Pengertian Quality Control
Sebelum memberikan pengertian mengenai quality
control itu, terlebih dahulu akan mengemukakan apa sebenarnya quality control
itu, kalau menurut H.A. Harding, dalam bukunya Management Produksi (2003, 58)
mengemukakan bahwa In undertaking control
consists in verifying when ther everything occure in conformity with the plan
adopted the instruction issued and principle estabilited.
Menurut definisi tersebut di atas,
mengkhususkan arti control dalam bidang perusahaan adalah control yang
menyangkut pemeriksaan menegenai apakah segala sesuatunya telah berjalan sesuai
dengan semestinya atau belum dan bilamana belum, maka perlu diadakan
pengarahan.
Jadi control adalah sebagai proses untuk
mendeterminir apa-apa yang akan dilaksanakan, mengevaluasi pelaksanaan dan
bilamana melaksanakan tindakan-tindakan korektif sedemi- kian rupa. Hal ini
berarti fungsi control meliputi segala aktivitas yang dimaksudkan untuk
memaksakan kejadian-kejadian agar sesuai perencanaan semula. Sehubungan dengan
itu Mubyarto dalam bukunya Teori Ekonomi dan Penerapannya, (2003, 84), sebagai berikut apa yang harus
ditanam, metode produksi apa yang harus dipakai, berapa banyak yang akan
diproduksi, bila akan membeli dan menjual dimana akan membeli dan menjual.
Disini dimaksudkan dengan adanya proses
pemeriksaan atau pengecekan hasil selama proses produksi berlangsung untuk
menghindari adanya penyimpangan hasil yang tidak sesuai dengan sfesifikasi
produk yang telah ditentukan.
Untuk lebih memperjelas pengertian
quality control, maka dibawah ini akan dikemukakan definisi oleh Harold T.
Amrine, dalam bukunya Manufacturing Organization and Management, (2001, 278)
mengemukakan bahwa quality control is
conserned with the prevention of defect manufacturing so that the item may be
made right and have to be rejected.
Kalau Marting Kenneth, dalam bukunya
Production Management System and Synthesis (2002, 395), sebagai berikut system and Synthesis menemukan bahwa Quality control or quality assurance is on
going prosses inspection prosedure.
Menurut Harold T. Amrine, pengendalian
kualitas berhubungan dengan pencegahan dari adanya rusak dalam produksi barang
sehingga produk itu dapat dibuat dengan keadaan yang sesuai. Pendapat ini
berarti dalam menghasilkan produk diusahakan tidak terjadi penyimpangan hasil.
Bila terjadi peyimpangan/ kerusakan, maka pada bagian yang menjadi penyebab
kerusakan tersebut, segera diadakan perbaikan.
Sedangkan menurut Martin Kenneth bahwa
pengendalian kualitas adalah prosedur pemeriksaan yang mengetahui proses secara
terus menerus. Kesimpulan yang dapat ditarik mengenai pengendian kualitas yang
menunjukkan keseluruhan aktivitas yang harus dilakukan dalam suatu proses
produksi untuk mencapai sasaran mutu yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu
menentukan komponen-komponen mana yang rusak juga merupakan alat bagi manajemen
untuk memperbaiki kualitas produk bila diperlukan. Mempertimbangkan kualitas
yang lebih tinggi dan mengurangi bahan baku yang rusak.
Suatu hal yang paling penting dalam
pengendalian kualitas adalah pemeriksaan (inspection). Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan dengan menggunakan berbagai alat seperti mikro meter, panca indra dan
lain-lain untuk ketepatannya.
Pentingnya Pengendalian Kualitas
Dalam usaha pengembangan perusahaan dan
untuk menjamin kontinutas perusahaan, maka perlu adanya sejumlah keuntungan
yang diharapkan dapat menunjang kelangsungan hidup perusahaan. Untuk merealisir
hal tersebut maka perlu diciptakan antara lain peningkatan volume penjualan
hasil pengolahan, penekanan biaya produksi, peningkatan kwalitas, perluasan
seluruh distribusi. Oleh karena tanpa adanya peningkatan perubahan dalam suatu
perubahan termasuk dalam hal ini kebijaksanaan peningkatan kualitas produksi,
maka akibatnya perusahaan akan mengalami dan menghadapi tantangan atau
persaingan yang semaking tajam utamanya dalam hal pencapaian tujuan perusahaan.
Kini disadari bahwa dalam usaha
pengembangan mutu produksi, pada tahap tersebut mungkin terjadi penyimpangan
yang tidak sesuai dengan rencana semula dimana hal ini mungkin disebabkan oleh
adanya keterbatasan tenaga manusia di dalam proses produksi, keadaan/ kerusakan
peralatan yang digunakan atau mungkin disebabkan faktor-faktor lain.
Untuk menjamin agar kualitas produk yang
dihasilkan sesuai dengan standar, maka perlu ada bahagian tersendiri yaitu
bahagian pengawasan mutu, karena tanpa adanya pengawasan mutu, maka besar
kemungkinan hasil akhir tidak sesuai dengan sasaran semula (standar).
Secara terperinci menurut Sofyan Assauri
mengatakan bawa :
1. Agar hasil produksi dapat mencapai
standar mutu yang telah ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspection
dapat menjadi serendah mungkin.
3.
Mengusahakan agar biaya
desain dalam produk
dan proses dengan
menggunakan
mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan
agar biaya produksi menjadi serendah mungkin.
Kalau menurut Harold, dalam bukunya
Principle Of Management (2001, 6), sebagai berikut :
1) Increase production
2) Lower unit cost
3) Inproved employed morale
4) Better quality".
Berikut ini dalam pengendalian kualitas
mempunyai 3 (tiga) tahap pelaksanaan, yaitu :
1) Pengendalian
bahan mentah
2) Pengendalian
selama proses produksi
3) Pengendalian
hasil produksi akhir.
Dari ketiga tahap pengendalian ini juga
digambarkan oleh Elwood S. Buffa, dalam bukunya Modern Production Management,
(2000, 643), membagi 4 (empat) fase umum dari pengendalian kualitas, yaitu :
1) Policy
levela in determining desired market level of quality.
2) The engineering design stage during
which quality levels spesified to achieve the market target levels.
3) The producing stage whan control over
incoming raw materials and produktive
overation and mecesary to inplement the
policies.
4) The
use stage in the field where instalation can effect final quality and
where the guarantee of quality and perfotmance must the made effective.
Dari keempat tingkatan ini dapat
digambarkan secara skematik bersama-sama dengan beberapa hubungannya yang ada
skhema tersebut dapat dilihat pada gambar halaman berikut.
Sesuai dengan gambar skhema Buffa,
menunjukkan empat tahap dalam pengendalian mutu melalui perencanaan, produksi
dan distribusi. Jadi yang digambarkan oleh Buffa ini adalah pengendalian mutu
secara keseluruhan dalam perusahaan.
Tahap pertama, yaitu menunjukkan pimpinan
perusahaan seharusnya mengadakan kebijaksanaan mutu terlebih dahulu dalam
hubungannya dengan tinjauan pasar, biaya investasi, retularen on invesmen
(pengambilan investasi) yang potensial serta faktor-faktor saingan.
Tahap kedua, diadakan penentuan mutu yang
akan diproduksikan yang ditentukan oleh designer. Disini dipertimbangkan
mengenai bahan baku, cara memprosessing dan jasa-jasa yang diproduksikan.
Pada tahap ketiga, barulah diadakan
pengendalian mutu dalam proses produksi yaitu ada tiga, sebagai berikut :
1) pemeriksaan
pengendalian mutu dan bahan baku
2) Pemeriksaan dan
pengendalian mutu bahan baku
3) Pemeriksaan
dalam pengujian produk yang dihasilkan.
Perusahaan yang melaksanakan pengendalian
produksi untuk mengarah pada sfesifikasi yang akan ditentukan oleh mutu produk,
maka diperlukan suatu ketelitian dalam quality control dan pemeriksaan yang
lebih cermat.
Perlu juga diketahui bahwa dalam usaha
untuk menghasilkan produk, tentu memerlukan sejumlah tenaga kerja. Demikian
pula halnya dalam usaha produksi quality control khususnya udang. Oleh karena
itu dalam analisis pengendalian mutu memerlukan tenaga kerja quafied untuk
ditempatkan dalam pembekuan udang segar
supaya terjamin dari kontinutas perusahaan mengenai mutu produk.
Dalam melaksanakan usaha pengendalian
produksi khususnya pada udang segar merupakan sumber pembahasan, sehingga
proses kegiatan dari berbagai produksi yang dirubah bentuknya oleh perusahaan
yang menggunakan dalam bentuk barang/ jasa atau produksi di mana beberapa
barang dan jasa yang disebab- kan hasil
yang diinginkan perusahaan dapat terjamin dari kontinutas.
Setiap pimpinan memiliki manajemen
tersendiri, sehingga kepemimpinan pada bawahannya terarah dan efisiensi.
Artinya walaupun faktor-faktor tertentu harus dimilik, tapi manajemen penting
untuk dimiliki.
Oleh karena itu faktor produksi terdapat
kesenjangan produktivitas yang dihasilkan oleh para pelaksana antara
produktivitas sekarang dengan produktivitas yang lalu. Pada kenyataannya
produksi yang dikaitkan dengan pengendalian memang agak sulit dipisahkan,
antara satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, pemeriksaan dikaitkan
dengan produksi berati harus menggunakan tenaga kerja yang pernah mengadakan
pelatihan, atau minimal mempunyai pengalaman kerja pada perusahaan lain.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa hanya
ada 3 (tiga) tahap pelaksanaan quality control dalam proses yaitu :
1. Sebelum
produksi dimulai
2. Sebelum proses
dimulai
3. Sesudah
produksi dilaksanakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam
pelaksanaan quality control menurut Hoffman dalam bukunya Production Management
and Manufacturing System, (1998, 209), menyatakan bahwa :
1) Panca indra, misalnya
mengetahui mutu udang yang baik,
dapat dilihat dengan mata.
2) Mempergunakan alat, umpamanya diukur dengan mistar dan alat pengukur melli dan
timbangan
3)
Menggunakan metode statistik, yang lazim
disebut statistical quality control".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar