2.1 Sistem
Pengukuran Kinerja
2.1.1 Pengertian Pengukuran Kinerja
Anderson dan Clancy (1991)
mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai:
“feedback from the accountant to management that provides information
about how well the action represent the plans; it also identifies where
managers may need to make corrections or adjustments in future planning and
controlling activities.”
Sementara
itu, Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran
kinerja sebagai: “the activity of
measuring the performance of an activity or the entire value chain.”
Dari
definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah
tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai
nilai yang ada pada perusahaan. Hasil
pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan
informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana
perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian.
2.1.2 Tujuan Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja mempunyai tujuan
pokok yaitu untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan
dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
Adapun
tujuan umum pengukuran kinerja adalah:
1.
untuk menentukan kontribusi suatu bagian dari perusahaan terhadap organisasi
secara keseluruhan.
2. memberikan dasar untuk mengevaluasi kinerja
masing-masing manajer.
3.
memotivasi para manajer untuk mengoperasikan divisinya secara konsisten
sehingga sesuai dengan tujuan pokok perusahaan.
Untuk itu
sistem pengukuran kinerja harus memenuhi tuntutan sebagai berikut:
1. Sistem tersebut
harus mencerminkan pemahaman organisasi yaitu sistem pengukuran kinerja harus
memonitor kinerja organisasi dan menggiring kinerja dalam tujuan utama
organisasi.
2. sistem
pengukuran kinerja harus mengukur aspek kritis yang penting atau
perbedaan-perbedaan dari kinerja organisasi untuk mencapai tujuan utama.
2.1.3 Manfaat
Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan
Cross (1993), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai
berikut:
a)
Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga
akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang
dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan;
b)
Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai
bagian dari mata-rantai pelanggan dan pemasok internal;
c)
Mengidentifikasi
berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap
pemborosan tersebut (deduction of waste);
d)
Membuat
suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga
mempercepat proses pembelajaran organisasi;
e)
Membangun
konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku
yang diharapkan tersebut.
2.1.4 Karakteristik Sistem Pengukuran Kinerja
Dengan munculnya bebagai paradigma
baru di mana bisnis harus digerakkan oleh customer-focused, suatu sistem
pengukuran kinerja yang efektif, paling tidak harus memiliki syarat-syarat
sebagai berikut:
a.
Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik
organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan;
b.
Evaluasi atas berbagai aktivitas, mengggunakan
ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated;
c.
Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang
mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif;
d.
Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota
organisasi mengenali masalah-masalah yang mempunyai kemungkinan untuk diperbaiki.
2.2 Balanced Scorecard
Menurut Kaplan dan Norton (1996),
Balanced Scorecard merupakan:
“… a set of measures that gives top
managers a fast but comprehensive view of the business … includes financial
measures that tell the results of actions already taken … complements the
financial measures with operational measures on customers satisfaction,
internal processes, and the organization’s innovation and improvement
activities – operational measures that are the drivers of future financial
performance.”
Sementara,
Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan Balanced Scorecard
sebagai: “a measurement and management system that views a business unit’s
performance from four perspectives: financial, customer, internal business
process, and learning and growth.”
Dengan
demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan
pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan
pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard memandang
unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses
bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab akibat (cause and
effect), perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan oleh
tolak ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead
indicator).
Selain
itu, Balanced Scorecard juga memberikan kerangka berpikir untuk menjabarkan
strategi perusahaan ke dalam segi operasional.
Sebelum Balanced Scorecard diimplemantasikan, pada saat penyusunan
(building) Balanced Scorecard, terlebih dulu dijabarkan dengan jelas visi,
misi, dan strategi perusahaan dari top-management perusahaan, karena hal ini
menentukan proses berikutnya berupa transaksi strategis kegiatan operasional.
Dengan
Balanced Scorecard, tujuan suatu unit usaha tidak hanya dinyatakan dalam suatu
ukuran keuangan saja, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pengukuran
bagaimana unit usaha tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada
sekarang dan masa datang, dan bagaimana unit usaha tersebut harus meningkatkan
kemampuan internalnya termasuk investasi pada manusia, sistem, dan prosedur
yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik di masa mendatang.
Melalui Balanced Scorecard diharapkan
bahwa pengukuran kinerja financial dan non financial dapat menjadi bagian dari
sistem informasi bagi seluruh pegawai dan tingkatan dalam organisasi.
2.2.1 Keunggulan
Balanced Scorecard
Balanced
Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem manajemen strategik saat
ini berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategik dalam manajemen
tradisional.
Manajemen strategik tradisional
hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan sistem
manajemen strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu keuangan,
customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Selain itu berbagai sasaran strategik yang dirumuskan
dalam sistem manajemen strategik tradisional tidak koheren satu dengan lainnya,
sedangkan berbagai sasaran strategik dalam sistem manajemen strategic
kontemporer dirumuskan secara koheren. Di
samping itu, Balanced Scorecard menjadikan sistem manajemen strategik
kontemporer memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen
strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan keseimbangan.
Keunggulan pendekatan Balanced
Scorecard dalam system perencanaan strategic adalah mampu menghasilkan rencana
strategic yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) komprehensif, (2)
koheren, (3) seimbang, (4) terukur.
Komprehensif
Balanced
Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategic, dari
yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga
perspektif yang lain: customers, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Perluasan perspektif
rencana strategic ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat
berikut:
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang
berlipatganda dan berjangka panjang,
b. Memampukan
perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
Balanced Scorecard memotivasi personel untuk mengarahkan
usahanya ke sasaran-sasaran strategik yang menjadi penyebab utama dihasilkannya
kinerja keuangan. Untuk menghasilkan
kinerja keuangan, personel harus mewujudkan sasaran dari perspektif
customer. Perusahaan harus mampu
menghasilkan produk dan jasa yang menghasilkan value terbaik bagi customers. Produk dan jasa yang menghasilkan value bagi
customers harus dihasilkan dari proses yang produktif dan cost effective. Proses yang produktif dan cost effective
harus dijalankan oleh personel yang produktif dan berkomitmen. Kinerja keuangan yang dihasilkan dari
perspektif customers, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan tersebut
merupakan kinerja keuangan yang sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata
dalam bisnis, sehingga kinerja keuangan yang demikian akan berlipatganda dan
berjangka panjang. Oleh karena kinerja
keuangan dapat dijelaskan dengan nyata penyebabnya, personel dapat mengulangi
sukses yang diperolehnya di lain kesempatan.
Kekomprehensivan sasaran strategik
merupakan respon yang pas untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks. Dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategik ke
empat perspektif, rencana strategik perusahaan mencakup lingkup yang luas, yang
memadai untuk menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks.
Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel
untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) di antara berbagai
sasaran strategik yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik. Setiap sasaran
strategik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan
kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Dengan
demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem
perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari
inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem perencanaan strategic yang
menghasilkan sasaran strategik yang koheren akan menjanjikan pelipatgandaan
kinerja keuangan berjangka panjang, karena personel dimotivasi untuk mencari
inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di
perspektif customers, proses bisnis/intern, pembelajaran dan pertumbuhan, atau
keuangan. Kekoherenan sasaran strategic
yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.
Kekoherenan
juga berarti dibangunnya hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan
sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan
strategik. Sasaran strategik
yang dirumuskan dalam sistem perencanaan strategik merupakan penerjemahan visi,
tujuan, dan strategi yang dihasilkan sistem perumusan strategi.
Kekoherenan juga dituntut pada waktu
menjabarkan inisiatif strategik ke dalam program, dan penjabaran program ke
dalam rencana laba jangka pendek (budget).
Kekoherenan di antara keluaran yang dihasilkan oleh setiap tahap
perencanaan dalam sistem manajemen strategik (perumusan strategi, perencanaan
strategik, penyusunan program, dan penyusunan anggaran) menjanjikan kecepatan
respon perusahaan terhadap setiap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis
yang dimasuki oleh perusahaan. Kecepatan
respon ini sangat diperlukan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis
yang turbulen.
Seimbang
Keseimbangan
sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting
untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang.
Berikut
adalah gambar yang memperlihatkan garis keseimbangan yang perlu diusahakan
dalam menetapkan sasaran-sasaran strategic di keempat perspektif.
Gambar 2.1 Keseimbangan Sasaran-Sasaran Strategik yang
Diterapkan dalam Perencanaan Strategik
Dalam gambar tersebut terlihat empat
sasaran strategik yang perlu diwujudkan oleh perusahaan: (1) financial returns
yang berlipatganda dan berjangka panjang (perspektif keuangan), (2) produk dan
jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer (perspektif customer),
(3) proses yang produktif dan cost effective (perspektif proses bisnis/intern),
dan (4) sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen (perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan).
Empat sasaran strategik itu dipisahkan oleh dua garis
keseimbangan yaitu garis vertical dan garis horizontal. Garis vertical digunakan untuk mengukur
keseimbangan antara pemusatan ke dalam (internal focus) dan pemusatan ke luar
(external focus). Sedangkan garis
horizontal digunakan untuk mengukur keseimbangan antara pemusatan ke proses
(process centric) dan pemusatan ke orang (people centric).
Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang
dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai
sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Semua sasaran strategik ditentukan oleh
ukurannya, baik untuk sasaran strategik di perspektif keuangan maupun sasaran
strategik di perspektif nonkeuangan.
Berikut
adalah ukuran kinerja dalam ke empat perspektif:
Perspektif
|
Ukuran kinerja
|
Keuangan
|
Return On Investment (ROI)
Revenue Mix
Asset
Turnover
Berkurangnya
biaya secara signifikan
|
Customer
|
Jumlah customer baru
Jumlah customer yang hilang
Kecepatan waktu layanan customer
|
Proses bisnis/intern
|
Cycle time
On time delivery
Cycle effectiveness
|
Pembelajaran dan pertumbuhan
|
Skill coverage
Quality work life index
|
Gambar 2.2 Ukuran Kinerja dalam 4 Perspektif Balanced
Scorecard
Dengan Balanced Scorecard,
sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur, seperti sasaran-sasaran strategik
di perspektif nonkeuangan, ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga
dapat diwujudkan. Dengan demikian
keterukuran sasaran-sasaran strategik di perspektif nonkeuangan tersebut
menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja
keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.
2.2.2 Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi,
Misi, dan Strategi Perusahaan
Sistem pengukuran
kinerja harus dapat memotivasi para manajer dan karyawan untuk mengimplementasikan
strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang
dapat menerjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran akan memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut, sebab mereka
telah mengkomunikasikan tujuan dan targetnya kepada para pegawai. Komunikasi ini akan memfokuskan mereka pada
pemicu-pemicu kritis, memungkinkan mereka untuk mengarahkan investasi,
inisiatif, dan tindakan-tindakan dengan menyempurnakan tujuan-tujuan strategis.
Kaplan dan Norton menyatakan
pentingnya penciptaan suatu scorecard yang mengkomunikasikan suatu strategi
unit bisnis sebagai berikut:
a. the scorecard describes the organization’s
vision of the future to the entire organization. It creates shared understanding.
b. the scorecard creates a holistic model of
strategy that allows all employees to see how they contribute to organizational
success. Without such linkage,
individuals and departments can optimize their local performance but not
contribute to achieving strategic objectives.
c. the scorecard focuses change efforts. If the right objectives and measures are
identified, successful implementation will likely occur. If not, investments and initiatives will be
wasted.
Selanjutnya
Kaplan dan Norton juga mengemukakan tiga prinsip yang memungkinkan Balanced
Scorecard organisasi terhubung dengan strategi, yaitu: cause-and-effect
relationships, performance drivers dan linkage to financial.
a. Cause-and-effect relationships
Prinsip ini sangat penting bagi Balanced
Scorecard karena prinsip inilah yang membedakan Balanced Scorecard dengan
konsep-konsep yang lain. Dengan prinsip
ini, Balanced Scorecard mampu menjabarkan tujuan dan pengukuran masing-masing
perspektif dengan baik dalam satu kesatuan yang padu. Menurut Kaplan dan Norton, sebuah strategi
adalah seperangkat hipotesis dalam model hubungan cause and effect, yaitu suatu
hubungan yang dapat diekspresikan melalui kaitan antara pernyataan
if-then. Pengembangan Balanced Scorecard
yang baik harus dapat menjelaskan rangkaian cerita dari seluruh Strategic
Business Unit (SBU) dalam hubungan cause dan effect. Melalui model hubungan cause and effect ini
pula, suatu strategi dapat dianimasikan dan dikritisi bersama, baik sebelum,
selama, dan sesudah dieksekusi. Pengujian
terhadap sekumpulan scorecard dapat dilakukan dengan mudah karena tiap relasi
dan hubungan kausalitas dapat diuji secara rinci.
b. Performance Drivers
Sebuah Balanced Scorecard yang baik harus
memiliki bauran hasil (lagging indicators) yang memadai dan pemicu kinerja
(leading indicators) yang digunakan oleh SBU.
Outcomes (lagging indicators)
mencerminkan tujuan umum dari berbagai strategi yang dimiliki oleh kebanyakan
perusahaan, seperti profitability, market share, customer satisfaction,
customer retention, dan employee skills.
Sedangkan performance drivers (leading indicators) mencerminkan keunikan
strategi unit bisnis. Identifikasi
performance drivers membantu mengatasi kelemahan dari outcome measures. Pemahaman mengenai pertumbuhan segmen pasar
(outcome measures) akan lebih bermanfaat jika diketahui faktor-faktor yang
menyebabkan pergerakannya.
c. Linkage to Financials
Adanya kritik terhadap pengukuran
kinerja berbasis laporan keuangan tidak lantas menghasilkan rekomendasi untuk
membuang tolak ukur keuangan.
Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian berbagai tujuan seperti
kualitas, kepuasan pelanggan, inovasi dan pemberdayaan karyawan tidak akan
memberikan perbaikan terhadap perusahaan apabila hal tersebut hanya dianggap
sebagai tujuan akhir. Semua pengukuran
yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan harus dikaitkan dengan
tujuan keuangan sebagai tujuan akhir. Hal ini seperti dikatakan Kaplan dan
Norton: “Ultimately, causal paths from all the measures on a scorecard should
be linked to financial objectives.” Dengan
demikian, tolak ukur keuangan dapat digunakan untuk menguji hasil dari
performance driver, dalam hal, sejauh mana efektivitasnya dalam memberikan
hasil.
Sebagai
ilustrasi sederhana adalah dalam suatu pertandingan sepakbola, kedua tim yang
bertanding bebas mengembangkan strategi dan taktik permainan yang terbaik. Namun, pemenang pertandingan bukanlah mereka
yang telah mengembangkan permainan dengan cantik. Apapun strategi yang digunakan, pemenang
pertandingan adalah mereka yang lebih banyak mencetak gol. Mencetak
gol seumpama outcome measures. Sedangkan
strategi permainan itulah yang dikenal dalam Balanced Scorecard sebagai
Performance Driver.
2.3 Perspektif
Balanced Scorecard
2.3.1 Perspektif
Keuangan
Secara
tradisional, laporan keuangan merupakan indicator historis-agregatif yang
merefleksikan akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu
periode.
Pengukuran kinerja keuangan akan
menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan
yang mendasar bagi keuntungan perusahaan.
Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara
khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai
pemegang saham.
Pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth,
sustain, dan harvest. Tiap tahapan
memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda
pula.
Growth
adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki
produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan
terbaik. Di sini, manajemen terikat
dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan
mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan
operasi, mengembangkan system, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan
mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan
pelanggan.
Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan
biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian
modal yang rendah. Dengan demikian,
tolak ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya, tingkat
pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah
ditargetkan.
Sustain
adalah tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika
mungkin. Investasi yang dilakukan
umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan
meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan
pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolak ukur yang kerap digunakan pada tahap
ini, misalnya ROI, ROCE, dan EVA.
Harvest
adalah tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil
investasi di tahap-tahap sebelumnya.
Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan
kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan
fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam
tahap ini, sehingga diambil sebagai tolak ukur, adalah memaksimumkan arus kas
masuk dan pengurangan modal kerja.
2.3.2 Perspektif Pelanggan
Filosofi manajemen terkini telah
menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer
satisfaction. Perspektif ini
merupakan leading indicator. Jadi, jika
pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan
kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk
dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun
saat ini kinerja keuangan terlihat baik.
Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran,
yaitu: customer core measurement dan customer value prepositions.
1) Customer
Core Measurement
Customer core measurement memiliki
beberapa komponen pengukuran, yaitu: market share, customer retention, customer
acquisition, customer satisfaction, dan customer profitability.
Market Share; Pengukuran ini mencerminkan
bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi
antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
Customer Retention; Mengukur tingkat
di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.
Customer
Acquisition; mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan
baru atau memenangkan bisnis baru.
Customer
Satisfaction; Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria
kinerja spesifik dalam value proposition.
Customer
Profitability; Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah
dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
2) Customer Value Proposition
Customer value proposition merupakan
pemicu kinerja yang terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada
atribut sebagai berikut: product/service attributes, customer relationship, dan
image and relationship.
a) Product/service
attributes
Meliputi fungsi dari produk atau jasa,
harga, dan kualitas. Pelanggan memiliki
preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau
harga yang murah. Perusahaan harus
mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang
ditawarkan. Selanjutnya pengukuran
kinerja ditetapkan berdasarkan hal tersebut.
b) Customer
relationship
Menyangkut
perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan
perusahaan. Perasaan konsumen ini sangat
dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan
berkaitan dengan masalah waktu penyampaian.
Waktu merupakan komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian
order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan
mereka.
c) Image and
reputation
Menggambarkan faktor-faktor
intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan
perusahaan. Membangun image dan reputasi
dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
2.3.3 Perspektif
Proses Bisnis Internal
Analisis
proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis
value-chain. Disini, manajemen
mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan
perusahaan. Scorecard dalam perspektif
ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan
dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi
pelanggan. Perspektif ini harus didesain
dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan yang mungkin
tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar.
Perbedaan perspektif bisnis internal
antara pendekatan tradisional dan pendekatan Balanced Scorecard adalah:
1. Pendekatan
tradisional berusaha untuk mengawasi dan memperbaiki proses bisnis yang sudah
ada sekarang. Sebaliknya, Balanced
Scorecard melakukan pendekatan atau berusaha untuk mengenali semua proses yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan strategi perusahaan, meskipun
proses-proses tersebut belum dilaksanakan.
2. Dalam
pendekatan tradisional, system pengukuran kinerja hanya dipusatkan pada
bagaimana cara menyampaikan barang atau jasa.
Sedangkan dalam pendekatan Balanced scorecard, proses inovasi dimasukkan
dalam perspektif proses bisnis internal.
Aktivitas penciptaan nilai
perusahaan, terangkai dalam suatu rantai nilai yang dimulai dari proses
perolehan bahan baku sampai penyampaian produk jadi ke konsumen. Hal
ini sejalan dengan apa yang dikatakan Shank dan Govindarajan, yaitu: “The value
chain for any firm in any business is linked set of value
creating-activities----from basic raw material sources to the ultimate product
or service that is delivered to customers.”
Aktivitas penciptaan nilai di atas diistilahkan sebagai proses bisnis
internal.
Kaplan
dan Norton membagi proses bisnis internal ke dalam: inovasi, operasi, dan layanan
purna jual.
1. Proses
inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali
pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan
jasa yang mereka butuhkan. Proses
inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R&D sehingga setiap
keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat
pemasaran dan dapat dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas R&D ini merupakan aktivitas penting dalam
menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang.
2. Proses Operasi
Proses operasi
adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke
dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk, dan 2) proses penyampaian produk
kepada pelanggan. Pengukuran kinerja
yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada: waktu, kualitas, dan
biaya.
3. Proses
Pelayanan Purna Jual
Proses ini
merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut
dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam
tahapan ini, misalnya penanganan garansi dan perbaikan penanganan atas barang
rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya
dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan
menggunakan tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang
dilakukan dalam proses operasi. Untuk
siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan
pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.
|
|
|
Berikut
adalah gambar perspektif proses bisnis internal:
![]() |
Gambar 2.3 Generic Value Model – Perspektif Proses Bisnis
Internal
2.3.4 Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Proses
pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia,
sistem, dan prosedur organisasi.
Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya
perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia
adalah sumber daya utama.
Dalam berbagai kasus, perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi keberhasilan bagi
knowledge-worker organization dengan tetap memperhatikan faktor sistem dan
organisasi.
Hasil dari pengukuran ketiga
perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara
kemampuan orang, system, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan
untuk mencapai kinerja yang diinginkan.
Inilah mengapa, perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor
tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar
(learning organization).
Menurut Kaplan dan Norton “learning”
lebih dari sekedar “training” karena pembelajaran meliputi pula proses
“monitoring dan tutoring”, seperti kemudahan dalam komunikasi di segenap
pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan.
Dalam perspektif ini, perusahaan melihat tolak ukur:
employee capabilities, information system capabilities, dan motivation,
empowerment, and alignment.
1. Employee
capabilities
Tidak ada yang lebih baik bagi
transformasi revolusioner dari pemikiran era industrial ke era informasi
dibandingkan folosofi manajemen baru, yaitu bagaimana para pegawai
menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi
reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat
dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Information systems capabilities
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan
keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih
diperlukan informasi-informasi yang terbaik.
Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh
tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu
dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
3. Motivation, empowerment, and alignment
Perspektif ini penting untuk menjamin
adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan
inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai.
Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat
penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi
lingkungan sama-sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis
tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya
masing-masing. Upaya tersebut perlu
didukung dengan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi
wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Selain itu, upaya tersebut juga harus
dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus yang sejalan dengan
tujuan organisasi.
Berikut adalah gambar perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan:
|
|
|
|
2.4 Hubungan antara berbagai sasaran
strategic yang dihasilkan dalam perencanaan strategic dengan kerangka Balanced
Scorecard
Gambar 2.5
Hubungan antara 4 Perspektif dalam Balanced Scorecard
Keberadaan
perusahaan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada stakeholders utamanya,
yaitu investors dan customers. Investor
dipuaskan dengan shareholder value dan customers dipuaskan dengan firm
equity. Shareholder value adalah nilai
perusahaan dipandang dari persepsi investors, yang ditentukan oleh dividen dan
harga pasar (untuk perusahaan public).
Firm equity adalah nilai perusahaan dipandang dari sudut customer, yang
ditentukan oleh brand equity (nilai produk dipandang dari customers) dan firm
culture (kultur perusahaan yang menentukan kualitas hubungan perusahaan dengan
customers). Gambar diatas melukiskan
hubungan antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dari tahap
perencanaan strategik. Angka dalam tanda
kurung menunjukkan urutan hubungan.
Untuk memuaskan kedua
stakeholdersnya, perusahaan memerlukan dua modal (capital), yaitu human capital
dan organizational capital. Human capital dibangun melalui
pengembangan employee capability dan employee commitment. Human capital kemudian dimanfaatkan untuk
membangun firm equity dengan mendesain dan memproduksi produk dan jasa yang
menghasilkan value terbaik bagi customer (1).
Human capital juga dimanfaatkan untuk membangun organizational capital
untuk menghasilkan proses yang cost effective (2). Proses yang cost effective akan menurunkan biaya dalam
jumlah yang signifikan (3) dan akan meningkatkan produktivitas, sehingga
melipatgandakan pendapatan (4). Firm
equity akan melipatgandakan pendapatan penjualan, sehingga digabung dengan
penurunan biaya dari proses yang cost effective, akan dapat diwujudkan
pelipatgandaan shareholders value.
Hubungan berbagai sasaran strategic
yang dihasilkan dalam perencanaan strategic dengan kerangka Balanced Scorecard
menjanjikan peningkatan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja
keuangan. Kemampuan ini sangat
diperlukan oleh perusahaan yang memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.