Globalisasi perekonomian da pembangunan nasional yaitu
pelaksanaan otonomi daerah mangekibatkan
penyusunan rumusan baru tentang manajemen pengelolaan keuangan daerah.
Hal ini adalah sahlasu bentuk bagaimana pemerintah daerah mempersiapkan suatau
erah baru dalam pentas globaliasi perekonomian internasional dan pentas
pelaksanaan otonomi daerah dalam tingkat nasional.
Paradigma baru untuk new games dan new rules di abad 21.
Menurut Shah (1997) penguatan otonomi ini merupakan trend di banyak Negara dan
penguatan ekonomi ini merupakan sebagaian dari pergeseran struktur pemerintah
untuk mencapai new strategi dalam menghadapi era new game dan new rules di abad
21, dimana keuatan dan keinginan global sudah semakin kuat. Shah menerangkan
ada keinginan yang kuat untuk mengeser Negara kesatuan kea rah bentuk federasi
atau konfederasi, yang lebih mengelobal sekaligus melokal. Dengan syarat itu
pemerintah pusat diharapkan akan berorientasi pada leadership daripada menjadi
manajer. Dalam oprasional fungsi dan peranannya pemerintah pusat pun mulai
mengikis budaya birokratis digantikan oleh budaya partisipatif yang responsive
dan akuntabel. Oleh karena itu budaya pemerintah di masa depan lebih terbuka
dan cepat dalam suasana kompetisi yang sehat, yang pada nantinya diharapkan
akan membawa perubahan mendasar pada lingkungan legal dan regulasi lainnya,
yaitu dari tidak toleran terhadap resiko menjadi lebih leluasa untuk berhasil
atau gagal.
Pergeseran pada struktur pemerintahan akan membawa dampak
luar biasa pada sector public yaitu bagaimana menghermoniskan antara system
nilai, misi dan tujuan dari sector public, lingkungan otoritas yang dihadapi,
dengan kapasitas oprasional unit kerja yang bersangkutan (shah, 1997)
Upaya harmonisasi itu sangat krusial di Negara sedang
berkembang karena sector public biasanya tidak meniliki sestem nilai, misi, dan
tujuan yang kuatdan jelas dan menghadapi lingkungan otoritas yang kurang
kapabel dalam menterjemahkan system nilai, misi, dan tujuan dalam kebijakan
public yang relevan dan realistis. Keadaan ini semakin diperparah oleh model
birokrasi yang lamban dan sentralistis sehingga kapasitas operasional dari unit
kerja menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dalam kasus Indonesia harmonisasi itu muali dilaksanakan
dangan kebijakan otonomi luas, tetapi kedua undang-undang tersebut hanyalah
necessary condition dan belum mencakupi. Penyebabnya
masih banyak peraturan-peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan yang
terkait harus diformulasikan secara hati-hati agar pemerintah daerah otonom
yang ekonomis efisien,efektif, akuntabel, transparan dan responsive dapt
diciptakan dengan segera. Salah satu peraturan pemerintah itu adalah peraturan
pemerintah tentang keuangan daerah, yang mengatur tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan salah satu instrumen utama bagi
pemerintah daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitasnya dalam
mendorong proses pembangunan daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar