Powered By Blogger

Senin, 11 Februari 2013

Pengertian Likuiditas


      Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dengan menghubungkan setiap elemen dari berbagai aktiva dan passiva dalam neraca pada suatu saat tertentu, maka akan diperoleh gambaran mengenai keadaan financial suatu perusahaan. Dalam neraca tersebut menggambarkan nilai aktiva, hutang dan modal pada suatu saat tertentu, sedangkan laporan rugi laba menggambarkan hasil yang dicapai oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. melalui laporan keuangan tersebut dapatlah diketahui keadaan likuiditas dan profitabilitas suatu perusahaan.
      Likuiditas suatu perusahaan berhubungan erat dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Untuk dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat likuid yang berupa aktiva lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari jumlah kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi yang berupa hutang-hutang lancar.
      Makin besar jumlah aktiva  lancar yang  dimiliki  oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan hutang lancar, maka makin besar tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Dan sebaliknya apabila jumlah aktiva lancar lebih kecil daripada hutang lancar, berarti bahwa perusahaan tersebut berada dalam likuid.
      Beberapa penulis mengemukakan batasan pengertian rasio likuiditas antara lain Van Horne yang diterjamahkan oleh Junior Tirok, dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, (1999 ; 16) mengemukakan rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
      Kemudian menurut J. Fred Weston, dalam bukunya Dasar-Dasar Laporan Keuangan, (2001 ; 225), diterje­mahkan oleh Jaka Wasana, mengemukakan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban bila jatuh tempo.
      Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuidi­tas yang baik apabila tingkat likuiditas berada di atas standar 1 : 1. Dengan mementukan tingkat likuiditas yang baik merupakan suatu tindakan hati-hati dari perusahaan dalam mengantisipasi suatu keadaan.
      Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat likuidi­tas suatu perusahaan memegang peranan yang penting dan dapat menjadi perhatian utama apabila perusahaan mengadakan analisis finansial, sebab tingkatan likuiditas suatu perusahaan merupa­kan salah satu faktor lain yang menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dikelola karena mengakut penyediaan kebutu­han dana dan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut, serta turut menentukan seberapa jauh perusahaan akan menanggung resiko, dimana faktor-faktor/ resiko tersebut menyangkut dana jangka panjang serta menyangkut hubungan antara dana pemegang saham.
      Adapun hubungan antar dana pemegang saham dan dana pinjaman jangka panjang biasanya berupa pembatasan pinjaman yang melampaui batas, olehnya itu dengan pembatasan tersebut maka akan tetap dipertahankan tingkat standard yang berlaku untuk pendapatan dan cadangan harta sebagai jaminan dana tersebut.
      Jika tingkat likuiditas harus dipertahankan pada stan-dar yang normal, maka salah tugas utama manajer adalah untuk menilai rencana kerja mereka dengan memperhitungkan kebutu­han uang tunai untuk jaminan agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang mana kewajiban-kewajiban tersebut berasal dari luar perusahaan yang biasa disebut likuiditas badan usaha, sedangkan kewajiban yang berasal dari dalam perusa­haan merupakan suatu untuk memperlancar jalannya operasional seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku yang mana kewa­jiban ini biasanya disebut dengan likuiditas perusahaan atau likuiditas intern.
      Tingkat likuiditas badan usaha memiliki arti bahwa perusahaan tersebut harus menjaga ketepatan janji keuangan pada pihak luar karena tanpa perusahaan maka kelangsungan hidup perusahaan akan terancam, sedangkan likuiditas intern menyangkut orang-orang yang sewaktu-waktu dapat menghambat jalannya operasi perusahaan.
      Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang baik apabila perusahaan tersebut memiliki tingkat likuiditas yang wajar. Tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah dana yang banyak menganggur dan apabila terlalu rendah maka keselamat-an perusahaan terancam.
      Adapun beberapa peralatan rasio likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengetahui tingkat likuiditas yaitu :
- Current ratio
- Quick ratio
- Cash ratio
      Namun dalam hal ini penulis hanya menggunakan current ratio, maka sebab selain untuk umum dipergunakan oleh perusahaan, currnet ratio juga merupakan peralatan yang mengu­kur tingkat likuiditas secara kasar dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini akan dijelas- kan mengenai rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio.
      Current ratio merupakan ukuran yang sangat berharga dalam menilai   kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi hutang-hutang lancarnya yang segera jatuh tempo. Akan tetapi suatu perusahaan dengan current rasio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat membayar hutang perusahaan yang jatuh tempo karena proporsi dan aktiva lancar yang tidak menguntungkan misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan dengan taksiran tingkat penjual-an yang akan datang, sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya saldo piutang yang besar sulit untuk ditagih.
      Current ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang. Namun timbul masalah sampai pada ting­kat manakah rasio tersebut akan dapat dipertahankan agar dapat memenuhi kewajibannya dengan segera. Ukuran tentang current rasio yang tepat bagi perusahaan tidak dapat diten­tukan dengan pasti, oleh Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004 : 25) mengemu­kakan bahwa pedoman current rasio 2 : 1 sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip hati-hati.
      Jadi tingkat likuiditas yang sebaiknya dipertahankan adalah 200 %. Namun pedoman ini bukanlah merupakan pedoman yang mutlak dan hanya merupakan tidakan hati-hati bagi perusahaan, sebab apabila suatu perusahaan menetapkan cur­rent rasio 2 : 1 atau 200 %, ini berarti bahwa setiap satu rupiah hutang lancar, dapat dijamin dengan dua rupiah aktiva lancar.
      Adanya current rasio sebesar 200 % memberikan suatu petunjuk kepada manajer perusahaan tentang berapa besar kredit yang bida dipinjan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek yang tidak mengganggu tingkat likuiditasnya.
      Syarifuddin Alwi, dalam bukunya Analisa Keuangan, (2001, 21), menyatakan bahwa rasio likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur dan menghitung likuiditas   yaitu :
1.  Current Ratio
Rasio ini merupakan ukuran yang sangat berguna untuk mengukur dan menilai kemampuan untuk kekuatan perusahaan dalam memenuhi utang-utang lancarnya yang akan segera dibayar, perhitungan rasio ini dengan membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar dengan formulasi, sebagai berikut :   
  Aktiva Lancar 
      Current Ratio =                            x 100 %
                                  Hutang lancar
Walaupun belum ada ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai pengukuran standar ratio, akan tetapi melalui literatur dapat dijadikan pedoman. Current ratio yang tinggi memang baik dan dari sudut pandang kreditur tetapi sudut pandang pemegang saham kurang mengunungkan karena aktiva lancar tidak didayagunakan secar efektif tetapi secara sebaliknya current ratio yang rendah relatif lebih merisaukan tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar yang efektif. Current  ratio  ini  juga  merupakan  indikator  tingkat likuiditas
yang dipakai secara lebih kuat karena dapat memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutupi semua hutang-hutang jangka pendeknya.     
2.   Cash Ratio
Cash ratio adalah kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dituangkan, dimana telah diketahui bahwa kas merupakan elemen harta lancar yang paling tinggi baik likuiditasnya karena semakin banyak uang kas yang tersedia dalam perusahaan semakin baik sebab keperluan jangka pendek dapat pula berguna untuk menjaga pada keperluan yang mendesak.
Untuk menghitung cash ratio dapat menggunakan rumus, sebagai berikut :
Kas  +  Efek   
      Cash Ratio =                          x 100 %
                                Hutang lancar
3.   Acid Test Ratio
Ratio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban jangka pendeknya dengan mengeluarkan komponen persediaan karena dianggap bahwa persediaan waktu yang relatif lama untuk merealisasikan persediaan bisa dijual atau tidak. Persediaan ini merupakan komponen dari aktiva lancar yang dianggap likuiditasnya paling rendah serta mengalami fluktuasi harga. Ratio ini dapat dihitung dengan membandingkan aktiva lancar setewlah dikurangi dengan komponen persediaan dengan utang lancar dengan formulasi, sebagai berikut :
      Aktiva Lancar – Persediaan  
      Acid Test Ratio =                                                 x 100 %
                                                 Hutang lancar
Jadi acid test ratio merupakan likuiditas setelah dikurangi umur persediaan di dalamnya atau dengan membandingkan jumlah kas dan efek ditambah piutang disatu pihak dengan utang lancar di lain pihak.
Ratio ini lebih tegas dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid dengan hutang lancar, sedangkan persediaan merupakan aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya yang paling rendah dikeluarkan jika current rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar