Powered By Blogger

Senin, 11 Februari 2013

Cara-Cara Pengawasan


Fungsi seorang pimpinan adalah menjalankan fungsinya sebagai merencanakan, mengontrol, pengorganisasi, aktuating fungsi ini merupakan fungsi setiap manager yang terakhir setelah fungsi-fungsi menyusun tenaga kerja, untuk memberi perintah. Dari kelima fungsi ini sebagai fungsi pimpinan yang berhubungan dengan usaha menyelamatkan untuk jalannya suatu organisasi ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan.
     Untuk melakukan tugas hanya mungkin dengan baik apa bila seseorang melaksanakan tugas itu mengerti arti tujuan dari tugas yang dilaksanakan. Demikian halnya dengan seorang pimpinan yang melakukan tugas pengawasan, haruslah dengan secara sungguh-sungguh mengerti arti dan tujuan dari pada apa yang akan dilaksanakan dalam pengawasan itu. Oleh karena itulah dalam pembahasan ini perlu dijelaskan pengertian pengawasan agar dapat memberikan arah pada pembahasan untuk selanjutnya. Mengerti arti dari pada pengawasan dengan baik, akan mengefektifkan pengawasan dalam pelaksanaannya.
      Di bawah ini penulis akan mengemukakan beberapa pendapat dari pada ahli tentang pengertian pengawasan atau dengan kata lain istilah kontrol. Untuk lebih jelasnya pengertian pengawasan dijelaskan  Panglaykim dan Hazil (1997: 123) menyatakan bahwa Control tidak  berarti  mengontrol  saja, ia  meliputi  juga  aspek  penelitian; apakah yang dicapai itu sesuai dan sejalan  dengan tujuan yang telah diteditetapkan lengkap dengan rencana, kebijaksanaannya program  dan lain-lain sebagainya dari pada management".
      Sedangkan menurut M. Manullah, Pengantar Manajemen(1998: 87), memberikan batasan pengertian sebagai berikut, internal control sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan yang mudah dilaksanakan menilai dan mengoreksi kita bila  perlu  membuat supaya pelaksanaan pekerjaan sesuatu sesuai dengan rencana semula.
    Selanjutnya R. Terry, Prinsiples Of Management (1996: 134) yang dijelaskan mengenai pengertian pengawasan (terjemahan), menyatakan bahwa controling dapat didefinisikan sebagai proses yang memetingkan apa yang dilakukan, yaitu standar apakah yang  sedang dilakukan, yaitu pekerjaan; menilai pekerjaan itu dan jika perlu menggunakan ukuran-ukuran perbaikan oleh sebab itu pekerjaan yang berlangsung sesuai dengan rencana, yaitu sesuai dengan standar.
      Controlling  bersifat kelanjutan bagi keempat fungsi dasar dari pada management. Bantuannya untuk memberikan   jaminan bahwa apa yang ingin dilakukan adalah dijalankan dan untuk itu berbagai usaha dipertahankan di dalam memperbaiki hubungan mereka sebab itu koordinasi yang cukup dicapai. Dapatlah dikatakan bahwa tidak ada controllimg tampa adanya rencana terlebih dahulu, organizing dan   actuating.
      Titik berat dari pada kebutuhan menurut kenyataannya bahwa kontrol/ pengawasan mempunyai hubungan erat dengan fungsi-fungsi dasar yang lain dari pada management.   Rencana   yang baik meliputi pertimbangan untuk menjalankan fungsi-fungsi mengenai control. Begitu juga, untuk organizing dan actuating diusahakan pengangkatan yang baik, dengan mengingat pertimbangan kontrol. Dengan jalan fungsi-fungsi actuating yang dibuat kurang sulit dan lebih efektif dan efisien dalam penggunaannya.
     Control pengawasan termasuk kebijaksanaan yang aktif dari pada suatu usaha untuk menjaga dari dalam bantuannya bagian dari tugas ini untuk menyelidiki apakah yang akan dilakukan dan merumuskan satu keputusan mengenai pekerjaan. Tetapi campur tangan, bilamana perlu menempatkan kembali aktivitas itu pada tempatnya juga termasuk arti dari pada control/ pengawasan.
      Sering tindakan perbaikan terdiri dari pada membuka jalan seperti menghilangkan hambatan-hambatan yang akan dialami, menjelaskan kewajiban-kewajiban atau memberikan tambahan-tambahan alat-alat fisik atau keuangan agar supaya usaha-usaha yang dijalankan itu dapat dilanjutkan dengan efektif.
     Control/ pengawasan bukanlah berarti bahwa mengawasi semata-mata, tapi juga mengarahkan, membimbing dan mendidik para bawahan yang dipimpinnya agar supaya wewenang yang dilimpahkan padanya tidak disalagunakan wewenang dan  tanggung jawan yang diberikan.
      Sebagaimana telah dikemukakan di atas penmgertian control, dalam pembahasan ini akan dikemukakan pengertian internal control.  Internal control atau pengawasan intern ialah tindakan yang dilakukan oleh manajer untuk mengetahui apakah jalannya pekerjaan dan hasilnya sesuai dengan planning atau tidak, jadi fungsi-fungsi planning to detect a mistake immediate as it accours".
      Apa yang dikontrol ialah rencana-rencana pekerjaan atau pelaksanaan planning. Dalam hal ini kontrol bukan itu sesuatu yang telah dikerjakan saja, tetapi sesuatu yang mungkin terjadi di mana yang akan datang. Dengan demikian, planning kita kembali keputusan-keputusan yang kita ingini, membuat gambaran yang pasti dengan kontrol kita ingin mengetahui sudah sampai dimanakah rencana itu dilaksanakan. Bagaimana foloow up sesuatu keputusan yang telah diambil, kemudian ada kemajuan atau tidak, bila ada kemacetan sampai dimana kemacetan itu dan apa sebabnya, menurut M. Manullang, dalam bukunya Pengantar Manajemen, (1998: 92), menyatakan bahwa pengawasan intern  berarti kemampuan untuk meneruskan dan memberikan motivasi serta untuk mengetahui apa yang sesungguhnya telah dilakukan dibandingkan, dengan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan pengawasan pembuatan standard-standard mengandung untuk pengawasan pengukuran pekerjaan kantor.
      Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka proses kontrol terdiri dari pada langkah-langkah tertentu yang menjadi dasar bagi semua controlling. Tanpa memperdulikan aktivitas dari pafa beberapa dasar penerapan dalam proses mengenai kontrol intern yang ada di dalam perusahaan itu sendiri.
     Dengan demikian, menurut M. Mannulang, Pengantar Manajemen (1999: 105), menyatakan bahwa :
      "1) Menentukan standard atau dasar bagi control
       2) Pengukuran bagi pekerjaan                    
       3) Membandingkan pekerjaan dengan standard, dan
          menentukan perbedaan jika ada.                
       4) Memperbaiki penyimpangan  dengan bantuan tindakan
          yang bersifat membetulkan".
            Pada pengertian tersebut di atas, di nyatakan dalam kebiasaan yang sedikit berbeda, controlling, terdiri dari pada bagian, yaitu :
a. Menentukan apa yang harus dikerjakan atau dapat diharapkan sesungguhnya.
b.  Untuk   menentukan   hasil   dengan   harapan-harapan    yang    mana    membawa   kepada tercapainya tujuan.
c.  Menyelidiki apa yang akan dikerjakan.
d. Menguji hasil sudah  sesuai  atau belum,  mana  kemudian menerapkan dalam ukuran-ukuran perbaikan yang akan perlu ditambah. Penggunaan dari pada proses control untuk suatu  illustrasi mengenai aktivitas0aktivitas dari bagian pembelanjaan, berita yang disampaikan untuk menjual kepada toko-toko khusus eceran. Pesanan yang sebenarnya memberikan kepastian untuk ini dengan kelak menjual yang menjalankan sebagai aktivitas pekerjaan.
      Pada bagian penjualan mempunyai jatah penjualannya masing-masing. Ini adalah standar yang dapat dibandingkan dengan volume yang sebenarnya dari peranan penjual kepada jatah penjualan masing-masing dapat memberikan ukuran kepada pekerjaan pada bagian. Informasi yang feed back mengenai penyimpangan antara pesanan penjualan menunjukkan dasar untuk tindakan perbaikan yang mana dapat dilihat susunannya bahwa prosedur perintah penjualan digunakan, produk didemonstrasikan dengan baik memperlihatkan harga dan sebagainya, atau pada bagian penjualan diperiksa  kembali, atau prosedur penjualan dirobah.
      Haruslah diperhatikan bahwa penggunaan dari pada proses control diperkirakan bahwa pekerjaan planning menjadi lengkap dan jelas. Haruslah sekurang-kurangnya ada sedikit perencanaan (planning) sebelum terjadinya  controlling.
      Usaha-usaha pengawasan benar-benar dapat membantu, bilamana setiap anggota dari suatu organisasi untuk mengetahui tujuan-tujuan yang umum dan mana dicari dan sama sekali berhubungan dengan tujuan yang umum dan erat dari unit pekerjaannya, seksi atau departemen, yang mana tujuan-tujuan adalah satu refleksi dan bagian yang integral dari semua tujuan-tujuan umum organisasi. Apabila seorang pekerjaan, apakah ia kepala bagian atau pengawas, untuk mengetahui apakah yang diharapkan dirinya secara teratur menerima informasi baik untuk ia  mengetahui keberhasilannya yang relatif dalam batas yang diharapkan dengan tujuan yang haruys tercapai.

Faktor-Faktor Peningkatan Kerja Pegawai


      Peningkatan kerja pegawai tergantung pada motivasi seseorang atau pimpinan dalam memberikan arahan dan ditunjuk untuk membawa pegawai sadar dengan sendirinya mengakui sampai sejauhmana tugas yang harus diselesaikan sesuai tanggung jawab.
      Adapun faktor-faktor yang mendukung peningkatan kinerja pegawai, sebagai  berikut :
1. Rasa tanggung jawab pegawai itu sendiri
2. Memiliki rasa ingin bekerja dengan seikhlas hati
3. Mempunyai dedi kasi yang tinggi
4. Adanya keterampilan dimiliki.
5. Ingin mengetahui sesuatu yang di perusahaan
6. Mempunyai loyalitas dan kerja keras
7. Untuk mengablikasikan antara teori dan praktek.
      Berdasarkan faktor pendukung untuk meningkatkan kinerja pegawai, dengan dasar inilah pimpinan pada salah satu instansi perlu memikirkan tunjangan dan konvensasi jika kelak pegawai memang memiliki dari ke tujuh faktor pendukung tersebut. 
      Menurut Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia,  (1999 : 201) menyatakan bahwa  kalau seorang pegawai nanti ada motivasi kerja jika dijanji bonus atau tunjangan, pegawai semacam ini tidak mempunyai dedi kasi yang tinggi pada instansi dimana ia bekerja.
      Penjelasan di atas bahwa pegawai itu tidak mengharap kan suatu tunjangan atau konvensasi apabila memang ingin meningkatkan kinerjanya. Jika pada kesempatan yang lain misalnya tidak dijanjikan atau tidak ada tunjangan dan konvensasi berarti pegawai tersebut tidak mempunyai gairah kerja.   

Pengertian Tenaga Kerja dan Karyawan


Di Indonesia pengertian tenaga kerja mulai sering digunakan. Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir seperti pekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.
      Kehidupan masyarakat pada umumnya demi pembangunan Sisdjiatmo, K Bagaimana Meningkatkan Produktivitas Kerja, (1999: 194) mengatakan bahwa tenaga kerja (manpower) adalah sejumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas.
      Benggolo AMT, Manajemen Personalia (1997: 73) menyatakan bahwa tenaga mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, dan yang melakukan kegiatan yang yang  lain seperti  bersekolah  dan  mengurus rumah tangga.
      Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa secara praktis pengertian tenaga kerja dibedakan menurut batas umur, sepertii dikemukakan oleh Payaman J. Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (2000: 194) yaitu, tenaga kerja adalah penduduk yang  berumur 14 samapai 60 tahun sedangkan yang berumur dibawah 14 tahun atau batas 60 tahun digolongkan bukan tenaga kerja.  
      Di Indonesia dipilih batas umur minimun 10 tahun tanpa batas umur maksimun. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimun adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk terutama didesa yang sudah atau mencari pekerjaan khususnya dibidang pertanian, Misalnya dalam tahun 1971, diantara penduduk  kota dalam batas umur 14 tahun terdapat 7,1 % yang tergolong bekerja (terlibat dan langsung dalam bekerja) atau mencari pekerjaan, sedang diantara penduduk desa terdapat 18 %. Dengan kata lain sekitar 18% penduduk kota dan Desa dalam kelompok umur 10 - 14 tahun ternyata telah bekerja atau mencari pekerjaan.
      Pada tahun 1980 jumlah ini menjadi 11 %. Bertambahnya kegiatan pendidikan seperti adanya program pemerintah wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, maka jumlah penduduk dalam usia sekolah melanjutkan kegiatan ekonomi akan berkurang. Dengan demikian sampai dengan umur 17 tahun akan berada disekolah, sehingga jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut menjadi sangat kecil (batas  umur minmun) lebih tepat dikatakan menjadi 18 tahun.
      Tenaga kerja yang sudah memiliki masa pensiun biasanya masih tetap bekerja atau sebagian besar tenaga kerja dalam usia pensiun masih aktif dalam kegiatan ekonomi sehingga itu mereka tetap digolongkan sebagai personalia yang mencakup buruh karyawan/pegawai.
      Ketiga, istilah tersebut adalah sama, sebab semuanya merupkakan tenaga kerja. Hanya saja pengertian umum di masyarakat, buruh dan karyawan ialah tenaga kerja dalam perusahaan swasta, sedangkan yang dimaksudkan tenaga kerja sebagai pegawai negeri.               

Pengertian Kinerja Pegawai


      Kinerja dalam suatu kegiatan berarti bagaimana cara menjalankan tugas yang telah dilimpahkan kepadanya, dengan mempunyai rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan memang perlu dipertanggung jawabkan dari segala sesuatu yang telah dikerjakan, oleh SP. Sagian,  Manajemen Sumber Daya Manusia, (2000 : 21).  Seorang pegawai  telah  resmi  menjadi  pegawai  pada  suatu  instansi  apakah  pemerintah  maupun memperlihatkan keterampilan apa yang perlu ditonjolkan atau pegawai mempunyai keterampilan tertentu untuk menopang mereka untuk menduduki jenjang lebih dibandingkan dengan pegawai lain yang fungsinya agar pekerjaan yang dilimpahkan mempunyai nilai lebih dibandingkan pegawai yang sama sekali tidak ada keterampilan yang dimiliki.
      Dalam hal ini sessuatu yang akan dikembangkan melalui pegawai, akan tetapi apakah pegawai itu sendiri mampu memperdayakan kekuatan dengan tidak memiliki keterampilan khusus yang harus dibina dan perlu diperhatikan oleh pimpinan agar sumber daya manusia dapat berkembang melalui pelatihan dan kursus-kursus.
      Dengan demikian, segala sesuatunya tergantung pada pegawai itu sendiri, sebab kalau pegawai itu sendiri mampu berkarier dengan segala sesuatunya didukung oleh sarana dan prasarana yang menunjang akan bisa berkembang. Karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi berarti karyawan tersebut mempunyai nilai tambah sendiri untuk mengembangkan karier.
      Selanjutnya, karyawan yang mempunyai potensial untuk menjalankan tugas yang diembangnya, maka posisi mereka bisa dia mengetahui arah kemana nanti kegiatan yang harus di laksanakan, sehingga dapat mengetahui sampai jauhmana tingkat pengetahuan seorang karyawan.

Pengertian dan Jenis-Jenis Pengawasan


Fungsi seorang pimpinan adalah menjalankan fungsinya sebagai merencanakan, mengontrol, pengorganisasi, aktuating fungsi ini merupakan fungsi setiap manager yang terakhir setelah fungsi-fungsi menyusun tenaga kerja, untuk memberi perintah. Dari kelima fungsi ini sebagai fungsi pimpinan yang berhubungan dengan usaha menyelamatkan untuk jalannya suatu organisasi ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan.
      Untuk melakukan tugas hanya mungkin dengan baik apa bila seseorang melaksanakan tugas itu mengerti arti tujuan dari tugas yang dilaksanakan. Demikian halnya dengan seorang pimpinan yang melakukan tugas pengawasan, haruslah dengan secara sungguh-sungguh mengerti arti dan tujuan dari pada apa yang akan dilaksanakan dalam pengawasan itu.Oleh karena itulah dalam pembahasan ini perlu dijelaskan pengertian pengawasan agar dapat memberikan arah pada pembahasan untuk selanjutnya. Mengerti arti dari pada pengawasan dengan baik, akan mengefektifkan pengawasan dalam pelaksanaannya.
      Di bawah ini penulis akan mengemukakan beberapa pendapat dari pada ahlii tentang pengertian pengawasan atau dengan kata lain istilah kontrol. Untuk lebih jelasnya pengertian pengawasan dijelaskan  Panglaykim dan Hazil, Manajemen Sumber Daya Manusia, (1997: 123) menyatakan bahwa Control tidak  berarti  mengontrol  saja, ia  meliputi  juga  aspek  penelitian; apakah yang dicapai itu sesuai dan sejalan dengan tujuan yang telah diteditetapkan lengkap dengan rencana, kebijaksanaannya program  dan lain-lain sebagainya dari pada management.
      Sedangkan menurut M. Manullang, Manajemen Pertsonalia, (1998: 87), memberikan batasan pengertian sebagai berikut, internal control sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan yang mudah dilaksanakan menilai dan mengoreksi kita bila  perlu  membuat supaya pelaksanaan pekerjaan sesuatu sesuai dengan rencana semula.
      Selanjutnya Martoyo Susilo, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja (1998: 134) yang dijelaskan mengenai pengertian pengawasan (terjemahan), menyatakan bahwa controling dapat didefinisikan sebagai proses yang memetingkan apa yang dilakukan, yaitu standar apakah yang  sedang dilakukan, yaitu pekerjaan; menilai pekerjaan itu dan jika perlu menggunakan ukuran-ukuran perbaikan oleh sebab itu pekerjaan yang berlangsung sesuai dengan rencana, yaitu sesuai dengan standar.
      Controlling  bersifat kelanjutan bagi keempat fungsi dasar dari pada management. Bantuannya untuk memberikan   jaminan bahwa apa yang ingin dilakukan adalah dijalankan dan untuk itu berbagai usaha dipertahankan di dalam memperbaiki hubungan mereka sebab itu koordinasi yang cukup dicapai. Dapatlah dikatakan bahwa tidak ada controllimg tampa adanya rencana terlebih dahulu, organizing dan actuating.
      Titik berat dari pada kebutuhan menurut kenyataannya bahwa kontrol/ pengawasan mempunyai hubungan erat dengan fungsi-fungsi dasar yang lain dari pada management. Rencana  yang baik meliputi pertimbangan untuk menjalankan  fungsi-fungsi mengenai control. Begitu juga, untuk organizing dan actuating diusahakan pengangkatan yang baik, dengan mengingat pertimbangan kontrol. Dengan jalan fungsi-fungsi actuating yang dibuat kurang sulit dan lebih efektif dan efisien dalam penggunaannya.
      Control pengawasan termasuk kebijaksanaan yang aktif dari pada suatu usaha untuk menjaga dari dalam bantuannya bagian dari tugas ini untuk menyelidiki apakah yang akan dilakukan dan merumuskan satu keputusan mengenai pekerjaan. Tetapi campur tangan, bilamana perlu menempatkan kembali aktivitas itu pada tempatnya juga termasuk arti dari pada control/ pengawasan.
      Seiring tindakan perbaikan terdiri dari pada membuka jalan seperti menghilangkan hambatan-hambatan yang akan dialami, menjelaskan kewajiban-kewajiban atau memberikan tambahan-tambahan alat-alat fisik atau keuangan agar supaya usaha-usaha yang dijalankan itu dapat dilanjutkan dengan efektif.
      Control/ pengawasan bukanlah berarti bahwa mengawasi semata-mata, tapii juga mengarahkan, membimbing dan mendidik para bawahan yang dipimpinnya agar supaya wewenang yang dilimpahkan padanya tidak disalagunakan wewenang dan  tanggung jawan yang diberikan.
      Sebagaimana telah dikemukakan di atas penmgertian control, dalam pembahasan ini akan dikemukakan pengertian internal control. Menurut Srii Kadarisman, Manajemen Personalia, (1997: 112), menyatakan bahwa internal control atau pengawasan intern ialah tindakan yang dilakukan oleh manajer untuk mengetahui apakah jalannya pekerjaan dan hasilnya sesuai dengan planning atau tidak, jadi fungsi-fungsi planning to detect a mistake immediate as it accours".
      Apa yang dikontrol ialah rencana-rencana pekerjaan atau pelaksanaan planning. Dalam hal ini kontrol bukan itu sesuatu yang telah dikerjakan saja, tetapi sesuatu yang mungkin terjadi di mana yang akan datang. Dengan demikian, planning kita kembali keputusan-keputusan yang kita ingini, membuat gambaran yang pasti dengan kontrol kita ingin mengetahui sudah sampai dimanakah rencana itu dilaksanakan.     
        Bagaimana foloow up sesuatu keputusan yang telah diambil, kemudian ada kemajuan atau tidak, bila ada kemacetan sampai dimana kemacetan itu dan apa sebabnya, menurut M. Manullang, Manajemen Personalia, (1998 : 92), menyatakan bahwa pengawasan intern berarti kemampuan untuk meneruskan dan memberikan motivasi serta untuk mengetahui apa yang sesungguhnya telah dilakukan dibandingkan, dengan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan pengawasan pembuatan standard-standard mengandung untuk pengawasan pengukuran pekerjaan kantor.
      Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka proses kontrol terdiri dari pada langkah-langkah tertentu yang menjadi dasar bagi semua controlling. Tanpa memperdulikan aktivitas dari pafa beberapa dasar penerapan dalam proses mengenai kontrol intern yang ada di dalam perusahaan itu sendiri.
      Dengan demikian, menurut Soekarno, K, Pengantar Manajemen (1999 : 105), menyatakan bahwa :     
      "1)   Menentukan standard atau dasar bagi control
       2)   Pengukuran bagi pekerjaan                    
       3) Membandingkan pekerjaan dengan standard, dan menentukan perbedaan jika ada.               
       4) Memperbaiki penyimpangan  dengan bantuan tindakan yang bersifat membetulkan”.
      Pada pengertian tersebut di atas, di nyatakan dalam kebiasaan yang sedikit berbeda, controlling, terdiri dari pada bagian, yaitu :
a. Menentukan apa yang harus dikerjakan atau dapat diharapkan sesungguhnya.
b.  Untuk   menentukan   hasil   dengan   harapan  -  harapan    yang      mana     membawa   kepada tercapainya tujuan.
c.   Menyelidiki apa yang akan dikerjakan.
d. Menguji hasil sudah  sesuai  atau belum,  mana  kemudian menerapkan dalam ukuran-ukuran perbaikan yang akan perlu ditambah. Penggunaan dari pada proses control untuk suatu illustrasi mengenai aktivitas-aktivitas dari bagian pembelanjaan, berita yang disampaikan untuk menjual kepada toko-toko khusus eceran. Pesanan yang sebenarnya memberikan kepastian untuk ini dengan kelak menjual yang menjalankan sebagai aktivitas pekerjaan.
      Pada bagian penjualan mempunyai jatah penjualannya masing-masing. Ini adalah standar yang dapat dibandingkan dengan volume kegiatan yang sebenarnya dari peranan penjual kepada jatah penjualan masing-masing dapat memberikan ukuran kepada pekerjaan pada bagian yang lain. Informasi yang feed back mengenai penyimpangan antara pesanan penjualan menunjukkan dasar untuk tindakan perbaikan yang mana dapat dilihat susunannya bahwa prosedur perintah penjualan digunakan, produk didemonstrasikan dengan baik memperlihatkan harga dan sebagainya, atau pada bagian penjualan diperiksa  kembali, atau prosedur penjualan dirobah.
      Haruslah diperhatikan bahwa penggunaan dari pada proses control diperkirakan bahwa pekerjaan planning menjadi lengkap dan jelas. Haruslah sekurang-kurangnya ada sedikit perencanaan (planning) sebelum terjadinya  controlling.
      Usaha-usaha pengawasan benar-benar dapat membantu, bilamana setiap anggota dari suatu organisasi untuk mengetahui tujuan-tujuan yang umum dan mana dicari dan sama sekali berhubungan dengan tujuan yang umum dan erat dari unit pekerjaannya, seksi atau departemen, yang mana tujuan-tujuan adalah satu refleksi dan bagian yang integral dari semua tujuan-tujuan umum organisasi. Apabila seorang pekerjaan, apakah ia kepala bagian atau pengawas, untuk mengetahui apakah yang diharapkan dirinya secara teratur untuk menerima informasi baik untuk ia mengetahuii keberhasilannya yang relatif dalam batas yang diharapkan dengan tujuan yang harus tercapai.

Pengertian dan Fungsi-Fungsi Manajemen


Pengawasan adalah merupakan salah satu fungsi dari management, oleh karena itu dalam melaksanakan pengawasan yang baik apakah instansi pemerintah maupun  instansi  swasta  pada  perusahaan-perusahaan  terlebih  dahulu harus dipahami arti tentang arti management itu sendiri. Dengan uraian di atas ini, maka untuk mengetahui pengertian management maka terlebih dahulu diketahui pengertian management, yang mana dikemukakan oleh beberapa ahli fungsi-fungsi tentang apakah penenpatannya dalam memanfaatkan wewenang yang telah dilimpahkan pada masing-masing karyawan.
      Winardi, Dasar-Dasar Manajemen, (2001 : 28), sebagai berikut Manajemen  adalah suatu proses yang terdiri dari pada tindakan-tindakan planning, organizing, actuating serta controlling di mana pada masing-masing bidang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.  
      Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat  digambarkan bahwa proses yang dapat memberikan suatu perencanaan untuk dapat dimotivasi tentang apa yang akan dikerjakan yang datang, yang diikuti organisasi dan disertai pengawasan sebagai pelaksanaan tugas pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya.
      Sedangkan oleh S.P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (2000 : 28), menyatakan bahwa Manajemen adalah  kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka perencanaan tujuan melalui kegiatan orang lain.
      Dari definisi tersebut di atas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa management adalah merupakan suatu proses kegiatan dan usaha manusia untuk mencapai tujuan dengan melalui suatu kerja sama dengan orang lain. Maka melihat batasan pengertian management, maka yang memegang peranan adalah faktor-faktor tenaga kerja, dalam hal mana disebabkan karena faktor manusia sebagai tenaga kerja yang mempunyai dan memiliki akal dan pikiran, perencanaan serta kehendak. Disimpulkan bahwa unsur management menurut penguraian di atas sifatnya universil. Oleh karena itu diberikan penguraian menurut M. Manullang, dalam bukunya Manajemen Personalia, (1998: 12), sebagai berikut manajer adalah orang yang mencapai hasil tertentu melalui orang lain atau dengan kata lain manager adalah orang yang mempunyai keahlian untuk menggerakkan orang untuk melakukan pekerjaan tertentu,untuk menghasilkan sesuatu tujuan tertentu.  
      Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen adalah suatu proses kegiatan/ usaja penyampaian tugas tertentu melalui kerja sama dengan orang-orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, nampaknya banyak kunci pengawasan adalah proses kerja sama yang baik diantara para pegawai atau pada karyawan masing-masing.                                                                                                                  
      Moekijat, Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber Daya Manusia, (1997 : 151), memberikan batasan mengenai manajemen sebagai berikut manajemen  adalah  proses di mana pimpinan ingin mengetahui apakah bawahan sudah melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan perencanaan yang telah di tentukan sebelumnya. 
      Dalam hubungan dengan penjelasan tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa setiap pekerjaan yang dilimpahkan diikuti dengan saksama, sehingga apa yang telah diberikan padanya atau pada masing-masing karyawan. Dari definisi ini dapat juga dijelaskan kewenangan terhadap pelaksanaan tugas dengan  diawasi  secara tidak langsung apa yang ia kerjakan apakah bisa diselesaikan atau tidak.
      Setiap karyawan mempunyai struktur organisasi tersendiri, maka olehnya itu tentu mempunyai pembagian tugas dan pembatasan hak dari masing-masing karyawan. Dan untuk lebih efisiensinya terhadap tugas yang dilimpahkan perlu memperhatikan apa yang telah digariskan oleh struktur organisasi perusahaan itu sendiri.

Pengertian SDM dan Manajemen SDM


Human Resources Management dapat pula disebut sebagai Manajemen Personalia atau Manajemen Sumber Daya Manusia. Human Resources Management ini mengkhususkan diri dalam  bidang personalia atau bidang kepegawaian, dalam hal ini mempunyai sumber daya manusia yang handal.
      Manullang, M. Manajemen Personalia, (1998 : 98), bahwa Personalia atau Kepegawaian adalah keseluruhan orang-orang yang bekerja pada suatu organisasi tertentu, yang menitik beratkan perhatiannya kepada soal-soal kepegawaian. Penggunaan sumber daya manusia dalam suatu usaha merupakan hal yang sangat dibutuhkan, walaupun perkembangan teknologi  semakin  meningkat dan  berkembang. Dengan adanya kebutuhan terhadap sumber daya manusia ini maka Manajemen  Personalia  mempunyai tugas untuk  mempelajari  dan  mengembangkan cara berbagai cara untuk mengintegrasikan secara efektif kedalam berbagai usaha yang dibutuhkan masyarakat. Manajemen Personalia membutuhkan kemampuan untuk memproyeksikan diri kedalam suatu posisi lain tampa kehilangan perspektif, dan kemampuan dalam memperkirakan tingkah laku dan reaksi manusia.
      Martoyo Susilo, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, (1999 : 15), dikatakan bahwa personalia  dapat berdiri di tengah-tengah 3 (tiga) kekuatan utama, yakni :
     1. Perusahaan, yang berkeinginan untuk disediakan  tenaga kerja  yang mampu dan mau  bekerja sama untuk mencapai tujuan perusahaan dalam memperluas usaha atau ekspansi.
     2. Karyawan dan organisasi, yang  menginginkan agar kebutuhan fisik dan psikologi mereka dapat terpenuhi dan
     3. Masyarakat umum, lewat lembaga-lembaga perwakilannya yang menginginkan agar perusahaan mempunyai tanggung jawab yang luas untuk melindungi sumber-sumber manusia dari perlakuan diskriminasi atas kepentingan perusahaan.
      M Manullang, Manajemen Personalia, (1998 ; 14), menyatakan bahwa Manajemen Personalia adalah seni atau ilmu  memperoleh, memajukan dan memanfaatkan tenaga kerja sehingga tujuan organisasi dapat  direalisir secara daya guna sekaligus adanya kegairahan dari para pekerja. 
      Edwin B. Flippo, Manajemen Sumber Daya Manusia,  (1999 : 128) bahwa Personnel Management adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, baik secara individu maupun  masyarakat umum.
      Definisi tersebut di atas secara umum disimpulkan  bahwa Management Personalia terdiri atas 2 (dua) kelompok fungsi, yakni fungsi managerial dan fungsi operatif.
      Fungsi managerial disini adalah merupakan fungsi dasar dari pada manajer, yakni bagaimana untuk merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengawasi para tenaga kerja tersebut sehingga mereka dapat menjalankan tugas secara lebih baik.
      Fungsi operatif, adalah sebagai berikut pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dalam peningkatan produktivitas kerja.

Usaha Untuk Memperbesar Profit Margin


Besar kecilnya profit margin  pada setiap transaksi penjualan ditentukan oleh kedua faktor yaitu net sales laba usaha. Besar kecilnya laba usaha atau net operating income tergantung kepada pendapatan dari sales dan besarnya biaya usaha (operating expenses).
      Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004 : 31) dengan jumlah operating expenses tertentu dengan profit margin dapat diperbesar dengan sales, atau dengan jumlah sales tertentu, profit margin dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil operating expenses.
      Dengan demikian, untuk memperbesar profit margin ada dua alternatif dalam usaha untuk memperbesar profit margin, yaitu :
     1. Dengan menambah biaya usaha (operating expenses) sampai pada tingkat tertentu diusahakan tercapai tambahan sales yang sebesar-besarnya atau dengan kata lain, tambahan sales harus lebih besar dari pada tambahan operating expenses.
2. Perubahan besarnya sales dapat disebabkan karena perubahan harga penjualan per unit apabila volume sales dalam unit sudah tertentu (tetap) atau disebabkan karena bertambahnya luas penjualan dalam unit kalau tingkat harga per unit produk sudah tertentu.  
      Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pengertian menaikkan tingkat sales disini dapat berarti memperbesar pendapatan dan sales dengan jalan, sebagai berikut :
 1.  Memperbesar volume sales dalam unit pada tingkat harga penjualan barang tertentu.
 2.  Menaikkan harga tingkat penjualan per unit pada produk luas sales dalam unit tertentu. 
      Dengan mengurangi pendapatan dari sales sampai tingkat tertentu diusahakan adanya pengurangan oprating expenses yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain mengurangi biaya usaha relatif lebih besar dari pada berkurangnya pendapatan dan sales. Meskipun jumlah dari pada sales selama periode tertentu berkurang, tetapi oleh karena disertai berkuragnya operating expenses yang lebih sebanding maka akibatnya ialah bahwa profit marginnya makin besar. 

Pengertian Solvabilitas


Perusahaan yang bonafit dan dapat mengimbangi seluruh hutang-hutangnya, maka perusahaan tersebut dapat berkelanjutan. Solvabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka panjang seandainya perusahaan dilikuidir/dibubarkan. Apabila perusahaan mampu membayar seluruh hutang-hutangnya bilamana diliquidir/ dibubarkan, maka perusahaan dikatakan bahwa dalam keadaan solvabel. Tetapi sebaliknya bilamana perusahaan tidak mampu membayar seluruh hutang-hutangnya bila diliquidir, maka perusahaan tersebut dikatakan dalam keadaan insolvabel atau tideak solvabel.                                
      Kemampuan suatu perusahaan dapat diketahui melalui neraca suatu perusahaan yang menunjukkan posisi aktiva lancar, aktiva tetap dan kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang yang dapat dianalisa untuk mengetahui perusahaan tersebut solvalbel atau insolvabel.
      Solvabilitas suatu perusahaan, Erwin Dukat, dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,  (1997: 122) dapat diketahui melalui neraca perusahaan yang bersangkutan dan perhitungan pada tingkat solvabilitas menggunakan dua macam ratio, yaitu :
                                    Total Assets
a.    Solvabilitas =                           x 100 %        
                               Total debt  

   Total assets suatu perusahaan adalah jumlah seluruh  aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, yang terdapat pada sebelah debet suatu neraca atau pada bagian atas suatu debet. Perlu diperhatikan, bahwa di dalam total  assets ini, tidak diperhitungkan aktiva bersifat inmaterial (yang tidak nyata), sedangkan total debt pada suatu perusahaan adalah sejumlah hutang perusahaan, baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang dengan rumus dibawah ini.
                                                   Net worth
    b.  Net Worth to debt ratio =                      x 100 %
                                                  Total debt
                       
         Net worth adalah jumlah modal sendiri yang dimiliki perusahaan yang mengcakup modal, saham, cadangan,  surplus dan lain-lain. Pengertian lain net worth adalah selisih antara jumlah hutang perusahaan dikurangi dengan total assets. Sedangkan net worth to debt ratio yang normal adalah 100% yang berarti bahwa jumlah hutang sama dengan jumlah modal sendiri.

Pengertian Likuiditas


      Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dengan menghubungkan setiap elemen dari berbagai aktiva dan passiva dalam neraca pada suatu saat tertentu, maka akan diperoleh gambaran mengenai keadaan financial suatu perusahaan. Dalam neraca tersebut menggambarkan nilai aktiva, hutang dan modal pada suatu saat tertentu, sedangkan laporan rugi laba menggambarkan hasil yang dicapai oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. melalui laporan keuangan tersebut dapatlah diketahui keadaan likuiditas dan profitabilitas suatu perusahaan.
      Likuiditas suatu perusahaan berhubungan erat dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Untuk dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat likuid yang berupa aktiva lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari jumlah kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi yang berupa hutang-hutang lancar.
      Makin besar jumlah aktiva  lancar yang  dimiliki  oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan hutang lancar, maka makin besar tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Dan sebaliknya apabila jumlah aktiva lancar lebih kecil daripada hutang lancar, berarti bahwa perusahaan tersebut berada dalam likuid.
      Beberapa penulis mengemukakan batasan pengertian rasio likuiditas antara lain Van Horne yang diterjamahkan oleh Junior Tirok, dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, (1999 ; 16) mengemukakan rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
      Kemudian menurut J. Fred Weston, dalam bukunya Dasar-Dasar Laporan Keuangan, (2001 ; 225), diterje­mahkan oleh Jaka Wasana, mengemukakan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban bila jatuh tempo.
      Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuidi­tas yang baik apabila tingkat likuiditas berada di atas standar 1 : 1. Dengan mementukan tingkat likuiditas yang baik merupakan suatu tindakan hati-hati dari perusahaan dalam mengantisipasi suatu keadaan.
      Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat likuidi­tas suatu perusahaan memegang peranan yang penting dan dapat menjadi perhatian utama apabila perusahaan mengadakan analisis finansial, sebab tingkatan likuiditas suatu perusahaan merupa­kan salah satu faktor lain yang menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dikelola karena mengakut penyediaan kebutu­han dana dan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut, serta turut menentukan seberapa jauh perusahaan akan menanggung resiko, dimana faktor-faktor/ resiko tersebut menyangkut dana jangka panjang serta menyangkut hubungan antara dana pemegang saham.
      Adapun hubungan antar dana pemegang saham dan dana pinjaman jangka panjang biasanya berupa pembatasan pinjaman yang melampaui batas, olehnya itu dengan pembatasan tersebut maka akan tetap dipertahankan tingkat standard yang berlaku untuk pendapatan dan cadangan harta sebagai jaminan dana tersebut.
      Jika tingkat likuiditas harus dipertahankan pada stan-dar yang normal, maka salah tugas utama manajer adalah untuk menilai rencana kerja mereka dengan memperhitungkan kebutu­han uang tunai untuk jaminan agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang mana kewajiban-kewajiban tersebut berasal dari luar perusahaan yang biasa disebut likuiditas badan usaha, sedangkan kewajiban yang berasal dari dalam perusa­haan merupakan suatu untuk memperlancar jalannya operasional seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku yang mana kewa­jiban ini biasanya disebut dengan likuiditas perusahaan atau likuiditas intern.
      Tingkat likuiditas badan usaha memiliki arti bahwa perusahaan tersebut harus menjaga ketepatan janji keuangan pada pihak luar karena tanpa perusahaan maka kelangsungan hidup perusahaan akan terancam, sedangkan likuiditas intern menyangkut orang-orang yang sewaktu-waktu dapat menghambat jalannya operasi perusahaan.
      Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang baik apabila perusahaan tersebut memiliki tingkat likuiditas yang wajar. Tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah dana yang banyak menganggur dan apabila terlalu rendah maka keselamat-an perusahaan terancam.
      Adapun beberapa peralatan rasio likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengetahui tingkat likuiditas yaitu :
- Current ratio
- Quick ratio
- Cash ratio
      Namun dalam hal ini penulis hanya menggunakan current ratio, maka sebab selain untuk umum dipergunakan oleh perusahaan, currnet ratio juga merupakan peralatan yang mengu­kur tingkat likuiditas secara kasar dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini akan dijelas- kan mengenai rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio.
      Current ratio merupakan ukuran yang sangat berharga dalam menilai   kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi hutang-hutang lancarnya yang segera jatuh tempo. Akan tetapi suatu perusahaan dengan current rasio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat membayar hutang perusahaan yang jatuh tempo karena proporsi dan aktiva lancar yang tidak menguntungkan misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan dengan taksiran tingkat penjual-an yang akan datang, sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya saldo piutang yang besar sulit untuk ditagih.
      Current ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang. Namun timbul masalah sampai pada ting­kat manakah rasio tersebut akan dapat dipertahankan agar dapat memenuhi kewajibannya dengan segera. Ukuran tentang current rasio yang tepat bagi perusahaan tidak dapat diten­tukan dengan pasti, oleh Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004 : 25) mengemu­kakan bahwa pedoman current rasio 2 : 1 sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip hati-hati.
      Jadi tingkat likuiditas yang sebaiknya dipertahankan adalah 200 %. Namun pedoman ini bukanlah merupakan pedoman yang mutlak dan hanya merupakan tidakan hati-hati bagi perusahaan, sebab apabila suatu perusahaan menetapkan cur­rent rasio 2 : 1 atau 200 %, ini berarti bahwa setiap satu rupiah hutang lancar, dapat dijamin dengan dua rupiah aktiva lancar.
      Adanya current rasio sebesar 200 % memberikan suatu petunjuk kepada manajer perusahaan tentang berapa besar kredit yang bida dipinjan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek yang tidak mengganggu tingkat likuiditasnya.
      Syarifuddin Alwi, dalam bukunya Analisa Keuangan, (2001, 21), menyatakan bahwa rasio likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur dan menghitung likuiditas   yaitu :
1.  Current Ratio
Rasio ini merupakan ukuran yang sangat berguna untuk mengukur dan menilai kemampuan untuk kekuatan perusahaan dalam memenuhi utang-utang lancarnya yang akan segera dibayar, perhitungan rasio ini dengan membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar dengan formulasi, sebagai berikut :   
  Aktiva Lancar 
      Current Ratio =                            x 100 %
                                  Hutang lancar
Walaupun belum ada ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai pengukuran standar ratio, akan tetapi melalui literatur dapat dijadikan pedoman. Current ratio yang tinggi memang baik dan dari sudut pandang kreditur tetapi sudut pandang pemegang saham kurang mengunungkan karena aktiva lancar tidak didayagunakan secar efektif tetapi secara sebaliknya current ratio yang rendah relatif lebih merisaukan tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar yang efektif. Current  ratio  ini  juga  merupakan  indikator  tingkat likuiditas
yang dipakai secara lebih kuat karena dapat memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutupi semua hutang-hutang jangka pendeknya.     
2.   Cash Ratio
Cash ratio adalah kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dituangkan, dimana telah diketahui bahwa kas merupakan elemen harta lancar yang paling tinggi baik likuiditasnya karena semakin banyak uang kas yang tersedia dalam perusahaan semakin baik sebab keperluan jangka pendek dapat pula berguna untuk menjaga pada keperluan yang mendesak.
Untuk menghitung cash ratio dapat menggunakan rumus, sebagai berikut :
Kas  +  Efek   
      Cash Ratio =                          x 100 %
                                Hutang lancar
3.   Acid Test Ratio
Ratio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban jangka pendeknya dengan mengeluarkan komponen persediaan karena dianggap bahwa persediaan waktu yang relatif lama untuk merealisasikan persediaan bisa dijual atau tidak. Persediaan ini merupakan komponen dari aktiva lancar yang dianggap likuiditasnya paling rendah serta mengalami fluktuasi harga. Ratio ini dapat dihitung dengan membandingkan aktiva lancar setewlah dikurangi dengan komponen persediaan dengan utang lancar dengan formulasi, sebagai berikut :
      Aktiva Lancar – Persediaan  
      Acid Test Ratio =                                                 x 100 %
                                                 Hutang lancar
Jadi acid test ratio merupakan likuiditas setelah dikurangi umur persediaan di dalamnya atau dengan membandingkan jumlah kas dan efek ditambah piutang disatu pihak dengan utang lancar di lain pihak.
Ratio ini lebih tegas dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid dengan hutang lancar, sedangkan persediaan merupakan aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya yang paling rendah dikeluarkan jika current rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. 

Pengertian dan Jenis-Jenis Rasio Keuangan


     Analisa penilaian terhadap kinerja keuangan di masa  lalu, sekarang dan yang akan datang. Tujuan untuk menemukan kelemahan-kelemahan di dalam kinerja keuangan perusahaan yang dapat menyebabkan masalah-masalah masa yang akan datang dan untuk menentukan kekuatan-kekuatan perusahaan yang dapat diandalkan. Misalnya analisa internal yang dilakukan oleh karyawan suatu perusahaan dapat ditujuan terhadap penilaian likuiditas perusahaan atau penilaia penyelenggarakan-penyelenggaraan  perusahaan  di masa lalu.              
      Analisa rasio finacial juga berasal dari luar perusahaan sebagian usaha untuk menentukan keandalan kredibilitas perusahaan atau potensi industri. Dari manapun analisa berasal alat yang digunakan pada dasarnya sama. Rasio finansial merupakan alat utama dalam analisa keuangan, karena dapat dipergunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai kesehatan keuangan perusahaan.
      Dalam implementasi analisa rasio finansial terhadap kerja keuangan biasanya terdapat dua cara perbandingan yang akan dipergunakan perusahaan. Menurut apa yang dijelaskan oleh Van Horne dan Wachowichz, dalam bukunya Manajemen, dan Kebijakan Keuangan Perusahaan, (1999 : 133) tentang kedua cara perbandingan tersebut, sebagai berikut :
1.  Perbandingan internal
 Analisa dapat membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dan masa yang akan datang dalam perusahaan yang sama. Rasio lancar, rasio dari aktiva dibagi kewajiban lancar untuk tahun sekarang dapat di bandingkan rasio lancar tahun sebelumnya.
 Jika rasio finansial diurutkan dalam beberapa  periode tahun, analisa dapat mempelajari mempelajari komposisi perubahan dan menentukan apakah terdapat perbaikan atau menurunan dalam kondisi keuangan dan kinerja perusahaan.
2.  Perbandingan eksternal dan sumber-sumber rasio industri
     Metode  perbandingan yang  kedua melibatkan perbandingan rasio satu perusahaan dengan perusahaan dengan perusahaan-perusahaan  sejenis atau dengan rata-rata industri titik waktu yang sama. Perbandingan ini  memberikan  pandangan  mendalam tentang kondisi keuangan dan kinerja relatif dari perusahaan. Rasio ini juga membantu dalam mengidentifi kasikan penyimpangan dari rata-rata standar industri.
      Dengan perbandingan internal, perusahaan akan dapat mengetahui kecenderungan perubahan yang terjadi selama beberapa periode tahun buku yang akan dianalisis. Sedangkan melalui perbandingan eksternal perusahaan dapat melihat kekuatan persaingan (competition power) yang ada pada perusahaannya, yaitu dengan membandingkan rasio-rasio finansial internal perusahaan dengan suatu standar atau norma indutri. Akan tetapi industri yang dimaksudkan adalah rasio - rasio finansial yang diterbitkan oleh badan-badan atau lembaga-lembaga keuangan sebagai standar atau ukuran atau ukuran yang dapat dibandingkan dengan rasio finansial suatu perusahaan.  
      Pendapat lain dari Bambang Cahyono, dalam bukunya Analisa Kinerja Keuangan, (2002 : 392) juga membagi metode-metode penganalisaan rasio-rasio finansial menjadi 2 (dua) perbandingan, yaitu :
1. Membandingkan rasio  sekarang ( present  ratio )  dengan  ratio-ratio kita dari waktu ke waktu yang lalu (ratio historis) dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama. Misalnya current rasio, tahun 2002 dibandingkan dengan current  ratio dari tahun-tahun  sebelumnya. Dengan cara perbandingan tersebut akan dapat diketahui perubahan-perubahan dari ratio tersebut dari tahun ke tahun. Dengan menganalisa satu macam rasio saja tidak banyak  artinya, karena dapat mengetahui faktor-faktor apa yang  menyebabkan adanya perubahan. 
2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio perusahaan/ company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri rasio (rasio industri/rasio rata-rata/rasio standar) untuk waktu yang sama.
      Dengan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio industri, maka akan dapat diketahui apakah perusahaan yang bersangkutan itu dalam aspek finansial tertentu berada di atas rata-rata industri (above average), berada pada rata-rata (average) atau terletak dibawah rata-rata (below average).
      Jadi ada 2 (dua) metode perbandingan yang digunakan perusahaan untuk menganalisa rasio finansial oleh Amin Tunggal, dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,  (1998: 125) yaitu analisa internal dan eksternal. Perbandingan internal, yaitu rasio-rasio internal yang dibandingkan antara rasio-rasio (rasio historis) yang lalu dengan rasio sekarang (present ratio). Perbandingan eksternal yaitu rasio-rasio yang sengaja dikeluarkan oleh lemaga-lembaga keuangan atau badan-badan keuangan untuk dijadikan standar bagi perusahaan dalam menganalisa rasio-rasio finansialnya.
       Dengan demikian, perbandingan internal dan eksternal merupakan indikator perusahaan dalam menyusun rasio finansial Manajer keuangan dapat mengambil salah satu indikator dari keduanya. Indikator ini untuk menjawab kondisi kinerja keuangan perusahaan, sehingga dapat mengambil kebijaksanaan strategis tentang pembelanjaan perusahaan di masa yang akan datang. Di Amerika Serikat perbandingan rasio perusahaan dengan rasio industri sudah sangat luas penggunaannya karena di negara tersebut ada beberapa badan atau bank yang menyusun rasio-rasio industri antara lain "DUN and Bradstreef dan Robert Morris  Associates ( RMA )" (Anonim 1999 : 214). Di Indonesia jika perusahaan hendak mengadakan analisa rasio, mungkin pada saat ini hanya dapat mengadakan analisa rasio internal belum adanya lembaga atau badan yang menyusun rasio industri.
      Analisa ratio financial adalah alat yang digunakan untuk mengukur kelemahan dan kekuatan yang dihadapi oleh perusahaan dalam bidang keuangan dengan membandingkan angka-angka yang stau dengan yang lainnya dari suatu laporan, financial yaitu dari neraca dan laporan rugi laba, yang akan menimbulkan bermacam-macam ratio yang dapat dijadikan sebagai ukuran dalam menganalisa.
      C. James Van Horne, dalam bukunya Manajemen dan Kebijakan Keuangan Perusahaan, (1999, 171) memberikan batasan sebagai berikut, Analisa dimaksudkan untuk memudahkan penganalisa dalam mendapatkan gambaran kondisi keuangan dan kebijaksanaan pembelanjaan suatu perusahaan, maka maksud diadakannya analisa ratio untuk mengadakan penilaian  likwiditas, solvabilitas, rentabilitas dan aktivitas perusahaan untuk dapat memberikan gambaran penggunaan sumber-sumber keuangan yang ada dalam perusahaan.       
      Ratio financial tersebut bukan saja dibutuhkan oleh pimpinan perusahaan tetapi juga oleh pihak luar dalam hal ini investor atau calon kreditur. Bagi pimpinan perusahaan berkepentingan terhadap ratio-ratio keuangan tersebut untuk memperoleh  gambaran tentang kelemahan dan kekuatan yang dihadapi sehingga perencanaan dan penanggulangannya dapat dipikirkan, sedangkan bagi investor dengan ratio dapat dijadikan pegangan apakah akan membeli saham yang ditawarkan perusahaan tersebut atau tidak.
      Dengan demikian, maka jelaslah bahwa mengadakan analisis financial sangat penting artinya baik terhadap perusahaan sendiri maupun terhadap investor atau calon kreditur. Untuk memudahkan dalam usaha mengetahui apakah suatu perusahaan mengerjakan sumber-sumber dananya secara efisien atau tidak maka ada beberapa ratio yang dapat digunakan.
      Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004: 59) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
1. Ratio likwiditas adalah ratio yang dimaksud mengukur  likwiditas  perusahaan (Current ratio, acid test ratio)
2. Ratio leverage adalah ratio yang dimaksud untuk mengukur  sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan  hutangnya (Debt to total Assets ratio, Net worth to debt ratio dan lain-lain).
3. Ratio aktivitas yaitu ratio yang dimaksud untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya (Inventory turnover, Average collection period dan lain-lain). 
4. Ratio profitabilitas yaitu yang menunjukkan hasil  akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan (profit margin on sales, Return on total Assets, Return on net worth dan lain-lain). Ratio satu dan dua disebut sebagai balance sheet ratio, yang ketiga dikenal dengan istilah inter statement ratio sedangkan yang keempat dikenal dengan income statement ratio.