Powered By Blogger

Rabu, 06 Februari 2013

Pengertian Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi menurut Sugiyono (2001 : 57) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek-obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2001 : 57) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).

Pengertian Kinerja


Istilah Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000: 67) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
 Secara umum kinerja diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata (menyelesaikan tugas-tugas) dengan masukan yang sebenarnya, atau kinerja adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dengan masukan atau output dengan input. Masukan dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan nilai fisik.
Menurut John Suprianto (1994 : 18) mengartikan, kinerja sebagai tingkat efisiensi dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan, atau cara memanfaatkan secara baik sumber-sumber dalam menyelesaikan pekerjaan.
Kinerja atau peningkatan kinerja sangat tergantung pada kemampuan pegawai yang bersangkutan.

Metodologi dan Metode Pelatihan


1. Metodologi Pelatihan
Metodologi Pelatihan menurut Oemar Hamalik dalam bukunya Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan (2001 :  62) adalah strategi dan metode yang digunakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan kurikulum pelatihan.
Ada tiga hal yang sangat esensial perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan Metodologi Pelatihan. Rencana pelatihan, metode pelatihan dan media pelatihan.
Pemilihan dan penggunaan metode dan media pembelajaran tersebut perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.           Tujuan Pelatihan, baik tujuan umum maupun tujuan khusus yang menitikberatkan pada perubahan perilaku peserta.
2.           Bahan yang akan disampaikan, berupa materi pelajaran yang disusun dalam Garis-Garis besar program pembelajaran.
3.           Waktu yang tersedia, sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.
4.           Kemampuan pelatih menggunakan metode dan media komunikasi dalam proses pembelajaran.
5.           Tingkat kemampuan peserta khususnya perilaku awal.
Metodologi Pelatihan harus dilandasi oleh konsep dan prinsip-prinsip belajar-mengajar, karena pada dasarnya pelatihan adalah memberikan kemudahan kepada peserta latihan untuk melakukan kegiatan secara aktif. Dengan cara belajar ini peserta berusaha merumuskan masalah, mencari data dan memecahkan masalah sendiri.
2. Metode Pelatihan
menurut Alex S. Nitisemito dalam bukunya Manajemen Personalia (1996 : 65) metode pelatihan adalah sebagai berikut :

  1. On the job training
On the job training merupakan metode latihan yang paling banyak dipergunakan atau juga disebut pelatihan langsung pada jabatan, bertujuan mengenalkan langsung pada peserta pelatihan tentang seluk-beluk tugas. Metode on the job training cocok bagi pelatihan karyawan baru, karyawan magang, penggunaan teknologi baru dan karyawan yang baru di promosikan pada jabatan baru. Sistem ini terutama memberikan tugas kepada karyawan yang baru dilatih. Karena itu para manajer sering beranggapan bahwa sistem ini merupakan sistem yang ekonomis, karena tidak perlu menyediakan fasilitas khusus untuk latihan.
  1. Vestibule School / Training
Vestibule school merupakan bentuk latihan dimana pelatihnya bukanlah para atasan langsung, tetapi pelatih-pelatih khusus. Alasannya terutama adalah untuk menghindarkan para atasan langsung tersebut dengan tambahan kewajiban dan memusatkan latihan hanya kepada para ahli dalam bidang latihan.
Cara semacam ini bisa menimbulkan konflik antara atasan langsung dengan para pelatih apabila ternyata nantinya para karyawan yang telah dilatih dianggap tidak baik.
  1. Apprenticeship (magang)
Apprenticeship (magang) biasa dipergunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang relatif lebih tinggi.
Program Apprenticeship biasa mengkombinasikan on the job training dan pengalaman dengan di kelas dalam pengetahuan-pengetahuan tertentu.
  1. Kursus-kursus
Kursus-kursus merupakan bentuk pengembangan karyawan yang lebih mirip pendidikan daripada pelatihan.
Kursus-kursus ini biasa diadakan untuk memenuhi minat dari para karyawan dalam bidang-bidang pengetahuan tertentu (diluar bidang pekerjaannya), seperti kursus bahasa asing, kursus manajemen, kepemimpinan dan lain sebagainya.
Ada sejumlah alternatif  metode pelatihan yang dapat dipilih dan digunakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran yang hendak dilaksanakan oleh pelatih Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan (2001 : 63)
  1. Model Komunikasi Ekspositif
  2. Model Komunikasi Diskoveri
  3. Teknik Komunikasi Kelompok Kecil
  4. Pembelajaran Berprogram
  5. Pelatihan dalam Industri
  6. Teknik Simulasi
  7. Metode Studi Kasus
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu sebagai berikut :
1. Model Komunikasi Ekspositif
Pengajaran kelas menggunakan berbagai strategi dan taktik. Prosedurnya tergantung pada keterlibatan pelatih, tujuan yang hendak dicapai, besarnya kelompok dan faktor-faktor lainnya. Ada dua sistem yang termasuk dalam model ini, ialah :
1.1. Sistem satu arah. Tanggung jawab untuk mentransferkan informasi terletak pada pelatih. Para peserta bersikap pasif terhadap apa, bagaimana, perlu tidaknya komunikasi itu, tak ada balikan efektif dari pihak peserta kepada pelatih kecuali menunjukkan rasa senang atau tidak senang.
1.2. Sistem dua arah. Pada sistem ini terdapat pola balikan untuk memeriksa apakah peserta menerima informasi dengan tepat. Jika sudah, maka pelatih akan memodifikasi cara penyajiannya, dan bila sambutan peserta belum tepat, maka pelatih akan memodifikasi sambutan tersebut.
2. Model Komunikasi Diskoveri
Model ini lebih efektif bila dilaksanakan dalam kelompok kecil, namun dapat juga dilaksanakan dalam kelompok yang lebih besar. Kendati tidak semua peserta terlibat dalam proses Diskoveri namun bermanfaat bagi peserta latihan.
2.1. Ceramah reflektif. Prosedur penyajian dalam bentuk merangsang peserta melakukan diskoveri di depan kelas. Pelatih mengajukan suatu masalah, dan kemudian peserta memecahkan masalah tersebut melalui proses diskoveri.
2.2. Diskoveri terbimbing. Pendekatan ini melibatkan para peserta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pelatih. Peserta melakukan Diskoveri, sedangkan pelatih membimbingnya kearah yang tepat dan benar.
3. Teknik Komunikasi Kelompok Kecil
Kelompok kecil yang terdiri dari 10 orang peserta dapat melakukan komunikasi dua arah secara efektif. Teknik-teknik yang dapat digunakan adalah :
3.1. Tutorial perorangan. Metode ini dianggap sebagai cara belajar ideal, karena satu orang tutor berhadapan dengan satu orang peserta. Teknik ini penting terutama untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan konseptual.
3.2. Tutorial kelompok. Seorang pelatih membimbing satu kelompok peserta, yang terdiri dari lima sampai tujuh orang pada waktu yang sama. Menitik beratkan pada bimbingan terhadap individu-individu dalam kelompok.
3.3. Lokakarya. Peserta mendapat informasi tentang prosedur kerja dan asas-asaspelaksanaan suatu topik dengan metode tertentu. Selanjutnya peserta menerapkan informasi tersebut dalam bentuk tugas-tugas nyata sesuai dengan pilihannya sendiri.
3.4. Diskusi kelompok. Pemimpin kelompok merumuskan topik yang akan dibahas dan bertindak sebagai ketua kelompok.
4. Pembelajaran Berprogram
Model ini dapat dilihat sebagai proses yakni proses umum untuk merancang materi pelajaran, dan dapat dilihat sebagai produk suatu bentuk sistem pembelajaran di mana peserta belajar sendiri untuk mencapai tujuan tingkah laku dengan menggunakan materi pelajaran yang telah disiapkan sebelumnya, serta tidak memerlukan dukungan dari pihak pelatih. Program ini dikembangkan dalam berbagai bentuk, ialah :
4.1. Teks program linear. Sistem pembelajaran yang terprogram yang menggunakan teks program. Struktur teks Berbentuk linear yang tersusun dalam urutan tertentu pada satu garis linear. (praktek yang dilengkapi dengan alat uji).
4.2. Teks program bercabang. Bentuk linear dan bercabang dapat dicampurkan menjadi satu teknik yang yang mengandung berbagai kemungkinan, yang dapat digunakan untuk setiap latihan.
4.3. Media yang diprogram. Prinsip-prinsip pembelajaran berprogram dapat juga diterapkan dalam media pembelajaran yang digunakan dalam rangka belajar mandiri.
      5. Pelatihan dalam Industri
Metode ini mengembangkan pendekatan standar pengajaran dan latihan dalam pekerjaan. Prosedur latihan lebih sederhana terutama dalam latihan industri. Metode ini diterapkan dalam berbagai bentuk, seperti : Latihan kepemimpinan, latihan keselamatan, latihan untuk perbaikan, dan latihan pekerjaan. Bentuk programnya menggunakan dua kolom, yakni kolom langkah-langkah dalam tugas (apa yang akan dikerjakan), dan kolom perilaku (bagaimana mengerjakannya).
6. Teknik Simulasi
      Teknik simulasi dapat digunakan hampir pada semua program pelatihan yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku. Latihan keterampilan menuntut praktek yang dilaksanakan dalam situasi nyata, atau dalam situasi simulasi yang mengandung ciri-ciri kehidupan yang nyata. Latihan simulasi adalah berlatih melaksanakan tugas-tugas yang akan dikerjakan sehari-hari.
7. Metode Studi Kasus
      Metode ini merupakan suatu bentuk simulasi yang bertujuan untuk memberikan pengalaman kepada peserta tentang cara membuat keputusan mengenai apa yang harus dikerjakan lebih lanjut, latihan memecahkan kasus-kasus sosial. Kasus-kasus yang dipelajari berdasarkan kejadian nyata, menggunakan informasi yang ada, tidak terlalu sederhana, sesuai dengan minat peserta, dan punya dampak tertentu terhadap peserta.
Adapun langkah-langkah pelatihan dapat dilakukan oleh seorang manajer antara lain :
1.    Menganalisa kebutuhan pelathan organisasi, yang sering disebut need analysis.
2.    Menentukan sasaran dan materi program pelatihan.
3.    Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan.
4.    Mengevaluasi program pelatihan.

Pengertian dan Jenis-Jenis Pelatihan


1. Pengertian Pelatihan
Pengembangan suatu sistem pendidikan dan pelatihan terpadu dalam kaitannya dengan upaya pengembangan sumber daya manusia umumnya dan pembangunan ketenagakerjaan khususnya kiranya memang merupakan keharusan dan kebutuhan yang semakin terasa dewasa ini. Kendatipun gagasan ini sesungguhnya bukan merupakan hal baru, namun rintisan pelaksanaannya berdasarkan konsep yang jelas.
Konsep sistem Pelatihan terpadu perlu mendapat prioritas pengembangannya, dengan beberapa kondisi yang ada dewasa ini terutama dalam konteks pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi nasional. Kebutuhan yang sangat terasa, misalnya penciptaan lapangan kerja, pengurangan pengangguran, pengembangan sumber daya manusia, yang pada gilirannya dibutuhkan tenaga profesional yang mandiri dan beretos kerja tinggi dan produktif.
Perubahan dan perkembangan organisasi berjalan dari waktu ke waktu tanpa dapat dihindari, baik yang didorong oleh perubahan lingkup organisasi itu sendiri ataupun yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas. Namun dapat dirasakan bahwa dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut tidak mudah, karena perubahan diharuskan terjadinya peningkatan, baik peningkatan secara kuantitatif maupun kualitatif.
Istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan. Pengembangan (development) menunjuk kepada kesempatan-kesempatan belajar (learning opportunities) yang didesain guna membantu pengembangan para pekerja. Kesempatan demikian tidak terbatas pada upaya perbaikan performansi pekerja pada pekerjaannya sekarang.
Jadi pelatihan langsung berkaitan dengan performansi pekerja, sedangkan pengembangan (development) tidaklah harus. Pengembangan mempunyai skop yang lebih luas dibandingkan dengan pelatihan.
Menurut Faustino Cardoso Gomes, dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (20003: 197) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tangggung jawabnya, atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Agar efektif, pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar, aktivitas-aktivitas yang terencana, dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diidentifikasikan. Secara ideal, pelatihan harus didesain untuk mewujudkan tujuan-tujuan dari para pekerja secara perorangan.
Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling dapat dilihat dan paling umum dari semua aktivitas kepegawaian. Para majikan menyokong pelatihan karena melalui pelatihan para pegawai akan menjadi terampil, dan lebih produktif, sekalipun manfaat-manfaat tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika para pegawai sedang di latih. Para pekerja menyukai pelatihan karena pelatihan membebaskan dari pekerjaan mereka atau meningkatkan kecakapan yang bisa digunakan untuk menguasai kedudukan yang sedang mereka duduki atau yang akan mereka duduki. Pelatihan juga sering dianggap sebagai imbalan dari organisasi, suatu simbol status, atau suatu liburan dari kewajiban-kewajiban kerja sehari-hari. Beberapa komentator yang menekankan arti simbolis dari pelatihan mengemukakan bahwa orang-orang menerima prestige dan balasan-balasan yang tidak dilihat lainya melalui pelatihan. Oleh karena itu pelatihan juga dapat memperbaiki kepuasan kerja.
Dalam peningkatan, pengembangan dan pembentukan tenaga kerja dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan dan pelatihan. Ketiga unsur ini saling terkait, namun pelatihan pada hakikatnya mengandung unsur-unsur pembinaan dan pendidikan. Secara operasional dapat dirumuskan, bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktifitas dalam suatu organisasi.
Hasibuan dalam bukunya Sumber Daya Manusia (2001 : 70) mengatakan pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehinggakaryawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dikemukakan bahwa pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori.
Sedangkan menurut Nitisemito dalam bukunya Manajemen Personalia (1996 : 53) mengatakan bahwa Pelatihan adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari karyawannya sesuai dengan keinginan perusahaan.
Pelatihan yang dimaksudkan  pada pengertian di atas merupakan pengertian yang luas dan tidak terbatas hanya usaha untuk mengembangkan keterampilan semata-mata.
Pelatihan merupakan suatu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan terus-menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses latihan itu merupakan serangkaian tindakan yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Tiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Itu sebabnya, tanggung jawab penyelenggara pelatihan terletak pada tenaga lini dan staf.
Setiap perusahaan yang menginginkan agar karyawan dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien sama sekali tidak boleh meremehkan masalah pelatihan ini. Memang ada beberapa karyawan yang mampu memotivasi diri sendiri untuk dapat meningkatkan kemampuan dirinya tanpa campur tangan dari perusahaan yang bersangkutan. Namun dalam kenyataan jumlah karyawan yang mampu memotivasi diri sendiri masih sangat kecil. Di samping itu, kemungkinan pelatihan yang dilakukan oleh pribadi-pribadi tidak sesuai dengan keinginan dari perusahaan.
Karyawan lama dan yang sudah berpengalaman atau karyawan baru yang sudah berpengalaman perlu pula diberikan pelatihan. Dengan pelatihan diharapkan pengembangan diri mereka untuk dapat dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien. Mungkin pelatihan juga dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan baru atau sikap, tingkah laku, keterampilan. Dengan pengetahuan sesuai dengan tuntutan perubahan misalnya perubahan-perubahan teknologi, perubahan-perubahan metode kerja dan sebagainya menuntut pula perubahan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan. Oleh karena itu perusahaan/instansi harus tetap merupakan pelopor bagi pelaksanaan pelatihan karyawannya.
Uraian-uraian tentang pengertian pendidikan dan latihan diatas mengidentifikasi unsur-unsur yang merupakan syarat agar suatu kegiatan dapat disebut pendidikan dan latihan, syarat-syarat tersebut antara lain:
a.           Pendidikan atau latihan harus dapat membantu karyawan guna membantu kemampuan, karena seorang karyawan yang menjadi efektif dalam seluruh pekerjaannya melalui usaha-usahanya sendiri tidak dapat digolongkan dalam usaha kegiatan latihan yang dilaksanakan perusahaan.
b.           Latihan/pendidikan yang dilaksanakan perusahaan harus dapat menimbulkan inovasi (perubahan) terhadap kebiasaan-kebiasaan seorang karyawa, sikap karyawan atas pekerjaan/tugas yang diemban maupun pengetahuan atau keterampilan yang mereka aplikasikan dalam pekerjaannya sehari-hari.
c.            Pelaksanaan pelatihan/pendidikan harus pula mempunyai implikasi yang erat dengan kegiatan perusahaan maupun bagian-bagian pekerjaan karyawan.
Melaksanakan pelatihan bagi karyawan memang memerlukan pengorbanan yang tidak kecil, tetapi hasil yang diperoleh jauh lebihbesar daripada pengorbanan tersebut. Hal ini disebabkan dengan dilaksanakan pelatihan dapat diharapkan pekerjaan akan dilakukan lebih cepat dan lebih baik, kerusakan dapat diperkecil, pemborosan dapat ditekan, kecelakaan dapat dihindari dan lain sebagainya, semuanya ini merupakan keuntungan yang bisa diperoleh oleh perusahaan.
2. Jenis-Jenis Pelatihan
Adapun jenis pelatihan yang dikemukakan oleh Robert dan John dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2002 : 7 ) sebagai berikut :
  1. Pelatihan Internal
Pelatihan di lokasi kerja (on the job training) cenderung dipandang sebagai hal yang sangat aplikatif untuk pekerjaan, menghemat biaya untuk mengirim karyawan untuk pelatihan dan terkadang dapat terhindar dari biaya untuk pelatihan dari luar. Meskipun demikian, para peserta pelatihan yang belajar sambil bekerja dapat menimbulkan biaya dalam bentuk kehilangan pelanggan dan rusaknya peralatan, mereka dapat juga menjadi frustasi bila keadaan tidak kunjung membaik.
  1. Pelatihan Eksternal
Pelatihan eksternal muncul karena beberapa alasan :
a.    Adalah lebih murah bagi perusahaan untuk menggunakan pelatihan dari luar untuk menyelenggarakan pelatihan di tempat dimana sarana pelatihan internal terbatas.
b.    Mungkin waktu yang tidak memadai untuk persiapan pengadaan materi pelatihan internal.
c.     Staf sumber daya manusia mungkin tidak memiliki tingkat keahlian yang dibutuhkan uintuk materi dimana pelatihan diperlukan.
d.    Ada beberaapa keuntungan dimana para karyawan berinteraksi dengan para manajer dan rekan-rekan kerja perusahaan lain dalam suatu program pelatihan dilaksanakan di luar.

Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia


Menurut Sadli Samsuddin (2006 : 107) Pengembangan sumber daya manusia adalah penyiapan manusia atau karyawan untuk memikul tanggung jawab lebih tinggi dalam organisasi atau perusahaan. Pengembangan sumber daya manusia berhubungan erat dengan peningkatan kemampuan intelektual yang diperlkan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.
Pengembangan lebih terfokus kepada kebutuhan jangka panjang dan hasilnya hanya dapat diukur dalam jangka waktu panjang. Pengembangan juga membantu para karyawan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan pekerjaan  atau jabatan yang diakibatkan oleh adanya teknologi baru atau pasar produk baru. Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengertian pengembangan sumber daya manusia. Dalam buku berjudul Personnel Management karangan Filippo, digunakan istilah ‘pengembangan’ untuk usaha-usaha peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan.
Tujuan organisasi atau instansi akan tercapai dengan baik jika para karyawan dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu Dinas Prasarana Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan Sub Bagian Umum merasa pentingnya pengembangan sumber daya manusia karena tujuan dari pengembangan tersebut adalah untuk memperbaiki efektivitas dan kinerja dalam melaksanakan dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan. 

Fungsi Economic Value Added


Untuk mengatasi kesulitan dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan, analisis nilai tambah ekonomis dapat digunakan. Dengan hasil analisis EVA ini dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan kompenssi bagi eksekutif dalam bentuk insentif-insentif tertentu.
Dengan melihat dari analisa economic value added (EVA) yang positif maka kinerja keuangan perusahaan baik dan apbila hasil dari EVA yang negatif berarti kinerja keuanganya kurang baik. Pengukuran kinerja kuangan akan memberikan kontribusi kepada para pengambil kebijakan dalam hal pengelolaan keuangan perusahaan.

Pengertian Nilai Tambah Ekonomis (EVA)


Economic value Added adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomis dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercapai jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital)
Menurut K. Reilly dan Keith C.B. Manajemen Keuangan (2001:2) menyatakan bahwa :
“Economic value added (EVA) Is an internal management performance measure that campres net operation profit to total cost of capital. Indecates how profitabile campany projects are as sign of mangement porformance (nilai tambah ekonomis adalah manjemen internal yang menunjuk ukuran yang menbandingkan laba bersih setelah pajak dengan modal. Laba atau kemampuan perusahaan seperti yang diinginkan perusahaan)”.

Warsono (2004:48) menyatakan bahwa economic value added (nilai tambah ekonomis/EVA) adalah perbedaan antara laba operasi setelah pajak dengan biaya modalnya.
5
 
Menurut Eguene F. Brigham, dalam bukunya Manajemen Keuangan (2001:52), mengatakan bahwa EVA adalah cara untuk mengukur profitabilitas operasi yang sesungguhnya. Biaya modal hutang (beban bunga) dikurangkan ketika menghitung laba bersih, tetapi biaya ini tidak dikurangkan pada saat menghitung biaya modalekuatis. Oleh karena itu, secara ekonomis, laba bersih ditetapkan terlalu tinggi dibandingkan laba “yang sesungguhnya”. Jadi, EVA menyelesaikan konvensional.
EVA dihitung dengan mengurangkan laba operasi setelah pajak dengan biaya tahunandari semua modal yang digunakan perusahaan besar seperti Cola-Cola, AT&T, Quaker Oats, Briggs, Startton, dan CSX menggunakan EVA dalam mencapai keberhasilan mereka.
Perhatikan bahwa dalam menghitung EVA kita tidak menambahkan kembali penyusutan. Meskipun bukan merupakan beban kas, namun penyusutan adalah biaya, dan karenanya dikurangkan ketika menentukan laba bersih dan EVA. Dalam menghitung EVA diasumsikan bahwa penyusutan ekonomis yang sesungguhnya atas aktiva tetap perusahaan sama dengan tingkat penyusutan untuk tujuan akuntansi dan pajak. Jika ini bukan merupakan masalah, maka penyesuaian perlu dibuat untuk memperoleh pengakuan EVA, yang akurat.
EVA memberikan tolok ukur yang baik tentang apakah perusahaan telah memberikan nilai tambah kepada pemegang saham. Oleh karena itu, jika manajer memfokuskan pada EVA, maka hal ini membantu memastikan bahwa mereka beroperai dengan cara yang konsisten untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Perhatikan pula bahwa EVA dapat ditentukan untuk devisi dan perusahaan secara keseluruhan, sehingga EVA memberikan dasar yang berguna dalam menentukan kompensasi manajemen pada semua tingkatan. Sehingga pada saat ini banyak perusahaan mengunakan EVA sebagai dasar utama untuk menentukan kompensasi manajemen.
EVA dapat diterapkan pada semua divisi yang ada disuatu perusahaan, dan biaya modal akan merefleksikan resiko dari suatu unit bisnis. Jumlah EVA dari seluruh devisi merupakan EVA dari perusahaan.
Lanjut Warsono menyatakan bahwa perusahaan bisa dianggap sehat jika mendapatkan EVA yang positif.
 Menurut Warsono dalam bukunya Manajemen Keuangan Perusahaan (2004:48) mengatakan bahwa rumus yang digunakan untuk menghitung EVA adalah :
EVA = NOPAT – C . WACC
Dimana :
NOPAT     = Net Operating Profit After Tex
C               = Capital
WACC        = Weightet Average Cost of Capital

Langkah-langkah untuk menghitung EVA adalah :
1.    Menghitung besarnya NOPAT
2.    Mengidentifikasi Investet capital
3.    Menentukan capital cost ratet atau WACC (weightet average cost of capital)
4.    Menghitung EVA
Cara menentukan besarnya laba setelah pajak (EAT/NOPAT) menurut Martono (2004:24)
Penjualan bersih                                          xxxx
Harga harga pokok penjualan                       xxxx    -
Laba kotor                                                   xxxx
Biaya penjualan umum dan administrasi        xxxx    -
Laba usaha sebelum bunga dan pajak (EBIT)         xxxx
Biaya bunga                                                           xxxx    -
Laba sebelum pajak (EBT)                           xxxx
Pajak                                                                    xxxx    -
Laba setelah pajak (EAT)                                       xxxx

Konsep Customer Bonding


Dalam konsep bauran pemasaran, terdapat konsep tentang sebuah sistem yang dapat diciptakan perusahaan dalam rangka mempertahankan hubungan dengan pelanggan atau calon pelanggan. Dalam pemasaran sistem ini disebut Customer Bonding.
Customer Bonding menurut Husein Umar (2003:40) adalah suatu sistem yang berinisiatif untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan atau calon pelanggan.
Sistem ini menawarkan suatu struktur kinerja yang berfokus pada pelanggan dan merupakan sebuah strategi dalam menciptakan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Agar strategi ini dapat dilaksanakan oleh perusahaan hendaknya perusahaan membangun suatu database untuk mendapatkan informasi tentang pelanggan serta calon pelanggan.
Proses ini dimulai dari penciptaan kesadaran konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan yang kemudian tumbuh menjadi ikatan yang berkelanjutan sebagai dasar dari hubungan antara perusahaan dan konsumen, bahkan dapat diperluas kepelanggan lainnya. Agar tercapai, hendaknnya perusahaan didukung oleh tiga komponen, yaitu :
1.    Suatu strategi yang menekankan pada kesetiaan pelanggan.
2.    Pernyataan yang jujur dari perusahaan kepada konsumen, disampaikan melalui media tertentu.
3.    Pengalaman pemakaian produk yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Menurut Husein Umar dalam bukunya riset pemasaran dan perilaku konsumen (2003:41) mengatakan implementasi Customer Bonding akan melalui lima tahap yang akan diuraikan berikut ini :
1.   Awareness Bonding
Perusahaan membangun persepsi dipikiran konsumen melalui produk atau jasa perusahaan, merek perusahaan, maksud perusahaan dan calon konsumen yang perusahaan inginkan. Awareness Bonding dapat menciptakan suatu loyalitas, tetapi focus kerjanya terbatas dimana penekanannya diarahkan untuk memastikan bahwa konsumen menyadari dan ingat pada suatu merek atau produk, sehingga semua dapat menjadi bahan pertimbangan ketika konsumen siap untuk melakukan pembelian. Biasanya dilakukan melalui periklanan dimedia massa, promosi, atau sponsor untu suatu kegiatan tertentu.
2.   Identifying Bonding
Identifying bonding dibentuk ketika seorang konsumen mengenal dan mengagumi melalui penilaian, sikap dan pilihan gaya hidup dimana ia berasosiasi dengan produk atau merek perusahaan.
3.   Relationship Bonding
Tahap ini merupakan tingkat pertama suatu ikatan dimana terdapat dialog yang sebenarnya antara pemasar dengan konsumen yang dibangun dengan pertukaran manfaat diantara mereka secara langsung. Pertukaran manfaat yang tercipta dalam transaksi dimana pemasar memberikan satu atau lebih manfaat yang tidak tampak (seperti informasi dan penghargaan) dan manfaat yang tampak (seperti hadiah). Sedangkan pelanggan memberikan informasi mengenai minat, permintaan dan pembelian ulang. Tahap ini melibatkan interaksi lebih besar dengan konsumen dibandingkan dengan dua tahap yang sebelumnya, dimana prospek dan konsumen sudah mengetahui. Pada saat ikatan hubungan terbentuk, prosep dan konsumen terlibat secara aktif dengan pemasar dalam hubungan tersebut. Perusahaan mendapat informasi aktual mengenai konsumen melalui bantuan saluran distribusi atau melalui Publik Relations, Sales Promotion, dan Personal Selling.
4.   Community bonding
Pada tahap ini konsumen atau pendukung telah memakai produk dan telah terikat pada merek dari suatu perusahaan dan orang lain yang mana saling berbagi minat dan mereka memperoleh apa yang diinginkan. Sesuai dengan harapan pada produk perusahaan. Ikatan komunitas timbul pada saat konsumen atau pendukung berbagi minat gaya hidup yang terjadi pada suatu produk, jasa, tujuan dan kandidat dari perusahaan. Perusahaan dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk menjamin kontinuitas hubungan konsumen dengan produk perusahaan. Adapun tujuan penyelenggaraan ini untuk memberikan penghargaan kepada konsumen dan sebagai alat untuk menunjukan perhatian kepada konsumen. Upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk ikatan komunitas : membentuk club, menyediakan komunikasi, mengadakan seminar, dan mengaitkan merek perusahaan dengan event-event tertentu.
5.   Advocacy Bonding
Advocacy bonding bertujuan agar konsumen menjadi pemasar suatu produk perusahaan, pelayanan perusahaan, calon perusahaan. Perusahaan telah mencapai hubungan yang erat dan telah memperoleh kepercayaan. Ini merupakan pencapaian akhir dari suatu ikatan yang bernilai, ketika berkembangnya semacam promosi dari mulut kemulut yang dilakukan konsumen.
Adapun beberapa cara pelaksanaan Advocacy bonding, yaitu :
  1. Memberikan wewenang kepada pelanggan untuk mengetahui produk-produk baru.
  2. Memberikan dorongan untuk melakukannya, namun usahakan agar mereka tidak tersinggung.
  3. Komitmen dan perhatian, perusahaan memperlakukan pelanggan dengan sikap respek dan penuh sensitivitas dengan tujuan memperoleh loyalitas.

Mengapa Perusahaan Mengukur Mutu dan Kepuasan Pelanggan


Untuk mengetahui optimal tidaknya pelayan yang diberikan kepada para pelanggan, maka perusahaan perlu melakukan pengamatan/pengukuran mutu dan kepuasan dari para pelangganya, Menurut Richard F. Gerson, (2004;20)
1.    Untuk mempelajari presepsi pelanggan
2.    Untuk menentukan kebutuhan, keinginan,  persyaratan dan      harapan pelanggan.
3.    Untuk menutup Kesenjangan.
.     Berikut ini adalah beberapa kesenjangan yang telah diidentifikasi melalui penelitian, yaitu :
a.    Kesenjangan antara pandangan perusahaan terhadap keinginan Pelanggan dengan keinginan pelanggan yang sesungguhnya.
b.    Kesenjangan antara pandangan perusahaan terhadap barang atau
c.    Jasa yang telah dibeli pelanggan dan pandangan pelanggan terhadap barang atau jasa yang telah diterimanya.
d.    Kesenjangan antara pandangan perusahaan dengan pandangan pelanggan terhadap mutu yang diberikan.
e.    Kesenjangan antara harapan pelanggan terhadap mutu pelayanan dengan kinerja pelayanan yang sesungguhnya.
f.     Kesenjangan antara janji pemasaran dengan pelayanan yang sesungguhnya. 
4.  Untuk memeriksa apakah peningkatan mutu pelayanan dan     kepuasan pelanggan, sesuai harapan anda atau tidak .
5.   Karena peningkatan kinerja membawa peningkatan laba
6.   Untuk mempelajari bagaimana perusahaan melakukan dan apa           yang harus dilakukan kemudian.
7.   Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan.
Dari uraian yang telah ditulis diatas maka menurut Richard F. Gerson, Ph.D, (2004;26) manfaat dari pengukuran mutu dan kepuasan pelanggan yaitu :
1.    Pengukuran menyebabkan perusahaan memiliki rasa berhasil, yang kemudian diterjemahkannya menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan
2.    Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
3.    Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang memberi pelayanan.
4.    Pengukuran memberi tahu perusahaan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang langsung dari pelanggan.
5.    Pengukuran memotivasi perusahaan untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Mengembangkan Sistem Pelayanan Pelanggan


Sebelum bisa mengukur mutu pelayanan pelanggan, perusahaan harus memiliki sistem pelayanan pelanggan terlebih dahulu. Jika tidak, perusahaan tidak akan mempunyai cara untuk mengukur kepuasaan pelanggan. Menurut Richard F. Gerson, (2004;13) tujuh langkah pendekatan untuk mengembangkan sistem pelayanan pelanggan yaitu :
1.  Komitmen Manajemen Puncak
Program pelayanan dan peningkatan mutu hanya akan berhasil jika ada komitmen menyeluruh, dan komitmen ini harus dimilai dari puncak, bagaimana mengembangkan dan mengkomunikasikan visinya dengan jelas pengenai sistem pelayanan pelanggan, bagaimana mengimplementasikan, apa yang harus dilakukan karyawan pada saat mengimplementasikannya, bagaimana cara mengunakannya untuk memuaskan dan mengikat pelanggan, serta dukungan apa yang harus diberikan selama masa implementasikan. Proses komitmen manajemen ini harus dimulai dari peryataan visi atau misi yang berkaitan dengan mutu pelayanan.
2.  Kenali Pelanggan Anda Secara Dekat
Perusahaan harus melakukan apa saja untuk mengenali pelanggan dari dekat dan memahami mereka dengan menyeluruh. Seperti : memahami apa yang disukai dan tidak disukai pelanggan, berbagai perubahan yang mereka inginkan dari perusahaan, factor-faktor yang mendorong mereka untuk membeli dan berganti pemasok, apa yang dilakukan untuk memuaskan mereka, mengikat mereka dan membuat mereka loyal.
3.  Mengembangkan Standar kinerja Pelayanan Pelanggan
Pelayanan pelanggan dan mutu pelayanan merupakan benda yang tak berwujud karena dasarnya adalah persepsi. Meskipun demikian, mereka memiliki aspek berwujud dan nyata yang bisa dimanajemeni dan diukur, seperti : berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk diproses dan mengirim barang, dan apakah pengiriman barang dilakukan dengan benar, bagaimana kebijakan perusahaan terhadap pengembalian barng dan jasa, ganti rugi, penukaran, serta keluhan. Semua itu adalah aspek berwujud dari mutu pelayanan, dan bisa diukur. Jika perusahaan ragu apa yang akan dilakukan, cukup tanyakan pada pelanggan. Mereka akan memberitahukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka menilai mutu pelayanan. Dan karena mutu pelayanan serta kepuasan hanya ada dalam pikiran pelanggan, perusahaan harus mengembangkan standar serta pengukuran untuk memenuhi presepsi mereka.
4.  Angkat Latih, dan Bari Imbalan Staf Yang Baik
Pelayanan pelanggan dan kinerja mutu yang prima yang menghasilkan kepuasan ikatan pelanggan hanya diberikan oleh orang yang kompoten dan berkwalitas, mutu pelayanan perusahaan sangat tergantung pada orang memberikannya. Sehingga untuk menenpatkan karyawan diposisi ini harus mengangkat karyawan yang baik, latih mereka secara ekstensif untuk bisa memberikan pelayanan pelanggan yang prima dan melakukan pekerjaan secara benar sejak awal. Setelah melatih mereka berikan konspensasi yang baik yang setimpal dengan apa yang mereka berikan pada perusahaan. Karena bagimana pun juga, mereka adalah ujung tombak perusahaan yang berhadapan langsung dengan pelanggan.
5.  Berikan Imbalan Pada Prestasi Mutu Pelayanan
Perusahaan harus mengakui, memberikan imbalan, dan dorongan prestasi mutu pelayanan prima. Hal ini harus dilakukan baik terhadap karyawan maupun pelanggan. Berikan intensif psikologis, dan juga financial. Bantu mereka dalam untuk memotivasi diri sendiri agar bekerja lebih baik, dan berikan imbalan yang besar untuk setiap prestasi pelayanan yang menghasilkan kepuasan pelanggan.
6.  Tetaplah Dekat Dengan Pelanggan
Meskipun pada langkah 2 perusahaan telah mengenal pelanggan secara dekat tetapi perusahaan harus melakukan apa saaja untuk menjaga agar tetap dekat dengan mereka. Jalin kontak dengan mereka setiap kali ada kesempatan. Hubungan perusahaan dengan pelanggan benar-benar menjadi solid pada saat setelah terjadi pembelian, buatlah mereka agar tahu bahwa perusahaan peduli dan akan mendukung pembelian mereka. Pastikan mereka puas dan cari tahu apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan kepuasan dan kesetiaan mereka.
7.  Menciptakan Perbaikan Berkesinambungan
Setelah perusahaan memiliki sistem pelayanan pelanggan yang ramah dan mudah dijalankan, telah mengangkat dan melatih orang-orang terbaik untik pekerjaan tersebut, dan telah mempelajari segala hal mengenai pelanggan, perusahaan tidak bisa berhenti disini saja. Tidak ada sistem atau program yang sempurna, paling tidak sistem atau program yang didasarkan pada presepsi orang seperti halnya mutu pelayanan. Oleh karena itu, perusahaan harus terus menerus bekerja untuk memperbaiki mutu pelayanan pelanggan dan kinerja.

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan


Perusahaan yang sukses harus dapat memuaskan konsumen mereka. Dengan kata lain, konsumen yang tidak puas akan mempengaruhi bisnis secara negatif. Pemuasan konsumen harus disertai dengan pemantauan terhadap kebutuhan dan keinginan mereka, untuk mengidentifikasikan atribut produk dan dukungan pelayanan yang dianggap penting oleh para pembeli pada saat mereka membeli dan menggunakan produk tersebut merupakan tujuan manajemen.
Menurut David Cravens (2001;105) keputusan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1.   Sistem pengiriman
Untuk dapat memuaskan pelanggan jaringan ini harus berfungsi sebagai unit yang terpadu dan terkoordinir, dimana semua anggotanya mengerti dan menenggapi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pelanggan sangat memperhatikan antara waktu pemesanan dan penerimaan barang merupakan hal yang sangat penting. Jadi, bila barang yang telah dibeli tapi penyediaannya cukup lama menunggu dan proses pengiriman cukup lama maka pelanggan akan tidak puas sehingga mereka akan pindah produk yang lain.
2.  Performa Produk atau Jasa
Keunggulan suatu produk atau jasa sangatlah penting dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan, sehingga perusahaan akan mengeluarkan cukup banyak biaya untuk membuat mutu produk atau jasa yang tinggi untuk dapat menduduki tempat pertama dalam penjualan dan kepuasan konsumen. Jelaslah, mutu produk atau jasa merupakan keunggulan bersaing yang utama agar para pelanggan tetap menggunakan produknya dan tidak pindah ke produk atau jasa yang lainnya.
3.  Citra
Para eksekutif bisnis mengakui citra atau merek perusahaan yang baik merupakan keunggulan bersaing yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dari segi positif. Terbentuknya citra merek (brand image) dan nilai merek (brand equity) adalah pada sat konsumen memperoleh pengalaman yang menyenangkan dengan produk atau jasa. Walaupun tidak terlihat sebagai harta dalam laporan keuangan perusahaan, tetapi nilai yang terbentuk dari nama atau merek tersebut merupakan aktifa utama perusahaan.
4.  Hubungan Harga-Nilai
Konsumen menginginkan nilai yang ditawarkan sesuai dengan yang harga yang diberikan, oleh karenanya terdapat hubungan yang menguntungkan antara harga dan nilai suatu produk, merek dipromosikan oleh suatu perusahaan sebagai suatu nilai yang unik sesuai dengan harganya. Di lain pihak, manajemen memutuskan untuk bersaing atas dasar harga rendah di antara merek-merek dimana pembeli sudah menetapkan nilai yang seimbang.
5.   Kinerja Prestasi Karyawan
Kinerja karyawan dan sistem pengiriman tergantung pada bagaimana semua bagian organisasi bekerja sama dalam proses memenuhi kepuasan pelanggan, setiap orang dalam organisasi dapat mempengaruhi konsumen, baik hal-hal yang menyenagkan ataupun yang tidak menyenagkan. Bisnis telah menemuhkan bahwa kesadaran akan keinginan konsumen dan pelatihan karyawan membantu mereka dalam memenuhi tanggung jawabnya. Banyak perusahaan-perusahaan melati tenaga kerja baik yang baru ataupun yang telah lama bekerja dalam rangka meningkatkan mutu produk atau jasa.
6.  Persaingan
Kelemahan dan kekuatan para pesaing juga mempengaruhi kepuasan pelanggan dan merupakan peluang untuk memperoleh keunggulan bersaing. Pesaing yang spesifik menimbulkan dampak yang baik atau buruk dalam rangka untuk memenuhi keinginan kepompok konsumen yang spesifik (segmen pasar). Mengetahui kesenjangan atau keinginan pembeli dengan tawaran yang diberikan para pesaing merupakan peluang untuk meningkatkan kepuasan konsumen.
            Teori motivasi yang dikembangkan oleh Frederic Herzberg terdiri atas dua faktor, faktor pertama menyebabkan ketidakpuasan dan faktor kedua menyebabkan kepuasan pelanggan. Faktor-faktor ini antara lain :
  1. Faktor pertama  : Para penjual sebaiknya berusaha keras untuk menghindari ketidakpuasan, seperti produk yang jelek dan pelayanan yang jelek.
  2. Faktor kedua :  Produsen seharusnya mengindetifikasikan satisfier atau motivator utama dari pembeli. Satisfier ini akan memberikan perbedaan utama bagi merek yang dibeli konsumen.