A Pengertian dan Faktor Penentu Efektivitas
1. Pengertian
Efektivitas
Efektivitas sebgai
sistem nilai yang digunakan setiap organisasi (lembaga) untuk dapat mengukur
keberhasilan (prestasi) dari suatu kegiatan yang dilakukan. Efektivitas secara
etimologi berasal dari kata dasar efektive
yang artinya berhasil, ditaati. Berikut ini kami kutip beberapa pengertian
efektivitas, antara lain :
Menurut Jones dan
Pendlebury. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 164), bahwa
Efektivitas merupakan suatu ukuran keberhasilan atau kegagalan dari organisasi
dalam menggapai tujuan.
Kemudian menurut
Gie T.L. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 166), bahwa
Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki.
Kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang
dikehendakinya, maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau
mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendakinya.
Selanjutnya
menurut Steers R.M. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 166),
bahwa Efektivitas harus dinilai atas tujuan yang bisa dilaksanakan dan bukan
atas komsep tujuan yang maksimum. Jadi efektivitas menurut ukuran seberapa jauh
organisasi berhasil menggapai tujuan yang layak dicapai.
Selain ketiga
pendapat yang dikemukakan, pengertian efektivitas lebih khusus dan berhubungan
dengan derajat keberhasilan pemerintah dalam hal urusan keuangan telah
dikemukakan oleh Devas., dkk. (2004 : 43-44), bahwa efektivitas adalah hasil
guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pemerintah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu yang
secepat-cepatnya.
Berdasarkan
beberapa pendapat yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas
merupakan keberhasilan yang terukur atau nilai yang menunjukkan prestasi
(keunggulan) dari suatu manajemen yang diterapkan untuk mencapai tujuan.
Adapun faktor
penentu efektivitas menurut Bana. Kebijakan dan manajemen keuangan daerah dalam
Munir., dkk. (2004 : 45), sebagai berikut :
1)
Faktor sumber daya manusia seperti
tenaga kerja, kemampuan kerja maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja,
tempat kerja serta ketersediaan dana.
2) Faktor struktur organisasi yaitu sususnan yang stabil
dari jabatan-jabatan, baik struktur maupun fungsional.
3) Faktor teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan/tugas.
4)
Faktor dukungan
kepada aparatur dan pelaksana tugas pokok dan fungsinya, baik dari pimpinan
maupun masyarakat.
5)
Faktor pimpinan
dalam arti adanya kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor diatas
kedalam suatu usaha yang dapat berdayaguna untuk percepatan pencapaian sasaran
/ tujun.
B Pengertian
dan Proses Pengawasan
1. Pengertian
Pengawasan
Pengawasan merupakan bagian dari fungsi
manajemen yang khusus berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat
tercapai sebagaimana mestinya. Berikut beberapa pendapat tentang pengertian pengawasan,
antara lain :
Menurut Fayol H. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 10), bahwa pengawasan mencakup upaya memeriksa
apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang
dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dipakai untuk mengetahui kelemahan
dan kelebihan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.
Menurut Duncan. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 10), mendefinisikan pengawasan sebagai tindakan yang
menentukan apakah rencana tercapai atau tidak (the act of determining wehether or not plans have been accomplished).
Menurut Sujamto. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 10), seorang yang berkecimpun dalam pengawasan
keuangan negara, mendefinisikan pengawasan sebagai segala usaha dan kegiatan
untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan
tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
Kemudian menurut Tjitrosodo S. Sistem
pengawasan manajemen (management control
system) dalam Harahap S.S. (2001 : 11), bahwa yang dimaksud pengawasan
(pengendalian) adalah tindakan pengaturan dan pengarahan pelaksanaan agar suatu
tujuan tertentu dapat dicapai secara efektif dan efisien. Cirri-ciri utama pada
pengawasan (pengendalian) adalah wewenang dan keterlibatan didalamnya.
Selanjutnya menurut Terry G.R. Sistem
pengawasan manajemen (management control
system) dalam Harahap S.S. (2001 : 11), bahwa pengawasan yaitu suatu usaha
meneliti kegiatan yang telah serta akan dilaksanakan. Pengawasan berorentasi
pada objek yang dituju dan merupakan alat untuk menyuru orang-orang bekerja
menuju sasaran yang ingin dicapai.
Sedangkan menurut Williams C. (2001 :
273), bahwa pengawasan (pengontrolan) merupakan proses umum dari standar baku
untuk mencapai tujuan organisasi. Membandingkan pelaksanaan aktual dengan
standar-standar tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan apabila diperlukan.
Merujuk pada beberapa pengertian
pengawasan yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan
merupakan segala kegiatan dan tindakan untuk menjamin agar penyelenggaraan
suatu kegiatan tidak menyimpang dari rencana yang digariskan sebelumnya untuk
mencapai tujuan. Artinya pengawasan dapat menjamin kesesuaian tindakan dengan
rencana kepada pencapaian tujuan organisasi.
2. Proses
Pengawasan
Untuk
melaksanakan pengawasan para peneliti dan praktisi telah mencoba meluruskannya
dalam bentuk prosedur atau proses kegiatan yang dilalui dalam melaksanakan
fungsi pangawasan. Berikut beberapa pendapat, antara lain :
Menurut Belkaoui. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 35), bahwa langka umum yang diikuti dalam proses
pengawasan, meliputi :
1) Penyusunan tujuan.
2) penetapan standar.
3) pengukuran hasil kerja.
4) perbandingan fakta dengan standar.
5) perbaikan tindakan koreksi.
Kemudian
menurut Williams C. (2001 : 274-279), bahwa proses pengontrolan terdiri dari :
1) Standar, merupakan dasar perbandingan untuk mengukur
tingkat pelaksanaan organisasi yang beraneka ragam adalah memuaskan atau tidak
memuaskan. kriteria pertama untuk standar yang baik adalah bahwa hal tersebut
harus mampu mencapai tujuan.
2)
Perbandingan
standar, adalah membandingkan prestasi aktual dengan standar-standar prestasi.
3)
Tindakan
perbaikan, adalah mengidentifikasikan penyimpangan prestasi, menganalisisnya,
kemudian mengembangkan, dan melaksanakan program-program untuk memperbaikinya.
4)
Proses dinamis,
bahwa pengontrolan merupakan proses yang dinamis dan berkesinambungan. Hal itu
dimulai dengan prestasi nyata dan mengukur prestasi tersebut.
5)
Pengontrolan umpan
balik adalah mekanisme untuk mengumpulkan informasi tentang ketidak sempurnaan
prestasi setelah terjadi.
C Syarat Efektivitas
Pengawasan
Berkaitan dengan bagaimana efektifnya
suatu pengawasan, maka berikut beberapa pendapat mengenai syarat-syarat agar
pengawasan berjalan efektif, antara lain :
Menurut Certo. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 44-45), bahwa agar pengawasan sukses, maka harus
disadari bahwa :
1)
Sistem kontrol
tertentu hanya berlaku untuk suatu organisasi tertentu. Artinya suatu sistem
kontrol tidak akan dapat berlaku untuk semua badan (lembaga).
2)
Kegiatan kontrol
harus dapat mencapai beberapa tujuan sekaligus, bukan hanya tujuan sektoral
tetapi tujuan luas lainnya.
3)
Informasi untuk
maksud kontrol harus diperoleh tepat waktu.
4) Mekanisme kontrol harus dipahami semua orang yang ada
dalam organisasi.
Kemudian menurut Duncan. Sistem
pengawasan manajemen (management control
system) dalam Harahap S.S. (2001 : 45), mengemukakan beberapa sifat
pengawasan yang efektif, sebagai berikut :
1)
Pengawasan harus
dipahami sifat dan kegunaannya, oleh karena itu harus dikomunikasikan.
2)
Pengawasan harus
mengikuti pola yang dianut oleh organisasi.
3) Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah
organisasi.
4)
Pengawasan itu harus fleksibel.
5)
Pengawasan harus ekonomis.
Sedangkan
menurut Bailey. Sistem pengawasan manajemen (management
control system) dalam Harahap S.S. (2001 : 45), mengemukakan beberapa
syarat agar pengawasan dapat berjalan dengan efektif ditinjau dari kacamat
akuntansi, antara lain :
1)
Struktur Organisasi yang baik yang
dapat menunjukkan secara jelas perbedaan antara hak dan kewajiban masing-masing
pejabat.
2) Sistem otorisasi dan tanggung jawab yang jelas.
3) Struktur akuntansi yang baik yang memiliki ciri :
- Adanya daftar susunan perkiraan.
- Pedoman akuntansi.
- Daftar tugas
yang jelas diantara para pegawai pelaksana.
d.
Menggunakan perkiraan kontrol.
- Selalu memakai dokumen yang sudah
diberi nomor.
- Metode lain
dianjurkan untuk digunakan sepanjang dapat memperkuat sistem pengawasan.
4)
Kebijakan personalia yang baik.
5)
Adanya badan atau staf internal auditor
yang independen dan kuat.
6) Dewan pengawasan (komisaris) yang kompeten dan aktif.
D Pengertian
Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah keseluruhan
tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi
pendapatan dan belanja daerah (APBD). Peraturan pemerintah republik indonesia (PP.RI)
nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, dalam ketentuan
umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan sssdengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Selanjutnya dalam pasal 4 dan 5
dikatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatutan sehingga
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu.
E Pengertian dan
Jenis Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan keuangan negara dan
daerah merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara dan daerah.
Menurut Baswir. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 307-308),
bahwa berdasarkan pengertiannya pengawasan keuangan negara dan daerah pada
dasarnya mencakup segala tindakan untuk menjamin agar pengelolaan keuangan
negara dan daerah berjalan sesuai dengan rencaa, ketentuan dan undang-undang
yang berlaku. Sedangkan berdasarkan obyeknya, pengawasan APBN / APBD,
pengawasan BUMN / BUMD, maupun pengawsan barang-barang milik negara dan daerah
lainnya.
Pengawasan bukan tahap tersendiri
dari daur anggaran walaupun pengawasan sebagian besar berkaitan dengan
pengawasan anggaran, namun pengawasan sesungguhnya merupakan bagian yang
penting dari pengurusan keuangan negara dan daerah secara keseluruhan. Oleh
karena itu bila dikaitkan dengan daur anggaran, maka pengawasan keuangan
meliputi tahap penyusunannya, tahap pelaksanaannya, maupun tahap pertanggung
jawabannya, Dengan kata lain pengawasan anggaran sudah harus dimulai sejak
tahap penyusunannya dan baru berakhir pada tahap pertanggung jawaban.
Pengawasan keuangan negara dan
daerah menurut ruang lingkupnya dibedakan menurut jenis, yaitu :
1.
Pengawasan intern,
dapat dibedakan menjadi dua :
a.
Pengawasan intern
dalam arti sempit, adalah pengawasan yang dilakukan oleh pengawas dimana
pejabat yang diawasi itu dengan aparat pengawas sama-sama bernaung dalam
pimpinan seorang menteri atau ketua lembaga negara. Lembaga yang bertugas
melakukan pengawasan dalam arti sempit ini adalah inspektorat jenderal
departemen (IRJENDEP), inspektorat wilayah propinsi (ITWILPROP), inspektorat
wilayah daerah kabupaten (ITWILKAB), inspektorat wilayah daerah kota
(ITWILKOT).
b.
Pengawasan intern
dalam arti luas, pada dasarnya sama dengan pengawasan intern dalam arti sempit,
perbedaan pokoknya hanya terletak pada adanya korelasi lansung pengawas dan
pejabat yang diawasi, dalam arti pengawas yang melakukan pengawasan tidak
bernaung dalam satu departemen atau lembaga negara tetapi masih dalam struktur
organisasi pemerintahan. Fungsi pengawasan dalam arti luas ini diselenggarakan
oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPK) dan inspektorat jenderal
pembangunan (IRJENDBANG).
2.
Pengawasan
ekstern, adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit
pengawasan yang berada dalam organisasi yang diawasi dan tidak mempunyai
hubungan kedinasan. Secara operasional, tugas pengawasan internal dilakukan
oleh BPK, Disamping itu dikenal pula pengawasan legeslatif yang mempunyai arti
adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPR, DPRD tingkat I dan
tingkat II terhadap kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan. Bentuk pengawasan yang masih termasuk pengawasan eksternal adalah
pengawasan masyarakat, yaitu suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh warga
masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur
pemerintahan yang berkepentingan.
Merujuk pada pengertian pengawasan dan pengertian
keuangan daerah yang dikemukakan, maka pengawasan keuangan daerah dapat
diartikan sebagai segala kegiatan dan tindakan yang dilakukan untuk menjamin
agar pengaturan dan pengelolaan segala hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dalam bentuk APBD,
dapat dilakukan tidak menyimpang dari rencana yang digariskan untuk mencapai
tujuan. Artinya pengawasan keuangan daerah dapat menjamin kesesuaian
pengelolaan APBD dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan.
F Tujuan dan Norma Pengawasan Keuangan Daerah
1. Tujuan
Pengawasan Keuangan Daerah
Berkaitan dengan
tujuan pengawasan keuangan daerah, maka menurut Halim A. (2004 : 308), bahwa
pada dasarnya tujuan pengawasan adalah untuk mengamati apa yang sesungguhnya
terjadi serta membandingkannya dengan yang seharusnya terjadi. Bila ternyata
kemudian ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan, maka penyimpangan atau
hambatan itu diharapkan dapat pula segera dikenali, sehingga selanjutnya dapat
pula segera diambil tindakan koreksi. Melalui tindakan koreksi ini, maka pelaksanaan
kegiatan yang bersangkutan diharapkan masih dapat mencapai tujuannya secara
maksimal.
Merujuk pada
pendapat yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengawasan
keuangan daerah adalah untuk memantau, mengukur, dan menilai agar memastikan
kepatutan dan atau penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan APBD yang dapat
disampaikan kepada kepala daerah (Bupati/Wali Kota) dan pihak terkait lainnya
untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan lebih lanjut.
2. Norma Pengawasan Keuangan Daerah
Dalam
melakukan pengawasan, aparat pengawas fungsional pemerintah juga memiliki norma
pelaksanaan. Arti norma pemeriksaan adalah patokan, kaidah atau aturan yang
ditetapkan oleh pihak berwenang yang harus diikuti dalam rangka melaksanakan fungsi
pemeriksaan dan mutu laporan pemeriksaan yang dikehendaki.
Norma pemeriksaan.
Manajemen keuangan daerah dalam Munir D., dkk. (2004 : 134-136),
bahwa norma pemeriksaan terdiri dari :
1.
Norma umum pemeriksaan :
a.
Ruang lingkup pemeriksaan lengkap
terhadap objek yang diperiksa, mencakup :
1). Pemeriksaan atas keuangan dan ketaatan pada
peraturan perundang-undangan.
2). Penilaian tentang dayaguna dan kehematan dalam
menggunakan sarana yang tersedia.
3). Penikaian hasilguna atau manfaat yang
direncanakan dari suatu program.
b. Pejabat yang berwenang menetapkan tugas
pemeriksaan harus mempertimbangkan kebutuhan pemakai hasil pemeriksaan dalam
menentukan ruang lingkup dari suatu pemeriksaan tertentu.
c. Dalam segala hal yang berhubungan dengan
tugas pemeriksaan, aparat individu maupun kolektif harus bertindak dengan penuh
integritas dan objektivitas.
d. Pemeriksaan atau para pemeriksa yang
ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan, secara individu atau
setidak-tidaknya secara kolektif harus mempunyai keahlian / kemampuan teknis
yang diperlukan dalam bidang tugasnya.
e. Dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyusunan
laporan, pemeriksa wajib menggunakan keahlian / kemampuan teknisnya dengan
cermat.
2. Norma pelaksanaan pemeriksaan :
a. Pekerjaan pemeriksaan harus direncanakan
sebaik-baiknya.
b. Para pelaksana
pemeriksaan harus diawasi dan dibimbing dengan sebaik-baiknya.
c. ketaatan pada peraturan perundang-undangan
harus ditelaah dan dinilai secukupnya.
d. Sistem pengendalian manajemen (SPM) harus
dipelajari dan dinialai secukupnya untuk menentukan seberapa jauh sistem itu
dapat diandalkan kemampuannya untuk menjamin ketelitian informasi, ketaatan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan untuk mendorong pelaksanaan
kegiatan yang berdayaguna dan berhasilguna.
e. Bukti yang sukup dan relevan harus diperoleh
sebagai landasan yang layak untuk menyusun pertimbangan, kesimpulan, pendapat
serta saran tindak periksa.
3. Norma pelaporan pemeriksaan :
a. Laporan pemeriksaan harus dibuat secara
tertulis dan disampaikan kepada pejabat yang memberi perintah serta kepada
pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Laporan pemeriksaan harus segera setelah
selesai pekerjaan pemeriksaan dan disampaikan kepada pejabat yang
berkepentingan tepat pada waktunya.
c. Tiap laporan pemeriksaan harus memuat ruang
lingkup dan tujuan pemeriksaan, disusun dengan baik, menyajikan informasi yang
layak, serta pernyataan bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai dengan
norma pemeriksaan aparat pengawasan fungsional pemerintah.
d. Setiap laporan pemeriksaan yang bertujuan
menilai dayaguna dan kehematan serta hasilguna program, harus :
1). Memuat temuan dari kesimpulan pemeriksaan
secara objektif serta saran tidak yang konstruktif.
2). Lebih mengutamakan usaha perbaikan atau
penyempurnaan dari kritik.
3). Mengungkapkan hal-hal yang masih merupakan
masalah yang belum dapat diselesaikan sampai berakhirnya pemeriksaan bila ada.
4). Mengemukakan pengakuan atas suatu prestasi
keberhasilan atau suatu tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan.
5). Mengemukakan penjelasan pejabat objek yang
diperiksa mengenai hasil pemeriksaan.
6). Menyatakan informasi penting yang tidak dimuat
dalam laporan pemeriksaan karena dianggap rahasia atau harus diperlukan secara
khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. Setiap laporan pemeriksaan yang bertujuan
manyatakan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan harus memuat:
1). Sesuai pernyataan pendapat akuntan atau
kelayakan laporan secara keseluruhan, apakah sesuai dengan prinsip akuntansi
yang lazim berlaku atau prinsip akuntansi lainnya yang diberlakukan secara
khusus pada objek yang diperiksa, dan dilaksanakan secara konsisten dengan
priode sebelumnya. Bila pemeriksaan tidak dapat menyatakan pendapatnya,
alasannya harus diungkapkan dalam laporan.
2). Mengungkapkan informasi yang masih dipandang
perlu oleh pemeriksa.
3). Uaraian mengenai pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan disertai pengaruhnya terhadap laporan keuangan objek yang
diperiksa.
G Alat Analisis Efektivitas dan
Kriteria Penilaian Kinerja Keuangan
1. Alat Analisis
Efektivitas
Efektivitas adalah
keberhasilan suatu organisasi yang dalam hal ini adalah organisasi pemerintah
didalam mengemban tugas pokok dan fungsi pemerintahan. Berikut dikemukakan
beberapa analisis efektivitas, antara lain :
Menurut Halim A.
(2004 : 135), efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pendapatan asli daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan
dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi rill di daerah. Kemampuan
daerah dalam melaksanakan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang
dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen, sehingga apabila rasio
efektivitasnya semakin tinggi, menggambarkan kemampuan daerah semakin baik.
Kemudian menurut Munir D., dkk. (2004 : 48-49), analisis
efektivitas pengelolaan anggaran daerah adalah dengan menggunakan rasio
perbandingan antara realisasi pendapatan daerah dengan target pendapatan yang
ditetapkan dalam APBD, guna mengetahui berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan
anggaran.
dengan asumsi target sama dengan potensi
2.
Kriteria Penilaian Kinerja Pengawasan Keuangan
Daerah
Berkaitan dengan kriteria penilaian
terhadap tingkat efektivitas, maka menurut Munir D., dkk. (2004 : 49, 150-151)
kriteria penilaian terhadap tingkat efektivitas pajak pengambilan dan
pengelolaan bahan galian golongan C menggunakan Peraturan Mendagri nomor
690.900.327 tahun 1994, tentang kriteria penialaian kinerja keuangan. Penetapan
tingkat efektivitas pemungutan pajak, antara lain :
1) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
100% berarti sangat efektif.
2) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
90% sampai 100% berarti efektif.
3) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
80% asampai 90% berarti cukup efektif.
4) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
60% sampai 80% berarti kurang efektif.
5) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian
dibawah 60% berarti tidak efektif.
Tabel
1. Kriteria Kinerja Keuangan
Presentase Kinerja Keuangan
|
Kriteria
|
Diatas 100 %
90 – 100 %
80 – 90 %
60 – 80 %
Kurang dari 60 %
|
Sangat Efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang Efektif
Tidak
Efektif
|
Sumber : Depdagri No. 690.900.327
tahun 1996.