyai konsekkuensi profitabilitas perusahaan yang rendah, namun pada saat yang sama tingkat resiko perusahaan jadi berkurang. 5 Kemasan dan penjualan produk melalui pos (strategi penjualan 5) Strategi distribusi ini dilakukan oleh perusahaan dengan mengadakan kemasan penjualannya melalui pos. Strategi ini perlu didukung dengan usaha periklanan. Kelima strategi tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi mana yang paling menguntungkan. Untuk menentukan pilihan strategi dapat digunakan sebuah metode yang disebut metode nilai tertimbang (wirght factor score method) dan tidak diuraikan secara sistimatis dalam tulisan ini. SKHEMA 1 ALTERNATIF STRATEGI DISTRIBUSI Alternatif 1 Pemasaran Melalui Penyalur yang ada Alternatif 2 Pemasaran Melalui Penyalur baru 3 Membeli Perusahaan Alternatif Kecil yang Berfungsi Alternatif 4 Penjualan Produk Dalam Jumlah Besar Kepada Alternatif 5 Kemasan dan Penjualan Produk Melalui Pos Sumber : Soegarda (2000 : 76) D. Pengertian Perilaku Konsumen Jika ditelaah lebih lanjut, sebenarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi para konsumen dalam rangka menentukan pilihannya mengenai produk apa yang dikonsumsinya. Menurut Nitisemito dalam bukunya Azas-Azas Marketing ((2000 : 29) faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidikan dan status sosial yang disandang oleh para konsumen yang secara potensial akan mengkonsumsi barang yang akan dipasarkan diperusahaan. Ketiga faktor ini akan turut berpengaruh bagi perilaku konsumen sehingga perusahaan perlu mengkajinya, sehubungan dengan upaya perusahaan didalam meningkatkan penjualan. Melakukan suatu kajian atau studi terhadap perilaku konsumen dalam memainkan peranan untuk meningkatkan penjualan barang, akan diperoleh suatu petunjuk yang konkret mengenai perlu tidaknya perusahaan melakukan perluasan dan penyebaran produk-produknya dipasar yang telah disesuaikan dengan perilaku konsumen. Sehubungan dengan hal ini maka Sofyan Assauri dalam bukunya Manajmen Pemasaran (2001: 12) dalam tulisannya mengemukakan bahwa dengan mengkaji perilaku konsumen tersebut, perusahaan dapat mengetahui diagnosa tentang siap dan apa serta bagaimana kebenaran mengenai pemakaian suatu produk. Hasil pengkajian tentang perilaku konsumen tersebut digunakan oleh perusahaan untuk menentukan perlu tidaknya perusahaan merubah strategi pemasaran produknya. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa aspek perilaku konsumen perlu mendapatkan perhatian dari unsur manajemen perusahaan, saat mana perusahaan yang bersangkutan akan merencanakan untuk mempertahankan posisinya di pasar. Meskipun terdapat banyak faktor yang memungkinkan suatu perusahaan untuk mempertahankan posisinya di pasar, namun masalah perilaku konsumen ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius, khususnya bagi barang-barang industri yang pangsa pasarnya berada pada kalangan masyarakat yang berpenghasilan relatif tinggi. Secara lebih konkret dapat dikemukakan bahwa unsur perilaku konsumen dalam pembelian barang, pada dasarnya mencerminkan tanggapan atau respon mereka terhadap berbagai rangsangan pemasaran. Tanggapan atau respon tersebut terutama terlihat melalui berbagai bentuk pewadahan produk, harga, daya tarik advertensi dan unsur lainnya yang berdampak secara psikologi bagi konsumen serta sosial budaya. Mengenai perlunya perusahaan menelaah mengenai perilaku konsumen tersebut, maka perlu adanya perincian mengenai dimensi penting dari unsur prilaku konsumen. Sehubungan dengan konteks ini, maka Yanti B. Sugarda dalam bukunya Kerangka Strategi Perusahaan (2000: 214) membedakan adanya tiga dimensi perilaku konsumen dalam konteks pembelian suatu produk, di mana dimensi-dimensi tersebut meliputi : 1. Dimensi cognitif (pikiran) 2. Dimensi effective (perasaan) 3. Dimensi conative (perbuatan) Komponen cognitif merupakan elemen rasional yang dipergunakan dalam proses penelaahan secara mental mengenai adanya perilaku konsumen dalam mengkonsumsi barang. Konponen efektive merupakan elemen emosional serta adanya unsur perasaan yang secara alamiah berada pada setiap individu yang akan mengkonsumsi barang. Komponen cognitif merupakan suatu kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan sehingga konsumen akan melakukan pembelian terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan di pasar. Meskipun adanya kebebasan bagi konsumen untuk dapat menentukan pilihannya dalam mengkonsumsi suatu produk-produk industri yang mana, namun dalam kenyataannya ini konsumen senantiasa dibatasi oleh berbagai variabel yang secara kualitatif berkembang dalam lingkungan pemasaran. Variabel-variabel tersebut adalah nilai sosial merupakan kemasyarakatan yang senantiasa berkembang, seperti dengan menjamurnya penjualan minuman keras dengan berbagai merk yang tentu saja hal ini bertolak belakang dengan nilai religius yang dianut oleh berbagai pemeluk agama yang ada disekitarnya. Untuk kepentingan penelaahan seperti ini, perusahaan semakin dituntut untuk mencermati kondisi sosial masyarakat yang sedang berkembang. Implisit di dalamnya adalah orientasi tingkah laku konsumen atau masyarakat yang tidak mungkin dilakukan suatu proses sosialisasi dalam usaha menyukseskan kegiatan pemasaran. Dengan demikian, unsur tingkah laku manusia dalam memilih dan mengkonsumsi barang dan jasa, juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya dan nilai religius yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Hal ini tentu saja membawa implikasi yang penting artinya dicermati oleh perusahaan-perusahaan yang dalam kegiatannya sejumlah produk yang akan di pasarkannya kepada masyarakat tersebut. Secara konkret, persoalan perilaku tersebut mencerminkan nilai-nilai budaya yang masih dijunjung tinggi masyarakat, sehingga perusahaan perlu melakukan tindakan yang bersifat hati-hati guna menghindari kemungkinan terjadinya dampak yang dapat merugikan proses kelangsungan usaha pemasaran yang dijalankannya. Derajat pengaruh perilaku konsumen terhadap usaha pemasaran yang dilaksanakan perusahaan, akan sangat ditunjang oleh besarnya kaitan barang dan jasa yang ditawarkan di pasar, serta dengan nilai-nilai budaya dan standar normatif dari komunitas,masyarakat dan sejumlah pranata sosial yang melembaga dalam sistim sosial ke masyarakat setempat. Unsur ini, selain unsur-unsur lainnya adalah sama pentingnya untuk dijadikan sebagai salah satu rujukan di dalam menetapkan strategi pemasaran perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Assauri, S, 2001, Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Analisis, Edisi Kedua, Balai Penelitian Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta. Dajan, Anton, 2001, Statistik Terapan, Edisi Kelima, Cetakan Ke Tujuh, Liberty, Yogyakarta. Kotler, P, 2002, Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan dan Pengendalian, Terjemahan Jaka Wasana, 2000, Edisi kelima, Cetakan Kedua, Erlangga, Jakarta. Nitisemita, A,S, 2000, Azas - Azas Marketing, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta. Simorangkir, 2004, Marketing Praktis, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta. Stanton, W.S, 2000, Marketing Praktis, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Liberty Yogyakarta. Sugarda, B.Y, 2000, Kerangka Strategi Perusahaan, Manajemen dan Usahawan Indonesia, Edisi ke 21, Jakarta. Swastha, B, dan Irawan, 2002, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta. Winardi, 2000, Azas - Azas Marketing, Cetakan Ketiga, Edisi Kedua, Alumni, Bandung.

Pengelolaan dan Pengalokasian Dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

A Pengertian dan Jenis-Jenis Anggaran Anggaran dalam berbagai pengertian banyak diartikan sebagai pernyataan kuantitatif. Hal ini terlihat antara lain pada pengertian anggaran yang dikemukakan oleh Charles T. Hongren dan George Foster Cost Accounting, (2002: 146), sebagai berikut anggaran adalah suatu pernyataan kuantitatif tentang apa rencana atau tindakan dan alat bantu untuk koordinasi dan implementasi. Dalam hal ini anggaran dirumuskan untuk organisasi secara keseluruhan ataupun sub unit, di mana anggaran merupakan suatu prosedur yang disebut budgenting system. Perencanaan dengan anggaran dengan mengidentifikasi pada manajemen mengenai : 1. Jumlah laba yang ditetapkan untuk dicapai perusahaan, 2. Sumber dana yang diperlukan dalam mencatatkan laba Pengendalian biaya, yaitu membandingkan antara hasil aktual dengan anggaran yang akan membantu manajemen untuk mengevaluasi kinerja dari individu, departemen divisi atau keseluruhan organisasi perusahaan. Komunikasi dan koordinasi, yaitu anggaran mampu untuk mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan keseluruh level dalam departemen, karena anggaran merupakan bagian integral dari tujuan-tujuan tersebut departemen divisi dan organisasi perusahaan. Selanjutnya, definisi anggaran yang mengandung pengertian yang sama dilakukan oleh Ray H. Garisson (1995: 297), menyatakan bahwa a budget is a detail plan outlining acquistion and use of financial and other resources some gives time period. Selain mencakup ramalan atau perencanaan mengenai pendapatan dan pengeluaran penerimaan dan biaya untuk mempermudah proses perencanaan ini sendiri, maka semua kegiatan operasi dari perusahaan yang menyusun anggaran harus dikonversikan kedalam bentuk kesatuan nilai uang. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat diukur dalam alat kesatuan yang sama. Pengertian anggaran yang mengandung pengertian sebagaimana disebutkan di atas, ditemukan oleh, Teguh Pajo Mulyono (2000 : 287) yang menyatakan bahwa budget is a plan of operation expessed in monetary terms it consequently includes a forecast a forecast of income and expenditures and of receipts and cost for a specific period. Setiap organisasi perusahaan utamanya perusahaa dengan organisasi yang besar, tidak akan terlepas dari kegiatan pengendalian. Pengendalian ( control ) dapat memberikan keputusan bahwa sumber-sumber yang diperoleh telah digunakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk maksud tersebut di atas, budgeting adalah salah satu tehnik yang tersedia. Budgeting merupakan rencana kegiatan yang terperinci ditetapkan sebagai suatu pedoman pelaksanaan dan sebagai suatu dasar penilaian terhadap prestasi kerja manajer. Jika kita melihat pengertian budget yang dikemukakan, maka dimensi waktu juga turut dimasukkan sebagai batasan anggaran, karena dapat menyebabkan semua biaya total menjadi variabel atau semua biaya tidak dapat dibedakan antara biaya yang dapat dikendalikan (controllable cost) dengan biaya yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable cost). Pada perusahaan yang sudah sedemikian stabil, biasa saja membuat peramalan untuk beberapa tahun, atau dengan kata lain dalam jangka panjang. Namun bagi perusahaan yang banyak menghadapi ketidak pastian, hanya mungkin untuk membuat peramalan jangka waktu yang pendek saja, jadi jangka waktu yang dicukupi oleh anggaran juga, tergantung dari sifat suatu perusahaan itu sendiri, namun anggaran yang disusun menurut kurun waktu bulanan adalah yang paling baik karena rencana kegiatan nampak. Disamping itu anggaran bulanan sangat menunjang pelaksanaan pengendalian yang terjadi dengan segera dapat diketahui. Proses penganggaran mempunyai beberapa tujuan : 1. Anggaran menyajikan perencanaan keuangan yang memungkin kan perusahaan untuk dapat mengkoordinasikan semua aktivitasnya. Dengan menggunakan anggaran para manajer dapat memproyeksikan hasil dan mengatur strategi yang dibutuhkan sebelum operasi perusahaan dapat dimulai, sehingga dapat menghindari kesalahan yang merugikan perusahaan. 2. Proses penganggaran mendorong para manajer untuk menguji kembali prestasi yang pernah diraih dan memungkinkan mereka mengubah kembali dan mengoreksi metode operasi yang kurang efisiensi ketinggalan jaman. 3. Anggaran memungkinkan para manajer untuk mengimpelementasikan fungsi perencanaan dan pengawasan. Berdasarkan pengertian di atas, Calvin Engler (1999 : 305), mengemukakan bahwa, A budget is a financial plan that sets forth resources neccesary to carry out activities and meet financial golas for a future period time. Agar supaya anggaran dapat berfungsi sebagai alat koordinasi dan kontrak, maka masing-masing manajer harus satu tahun jelas luas kekuasaan dan tanggungjawabnya. Ini supaya tidak terjadi overlapping yang mungkin menyebabkan keruwetan dan kekaburan mengenai tugas masing-masing yang telah dibebankan. Demikian pula dengan anggaran dapat berfungsi sebagai alat motivasi kalau setiap manajer dan kepala bagian diikutsertakan dalam penyusunan perencanaan anggaran ini berarti perlu adanya pendelegasian wewenang kepada masing-masing manajer, untuk itu menyusun anggaran operasionya. Dengan demikian masing-masing manajer akan merasa bertanggung jawab sehingga timbul partisipasi untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam anggaran. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan kesemuanya itu menunjukkan sifat yang sama, yaitu bahwa anggaran itu merupakan suatu rencana kegiatan yang tertulis mengenai apa yang dilakukan oleh suatu organisasi yang meliputi peramal an pendapatan dan pengeluaran penerimaan dan biaya-biaya selama periode tertentu yang dikonversi dalam kesatuan nilai atau moneter. Menurut D. Hartanto dalam bukunya Akuntansi Untuk Usahawan (2003 : 131) ada 4 (empat) macam anggaran sebagai berikut : 1. Appropriation budget 2. Performance budget 3. Fixed budget 4. Flexible budget. ad 1. Appropriation budget adalah untuk memberikan batas pengeluaran yang boleh dilakukan. Batas tersebut merupakan jumlah maximun yang dapat dikeluarkan untuk satu hal tertentu. Dalam macam anggaran ini umumnya digunakan dalam pemerintahan. Namun bagi perusahaan untuk hal-hal tertentu sangat terbatas keinginan seperti, hanya untuk penelitian dan advertising saja. ad 2. Performance budget adalah anggaran yang didasarkan pada atas fungsi aktivitas dan proyek. Pada anggaran ini perhatian ditujukan pada penilaian atau biaya-biaya yang dikeluarkan untuk suatu hal tertentu. Dengan demikian efisiensi dan efektifitas operasi dapat diketahui. Di dalam perusahaan anggaran yang lazim digunakan adalah formance budget. ad 3. Fixed budget adalah anggaran yang dibuat untuk satu tingkat kegiatan selama jangka waktu tertentu, dimana tingkat kegiatan ini dapat dinyatakan dalam prosentase dan kapasitas jumlah produk yang dihasilkan selama jangka waktu tertentu pada Foxed budget hanya digunakan jika diketahui dengan pasti bahwa volume real yang akan dicapai tidak jauh berbeda dengan volume yang direncanakan semula. ad 4. Flexible budget adalah bahwa untuk setiap tingkat kegiatan terdapat norma-norma atau ketentuan antar biaya yang diperlukan. Norma itu merupakan patokan dari pengeluaran yang seluruhnya dilakukan pada masing-masing tingkat kegiatan tersebut. Dalam penyusunan anggaran suatu perusahaan perlu diperlukan beberapa syarat seperti yang dilakukan oleh Gunawan Adisaputra dan Marwan Asri dalam bukunya Anggaran Perusahaan (2000 : 7) menyatakan bahwa di dalam penyusunan anggaran perusahaan, maka perlu diperlukan beberapa syarat bahwa anggaran harus realitis, luwes dan kontinyu. B Pengertian Penggunaan Anggaran Penggunaan anggaran yang penulis maksudkan disini menyangkut masalah perencanaan anggaran belanja rutin sebagaimana yang disamiapiakn oleh Haw Widjaya, dalam bukunya Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi (2002 : 15) apa yang digariskan dalam dalam penetapan penggunaan anggaran rutin, sebagai berikut : 1. Suatu rencana yang sudah disyahkan 2. Rencana bagian dari pada rencana keseluruhan yang berupa anggaran. 3. Kalkulasi dari pembiayaan kegiatan pemerintah. Dengan fungsinya yang demikian itu, maka rencana anggaran adalah perkiraan untuk waktu yang akan datang disusun berdasarkan perjalanan-perjalanan masa lalu dan masa kini. Penyusunannya yang sistimatis haruslah dilakukan atas dasar klasifikasi anggaran yang digunakan. Untuk lebih jelasnya klasifikasi anggaran yang dimuat maka terlebih dahulu dijelaskan dalam berbagai macam klasifikasi anggaran, dalam anggaran sebagai klasifikasinya meliputi : 1. Klasifikasi obyek 2. Klasifikasi organik 3. Klasifikasi fungsional 4. Klasifikasi ekonomi 5. Klasifikasi program perfomance. Dari pengertian klasifikasi obyek pengelompokkan pengeluaran-pengeluaran ke dalam jenis barang jasa yang apakan dibeli. Sedangkan untuk klasifikasi organik adalah pengelompokan anggaran atas kategori suatu organisasi. Klasifikasi Fungsional adalah merupakan salah satu pengelompokkan pengeluaran atas dasar fungsi-fungsi yang akan dijelaskan oleh Mardiasmo, dalam bukunya Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, (2002 : 1240 menytakan bahwa ekonomi adalah pengelompokkan pengeluaran atas dasar kelompok kegiatan fungsi dan proyek yang akan dicapai sehingga dari pengeluaran-pengeluaran anggaran nantinya dapat diukur efisiensi dan penegasan yang dapat dijalankan. Dengan mengetahui macam-ma-cam klasifikasi anggaran tersebut di atas, dengan data yang ada dapatlah ditentukan perencanaan anggaran belanja rutin pada lokasi penelitian yang terpilih disusun berdasarkan dengan sistimasi sebagai dasar dalam pertimbangan klasifikasi anggaran yang sesuai. Untuk itu penulis akan menyajikan data-data dalam penyusunan anggaran belanja rutin pada lokasi yang terpilih dimana anggaran tersusun sebagai berikut : 1. Belanja Pegawai terbagi atas : a. Gaji Pokok b. Tunjangan Tambahan c. Tunjangan istri / suami d. Tunjangan anak e. Tunjangan jabatan f. Belanja Pegawai lainnya yang meliputi : 1. Tunjangan pangan/beras 2. Biaya lembur 3. Honor untuk juru pemelihara bangunan purbakala 2. Belanja barang terdiri atas : a. Keperluan sehari-hari perkantoran, dipergunakan untuk : 1. Keperluan bahan/ alat tulis menulis 2. Perlatan kantor ketata usahaan 3. Perlatan bahan/ alat tulis menulis dan bahan lain 4. Perlatan rumah tangga kantor 5. Bahan rumah tangga kantor 6. Pembiayaan benda-benda pos 7. Biaya rapat dinas 8. Biaya penerimaan tamu 9. Biaya transportasi 10 Biaya petugas jaga malam. b. Belanja barang inventaris kantor : - Semua barang-barang yang berhubungan dengan barang inventaris kantor. - Barang-barang keperluan tambahan c. Belanaja langganan daya jasa yang terbai atas : - Biaya langganan listrik - Biaya langganan telepon - Biaya langganan gas dan air d. Bahan alat-alat dan barang-barang lain, meliputi belanja : - Peralatan pemeliharaan benda-benda dan bangunan kuno - Peralatan penggambaran - Peralatan fotografi - Peralatan pemerataan - Peralatan laboratorium - Bahan-bahan untuk fotografi - Ganti rugi tanah - Pembelian benda-benda kuno/ benda-benda bersejarah - Pembelian benda-benda seni - Perlatan survey e. Lasin-lain belanaja terdiri dari : - Biaya pengamanan/ penjagaan pemilikan benda-benda, situs-situs, bangunan-bangunan bersejarah. - Biaya ganti rugi tanah/ barang dalam rangka perlindungan sejarah dan kepurbakalan. - Biaya pemerataan obyek-obyek sejarah dan ke purbakalaan. 3. Belanja Pemerintah terdiri dari : a. Belanja pemeliharaan gedung kantor b. Belanja pemeliharaan kendaraan dinas c. Belanja pemeliahraan barang-barang inventaris kantor d. Belanjan pemeliharaan perlatan teknis e. Lain-lain belanja pemeliahraan, yaitu : - Pemeliharaan bangunan kuno - Pemeliharaan benda-benda bersejarah/ kuno. 4. Belanja perjalanan dinas Untuk perjalanan dinas disini, maka semua unit kerja harus dapat menentukan, daerah mana saja yang direncanakan dan perlu ditinjau, dibina, diarahkan kegiatan yang mana harus dilaksanakan oleh semua daerah atau suaka-suaka yang ada di daerah. Setelah penulis mengemukakan sistimatika perencanaan pembelanjaan tersebut dibagi atas : a. Jenis belanja pegawai b. Jenis belanja barang c. Jenis belanja perjalanan dinas C Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan dengan peraturan Daerah APBD yang pelaksanaan harus disesuaikan pendapatan asli daerah. Saragih Panglima, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah (2003 : 23) menyatakan bahwa APBD merupakan suatu gambaran atau tolok ukur penting dalam keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah (PAD) . Berkembangnya perokonomian daerah di berbagai sector juga akan memberikan pengaruh positif pada penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat daerah dan dengan meningkatkanya lapangan kerja baru, maka kegiatan ekonomi rakyat daerah juga turut berkembang. Menurut Haw Widjaya, Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi (2002 : 112) menyatakan bahwa Anggaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD) adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anngaran tertentu, umumnya satu tahun. Dalam proses perencanaan atau penyusunan APBD , pendekatan yang dipakai adalah penmdekatan kinerja (performance budget). Pedekatan kinerja dalam hal ini memuat ;a)Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja /pengeluaran, b) Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, dan c) Sumber pendapatan mana dalam APBD dan untuk biaya apa. Artinya, apakah seluruh atau sebahagian dana PAD dipergunakan untuk biaya belanja rutin daerah diluar belanja pegawai, ataukah ada kebijakan pendekatan baru didalam pemanfaatan atau penggunaan setiap jenis pendapatan daerah?hal ini penting untuk dianalisa dan dicermati agar tujuan dan sasaran APBD tercapai. Performance budget atau anggaran kinerja suatu system penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja dari organisasi pemerintah (public). Artinya, tujuan akhir yang akan dicapai adalah meningkatkan kualitas pelayanan public. Untuk mencapai anggaran yang baik, maka prinsip efesiensi dan efektifitas menjadi syarat mutlak. Pengelolaan keuangan daerah atau APBD oleh Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah adalah perubahan dari tradisional budget ke performance budget. Tradisional budget didominasi dengan penyusunan anggaran yang bersifat line item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Hal ini seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kebutuhan masyarakat. Dengan basis seperti ini APBD masih terlalu berat menahan arahan, batasan serta orientasi subordinasi kepentingan perintah atasan. Mengacu pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 903/3172/SJ/2005, Perihal Pedoman Umum Penyusunan Anggaran 2005, sasaran dan program pemerintah difokuskan kepada; 1. Memperkokoh harmonisasi dan integrasi sosial 2. Penegakan hukum 3. Peningkatan pertumbuhan ekonomi 4. Mendorong pertumbuhan sector riil dan dunia usaha 5. Mengurangi tingkat kemiskinan 6. Peningkatan pembangunan infrastruktur yang mendorong proses 7. Peningkatan mutu pendidikan 8. Peningkatan kesehatan masyarakat. Dalam penyusunan APBD, pemerintah daerah bersama dengan DPRD menetapkan arah dan kebijakan umum sebagai dasar penetapan strategi dan prioritas program yang akan dicapai selama satu tahun anggaran dengan memperhatikan Sasaran dan Program Pemerintah Tahun Anggaran 2005. kebijakan tersebut selanjutnya dijadikan sebagai landasan penyusunan anggaran terhadap berikutnya yang lebih bersifat teknis dan operasional. D Prinsip-prinsip Penyusunan APBD Mardiasmo, Otonomi Daerah dan Manajemen Keuangan Daerah (2002 : 215) menyatakan bahwa pada dasarnya APBD mencerminkan kerangka kebijakan publik yang memuat hak dan kewajiban pemerintah daerah dan masyarakat yang tercermin dalam format pendapatan, belanja, maupun pembiayaan, maka sudah semestinya penyusunan APBD harus mengacu pada norma dan prinsip. Adapun prinsip penyusunan APBD adalah: 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Transparansi dan Akuntabilitas anggaran daerah merupakan persyaratan utama untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab. Penyususnan, pelaksanaan dan pertyanggung jawaban anggaran harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal ini mengandung makna bahwa seluruh proses penyususnan anggaran harus semaksimal mungkin dapat menunjukan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena ittu dalam proses dan mekanisme penyusunan anggaran harus jelas siapa yang bertanggung jawab apa sebagai landasan pertanggung jawaban baik antara eksekutif dan DPRD maupun di internal eksekutif itu sendiri. Selain itu sebagai instrument pertanggungjawaban maka dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing satuan kerja termasuk Sekertariat Dewan yang disusun dalam format RASK (Rencana Anggaran Satuan Kinerja) harus betul-betul menyampaikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, serta kolerasi antara besaran anggran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penetapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap penyelengara Negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil, proses dan penggunaan sumber dayanya. 2. Disiplin Anggaran Anggaran daerah merupakan satu – satunya instrument yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kebijaksanaan pendapatan maupun belanja daerah. Bahwauntuk dengan baik dan benar, maka diatur landasan administratif dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain produser dan teknis peganggaran serta aspek penatausahaan yang harus diikuti secara tertib dan taat azas. Selain itu dalam ranka disiplin anggaran bik pendapatan maupun belanja juga harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasi apakah itu Undang –undang , peraturan pemerintah, Keputusan Menteri , Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah . Karena itu penyusunan APBD pemerintah Daerah harus mengikuti produser administrsi yang ditetapkan seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri maupun Peraturan Daerah .Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain bahwa : - Pendapatan yang direncanakan merupakan perakiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. - Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersediannya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang beum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/ perubahan APBD. - Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah. 3. Keadilan Anggaran Pendapatan daerah langsung pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan terkait dengan prinsip kewajaran horizontal dan kewajaran vertical. Prinsip dari kewajaran horizontal menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat dalam posisi yang harus diberlakukan sama, sedangkan prinsip kewajaran vertical dilandasi pada konsep kemampuan wajib pajak/ restribusi untuk membayar , artinya masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula . Tentunya untuk menyeibangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tariff secara rasiona untuk menghilangkan rasa ketidakadilan . Selain itu dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relative dapat dinikmati oleh seluruh kelompok mayarakat tanpa diskriminasi , khususnya dalam pemberian pelayanan umum . 4. Efesiensi dan Efektifitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu,untuk dapat , mengendalikan tingkat efesiensi dan efektifitas anggaran maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan : - Penetapan secara jelas tujuan sasaran, hasil dan manfaat serta indicator kinerja yang ingin dicapai. - Penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional. Kalau menurut Mardiasmo, Konsep Panduan Perencanaan Anggaran Daerah (2001 : 27) bahwa prinsip umum yang dijadikan landasan Penyusunan APBD adalah antara lain : 1. Mendorong terciptanya APBD yang semakin sehat 2. Menjamin dipertahankannya kesinambungan anggaran 3. Selalu mengupayakan peningkatan kemampuan penyediaan sumber anggaran Pendapatan Asli Daerah Anggaran daerah disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu system anggaran yang mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kinerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Anggaran belanja daerah yang disusun dengan pendekatan kinerja juga harus memuat keterangan sebagai berikut : a. Gasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja b. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan c. Persentase dari jumlah pendapatan yang membiayai Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasional dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal/Pembangunan. Adapun struktur APBD merupakan satu kesatuan yang dikemukakan oleh Mardiasmo, Materi Penyusunan Rancangan Program dan Anggaran, (2001 : 29) terdiri dari : a. Pendapatan Daerah 1. Pendapatan Asli Daerah Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas : - Hasil pajak daerah: Adapun jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri atas (implementasi) pajak Hotel, (ii) Pajak Restoran, (iii) Pajak Hiburan, (iv) Pajak Reklame, (v) Pajak Penerangan Jalan, (vi) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan (vii) Pajak Parkir. - Hasil retribusi daerah ; Hasil retribusi daerah dirinci menjadi : (i) Retribusi Jasa Umum, (ii) Retribusi Jasa Usaha, (iii) Retribusi Perijinan Tertentu - Lain-lain PAD yang sah 2. Dana Perimbangan Untuk tahun anggaran 2006 dana perimbangan yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada daerah masih berdasarkan Undanng-Undang Nomor 25 Tahun 1999 terdiri atas: - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak b. Dana Bagi Hasil Pajak, yaitu : - Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) - Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bnagunan (BPHTB) - PPh Perorangan pasal 21. c. Dana bagi hasil Bukan Pajak (SDA) terdiri atas : 1. Sektor Kehutanan, yaitu : - Penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IPHPH) - Penerimaan Provinsi Sumber Daya Hutan. 2. Sektor Pertambangan Umum, yaitu: - Penerimaan Iuran Tetap (Landernt) - Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty) 3. Sektor Perikanan, yaitu: - Penerimaan Pungutan E Pengelolaan dan Pengalokasian Dana APBD Pengelolaan dan pengalokasian dana APBD pada prinsipnya dapat memperhatikan suatu kegiatan dan selalu mengikuti aktivitas sehari-hari terhadap pengelolaan keuangan hubungannya penggunaan anggaran, maka pengendalian menurut Sondang. S.Giagian (1999 : 16) draft manajemen yang didefinisikan bahwa, pengelolaan anggaran adalah proses atau usaha yang sistimatis dalam penetapan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan kegiatan, sistem informasi penggunaan keuangan, membandingkan pelaksanaan nyata dengan perencanaan menentukan dan mengatur penyimpangan-penyimpangan serta melakukan koreksi perbaikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sehingga tujuan tercapai secara efektif dan efisien. Kegiatan pengelolaan dan pengalokasian sangat erat hubungannya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, oleh karena kegiatan pengelolaan ini dapat dilihat apakah tujuan kegiatan yang telah direncanakan dapat dicapai dalam pelaksanaan secara riil. Dilihat dari tahapan perencanaan dan pengendalian merupakan unsur-unsur yang dominan dalam manajemen 20 % dari seluruh kegiatan yang dapat dilaksanakan unsur fungsi pelaksanaan dalam pengendalian yang merupakan bagian terbesar dalam manajemen. Kagiatan pengendalian anggaran mencukupi perencanaan, pengawasan, monitoring, evaluasi dan koreksi. Perencanaan dan pengendalian anggaran merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan kegiatan. Pada pelaksanaan yang memerlukan usaha yang sungguh-sungguh dan sangat tergantung pada sistem pengendalian yang efektif dan sistem informasi yang digunakan. Agar dapat melaksanakan pengendalian yang efektif, maka seorang pimpinan atau pelaksanan tugas memerlukan informasi, sebagai berikut : a. Biaya yang digunakan apakah sesuai dengan hasil dari bagian pekerjaan yang telah dilaksanakan. Jika terjadi perbedaan (lebih besar atau lebih kecil dari rencana biaya) di mana dimana hal terjadi dan siapa yang bertanggung jawab dan apa yang dikerjakan. b. Merupakan biaya yang akan datang sesuai dengan rencana atau melebihi rencana. Tanggung jawab pengendalian tidak hanya pada manajer saja tetapi merupakan tanggungjawab semua orang yang terlihat pada aktivitas tersebut agar dapat mengerjakan bagiannya dengan baik dan tepat waktu. c. Menurut Suprityono, dalam pengertian yang sama, namun diungkapkan dengan sederhana. Pengendalian anggaran adalah proses untuk memberikan kembali menilai dan selalu memonitor laporan-laporan aapakah pelak sanaan tidak menyimpang dari tujuan yang sudah yang sudah ditentukan. Nupriyoni (1999 : 5) berpendapat bahwa pengendalian bertumpu pada konsep umpan balik, yang secara kontinyu mengharuskan adanya pengukuran pelaksanaan dan pengambilan tindakan koreksi yang ditujulkan untuk menjamin pencapaian tujuan-tujuan. Untuk proses pengendalian ini, maka yakni manajemen sedapat mungkin mendapatkan informasi yang tepat dan up to date, agar para manajer dapat segera mengadakan tindakan-tindakan pengendalian sebelum sesuatu penyimpangan serius. Karena pengendalian yang teratur akan menghasilkan suatu pencapaian yang efektif. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pengendalian menurut Glenn A. Welch (2000 : 9), sebagai berikut : 1. Measurement of performance against predetermined objec tive, plans and standard. 2. Communication (reporting) of the result of the measurement process to the approriate individu and groups. 3. An analysis of the deviations from the objective plans policies and standard in order to determinc the under line causes. Jadi menurut pengertian di atas, bahwa dalam suatu proses pengendalian mencakup pengukuran pelaksanaan dengan rencana yang telah dibuat dan pelaporan hasil pengukuran kepada manajer yang bersangkutan. Untuk mengukur dalam pelaksanaan dilakukan dengan cara analisis varians, untuk menentukan sebab-sebabnya, sehingga dapat dilakukan pemilihan alternatif yang terbaik untuk menentukan rencana yang akan datang. Agar lebih efektif proses pengendalian ini harus pada titik atau pada waktu mulai dilakukan kegiatan, artinya seorang manajer yang bertanggungjawab akan tindakan tertentu sebelumnya harus mengusahakan suatu bentuk pengendalian. Untuk itu tujuan-tujuan rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan standar-standar yang telah ditetapkan harus disampaikan kepada manajer dan dipahami sepenuhnya oleh manajer tersebut terlebih dahulu untuk kemudian dilaksanakan pelaksanaan itu harus tetao dimonitor apakah sesuai dengan rencana semula. F Penggunaan Kas dan Anggaran Kas Untuk menjaga likuiditas perusahaan perlu membuat perkiraan atau estimasi mengenai aliran kas di dalam suatu instansi pemerintah. Dalam hal ini instansi tersebut perlu menyusun anggaran kas. Untuk lebih jelasnya oleh Bambang Riyanto (2004 : 19) menyatakan bahwa kas adalah salah satu unsur modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya. Kalau Syafaruddin (1998 : 27) memberikan batas tertentu tentang penggunaan dana yaitu pengertian anggaran kas atau cash forecast (ramalan kas), adalah kebutuhan kas dalam jangka pendek yang merupakan bagian dari financial planning perusahaan. Periode anggaran kas umumnya disusun untuk jangka waktu satu tahun yang dibagi dalam interval tertentu seperti bulanan, kuartalan dan enam bulan, untuk menyusun anggaran kas yaitu dalam mingguan atau bulanan. Sedangkan perusahaan yang mempunyai pola cash flow relatif dapat menyusun anggaran kas dalam kuartalan atau tahunan. Namun demikian jarang sekali anggaran kas disusun untuk lebih dari waktu satu tahun. Walaupun dengan interval bulanan. Karena sukar untuk menjamin validitas ramalan baik ramalan penerimaan kas namun ramalan pengeluaran kas. Apabila jika dihadapkan dengan situasi ekonomi yang kurang stabil. Pada tingkat inflasi yang tinggi misalnya, anggaran kas lebih baik disusun dalam interval yang lebih pendek yaitu dalam bulanan. Masukan kunci dari anggaran kas adalah ramalan penjualan atas sales forecash yang diberikan oleh bagian penjualan. berdasaekan ramalan tersebut, manajer financial dapat mengestimasikan cash flow bulanan yang dihasilkan dari produksi penerimaan baik penerimaan dari penjualan tunai maupun dari penjualan kredit dan pengeluaran. DAFTAR PUSTAKA Calvin Engler, 1999, Controllership, Tugas Akuntansi Manajemen, Alih Bahasa, Gunawan Hutahuruk, Edisi Ketigaa, Penerbit Erlangga, Jakarta. Hartanto, D, 2002, Akuntansi Untuk Usahawan, Edisi Pertama, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta. Horgren, Charles, T, 2002, Cost Accounting, A.Managerial Emphasis, Fourth Edition, Prentice-Hall, of India Private Limited, New Delhi. Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andy, Yogyakata. Mulyono, Teguh, Pajo , 2000, Analisis dan Disain Sistem Informasi, Cetakan Pertama, Edisi Kelima, Penerbit Andi, Yogyakarta. Nupriyoni, 1999, Riset Akuntansi, cetakan Kedua, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ray H. Garisson, 2002, Akuntansi Pemerintahan, Edisi Ketiga, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Sondang, S. Siagian, 1999, Pengantar Manajemen, Cetakan Ketiga, Edisi Ketiga, Penerbit STIE-YKPN, Yogyakarta. Syafaruddin, 1998, Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua, Penerbit Liberty, Yogyakrta. Widjaya, Haw, 2002, Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi Daerah, Ghalia Indonesia, Jakarta.