II.1.1. Definisi dan Tujuan Laporan Keuangan
Laporan
keuangan memegang peranan penting yang memberikan berbagai informasi tentang
kegiatan operasional perusahaan bagi bermacam-macam pihak. Definisi laporan
keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia yaitu :
”Laporan keuangan bagian dari proses pelaporan
keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan
laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang disajikan dalam berbagai cara
(seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau arus dana), catatan dan laporan
lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang
berkaitan dengan laporan tersebut misalnya informasi keuangan segmen industri
dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”
Dari
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya laporan keuangan terdiri
dari neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan serta laporan
lain yang kesemuanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa laporan keuangan dapat dipergunakan oleh berbagai pihak
tergantung dari kebutuhannya.
Informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan sifatnya adalah umum, dengan demikian
kebutuhan informasi tidak dapat memenuhi kebutuhan setiap penggunanya karena
para investor merupakan penanam modal yang sifatnya beresiko ke perusahaan maka
ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan para investorlah yang
memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain.
Sementara
itu di dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) diterangkan lebih lanjut mengenai
tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Tujuan laporan keuangan juga
disebutkan dalam Financial Accounting
Standard Board, yaitu ”Financial reporting should provide information that
is useful to present and potential investors and creditors and other users in
making rational in investment, credit and similar decisions”
II.1.2. Definisi Akuntansi
Pada tahun 1941, the Committee on Therminology of America Institute of Public Accountants (Sekarang
AICPA) memberikan definisi tentang akuntansi sebagai berikut (Kam, 1990:33)
“Accounting is the art of recording, classifying, and summarizing in
significant manner in terms of money, transactions and events which are, in
part at least, of financial character, and interpreting the results there of.”
The American Accounting Association
(AAA) memberikan definisi akuntansi sebagai berikut (Kam, 1990:33) :
“Accounting is the process of identifying, measuring and communicating economic
information to permit informed judgements and decision by user of information.”
Dari pertanyaan tersebut, Akuntansi
didefinisikan sebagai proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan
informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalammempertimbangkan berbagai
alternative dalam mengambil keputusan oleh para pemakainya. Dalam hal ini
akuntansi dinyatakan sebagai proses.
Menurut Grady, seperti yang dikutip
oleh Suwardjono (1991:2) :
“Accounting is
the body of knowledge and functions concerned with systematic originating,
authenticating, recording, classifying, processing, summarizing, analyzing,
interpreting, and supplying of dependable and significant information covering
transaction and events which are, in part at least, of financial character,
required for the management and operation of entity and for reports that have
to be submitted there on the meet fiduciary and other responsibility”
Definisi ini menjelaskan bahwa akuntansi
merupakan seperangkat pengetahuan sebagai hasil pemikiran para ahli (akuntan)
untuk menghasilkan seperangkat informasi yang bermanfaat. Definisi ini juga
mengisyaratkan adanya proses pemilihan informasi dan proses penyediaan /
pengolahan informasi tersebut. Jadi akuntansi tidak semata-mata merupakan suatu
pengetahuan yang bersifat mekanis atau ketrampilan akan tetapi melibatkan suatu
proses pemikiran dan penalaran.
Accounting Principles Boards (APB)
Statement no. 4, menyatakan definisi akuntansi sebagai berikut (Kam, 1990:34) :
“ Accounting is service activity. Its function is to provide quantitative
information. Primarily financial in nature, about economics entities that is
intended to be useful in making economic decisions, in making resolved choice
among alternative courses of action.”
Menurut pernyataan di atas,
akuntansi didefinisikan sebagai suatu aktivitas jasa yang berfungsi untuk
menyediakan informasi yang bersifat kuantitatif yang bermanfaat dan
pelaporannya untuk pengambilan keputusan ekonomi bagi para pemakainya.
II.1.3. Perkembangan Akuntansi
Menurut Glautier dan Underdown (1986 : 3-8) perkembangan akuntansi dalam
peranan sosialnya terdiri dari empat tahapan, yaitu :
1.
Stewardship Accounting
Stewardship Accounting dimulai sejak masa awal akuntansi yaitu sekitar 4500 SM hingga abad XVI.
Tujuan utama akuntansi pada saat itu adalah menyediakan informasi tentang
kekayaan pemilik. Pencatatan dipegang secara rahasia dan pelaporan kekayaannya
tidak dipengaruhi oleh pihak luar, artinya, metode perhitungan, perlakuan
akuntansi, serta penyajiannya disesuaikan dengan keinginan pemilik dan tingkat
ketelitian dan keseragaman pelaporannya diragukan. Karena tidak seragam, maka
laporan akuntansi antara pemilik yang berbeda tidak dapat dibandingkan, bahkan
kemungkinan terjadi perbedaan perlakuan akuntansi pada periode yang berbeda
dari pemilik yang sama. Laporan akuntansi dianggap sebagai catatan pribadi
pemilik. Praktek akuntansi semakin berkembang di Italia pada awal masa Renaissance dan pada saat itu muncul metode
pembukuan berpasangan (double-entry
bookeeping) yang dikemukakan oleh Luca Pacioli dalam bukunya yang berjudul ”Summa de Arithmetica, Geometrica,
Proportioni et Proportionalita” yang diterbitkan di Venice pada tahun 1494.
2. Financial
Accounting
Revolusi Industri pada tahun 1760 melihat perubahan untuk
perkembangan akuntansi. Berdirinya pabrik-pabrik membuat para pemilik
perusahaan membutuhkan modal yang besar sehingga diterbitkan saham-saham oleh
perusahaan yang memungkinkan publik menanamkan modalnya ke perusahaan. Pemilik
perusahaan hanya menyetorkan modalnya pada perusahaan, dan kemudian memperoleh
bagian dari laba perusahaan sebesar penyertaannya. Manajer yang mengelola
pelaksanaan bisnis perusahaan dan memperoleh gaji sebagai imbalan jasanya pada
perusahaan. Sehingga diperlukan suatu penyusunan laporan keuangan yang
memberikan informasi kepada pemilik atau pemegang saham tentang
pertanggungjawaban manajer dalam mengelola modal yang disetor para pemegang
saham kepada perusahaan. Berbagai usaha dilakukan untuk menyajikan informasi
yang akurat bagi para investor agar terhindar dari kesalahan investasi yang
dilakukan pada masa itu.
3. Management
Accounting
Revolusi Industri memberikan
peluang bagi pengembangan akuntansi sebagai alat bagi manajemen industri.
Akuntansi manajemen mengubah fokus akuntansi dari proses pencatatan dan
penganalisaan transaksi ke arah penggunaan informasi bagi manajemen untuk
kepentingan pengembangan perusahaan.
4.
The Social
Welfare Viewpoint of Accounting
Tahap ini merupakan tahap baru
dari perkembangan akuntansi karena adanya revolusi sosial yang terjadi di dunia
barat pada tahun-tahun belakangan ini. Teknologi yang berkembang dengan cepat
dan berlebihan terkadang membuat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan operasional perusahaan. Masyarakat menuntut untuk terpenuhinya
kebutuhan akan barang dan jasa dan mereka juga menuntut perusahaan untuk
mempertanggungjawabkan masalah-masalah lingkungan dan kemanusiaan dalam setiap
operasinya. Akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan perluasan dari lingkup
akuntansi, karena selain mempertimbangkan dampak ekonomi dari bisnis juga
mempertimbangkan aspek sosialnya. Pihak manajemen diharapkan selain bertanggung
jawab untuk memperoleh laba yang besar, juga dituntut untuk bertanggung jawab
terhadap dampak sosial yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi perusahaan.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi perubahan peranan
akuntansi dalam masyarakat. Dari yang hanya memberikan informasi kepada pemilik
tentang kekayaannya (stewardship
accounting) hingga berperan untuk memberikan informasi atas dampak sosial
yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi perusahaan (the social welfare viewpoint of accounting). Hal ini terjadi karena
pada dasarnya akuntansi berkembang sejalan dengan perkembangan kondisi sosial
ekonomi masyarakat.
II.1.4. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
II.1.4.1. Faktor Penyebab Munculnya Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial.
Revolusi Industri pada pertengahan abad XVIII yang
ditandai dengan penemuan mesin-mesin industri membawa dampak perubahan terhadap
perkembangan akuntansi. Pertama, adanya perubahan cara produksi dari industri
rumah tangga menuju ke sistem pabrik, sedangkan yang kedua adalah bertambah
panjangnya periode produksi. Sistem pabrik menuntut modal yang besar, sedangkan
pada tahap ini badan usaha persekutuan tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan
modal. Lalu terbentuklah badan usaha yang lain yaitu perseroan terbatas. Bentuk
ini dianggap paling memuaskan karena dana tidak memiliki batas waktu atau jatuh
tempo dan relatif lebih mudah untuk ditambah, disamping memiliki tanggung jawab
yang terbatas.
Dengan
berkembangnya badan usaha berbentuk PT, maka semakin banyaklah masyarakat dan
institusi yang menjadi pemodal. Fungsi pendanaan lalu terpisah dari fungsi
manajemen. Inilah yang kemudian dikenal orang sebagai revolusi manajemen. Dalam
situasi ini, para pemegang saham tidak lagi mampu mencukupi sendiri informasi
yang mereka butuhkan dan mereka tidak lagi terlibat dalam kegiatan manajemen.
Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk membuat laporan keuangan sebagai sarana
pertanggungjawaban dari manajer kepada para pemegang saham.
Perusahaan
dalam melaksanakan kegiatan operasinya secara langsung atau tidak langsung
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Dikatakan oleh Usmansyah (1989 : 6)
bahwa sumber-sumber ekonomi yang digunakan oleh perusahaan semuanya berasal
dari masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu perusahaan harus memberikan
pertanggungjawaban atas semua sumber daya yang telah digunakan serta
hasil-hasil yang telah dicapainya.
Pada
abad XX yang ditandai dengan teknologi yang massive sehingga mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dan perluasan usaha untuk meningkatkan produktivitas. Di
bawah sistem kapitalis, perusahaan-perusahaan besar mengeksploitasi sumber daya
alam dan manusia untuk menghasilkan keluaran maksimum dengan satu tujuan yaitu
maksimalisasai laba atau maksimalisasi kesejahteraan para pemegang saham.
Masyarakat melihat perusahaan yang berlaba besar berperan aktif dalam proses
perusakan lingkungan dan kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan. Krisis lingkungan
hidup yang dikeluhkan oleh masyarakat dewasa ini pada hakekatnya adalah
pengejahwantahan krisis wawasan manusia. Masyarakat yang semakin kritis
menuntut agar perusahaan mempertanggungjawabkan semua yang telah mereka terima
dari lingkungan sosialnya dalam suatu laporan pertanggungjawaban sosial, lebih
dari sekedar suatu kewajiban moral yang
selama ini berlaku di masyarakat.
II.1.4.2. Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
Akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan
penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini menyangkut pengaturan, pengukuran,
analisis dan pengungkapan pengaruh kegiatan ekonomi dan sosial dari kegiatan
yang bersifat mikro dan makro pada kegiatan pemerintah maupun perusahaan. Kegiatan
pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan kegiatan ekonomi
dan sosial suatu negara, mencakup akuntansi sosial dan pelaporan akuntansi
dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk mengukur dan
melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan yang mencakup, financial, managerial social accounting dan
social auditing.
Definisi akuntansi pertanggungjawaban sosial atau
yang disebut juga akuntansi sosio ekonomi menurut Ramanathan seperti yang
dikutip dan diterjemahkan oleh Katjep (1988 : 8-9) yaitu :
”Proses pemilihan variabel-variabel yang akan
menentukan tingkat kinerja sosial perusahaan, mengukur serta prosedur
pengukuran, secara sistematis mengembangkan informasi yang berguna untuk
mengevaluasi kinerja sosial perusahaan, dan mengkomunikasikannya kepada
berbagai kelompok masyarakat yang dipengaruhinya baik di dalam maupun diluar
perusahaan”.
Menurut
Harahap (1995 : 184): ”Ilmu Socio
Economic Accounting (SEA) merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi
dan mencoba mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek Social Benefit dan Social Cost yang ditimbulkan
oleh lembaga”.
Definisi
akuntansi pertanggungjawaban sosial menurut Belkaoui (1999:339) adalah sebagai
berikut : ”Proses pengurutan, pengukuran dan pengungkapan pengaruh yang kuat
dari pertukaran antara suatu perusahaan dengan lingkungan sosialnya”. Sedangkan
menurut Lee sebagaimana yang dikutip oleh Usmansyah (1989 : 33) menyatakan
bahwa secara esensial konsep akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah suatu
perluasan dari prinsip, praktek, dan terutama keahlian dari akuntan dan
akuntansi konvensional.
Pertukaran
antara perusahaan dan masyarakat, pada dasarnya terdiri dari penggunaan
sumber-sumber sosial. Apabila aktivitas perusahaan menyebabkan bertambahnya
sumber sosial, maka hasilnya adalah berupa faidah sosial.
Meskipun
ada beberapa perbedaan dalam definisi tentang akuntansi pertanggungjawaban
sosial, pada prinsipnya memiliki persamaan dalam karakteristiknya seperti yang
ditulis oleh Lee dalam Usmansyah (1989:33) :
1. Menilai dampak sosial dari
kegiatan-kegiatan perusahaan.
2. Mengukur efektifitas dari program
perusahaan yang bersifat sosial.
3. Melaporkan sampai seberapa jauh perusahaan
memenuhi tanggung jawab sosialnya.
4. Sistem informasi internal dan eksternal
yang memungkinkan penilaian menyeluruh terhadap sumber daya.
II.1.4.3. Ruang Lingkup Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
Brummet dalam Glautier dan Underdown (1986 : 477)
membagi bidang-bidang yang menjadi tujuan sosial perusahaan menjadi lima, yaitu
:
a)
Sumbangan terhadap laba bersih (net profit contribution)
Dengan meningkatnya perhatian terhadap
tujuan sosial perusahaan, seharusnya tidak mengurangi tujuan perolehan laba. Sebab
perusahaan tidak dapat melangsungkan usahanya tanpa perolehan laba yang layak.
Sebaliknya, harusnya hal tersebut menambah arti pentingnya perolehan laba
perusahaan. Artinya, ada korelasi yang jelas antara tujuan sosial dan tujuan
memperoleh laba. Kegagalan mengakui adanya masalah sosial mungkin dapat
mempengaruhi kinerja laba perusahaan, baik dalam jangka pendek ataupun dalam
jangka waktu yang panjang.
b)
Sumbangan terhadap sumber daya manusia (human resources contribution)
Ini memperlihatkan tentang hubungan
perusahaan dengan para pegawainya, yaitu semua yang terlibat dalam kegiatan
perusahaan. Meliputi : pengangkatan pegawai, program pelatihan, pemberian upah
dan gaji secara layak, kebijakan promosi jabatan dan rotasi tugas, keamanan
kerja, pelayanan kesehatan yang memadai, lingkungan kerja yang nyaman, dan
lain-lain.
c)
Sumbangan terhadap publik (public contribution)
Meliputi
bidang-bidang yang menampakkan kegiatan perusahaan terhadap (kelompok) individu
di luar perusahaan, yang antara lain meliputi: kegiatan kemanusiaan umum,
praktek peluang kesempatan kerja yang adil, pembayaran pajak kepada pemerintah
dan sebagainya.
d)
Sumbangan terhadap lingkungan (environmental contribution)
Meliputi
pemberian perhatian terhadap aspek lingkungan produksi yang meliputi pemakaian
sumber daya, proses produksi, dan produksi yang mencakup kegiatan daur ulang,
penanggulangan pencemaran dan pemeliharaan lingkungan tempat perusahaan berdiri
dan beroperasi.
e)
Sumbangan terhadap barang atau jasa (product or service contribution)
Meliputi aspek kualitatif produk atau jasa
yang diberikan oleh perusahaan. Misalnya mengenai kegunaannya, daya tahannya,
pengamanan dan pelayanannya yang diupayakan sebaik mungkin sesuai peran yang
diemban, serta mencakup pula kepuasan pelanggan, kejujuran perusahaan dalam
periklanan, kelengkapan dan kejelasan dalam pemberian segel dan pembungkusan.
Di
sisi lain, The Committee on Accounting for Corporate
Social Performance dari National
Association of Accountants yang
dikutip oleh Edward dan Black (1976 : 549 – 550) mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan ruang lingkup dari pengaruh sosial perusahaan, yang
keberadaannya dapat disesuaikan dengan jenis perusahaan, yaitu :
A.
Community Involvement :
1. General Philanthropy
2. Public and Private Transportation
3. Health Service
4. Housing
5.
Aid in Personal and Bussiness Problem
6.
Community Planning and Improvement
7.
Volunteer Activities.
8.
Specialized Food Program
9.
Education
B. Human Resources :
1.
Employment Practices.
2.
Training Programs.
3.
Promotion Policies
4.
Employment Continuity
5.
Remuneration
6.
Working Conditions
7.
Drugs and Alcohol
8.
Job Enrichments
9.
Communications
C. Physical Resources and Environmental
Contribution
1.
Air
2.
Water
3.
Sound
4.
Solid Waste
5.
Use of Scare Resources
6.
Aesthetics
D. Product or Service Contribution
1.
Completeness and Clarity of Labeling, Packing, and
Market Representation
2.
Warranty Provisions
3.
Responsiveness to Customer Complains.
4.
Consumer Education
5.
Product Quality
6.
Product Safety
7.
Content and Frequency of Advertising
8.
Constructive Research.
Sedangkan
menurut Harahap (2002 : 198 – 200), keterlibatan sosial perusahaan yang
disesuaikan dengan keadaan di Negara Indonesia yaitu :
- Lingkungan
hidup, antara lain : pengawasan terhadap efek polusi, perbaikan
pengrusakan alam, konservasi alam, keindahan lingkungan, pengurangan suara
bising, penggunaan tanah, pengelolaan sampah dan air limbah, riset dan
pengembangan lingkungan, kerja sama dengan energi, antara lain :
konservasi energi yang dilakukan perusahaan, penghematan energi dalam
proses produksi dan lain-lain.
- Sumber
Daya manusia dan Pendidikan, antara lain : keamanan dan kesehatan
karyawan, pendidikan karyawan, kebutuhan keluarga dan rekreasi karyawan,
menambah dan memperluas hak-hak karyawan, usaha untuk mendorong partisipasi,
perbaikan pensiun, beasiswa, bantuan pada sekolah, pendirian sekolah,
membantu pendidikan tinggi, riset dan pengembangan, pengangkatan pegawai dari
kelompok miskin, peningkatan karir karyawan dan lain-lain.
- Praktek
Bisnis yang Jujur, antara lain : memperhatikan hak-hak karyawan wanita,
jujur dalam iklan, kredit, servis, produk, jaminan, selalu mengontrol
kualitas produk, dan lain-lain, pemerintah dan universitas, pembangunan
lokasi rekreasi dan lain-lain.
- Membantu
Masyarakat Lingkungan, antara lain : memanfaatkan tenaga ahli perusahaan
dalam mengatasi masalah sosial di lingkungannya, tidak campur tangan dalam
struktur masyarakat, membangun klinik kesehatan, sekolah, rumah ibadah,
perbaikan desa/kota, sumbangan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan,
perbaikan perumahan desa, bantuan dana, perbaikan sarana pengangkutan,
pasar dan lain-lain.
- Kegiatan
Seni dan Kebudayaan, antara lain : membantu lembaga seni dan
budaya,sponsor kegiatan seni dan budaya, penggunaan seni dan budaya dalam
iklan, merekrut tenaga yang berbakat seni dan olah raga, dan lain-lain.
- Hubungan
dengan Pemegang Saham, antara lain : sifat keterbukaan direksi pada semua
persero, peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan,
pengungkapan keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial, dan lain-lain.
- Hubungan
dengan Pemerintah, antara lain : mentaati peraturan pemerintah, membatasi
kegiatan lobbying, mengontrol
kegiatan politik perusahaan, membantu lembaga pemerintah sesuai dengan
kemampuan perusahaan, membantu secara umum usaha peningkatan kesejahteraan
sosial masyarakat, membantu proyek dan kebijakan pemerintah, meingkatkan
produktivitas sektor informal, pengembangan dan inovasi manajemen dan
lain-lain.
II.1.4.4. Tujuan Akuntansi
Pertanggungjawaban Sosial.
Tujuan
akuntansi pertanggungjawaban sosial menurut Belkaoui (1992:434), ”...is to
measure and disclosure the costs and benefits to society created by the
production-related activities of bussines enterprises”. Sedangkan menurut Ramanathan yang dikutip oleh Usmansyah (1988 :
21-22) menyatakan ada tiga tujuan akuntansi pertanggungjawaban sosial yaitu :
a)
Untuk mengidentifikasikan dan mengukur sumbangan sosial
netto periodik dari suatu perusahaan, yang meliputi bukan hanya biaya dan
manfaat yang diinternalisasikan ke dalam perusahaan, namun juga yang timbul
dari eksternalitas yang mempengaruhi bagian-bagian sosial yang berbeda.
b)
Untuk membantu menentukan apakah praktek dan strategi perusahaan
yang secara langsung mempengaruhi sumber daya relative dan keadaan sosial
adalah konsisten dengan prioritas-prioritas sosial pada satu sisi dan
aspirasi-aspirasi individu pada sisi lainnya.
c)
Untuk menyediakan dengan cara yang optimal bagi semua
kelompok sosial, informasi yang relevan mengenai tujuan, kebijakan, program,
kinerja dan sumbangan perusahaan pada tujuan-tujuan sosial.
Informasi
yang dihasilkan dari proses akuntansi pertanggungjawaban sosial tidak hanya
bemanfaat bagi anggota masyarakat dalam menilai kinerja sosial perusahaan,
tetapi juga akan membantu manajemen mencapai tujuan, yaitu dengan meyakini
adanya suatu perkembangan yang lebih menyeluruh yang telah diberikan kepada
kebutuhan bisnis secara total dan penghargaan publik. Laporan sosial ini juga
akan membantu manajemen berpikir mengenai akibat-akibat dari tindakan mereka
sehingga manajemen dapat mengambil keputusan dengan lebih baik.
II.1.4.5. Pengukuran dan Pelaporan
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
Menurut Glautier dan Underdown (1986 : 484
– 485) ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk pedoman pengukuran dalam
pelaporan akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu :
1.
Pendekatan Deskriptif ( the descriptive approach)
Pendekatan
deskriptif dipandang sebagai pendekatan yang umum digunakan. Dalam laporan
sosial deskriptif, informasi mengenai semua aktivitas sosial perusahaan
dilaporkan dalam bentuk uraian (deskriptif). Jadi pada pendekatan ini,
aktifitas-aktifitas sosial perusahaan dalam pelaporannya tidak
dikuantifikasikan dalam satuan uang..
2.
Pendekatan biaya yang dikeluarkan (the cost of outlay approach)
Pendekatan
biaya yang dikeluarkan menggambarkan semua aktivitas-aktivitas sosial
perusahaan dikuantifikasikan dalam satuan uang dan menjadi hal yang sebaliknya
dari pendekatan deskriptif. Sehingga laporan yang dihasilkan oleh pendekatan
biaya yang dikeluarkan mempunyai kemampuan untuk diperbandingkan antara laporan
suatu tahun tertentu, dengan laporan tahun yang lain. Sedangkan kelemahannya
adalah tidak disajikannya manfaat yang diperoleh sehubungan dengan telah
dikeluarkannya biaya untuk suatu kegiatan.
3.
Pendekatan biaya manfaat (the cost benefit approach)
Pendekatan
biaya manfaat mengungkapkan baik biaya maupun manfaat dari aktivitas-aktivitas
sosial perusahaan. Pendekatan biaya manfaat mungkin merupakan pendekatan yang
paling ideal. Namun, dalam kenyatannya sulit untuk menerapkannya, antara lain
karena tidak adanya alat ukur manfaat dari yang dihasilkan atas biaya yang
telah dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas sosial perusahaan.
Menurut
Ansry Zulfikar seperti yang dikutip oleh Sonhaji (1989:9) memberikan beberapa
teknik pengukuran yang dapat dipakai antara lain :
1. Penilaian Pengganti
Jika
nilai dari sesuatu tidak dapat langsung ditentukan, maka kita dapat
mengestimasikannya dengan nilai suatu pengganti, yaitu sesuatu yang kira-kira
mempunyai kegunaan yang sama dengan yang diukur.
2. Teknik Survey
Teknik
ini mencakup cara-cara untuk mendapatkan informasi dari mereka yang
dipengaruhi, yaitu kelompok masyarakat yang dirugikan atau yang menerima
manfaat. Pengumpulan informasi yang paling mudah adalah dengan bertanya
langsung kepada anggota kelompok masyarakat yang ada.
3. Biaya Perbaikan dan Pencegahan.
Untuk
biaya-biaya sosial tertentu dapat dinilai dengan mengestimasi pengeluaran yang
dilakukan untuk memperbaiki dan mencegah kerusakan.
4. Penilaian dari Penilai Independen.
Penilai-penilai
yang independen dapat berguna untuk menilai barang-barang tertentu. Hal ini
analog dengan penilaian pengganti yang dilakukan oleh ahli dari luar perusahaan.
5. Putusan Pengadilan
Putusan
pengadilan, misalnya denda akibat dari suatu kegiatan yang sering menunjukkan
nilai sosial.
Bentuk
laporan tanggung jawab sosial sampai saat ini belum ada yang baku. Di Amerika,
yang merupakan kiblat akuntansi di negara kita, praktek pelaporannya masih
dilaksanakan dengan tidak seragam antara satu perusahaan dengan yang lainnya.
Ada yang hanya menyajikan informasi sosial yang bersifat kualitatif sebagai
catatan kaki atau keterangan tambahan pada penjelasan laporan keuangan. Ada
yang menjalankannya dengan sederhana dan ada yang menjalankannya dengan
kompleks.
Menurut
Estes seperti yang dikutip oleh Sonhaji (1989 : 9) menemukan adanya
bermacam-macam praktek pelaporan akuntansi sosial untuk pihak luar. Tiga
tingkat cara pelaporan social
responsibility accounting lembaga masyarakat, diantaranya adalah :
1. Praktek yang sederhana
Laporan
ini hanya terdiri dari uraian yang tidak disertai dengan data kuantitatif,baik
satuan uang maupun satuan yang lainnya.
2. Praktek yang lebih maju
Selain
yang ditunjukkan dalam metode yang sederhana seperti di atas, juga menggunakan
data kuantitatif untuk menunjukkan apa yang sudah dicapai perusahaan
3. Praktek yang paling maju.
Bentuk
laporan yang selain berupa uraian data kualitatif dan kuantitatif perusahaan
juga menyusun laporannya dalam bentuk neraca.
Menurut
Diller seperti yang dikutip oleh Harahap (2003 : 371) ada beberapa teknik
pelaporan akuntansi pertanggungjawaban sosial yaitu :
1. Pengungkapan dalam syarat kepada pemegang
saham baik dalam laporan tahunan atau bentuk laporan lainnya.
2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan
keuangan
3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya
melalui adanya perkiraan (akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan
lingkungan, dan sebagainya.
Contoh
bentuk penyajian laporan pertanggungjawaban sosial tampak pada tabel 2.1.
II.1.5. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Dalam essay Usmansyah (1989 : 31) mengutip
Glautier dan Underdown, diterangkan ada tiga tahapan perkembangan filosofi
manajemen yang menyangkut tanggung jawab, yatu :
1. Tahapan pandangan manajemen klasik.
Pandangan ini muncul pada abad
XIX dengan Milton Freudman sebagai pelopornya. Perusahaan berusaha dalam
kapasitasnya untuk memenuhi permintaan pasar dan berusaha setinggi mungkin
mencapai tingkat laba yang akan memuaskan pemiliknya. Disini, tidak
diperhatikan dampak sosial dari kegiatan perusahaan dan mengabaikan usaha untuk
mengatasi dampak sosial tersebut.
2. Tahapan pandangan Manajemen Pertengahan.
Pandangan ini berkembang
sekitar tahun 1970-an, dengan anggapan bahwa tujuan sosial penting dikaitkan
dengan maksimalisasi laba. Manajer harus menyeimbangkan kepentingan pemilik
perusahaan dengan kebutuhan para pegawai, pelanggan, pemasok dan masyarakat
umum dalam pengambilan kebijakannya, untuk tujuan maksimalisasilaba di masa
mendatang.
3. Tahapan pandangan Manajemen Modern.
Pandangan ini beranggapan
bahwa laba adalah suatu alat untuk mencapai tujuan, dan bukannya merupakan
tujuan itu sendiri. Harus terdapat pemenuhan kebutuhan yang sesuai, misal
pegawai akan menerima tingkat gaji yang layak, pelanggan memperoleh produk
dengan harga yang wajar dan mutu yang baik, pemenuhan kebutuhan pemilik
terhadap modal yang lebih besar dan tingkat deviden yang tinggi dan sebagainya,
di dalam kerangka yang tepat dan dapat diterima oleh masyarakat atau lingkungan
sosial.
Jadi perusahaan dalam melaksanakan
kegiatan operasinya secara langsung maupun tidak langsung harus mau
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Dikatakan Usmansyah (1989 : 6) bahwa
sumber-sumber ekonomi yang digunakan oleh perusahaan semuanya berasal dari
masyarakat. Oleh karenanya perusahaan seharusnya memberikan laporan kepada
masyarakat umum tentang sumber-sumber ekonomi yang digunakan, hasil-hasil yang
telah dicapai dan semua yang diakibatkan atas penggunaan sumber-sumber ekonomi
tersebut, baik yang bersifat positif maupun negatif, dan hal tersebut sesuai
dengan perkembangan yang terbaru dalam pandangan manajemen.
Sejauh
mana tanggung jawab sosial perusahaan itu ada ? Dalam Graff (1990 : 1942)
terdapat dua pandangan dalam tanggung jawab sosial perusahaan yaitu :
- Pandangan
yang sempit tentang tanggung jawab sosial, bahwa tujuan perusahaan
hanyalah bersifat ekonomi. Penciptaan pekerjaan, memuaskan kebutuhan
konsumen, dan menghasilkan laba merupakan tujuan utama, dan terlalu banyak
perhatian pada tujuan sosial akan menjauhkan perusahaan dari tujuan-tujuan
utama tadi.
- Pandangan
yang luas tentang tanggung jawab sosial, bahwa perusahaan memandang
tanggung jawab sosial merupakan hal yang sangat penting dalam pengambilan
keputusan bisnis, dan tujuan sosial seharusnya menjadi bagian dari tujuan
perusahaan secara utuh. Tanggung jawab sosial mempunyai kepentingan
tersendiri dalam bisnis dan merupakan bagian penting dalam kehidupan
bisnis modern.
Selaras dengan paham kedua,
dinyatakan oleh ahmad sonhaji (1989 : 7), pada sisi modern perusahaan tidak
hanya memikirkan bagaimana menciptakan laba yang maksimal, tetapi juga harus
aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, atau yang langsung mempengaruhi
kondisi sosial ekonomis anggota masyarakat. Perusahaan harus memperhatikan
kepentingan dari kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat yang mempengaruhi
atau dipengaruhinya, antara lain para pekerja, pemegang saham, penanam modal,
konsumen dan pelangga, pemasok, lingkungan masyarakat sekitar, pesaing, serikat
pekerja dan pemerintah.
|
|
|
Tabel 2.1
|
|
|
|
|||||
LAPORAN KEGIATAN SOSIO EKONOMI DALAM BENTUK
|
|||||||||||
LABA RUGI SOSIAL
|
|||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
I.
Kaitan dengan Masyarakat
|
|
|
|
|
|
||||||
A.
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
|
|||||
1.
Pelatihan Orang Cacat
|
|
|
|
xxx
|
|
||||||
2.
Sumbangan kepada lembaga pendidikan
|
|
|
xxx
|
|
|||||||
3. Biaya Ekstra karena merekrut minoritas
|
|
|
xxx
|
|
|||||||
4.
Biaya Penitipan Bayi
|
|
|
|
xxx
|
|
||||||
Total
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
XXX
|
|||||
B.
Kerusakan.
|
|
|
|
|
|
|
|||||
1. Biaya Penundaan Pemasangan alat pengaman
|
|
|
(xxx)
|
||||||||
C. Perbaikan Bersih untuk Masyarakat (I)
|
|
|
XXX
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
II.
Kaitan dengan Lingkungan
|
|
|
|
|
|||||||
A.
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
|
|||||
1. Reklamasi lahan dan Pembuatan Taman
|
|
|
xxx
|
|
|||||||
2.
Biaya Pemasangan Kontrol Polusi
|
|
|
xxx
|
|
|||||||
3.
Biaya Pematian Racun Limbah
|
|
|
xxx
|
|
|||||||
Total
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
XXX
|
|||||
B.
Kerusakan
|
|
|
|
|
|
|
|||||
1. Biaya yang akan dikeluarkan untuk Reklamasi
Pertambangan
|
(xxx)
|
|
|||||||||
2.
Taksiran Biaya pemasangan penetralan racun air.
|
|
(xxx)
|
|
||||||||
Total
Kerusakan
|
|
|
|
|
|
(XXX)
|
|||||
C.
Surplus / (Defisit) (II)
|
|
|
|
|
XXX
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
III.
Kaitan dengan Produk
|
|
|
|
|
|
||||||
A.
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
|
|||||
1. Biaya Eksekutif saat melayani Komisi Pengamanan
produk
|
xxx
|
|
|||||||||
2.
Biaya penggantian cat beracun.
|
|
|
xxx
|
|
|||||||
Total
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
XXX
|
|||||
B.
Kerusakan
|
|
|
|
|
|
|
|||||
1.
Pemasangan alat pengaman produksi
|
|
|
|
(xxx)
|
|||||||
C.
Net Perbaikan (III)
|
|
|
|
|
XXX
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
Saldo
Kumulatif Net Perbaikan Tahun Lalu
|
|
|
XXX
|
||||||||
Total Sosio Ekonomi (I+II+III)
|
|
|
|
|
(XXX)
|
||||||
Saldo
Kumulatif Net Perbaikan Tahun Ini
|
|
|
XXX
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
Sumber
: Harahap (2002 : 371-372)
|
|
|
|
|
|||||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar