TARGET COSTING
I.
Latar Belakang
Dalam kondisi persaingan yang semakin
kompetitif, setiap badan usaha dituntut untuk memiliki keunggulan yang bersaing
agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan perusahaan yang utama adalah untuk
memperoleh laba.
Biaya sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi laba merupakan unsur penting dalam menjamin kemenangan perusahaan
dalam melakukan persaingan di pasar. Bagi perusahaan manufaktur, perencanaan
biaya harus lebih strategis karena merupakan dasar untuk menentukan harga jual
produk yang dihasilkan perusahaan. Dimana harga jual produk yang ditetapkan
oleh suatu perusahaan diharapkan mampu bersaing di pasaran. Penentuan harga
jual yang dapat bersaing bukanlah hal yang mudah dilakukan. Harga jual yang
terlalu tinggi dapat berakibat kalahnya perusahaan dalam persaingan, sedangkan
harga jual yang terlalu rendah dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan
perusahaan yaitu untuk memperoleh laba pada tingkat yang diinginkan.
Dalam jangka panjang harga jual produk
atau jasa yang ditetapkan harus mampu menutupi semua biaya-biaya dan
pengeluaran yang dilakukan untuk memproduksi barang, dan dapat memperoleh laba
yang diinginkan. Akan tetapi, penentuan harga jual yang didasarkan atas
besarnya biaya yang dikeluarkan tidak dapat bertahan di pasar karena manajer
perusahaan terlebih dahulu menghitung besarnya biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi
produk, sehingga harga jual ditentukan berdasarkan biaya yang dikeluarkan. Atau
dengan kata lain biaya yang menentukan harga jual. Untuk membantu manajer
perusahaan, maka diperkenalkan sistem pengendalian biaya total dengan kalkulasi
biaya target (target costing) yang merupakan metode pengerjaan terbalik yaitu
dari penentuan harga di pasar kemudian baru menentukan biaya. Dimana dengan
menggunakan biaya target (target costing) departemen pemasaran menetapkan
karakteristik dan harga produk yang dapat diterima pelanggan dan selanjutnya
tugas teknisi perusahaan mendesaian dan mengembangkan produk sehingga biaya dan
laba dapat ditutupi oleh harga.
Pendekatan perhitungan biaya target
(target costing) ini dikembangkan berdasarkan atas dua karakteristik penting
sebagaimana dikemukakan oleh Garrison, Noreen, dan Brewer (2006 : 542) “yaitu
pasar dan biaya“. Pertama adalah perusahaan tidak dapat mengendalikan harga,
pasarlah (penawaran dan permintaan) yang menentukan harga. Oleh karena itu,
harga pasar yang diantisipasi ditentukan sebagai sesuatu yang diberikan. Kedua
adalah sebagian besar biaya produk ditentukan pada tahap desain. Sebagian besar
kesempatan untuk mengurangi biaya ada pada tahap desain seperti menggunakan
bahan yang murah, kuat, serta andal. Artinya sebelum biaya dimasukkan ke dalam
produk, teknisi perusahaan merancang desain produk dengan menggunakan bahan
yang murah tetapi dapat diterima oleh pelanggan. Jika pengendalian perusahaan
kecil atas harga pasar dan atas biaya setelah produk dimasukkan ke dalam
produksi maka kesempatan besar untuk mempengaruhi laba datang dari tahap
desain, tahap dimana spesifikasi yang pembeli bersedia membayarnya dapat
ditambahkan dan dimana sebagian besar biaya benar-benar ditentukan. Meskipun
tujuan langsung dalam biaya target (target costing) adalah biaya, namun biaya
target (target costing) tetap dihubungkan dalam perencanaan perusahaan yaitu
untuk memperoleh laba yang maksimal.
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
1.
“Apakah
penerapan konsep target costing dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi ?”
2.
“Apakah
pendekatan target costing dapat meningkatkan perolehan laba yang maksimal ?”
II.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Biaya
Dalam akuntansi di Indonesia terdapat istilah-istilah
biaya, beban, dan harga perolehan yang identik dengan cost dalam literatur
akuntansi berbahasa Inggris. Harga perolehan biasanya digunakan untuk
pengorbanan manfaat ekonomis yang dilakukan untuk mendapatkan suatu aktiva.
Termasuk dalam kelompok harga perolehan adalah harga beli dan pengorbanan
lainnya yang dilakukan untuk mempersiapkan aktiva yang bersangkutan sampai siap
digunakan. Istilah biaya umumnya digunakan untuk pengorbanan manfaat ekonomis
untuk memperoleh jasa yang tidak dikapitalisir nilainya. Beban merupakan biaya
yang tidak dapat memberikan manfaat di masa yang akan datang atau identik
dengan biaya atau harga perolehan yang sudah habis masa manfaatnya. Berkenaan
dengan batasan yang terakhir ini dimana terdapat biaya yang langsung
diperlakukan sebagai beban dalam pelaporan keuangan konvensional, maka istilah
biaya sering digunakan secara bergantian dengan istilah beban.
Hansen dan Mowen mengemukakan bahwa : “Biaya adalah kas
atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang
diharapkan membawa keuntungan masa ini dan masa datang untuk organisasi.”
Biaya dikeluarkan untuk menghasilkan manfaat di masa
depan. Dalam perusahaan penghasil laba, manfaat di masa depan biasanya berarti
pendapatan. Karena biaya digunakan dalam memperoleh pendapatan, biaya ini
dimaksudkan untuk biaya yang digunakan disebut beban.
Berikut ini pengertian biaya dikemukakan oleh Sunarto
bahwa biaya adalah harga pokok atau bagiannya yang telah dimanfaatkan atau
dikonsumsi untuk memperoleh pendapatan. Sedangkan Muqodim mengatakan bahwa : “biaya adalah aliran
keluar atau penggunaan aktiva, atau terjadinya utang (atau kombinasi di antara
keduanya) dari penyerahan atau produksi barang, penyerahan jasa atau
pelaksanaan kegiatan utama suatu perusahaan.”
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa umumnya
secara normal biaya terjadi karena kegiatan-kegiatan yang menyebabkan
pengeluaran kas (atau pada akhirnya menyebabkan pengeluaran kas) yang berkaitan
dengan usaha untuk menghasilkan pendapatan.
Selain itu Witjaksono mengemukakan bahwa : “biaya adalah
suatu pengorbanan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu “. Dengan
perkataan lain, biaya sebagai satuan moneter atas pengorbanan barang dan jasa
untuk memperoleh manfaat di masa kini atau masa yang akan datang, dan biaya
atau cost adalah sama dengan pengorbanan sumber daya ekonomi (resources).
Mursyidi mengemukakan bahwa : “biaya
adalah pengorbanan sumber ekonomi baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang
dapat diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau akan terjadi untuk
mencapai tujuan tertentu.” Dengan kata lain biaya merupakan suatu pengorbanan
yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai tujuan, baik yang
dapat dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang.
Prawironegoro dan Purwanti menyatakan bahwa : “biaya
adalah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh
barang atau jasa yang diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan dimasa
mendatang.”
Biaya merupakan kas atau nilai setara dengan kas yang
dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan dapat memberikan manfaat pada
saat ini atau masa mendatang bagi organisasi, disebut setara dengan kas karena
sumber daya non kas dapat ditukarkan dengan barang atau jasa yang dikehendaki.
2. Klasifikasi
Biaya
Klasifikasi biaya dapat dihubungkan dengan suatu proses
produksi dalam perusahaan industri baik yang mempunyai hubungan langsung maupun
tidak langsung, yaitu berhubungan dengan :
a.
Produk
b.
Volume
produksi
c.
Departemen
manufaktur
d.
Periode
akuntansi
Biaya juga dapat diklasifikan menurut Mursyidi dalam
hubungannya dengan operasi perusahaan, yaitu biaya operasional (biaya penjualan
dan biaya administrasi umum) dan biaya non-operasional, artinya biaya yang
telah dikeluarkan dan diperhitungkan namun tidak mempunyai hubungan langsung
dengan usaha pokok perusahaan, misalnya biaya bunga untuk perusahaan industri
manufaktur. Biaya juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tercapainya tujuan
atau kesempatan, misalnya sunk cost opportunity cost, out of pocket cost, biaya
diferensial, dan lainnya.
Berikut ini akan disajikan klasifikasi biaya yang sering
dilakukan untuk menyajikan informasi biaya sebagaimana yang dikemukakan oleh
Sugiri sebagai berikut :
1.
Klasifikasi
biaya berdasarkan fungsi perusahaan
2.
Klasifikasi
biaya berdasarkan perioda mempertemukannya dengan pendapatan
3.
Klasifikasi
biaya berdasarkan dapat ditelusurinya ke obyek biaya
4.
Klasifikasi
biaya berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan
5.
Klasifikasi
biaya berdasarkan kemampuan manajer untuk mengendalikannya.
6.
Klasifikasi
biaya berdasarkan pengambilan keputusan.
7.
Klasifikasi
biaya berdasarkan dampak keputusan terhadap kas keluar.
3. Pengertian
Biaya Produksi
Untuk tujuan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan
fungsi perusahaan dan penyusunan laporan keuangan untuk kepentingan eksternal
(production cost and financial reporting), biaya dapat dibedakan antara biaya
produksi (yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik.
Sebagaimana diketahui bahwa biaya merupakan bagian dari
harga pokok produksi yang dikorbankan dalam usaha untuk memperoleh penghasilan,
sedangkan harga pokok dapat pula disebut dengan bagian dari pada harga pokok
perolehan atau harga beli aktiva yang ditunda pembebanannya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa biaya produksi adalah biaya yang terjadi dalam hubungannya
dengan proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi.
Dalam kaitan dengan produksi dan biaya, ada tiga hal
penting yang perlu diperhatikan. Pertama, kata produksi tidak hanya diartikan
memproduksi barang dalam industri, melainkan lebih luas dari itu. Pengertian
produksi mencakup produksi barang maupun memberikan jasa. Dengan begitu,
perusahaan dagang juga melakukan proses produksi, yang terdiri dari pembelian,
penyimpanan barang dagangan, pengemasan, penjualan, memberikan kredit
penjualan, dan sebagainya. Kedua, dalam definisi di atas pengertian biaya tidak
terbatas pada pengorbanan yang dinyatakan dalam rupiah (Rp), yang perlu dan
tidak dapat dihindarkan. Jika membatasinya pada pengertian ini saja, akan
menyimpang dari gambaran umum yang berlaku didunia usaha. Ketiga, harus
membedakan dengan tajam antara biaya dan uang yang dikeluarkan. Berbicara
mengenai biaya untuk alat-alat produksi yang dikorbankan dalam proses produksi.
Sedangkan pengeluaran uang terjadi saat harga beli dari alat- alat produksi itu
dibayarkan, walaupun masih belum dipakai dalam proses produksi by Sutrisno
Sebelum membicarakan masalah biaya produksi maka terlebih
dahulu perlu dikemukakan pengertian tentang produksi itu sendiri. Secara umum
pengertian produksi adalah kegiatan suatu organisasi atau perusahaan untuk
memproses dan merubah bahan baku (raw material) menjadi barang jadi (finished
goods) melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas produksi lainnya.
Sutrisno mengemukakan bahwa : “ Biaya produksi adalah
biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk selesai.”
Sedangkan Munawir mengungkapkan bahwa : “Biaya produksi (production cost)
adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan pengolahan (manufacture) atau mengubah
bahan baku menjadi barang yang siap jual atau dikonsumsi, maupun biaya
pelaksanaan atau pemberian jasa/pelayanan.” Selain itu, Ahmad mengemukakan
bahwa : ” Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
barang ”.
Biaya produksi merupakan biaya yang berkaitan dengan
pembuatan barang dan penyediaan jasa. Biaya produksi dapat diklasifikasikan
lebih lanjut sebagai biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung dan
biaya overhead pabrik. Sedangkan biaya non produksi adalah biaya yang berkaitan
selain fungsi produksi yaitu, pengembangan, distribusi, layanan pelanggan dan
administrasi umum.
Selanjutnya menurut Garrison, Noreen, dan Brewer ”Biaya
produksi dibagi ke dalam tiga kategori besar, yaitu: bahan langsung (direct
material), tenaga kerja langsung (direct labor), dan biaya overhead pabrik
(manufacturing overhead)”.
Sugiri mengemukakan bahwa biaya produksi pada perusahaan
manufaktur terdiri atas unsur-unsur biaya sebagai berikut :
1. Bahan Baku
Bahan baku
adalah bahan yang digunakan untuk membuat produk selesai. Bahan baku dapat
diidentifikasikan ke produk dan merupakan bagian integral dari produk tersebut.
Sebagai contoh adalah kayu yang digunakan untuk membuat daun pintu dan jendela,
kertas yang digunakan untuk membuat buku, benang untuk membuat kain mori, dan
kain mori yang digunakan untuk membuat baju. Bahan baku disebut juga bahan
langsung, untuk membedakannya dari bahan lain yang nilainya relatif rendah.
Bahan yang nilainya relatif rendah seperti paku dan dempul pada daun pintu dan
jendela. lem untuk merekatkan kertas-kertas pada buku ini termasuk sebagai
unsur overhead.
Biaya bahan
baku bersama dengan biaya tenaga kerja langsung disebut biaya utama (prime
cost). Bahan penolong (indirect materials) merupakan bahan yang dipakai dalam
proses produksi yang tidak diidentifikasikan dengan produk jadi dan nilainya
relatif kecil. Biaya yang timbul karena pemakaian bahan penolong disebut biaya
bahan penolong. Biaya bahan penolong dipertimbangkan sebagai biaya overhead
pabrik.
2. Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja
langsung adalah tenaga yang langsung menangani proses produksi. Pembuat daun
pintu dan jendela, operator mesin copy, penjahit dan tukang las, serta tukang
batu adalah contoh tenaga kerja langsung. Mereka menangani langsung proses
produksi dan karenanya dapat diidentifikasi ke produk. Gaji atau upah tenaga
kerja langsung merupakan unsur biaya produksi.
Mandor yang
tugasnya mengawasi para pekerja tidak termasuk dalam pengertian tenaga kerja
langsung, karena tidak dapat diidentifikasi secara langsung ke produk tertentu.
Apa yang dikerjakan oleh mandor pengawas bukanlah membuat produk, melainkan
sekadar mengawasi para pekerja. Oleh karena itu, upah yang dibayarkan kepada
mandor tidak termasuk upah langsung, melainkan upah tak langsung. Upah tak
langsung diklasifikasi sebagai biaya overhead.
3. Overhead Pabrik
Biaya-biaya
selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk memproduksi
barang disebut biaya overhead pabrik (factory overhead atau manufacturing
overhead atau factory burden). Hubungan biaya overhead terhadap produk adalah
hubungan tak langsung. Oleh karena itu, biaya disebut juga biaya tak langsung.
Pada umumnya
biaya overhead pabrik didefinisikan sebagai biaya bahan penolong, biaya tenaga
kerja tidak langsung, dan semua biaya-biaya produksi yang lain yang tidak dapat
dengan mudah diidentifikasikan ataupun dibebankan secara langsung pada pesanan
tertentu atau produk tertentu.
4. Pengertian
Target Costing
Pada bab ini akan dibahas mengenai
sistem biaya berdasarkan sasaran atau yang dikenal dengan istilah ”Target
costing”. Selintas sistem ini mirip dengan sistem biaya standar, namun
sebenarnya tidak demikian. Sistem ini lebih kompleks dari sistem biaya standar.
Manfaat utama Target costing adalah
penetapan harga pokok produk sebagai dasar penetapan harga sehingga target laba
yang diinginkan akan tercapai. Berikut ini adalah ilustrasi singkat proses
Target costing.
Gambar
1 Ilustrasi Target Costing
Manajemen menghitung biaya produksi yang memungkinkan
tercapainya marjin laba yang diinginkan
|
Market Research Menentukan harga jual produk baru
|
Engineers dan cost Analysts mendesain suatu produk yang
mungkin diproduksi pada biaya tersebut
|
Sumber : Witjaksono
Dari ilustrasi
target costing di atas dapat dilihat perbedaan mendasar dalam penentuan harga
pokok produk antara pendekatan target costing dengan pendekatan tradisional :
Sebelum dan selama produk design
|
1stDesign
Product 1st
Set Sales Price
2nd Compute
Cost 2nd Set
Profit
Setelah Product Design
|
Profit or Loss 4th Design Product
Dari ilustrasi di atas perbedaan mendasar
antara pendekatan tradisional dan pendekatan target costing adalah dalam hal
tahapan desain produk dan penetapan harga jual. Secara tradisional proses
produksi dimulai dari desain produk barang/jasa, dilanjutkan menghitung harga
pokok produk, kemudian penetapan harga jual tidak bisa di-dikte oleh
perusahaan, alias sudah “given”. Contohnya saja adalah jasa foto copy, dimana
harga jual pasar saat ini misalnya Rp.200/lembar ukuran kertas A4 70 gram. Bila
pengusaha menjual dengan harga di atas Rp.200/lembar, tentu resikonya adalah
tidak laku. Dalam kondisi demikian pengusaha dituntut agar dengan harga 200/lembar
ia telah dapat mengantongi keuntungan yang memadai. Bagaimana caranya ? tentu
saja dengan “menekan” biaya, alias menetapkan target biaya produksi.
Dari ilustrasi tersebut Target costing
dapat didefinisikan menurut Witjaksonosuatu sistem dimana (1) penentuan harga
pokok produk adalah sesuai dengan yang diinginkan (target) sebagai dasar
penetapan harga jual produk yang akan memperoleh laba yang diinginkan, atau (2)
penentuan harga pokok sesuai dengan harga jual yang pelanggan rela membayarnya.
Contohnya :
Sebuah perusahaan otomotif tengah
mempetimbangkan meluncurkan varian sedan terbaru. Dengan spesifikasi yang
ditetapkan dan pangsa pasar yang dibidik maka harga jual per unit sedan adalah
Rp.250 juta. Bila laba yang diinginkan per unit adalah Rp.50 juta, maka target
costing dihitung sebagai berikut :
Target cost =
Rp.250 juta – 50 juta = Rp.200 juta
Supriyono mendefinisikan target
costing adalah ”sistem untuk mendukung proses pengurangan biaya dalam tahap
pengembangan dan perencanaan produk model baru tertentu, perubahan model secara
penuh atau perubahan model minor”.
5. Model
Penerapan Target Costing
Perlu dipahami bahwa harga pokok
produk tidak terlepas dari kegiatan
sepanjang rantai nilai (Value Chain).
Gambar 2 Rantai Nilai dan Target
costing
R & D
|
DESIGN
|
MANUFAKTURING
|
MARKETING
AND DISRIBUTION
|
COSTOMER SERVICE
|
Semakin rendah cost design sebagai suatu tujuan
definitive yang tampaknya dapat diwujudkan kerap memacu motivasi karyawan
|
TARGET COSTING
Sumber : Witjaksono
Proses penetapan target costing hingga
penetapan harga dapat diuraikan dalam model berikut :
Gambar 3 Target
Costing Model
Target – Costing Model
|
Market Share Objective
|
Target Price
|
Target Profit
|
Target cost
|
Product and Process Design
|
Target cost tercapai
|
Produksi Produk
|
Market Share Functionality
|
Sumber
: Witjaksono
6. Prinsip-Prinsip
Penerapan Target Costing
Target costing adalah suatu proses
yang sistematis yang menggabungkan manajemen biaya dan perencanaan laba.
Perhitungan biaya target (target costing) menjadi suatu pendekatan khusus yang
berguna untuk pembuatan tujuan penurunan biaya. Proses ini menganut
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Gambar 3 Prinsip-Prinsip Penerapan
Target costing
KEY
PRINCIPLES
OF TARGET
COSTING
|
Price led costing
|
Life-cycle costs
|
Fokus Pada Product
design
|
Fokus Pada pelanggan
|
Fokus Pada Product
design
|
Value chain orientation
|
Cross-functional team
|
Sumber
: Witjaksono
Menurut Witjaksono proses penerapan
target costing menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)
Harga
menentukan biaya (Price Led Costing)
2)
Fokus
pada pelanggan
3)
Fokus
pada desain produk dan desain proses
4)
Cross
Functional Team
5)
Melibatkan
Rantai Nilai
6)
Orientasi
daur hidup produk.
Selanjutnya keenam
prinsip-prinsip penerapan biaya target (target costing) tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Harga
menentukan biaya (Price – Led Costing)
Persaingan yang semakin ketat dan
kompetitif membuat penetapan harga jual produk bukan hal gampang. Harga jual
kerap ditentukan oleh pasar, sehingga harga pasar (market price) digunakan
untuk menentukan target biaya dengan formula berikut :
Target biaya = Harga pasar – Laba
kotor yang diinginkan
2.
Fokus
pada pelanggan
Kehendak atau kebutuhan pelanggan akan
kualitas, biaya dan fungsi (functionality) secara simultan terdapat dalam
produk dan dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan desain dan
perhitungan harga pokok produk. Bagi pelanggan manfaat atas fitur dan fungsi
yang ditawarkan oleh produk harus lebih besar dari biaya perolehannya (alias
harga jual dari sisi pandang pengusaha).
3.
Fokus
pada desain produk dan desain proses
Pengendalian biaya ditekankan pada
tahapan desain produk dan tahapan desain proses produksi. Dengan demikian
setiap perubahan atau rekayasa harus dilakukan sebelum proses produksi, dengan
tujuan menekan biaya dan mengurangi waktu “ time to market ” terutama bagi
produk baru.
4.
Cross
Functional Team
Tim/kelompok ini bertanggungjawab atas
keseluruhan produk, dimulai dari ide/konsep produk hingga tahapan produksi
penuh.
5.
Melibatkan
rantai nilai
Seluruh anggota yang terlibat dalam
rantai nilai, dimulai dari pemasok barang / jasa, distributor, hingga pelanggan
dilibatkan dalam proses target costing.
6.
Orientasi
daur hidup produk
Meminimalkan biaya selama daur hidup
produk, diantara harga, bahan baku, biaya operasi, pemeliharaan, dan biaya distribusi.
7. Asumsi
Dasar Target Costing
Target costing sangat mungkin sesuai
bagi perusahaan yang Price Taker dalam suatu pasar yang heterogen, dimana
kompetisi menentukan harga jual produk barang/jasa, yang ditandai dengan
kharakteristik antara lain :
1.
Umumnya
tidak layak atau tidak ada kehendak untuk menawarkan produk dengan harga yang
tak terjangkau oleh para kompetitor. Bila perusahaan menawarkan produk yang tak
tersaingi maka persaingan ”potong leher” oligopolistik akan muncul.
2.
Keunggulan
spesifik suatu perusahaan akan menentukan arah dalam melakukan deferensiasi
produk baru dari yang telah ada di pasaran, misalnya :
a.
Cost
Advantage produk yang sama/serupa namun dengan harga yang lebih murah
b.
Penambahan
fungsi, misalnya dengan tambahan fitur baru dengan harga yang kompetitif.
8. Kendala
Menerapkan Target Costing
Dari uraian di atas dapat dibayangkan
bahwa penerapan target costing ternyata tidak mudah. Berikut ini adalah kendala
yang kerap dikeluhkan oleh perusahaan yang mencoba menerapkan target costing.
1.
Konflik
antar kelompok dan atau antar anggota kelompok
2.
Karyawan
yang mengalami burnout karena tuntutan target penyelesaian pekerjaan
3.
Target
waktu penyelesaian yang terpaksa ditambah
4.
Sulitnya
melakukan pengaturan atas berbagai faktor penentu keberhasilan target costing.
Dengan demikian sangat disarankan bagi
perusahaan yang tertarik untuk menerapkan target costing memperhatikan hal-hal
berikut :
1.
Manajemen
puncak harus memahami proses target costing sebelum mengadopsinya.
2.
Apabila
perhatian manajemen terlalu terpaku pada pencapaian sasaran target costing,
maka dapat mengalihkan perhatian dari manajemen mengenai pencapaian sasaran
keberhasilan organisasi secara keseluruhan.
9. Penelitian
Terdahulu
F. Agung Himawan 2009, “Analisis
Penerapan Target Costing Dalam Penetapan Harga Bandwidth Dedicated Untuk
Mengoptimalkan Perencanaan Laba (Studi Kasus Pada PT Generasi Indonesia
Digital)” hasil penelitian ini menunjukan Penerapan metode target costing melalui proses efisiensi biaya untuk produk bandwidth
dedicated pada PT Generasi Indonesia Digital dapat
dilakukan. Mulai dari menganalisa proses produksi, dilanjutkan dengan
menganalisa harga pasar, pada tahapan ini dilakukan perbandingan antara harga
GENID dengan harga pesaing, perbedaan harga berkisar antara 2,5% sampai 15%,
harga yang dimiliki GENID ada pada rata-rata. Sebelum penerapan target costing
dilakukan perhitungan laba target dan menghasilkan target profit sebesar 7%,
dari angka tersebut dilanjutkan dengan menghitung target costing dilanjutkan
dengan perhitungan drifting cost, terdapat selisih antara keduanya sebesar Rp.
141.941.310,- artinya perusahaan masih dapat melakukan efisiensi biaya. Dengan
penerapan target costing melalui efisiensi biaya, menyebabkan penurunan biaya
produksi dan memungkinkan perusahaan untuk menetapkan biaya target yang lebih
rendah daripada biaya yang diperkirakan akan terjadi. Target Costing yang
mungkin diterapkan pada PT Generasi Indonesia Digital dapat mengoptimalkan laba
produk bandwidth dedicated dengan menghasilkan laba operasi sebesar Rp.
117,660,863,- dengan persentase laba meningkat dari 0,03% menjadi 5,8% setelah
menerapkan metode target costing melalui efisiensi biaya.
Yuliana Adityaningsih 2011, Dengan judul penelitian “Analisis Pendekatan
Target Costing Dalam Rangka Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi Pada PT XYZ
Di Makassar” menunjukan bahwa Hasil analisis perbandingan antara total biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan menurut target costing menunjukkan
bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk tahun 2006 sebesar Rp
67.361.500.000 sedangkan menurut target costing sebesar Rp 66.963.711.090 dan
untuk tahun 2007 menurut perusahaan sebesar Rp 68.876.950.200 sedangkan menurut
target costing sebesar Rp 68.446.134.320. dan Berdasarkan hasil analisis
mengenai penerapan target costing yang menunjukkan bahwa pelaksanaan target
costing pada PT Sermani Steel jauh lebih efisien jika dibandingkan dengan yang
dilakukan perusahaan selama ini, dimana dengan penerapan target costing maka
perusahaan dapat memperoleh penghematan biaya, yaitu untuk tahun 2006 sebesar
Rp 397.788.910 dan tahun 2007 sebesar Rp 430.815.880.
Arwina Novieanti Alimuddin 2012, Dengan Penelitian “Analisis
Pendekatan Target Costing Sebagai Alat Penilaian Efisiensi Produksi Semen Pada Pt.
Semen Tonasa Di Kabupaten Pangkep” Hasil analisis perbandingan antara total
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan menurut target costing,
menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk tahun 2008
sebesar Rp.334.864,13, sedangkan menurut target costing sebesar Rp.292.451,22,
tahun 2009 menurut perusahaan sebesar Rp.360.842,55 sedangkan menurut target
costing sebesar Rp.315.630,25. Sedangkan pada tahun 2010 sebesar Rp. 372.534,92
dan menurut target costing sebesar Rp.333.112,- Berdasarkan hasil analisis mengenai penerapan
target costing, yang menunjukkan bahwa penerapan target costing pada PT. Semen
Tonasa lebih efisien jika dibandingkan dengan yang dilakukan oleh perusahaan
selama ini, dimana dengan penerapan target costing maka perusahaan dapat
memperoleh penghematan biaya. Hal ini dapat dilihat bahwa untuk tahun 2008
sebesar Rp.285.983.313.802, tahun 2009 terjadi penghematan sebesar Rp.
300.054.591.595, dan pada tahun 2010 sebesar Rp.350.328.972.065.
III.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
1.
Diharapkan
dari Hasil analisis perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan dengan menurut target costing, menunjukkan bahwa total biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan jauh lebih besar sedangkan menurut target costing
jauh lebih efisien dengan perbandingan total biaya yang cukup singnifikan
dimana pada perusahan yang menerapkan konsep target costing jauh lebih efisien
dalam proses produksinya hal ini di dukung dan dapat dilihat dalam penelitian
yang telah dilakukan.
2.
Meskipun
tujuan langsung dalam biaya target (target costing) adalah biaya, namun biaya
target (target costing) tetap dihubungkan dalam perencanaan perusahaan yaitu
untuk memperoleh laba yang maksimal. Artinya dengan semakin efisiennya
perusahan dalam proses produksi di harapkan dapat meningkatkan perolehan laba.
Saran
Adapun saran-saran dari hasil makalah
ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1)
Disarankan
kepada perusahaan agar menerapkan target costing sebagai alat perencanaan laba
dalam proses produksinya.
2)
Disarankan
pula agar perusahaan perlu lebih memperhatikan masalah efisiensi dalam
penggunaan biaya produksi dan juga dengan adanya efisiensi perusahaan dapat
bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Thomson 2006, Akuntansi
Biaya Buku 1, Edisi Ke Tiga Belas
Peneribit Salemba Empat, Jakarta
Garrison, H. Ray; Eric
W. Noreen; dan Peter C. Brewer. 2006, Akuntansi Manajerial, (terjemahan: A.
Totok Budisantoso), Buku I, Edisi Kesebelas, Penerbit : Salemba Empat, Jakarta
Hansen dan Mowen, 2000,
Manajemen Biaya Akuntansi dan Pengendalian, Edisi Pertama, Penerbit: Salemba
Empat, Jakarta
Witjaksono, 2006,
Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit : Graha Ilmu,
Yogyakarta
F. Agung Himawan 2009,
“Analisis Penerapan Target Costing Dalam Penetapan Harga Bandwidth Dedicated
Untuk Mengoptimalkan Perencanaan Laba (Studi Kasus Pada PT Generasi Indonesia
Digital)”
Yuliana Adityaningsih
2011, Dengan judul penelitian “Analisis Pendekatan Target Costing Dalam Rangka
Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi Pada PT XYZ Di Makassar”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar