Untuk menghadapi
globaliasi perekonomian dan pembangunan nasional yang menekankan pada
pelaksanaan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab, maka
perlu disusun suatu rumusan baru yang berkaitan dangan manajemen keuangan
daerah. Hal ini adalah salah satu bentuk bagimana pemerintah daerah
mempersiapkan suatu prakondisi dalam pentas perekonomian internasional dan
perekonomian nasional.
Secara garis besar, manajemen keuangan daerah dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu.
1. Manajemen penerimaan daerah dan,
2. Manajemen pengeluaran daerah.
Evaluasi terhadap pengelulaan keuangan daerah dan
pembiayaan pembangunan daerah mempunyai implikasi yang sangat luas. Kedua
komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintahan daerah
dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.
Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan
UU No.22 Tahun 1999 san UU No. 25 tahun 1999 menyebabkan perubahan dalam
manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut antara lain adalah perlunya
dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran.
Reformasi anggaran meliputi proses penyusunan,
pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban angaran. Berbeda dangan UU No.5
tahun 1974, proses penyusunan, mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban
anggaran daerah menurut UU No.2 thaun 1999 adalah tdak diperlukannya lagi
pengesahan dari menteri dalam negeri untuk APBD Provinsi dan pengesahan
Gubernur untuk APBD Kabupaten/kota, melainkan cukup pengesahan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (dprd) melalui Peraturan Daerah (PERDA)
Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari
tradisional budget ke performance budget. Tradisional budget didominasi oleh
penyusunan anggaran yang bersifat line-item daninrementalism, yaitu proses
penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarannya realisasi anggaran
tahun sebelumnya, konsekuensi tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru.
Hali ini seringkali bertentangan dangan kebutuhan rill dan kepentingan
masyarakat. Dengan basis seperti ini, ABPD masih terlalu berat menahan arahan,
batasan, serta orientasi suborinasokepentingan pemerintah atasan. Hal tersebut
menunjukan terlalu dominannya peranan pemerintah pusat terhadap pemerintah
daerah. Besaranya dominasi ini seringkali mematikan inisiatif dan parakarsa
pemerintah daerah, sehingga memunculkan fenomena pemenuhan petunjuk pelaksanaan
dan petnjuk teknis dari pemerintah pusat.
Performance budget pada dasarnya adalah system penyusunan
dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau
kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas
pelayanan public, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan public.
Merupakan otonomi secara luas, nyata dan bertanggungjawab dan otonomi harus
dipahami sebagai hak atau kewenangan masyarakat daerah untuk mengelolah dan
mengatur urusannya sendiri. Aspek atau person pemerintah daerah tidak lagi
merupakan alat kepentingan pemerintah pusat belaka melainkan alat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan
daerah.
Prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan
daerah tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, dan value for money.
Transparansi
adalah keterbukaan dalam proses, perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran
daerah. Tasanparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak atas
akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyagkut aspirasidan
kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup
masyarakat.
Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban public
yang berarti bahwa proses penganggaran mula dari perencanaan, penyusunan dan
pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada
DPRD dan masyarakt. Masyarakt tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran
tersebut tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun
pelaksanaan anggaran tersebut.
Value for money berarti diterpkannya tiga prinsip dalam
proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektifitas. Ekonomi berkaitan
dangan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu
pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana
masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal
(berdaya guna). Efektifitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus
mencapai target-target atau tujuan kepentingan public.
Aspek lain dalam reformasi anggaran adalah perubahan
paradigm anggaran daerah. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghasilkan
anggaran daerah yang benar-benar mencerminkan kepentinggan dan pengharapan dari
masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan keuangan daerah secara
ekonomis, efisien dan efektif. Paradigma anggaran daerah yang diperlukan
tersebut ialah:
1. Anggaran daerah harus bertumpuh pada kepentingan public
2. Anggaran daerah harus dikelolah dengan hasil yang baik
dan biaya rendah (woek better and cost less)
3. Anggaran daerah haris mampu memberikan transparansi dan
akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran.
4. Anggaran dareh harus dikelolah dengan pendekatan kinerja
(performance oriented)
5. Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme
kerja disetiap organisasi yang terkait.
6. Anggaran daerah harus apat memberikan keleluasan bagi
para pelaksananya untuk memaksimalkan
pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar