Powered By Blogger

Selasa, 22 Desember 2015

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD




BAB I
PENDAHULUAN
I.      Latar Belakang
Dewasa ini, pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang sangat penting bagi manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa perusahaan dan perencanaan tujuan di masa mendatang. Berbagai informasi dihimpun agar pekerjaan yang dilakukan dapat dikendalikan dan dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pada seluruh proses bisnis perusahaan. Gambaran mengenai kinerja perusahaan bisa didapatkan dari dua sumber, yakni informasi finansial dan informasi nonfinansial. Informasi finansial didapatkan dari penyusunan anggaran untuk mengendalikan biaya. Sedangkan informasi nonfinansial merupakan faktor kunci untuk menetapkan strategi yang dipilih guna melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan.
Kedua informasi di atas dapat dianalisis menggunakan beberapa model pengukuran kinerja perusahaan, salah satunya dengan menggunakan metode balanced scorecard. Balanced scorecard hadir untuk menggantikan konsep scorecard model lama yang hanya mengejar profitabilitas jangka pendek saja. Balanced scorecard merupakan kerangka kerja komprehensif untuk menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu, tersusun dalam empat perspektif, yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan (Hardiyanto dkk: 2005).
Diharapkan menggunakan metode balanced scorecard dalam mengukur kinerjanya. Melalui pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa efektif penerapan strategi yang telah dilakukan organisasi tersebut dapat menilai keberhasilan manajemen organisasi dalam melakukan aktivitas, serta dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem/ reward system dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Mulyadi dan Setyawan, 2002).
Peningkatan kinerja suatu perusahaan harus berdampak pada peningkatan kinerja keuangan, maka sudah selayaknya pandangan terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang bukan saja dipandang dari sisi keuangan saja tetapi juga non keuangan seperti proses bisnis internal, kapabilitas dan komitmenpersonelnya (Srimindarti, 2004), karena hal tersebut berhubungan langsungdengan hasil akhir yang berkelanjutan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan kinerja keuangan saja memiliki kelemahan, yaitu tidak mampu untuk mempresentasikan kinerja aktiva tak berwujud (intangible asset) dalam laporan keuangan secara memadai, padahal struktur harta/ aset perusahaan di era informasi ini justru didominasi oleh aktiva tak berwujud yang merupakan harta-harta intelektual seperti sistem, teknologi, skill, enter-preneurship karyawan, loyalitas konsumen, kultur organisasi, dan kepuasan pelanggan (Sudibyo, 1997).
Menurut Kaplan dan Norton (1996) kinerja keuangan saja tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik, karena aktiva tak berwujud memungkinkan perusahaan untuk: (1) Mengembangkan hubungan dengan pelanggan untuk mempertahankan loyalitas dan memungkinkan berbagai segmen pelanggan dan wilayah pasar baru untuk dilayani secara efektif dan efisien. (2) Memperkenalkan produk dan jasa inovatif yang diinginkan oleh segmen yang dituju. (3) Memproduksi produk dan jasa bermutu tinggi sesuai dengan keinginan pelanggan dengan harga yang rendah dan dengan tenggang waktu yang pendek. (4) Memobilisasi kemampuan dan motivasi pekerja bagi peningkatan kemampuan proses, mutu, dan waktu tanggap yang berkesinambungan. (5) Mengembangkan teknologi informasi, database, dan sistem. Untuk itu diperlukan metode pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur kinerja keuangan, namun juga aspek-aspek lain yang dinilai penting untuk mempertahankan eksistensi perusahaan.
Kaplan dan Norton (1996) menyatakan bahwa konsep balanced scorecard (BSC) dikembangkan untuk melengkapi pengukuran kinerja keuangan (atau dikenal dengan pengukuran tradisional) dan sebagai alat ukur yang cukup penting bagi organisasi perusahaan untuk merefleksikan pemikiran baru dalam era competitiveness dan efektivitas organisasi. Konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu yang merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan jangka panjang. Kriteria tersebut digolongkan menjadi empat perspektif yaitu: (1) perspektif keuangan, (2) perspektif konsumen, (3) perspektif proses bisnis internal, dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Melalui pengukuran keempat perspektif ini, manajemen perusahaan akan lebih mudah untuk mengukur kinerja dari unit bisnis saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masa depan, mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja di masa datang, serta memungkinkan untuk menilai intangible asset seperti kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, dan lain-lain.
Ukuran-ukuran pada masing-masing perspektif harus diseimbangkan antara ukuran output dan ukuran kepastian (penggerak kinerja), antara ukuran-ukuran objektif dan subjektif, antara ukuran internal dan eksternal, dan ukuran keuangan dan non keuangan (Hansen dan Mowen, 2004). Lebih terfokusnya target dari keempat perspektif tersebut yang selaras dengan perkembangan baru dalam bidang organisasi seperti learning organization, diharapkan para karyawan dari tingkat atas sampai tingkat bawah mengetahui apa visi dan strategi perusahaannya, karena BSC bukan sebagai pengendali perilaku karyawan tetapi lebih sebagai sarana komunikasi, informasi, dan proses belajar dalam suatu perusahaan, serta mengarahkan upaya pencapaian tujuan perusahaan kepada karyawan. Hal ini dimaksudkan untuk menghadapi pergeseran kekuasaan dalam pasar akibat globalisasi ekonomi, dimana sekarang konsumenlah yang memegang kendali bisnis. Konsumen menjadi sangat pemilih, serta menentukan barang dan jasa apa yang akan didesain oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan mereka.
II.    Perumusan Masalah
Konsep pengukuran kinerja yang hanya menitikberatkan pada aspek keuangan saja mulai ditinggalkan karena hanya mengejar tujuan profitabilitas untuk jangka pendek semata. Kemudian muncul sistem pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC sebagai paradigma baru dalam perkembangan Akuntansi Manajemen saat ini, yang diharapkan dapat menjadi pilihan terbaik bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin kompleks dan turbulen. Disamping dapat mendukung kebutuhan informasi bagi manajemen mengenai tingkat keberhasilan dan kegagalan operasi yang dilakukan perusahaan selama ini, sekaligus dapat menghindarkan manajemen perusahaan agar tidak terperangkap dalam penggunaan pengukuran kinerja tradisional yang berorientasi pada ukuran-ukuran keuangan atau jangka pendek.



BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1.    Pengertian Balanced Scorecard
Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah merubah pola persaingan perusahaan dari industrial competition menjadi information competition, dimana telah mengubah acuan yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Alat ukur kinerja tradisional yang memfokuskan pada pengukuran keuangan tentunya harus bergeser menyesuaikan dengan tuntutan agar memberikan arah yang lebih baik bagi perusahaan (Kaplan dan Norton, 1996). Hanya dengan menggunakan ukuran keuangan saja, belum dapat menggambarkan kinerja suatu perusahaan secara keseluruhan.
BSC merupakan suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan baik keuangan maupun non keuangan dengan mempertimbangkan empat aspek yang berkaitan dengan perusahaan, antara lain: aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Konsep BSC berkembang sejalan dengan implementasi konsep tersebut. BSC terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja sesungguhnya. Menurut Kaplan dan Norton (1996: 9), kata “balanced” disini menekankan keseimbangan antara beberapa faktor, yaitu:
1.    Keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi stakeholders dan konsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis, inovasi, dan proses belajar dan tumbuh.
2.    Keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang.
3.    Keseimbangan antara unsur objektivitas, yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subjektivitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.
BSC sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai alat pengendalian, analisis, dan merevisi strategi organisasi (Campbell et al (2002) dalam Imelda R. H. N, JAK, 2004: 107). BSC dikembangkan oleh professor-profesor dari Harvard University Fakultas Bisnis yaitu David P. Norton dan Bob Kaplan tahun 1992 dengan menerbitkan tulisannya di majalah Harvard Business Review edisi Januari- Februari yang berjudul “measures that drive performance” tentang konsep BSC.
BSC merupakan penjabaran dari visi, misi, dan strategi perusahaan dalam serangkaian tujuan dan dari penjabaran tersebut dijadikan ukuran bagi pengukuran prestasi perusahaan. Visi, misi, dan strategi tersebut dijabarkan dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. BSC menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non keuangan harus merupakan bagian dari sistem informasi bagi seluruh karyawan dari semua tingkatan dalam perusahaan. Sehingga BSC merupakan suatu framework, suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi kepada seluruh pegawai tentang apa yang menjadi kunci penentu sukses saat ini dan masa mendatang. Sebagai sarana komunikasi misi dan strategi, BSC memuat suatu pesan kepada semua karyawan tentang pentingnya mengejar secara seimbang terhadap empat perspektif sekaligus.
Tujuan dan pengukuran keuangan dalam BSC bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada melainkan merupakan hasil dari proses top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi harus diterjemahkan oleh BSC menjadi suatu tujuan dan ukuran yang nyata.
Text Box: VISIGambar 1 Penjabaran Visi Ke Dalam Tujuan dan Sasaran Strategik
 







Sumber: Mulyadi dan Johny Setyawan.2002.Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen.
2.    Membangun Balanced Scorecard
Menurut Rohm (2003) dalam Imelda R. H. N (JAK, 2004), sebelum BSC diimplementasikan, suatu organisasi terlebih dahulu membangun atau menyusun BSC. Terdapat enam tahapan dalam membangun BSC yaitu sebagai berikut:
1.    Menilai Fondasi Organisasi
Langkah pertama organisasi menilai fondasi organisasi adalah dengan membentuk tim yang akan merumuskan dan membangun BSC. Tim ini bertugas untuk merumuskan visi dan misi organisasi, termasuk didalamnya mengidentifikasi kebutuhan dan faktor-faktor yang mendukung organisasi untuk mencapai visinya, serta mengembangkan rencana-rencana yang akan dilakukan, waktu yang dibutuhkan dan anggaran untuk menjalankannya. Penilaian fondasi organisasi dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT, serta melakukan benchmarking terhadap organisasi lain. Dari penilaian fondasi ini, organisasi akan mengetahui apa yang menjadi visi dan misi organisasi, kekuatan dan kelemahan, dan tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.    Membangun Strategi Bisnis
Strategi ini didapat dari misi dan hasil penilaian fondasi. Strategi  menyatakan tindakan apa yang harus dilakukan oleh organisasi untukmencapai misi organisasi yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan organisasi. Dalam membentuk strategi bisnis ini, organisasi harus mempertimbangkan pendekatan apa saja yang dapat digunakan untuk menjalankan strategi tersebut, termasuk didalamnya apakah strategi tersebut dapat dijalankan, berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan dan apakah strategi tersebut mendukung organisasi untuk mencapai misinya.
3.    Membuat Tujuan Organisasi
Tujuan organisasi menunjukkan bagaimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan strategi. Tujuan organisasi merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan organisasi untuk mencapai strategi serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Untuk masing-masing perspektif dalam BSC dirumuskan tujuan yang akan dilakukan untuk mencapai misi organisasi.
4.    Membuat Strategic Map bagi Strategi Bisnis Organisasi
Kebanyakan organisasi mempunyai unit-unit yang mempunyai strategi dan tujuan sendiri-sendiri. Untuk dapat dijalankan secara efektif, maka strategi-strategi dan tujuan tersebut harus dihubungkan dan digabungkan secara bersama-sama. Untuk menggabungkan dan menghubungkan strategistrategi dan tujuan tersebut dibutuhkan yang namanya strategic map.
Strategic map dapat dibangun dengan menghubungkan strategi dan tujuan dari unit-unit dengan menggunakan hubungan sebab akibat karena organisasi dapat menghubungkan strategi dan tujuan ke dalam empat perspektif dalam BSC. Hubungan diantara strategi-strategi tersebut digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor yang mendukung kesuksesan organisasi dan sebaliknya.
5.    Mengukur Performance
Mengukur performance berarti memantau dan mengukur kemajuan yang sudah dicapai atas tujuan-tujuan strategis yang telah diciptakan. Pengukuran kinerja ini bertujuan untuk meningkatkan kemajuan organisasi kearah yang lebih baik. Untuk dapat mengukur kinerja, maka harus ditetapkan ukuranukuran yang sesuai untuk setiap tujuan-tujuan strategis.
6.    Menyusun Inisiatif
Inisiatif merupakan program-program yang harus dilakukan untuk memenuhi salah satu atau berbagai tujuan strategis. Sebelum menetapkan inisiatif, yang harus dilakukan adalah menentukan target. Target merupakan suatu tingkat kinerja yang diinginkan. Untuk setiap ukuran harus ditetapkan target yang ingin dicapai, biasanya ditetapkan untuk jangka waktu tiga sampai lima tahun. Setelah menentukan target maka selanjutnya menetapkan program-program yang akan dilakukan untuk mencapai target. Kemudian program tersebut diuji, artinya apakah program tersebut dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan atau sebaliknya.

3.    Balanced Scorecard sebagai Sistem Manajemen Strategis
Kaplan dan Norton (1996: 9) menyebutkan bahwa BSC merupakan suatu sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan BSC sebagai sebuah sistem manajemen strategis, yaitu untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran BSC untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu sebagai berikut:
1.    Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
Proses BSC dimulai dengan tim manajemen eksekutif senior yang bersama-sama bekerja menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik. Proses pembangunan BSC menjelaskan tujuan strategis dan mengidentifikasikan beberapa faktor penggerak penting tujuan strategis.
Untuk menentukan ukuran kinerja perusahaan, visi organisasi dijabarkan ke dalam tujuan (goal) dan sasaran (objective). Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh organisasi di masa mendatang yang biasanya dinyatakan dalam suatu pernyataan yang terdiri dari satu atau beberapa kalimat singkat. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi. Tujuan adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan di masa mendatang, yang merupakan penjabaran lebih lanjut visi perusahaan, yang mana menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk merumuskannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran strategik dengan ukuran-ukuran pencapaiannya.
2.    Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
Tujuan dan ukuran strategis BSC dikomunikasikan ke seluruh organisasi, yaitu dengan memberi informasi kepada semua pekerja mengenai berbagai tujuan penting yang harus dicapai agar strategi organisasi tersebut dapat berhasil. Scorecard memberi dasar untuk mengkomunikasikan dan mendorong adanya dialog tentang strategi unit bisnis perusahaan untuk mendapatkan komitmen para eksekutif korporasi dan dewan direksi, mengenai sasaran-sasaran finansial jangka pendek dan juga mengenai perumusan dan pelaksanaan strategi yang menghasilkan terobosan kinerja masa depan.
3.    Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.
Perencanaan dan proses manajemen penetapan sasaran memungkinkan perusahaan untuk mengukur hasil jangka panjang yang ingin dicapai, mengidentifikasi mekanisme dan mengusahakan sumber daya untuk mencapai hasil tersebut, serta menetapkan tonggak-tonggak jangka pendek bagi ukuran finansial dan non financial scorecard.
4.    Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Proses umpan balik merupakan proses menetapkan visi dan strategi, mengkomunikasikan dan mengaitkan visi dan strategi kepada semua anggotaorganisasi, serta menyelaraskan tindakan dan inisiatif perusahaan untukmencapai tujuan strategis jangka panjang. BSC memungkinkan manajer memantau dan menyesuaikan pelaksanaan strategis dan jika perlu membuat perubahan-perubahan mendasar terhadap strategi tersebut. Sedangkan proses pembelajaran strategis mendorong timbulnya proses penetapan visi dan strategi baru di mana tujuan dalam berbagai perspektif ditinjau ulang, diperbarui dan diganti agar sesuai dengan pandangan terkini mengenai hasil strategi dan pendorong kinerja yang dibutuhkan untuk periode mendatang. Dengan proses pembelajaran strategis, dimana BSC sebagai pusat system manajemen perusahaan maka perusahaan tersebut akan dapat melaksanakan monitor terhadap apa yang dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek dari tiga perspektif yang ada dalam BSC, yaitu pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan yang akan dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi dari suatu kinerja.
Gambar 2. Text Box: Memperjelas dan
Menerjemahkan Visi dan
Strategi
o Memperjelas visi
o Menghasilkan konsensus
Strategi Manajemen dalam BSC
 













Sumber: Kaplan dan Norton. 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi.
BSC menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun ke dalam empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Menurut Mulyadi (2001), scorecard memberi kerangka kerja, bahasa, untuk mengkomunikasikan misi dan strategi; scorecard menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan masa datang. Dengan mengartikulasikan hasil yang diinginkan oleh perusahaan dan faktor pendorong hasil-hasil tersebut, para manajer berharap dapat menyalurkan  seluruh energi, kemampuan, dan pengetahuan spesifik terhadap sumber daya manusia perusahaan untuk menuju ke arah tercapainya tujuan jangka panjang.
4.    Manfaat Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (2000) mengemukakan berapa manfaat dari konsep plengukuran kinerja Balanced Scorecard yaitu:
  1. Menklarifikasikan dan menerjemahkan dalam bentuk konsensus mengenai visi dan strategi.
  2. Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis ke seluruh perusahaan.
  3. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan personel dengan strategi perusahaan.
  4. Mengkaitkan berbagai tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan.
  5. Melaksanakan peninjauan ulang strategi secara periodik dan sistematis.
  6. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi.
Untuk memperjelas tentang hubungan keempat perspektif dalam konsep






Balanced scorecad dapat dilihat pada gambar 3.
 









Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:28
Gambar 3. Hubungan keempat perspektif dalam konsep Balanced Scorecard

Strategi adalah seperangkat hipotesis mengenai hubungan sebab akibat. Sistem pengukuran harus membuat hubungan yang ada diantara berbagai tujuan dalam berbagai perspektif eksplisit, sehingga dapat dikelola dan divalidasi. Rantai sebab akibat harus meliputu keempat perspektif Balanced Scorecard. Sebagai contoh, return-on-capital-employed (ROCE) mungkin menjadi sebuah ukuran scorecard dalam perspektif financial. Faktor pendorong ukuran ini dapat berupa pembelian ulang dan penjualan kepada pelanggan yang lebih luas dari yang ada saat ini, sebagai sesuatu yang terjadi karena tingginya loyalitas para pelanggan tersebut. Loyalitas pelanggan oleh karenanya disertakan dalam scorecard (dalam perspektif pelanggan) karena diharapkan dapat menjadi sesuatu yang mempunyai pengaruh kuat terhadap ROCE. Tetapi bagaimana caranya perusahaan memperoleh pelanggan yang loyal, analisa prepensi pelanggan mungkin mengungkapkan bahwa penyerahan barang yang tepat waktu dinilai sangat tinggi oleh pelanggan. Oleh sebab itu, usaha perusahaan untuk meningktkan ketepatan waktu penyerahan barang diharapkan dapat menghasislkan loyalitas pelanggan yang lebih tinggi, yang pada gilirannya, menghasilkan kinerja financial yang lebih tinggi juga. Dengan demikian, loyalitas pelanggan dan penyerahan barang yang tepat waktu dimasukan ke dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard.
Proses ini kemudian berlanjut dengan mempertanyakan proses internal apakah yang harus dikuasai perusahaan agar dapat menghasilkan kinerja istimewa dari pengiriman barang yang tepat waktu. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan mungkin perlu mengupayakan tercapainya waktu siklus yang pendek dalam berbagai proses operasi dan proses internal yang bermutu tinggi, faktor-faktor yang dapat menjadi ukuran scorecard dalam perspektif internal. Dan bagaimana cara meningkatkan mutu dan mengurangi waktu siklus proses internal perusahaan, dengan melatih dan meningkatkan keahlian para pekerja operasional, suatu tujuan yang dapat disertakan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Disinilah dapat dilihat bagaimana rantai hubungan sebab akibat dapt diciptakan sebagai sbuah vektor vertikal melalui empat perspektif BSC (Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:28).
5.       Perspektif-perspektif Dalam Balanced Scorecard
Balanced Scorecard mengukur empat perspektif  yang berbeda tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai sasaran strategi yang sudah direncanakan oleh perusahaan. Keempat perspektif tersebut saling berkaitan yang nantinya akan berusaha meningkatkan kinerja perusahaan. Keempat perspektif tersebut diuraikan berikut ini.
a.      Perspektif Keuangan
Dalam Balanced Scorecard, perspektif keuangan tetap menjadi perhatian, karena ukuran keuangan merupkan sesuatu ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Pengukuran kinerja keuangan menunjukan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang mendasar. Perbaiakan-perbaikan ini mencerminkan dari sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, baik berbentuk gross operating income, return of  investmen, atau bahkan ecomic value added.
Sasaran keuangan bisa sangat berbeda di tiap-tiap tahapan dari sklus kehidupan bisnis. Kaplan dan Norton membagi daur bisnisnya menjadi tiga tahapan sebagai berikut:
a.       Pertumbuhan (growth)
Tahap pertumbuhan merupakan tahap awal dalam siklus kehidupan bisnis. Di dalam tahap ini perusahaan berusaha untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Di dalam tahap ini perusahaan akan menanamkan investasi sebanyak-banyaknya, meningkatkan produk baru, membangun fasilitas produksi, meningkatkan kemampuan beroperasi, merebut pangsa pasar, dan membuat jaringan distribusi. Di dalam tahap ini kemungkinan besar perusahaan akan selalu dalam keadaan rugi, karena tahap ini perusahaan menfokuskan penanaman investasi yang dinikmati dalam jangka panjang nati.
b.      Bertahan (Sustain)
Pada tahap ini perusahaan masih mempunyai daya tarik yang bagus bagi para investor untuk menanamkan modalmnya. Dalam tahap ini perusahaan harus mampu memperthankan pangsa pasar yang sudah dimilliki dan harus memperhatikan kualitas produk dan pelayanan yang lebih baik sehingga secara bertahap akan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Tujuan keuangan pada tahap ini biasanya lebih berorientasi pada profitabilitas. Tujuan yang berkaitan dengan profitabilitas dapat dinyatakan dengan menggunakan ukuran yang berkaitan dengan laba operasional. Untuk mendapatkan profitabilitas yang baik, tentunya para manajer harus bekerja keras untuk memaksimalkan pendapatan yang dihasilkan dari investasi modal, sedangkan untuk unit bisnis yang telah memiliki otonomi diminta tidak hanya mengelola arus pendapatan, tetapi juga investasi modal yang telah ditanamkan  dalam unit bisnis yang bersangkutan.
c.       Menuai (Harvest)
Tahap ini merupakan tahap pendewasaan bagi sebuah perusahaan, kerena pada tahap ini perusahaan tinggal menuai dari investasi yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya. Yang harus dilakukan pada tahap ini adalah perusahaan tidak lagi melakukan investasi, tetapi hanya memelihara supaya perusahaan berjalan dengan baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton bahwa untuk setiap tahap dalam siklus kehidupan bisnis ada tiga macam pokok tema keuangan yang dapat mendorong strategi bisnis. Ketiga pokok tema tersebut adalah bauran dan pertumbuhan pendapatan, penghematan biaya produktivitas dan pemanfaatan aktiva investasi.

b.      Pespektif Pelanggan/Konsumen (Customer Perspective)
Dalam perspektif pelanggan, Balanced Scorecard melihat aspek pelanggan memainkan peranan penting dalam kehidupan peusahaan. Sebuah perusahaan yang tumbuh dan peranan penting dalam kehidupan perusahaan. Sebuah perusahaan yang tumbuh dan tegar dalam persaingan tidak akan mungkin survive apabila tidak didukung oleh pelanggan. Loyalitas tolok ukur pelanggan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap segmen pasar yang akan menjadi target atau sasaran. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan para pelanggan menjadi hal yang penting dalam perspektif ini.
Ada dua kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan (customer perspective)
a.      Core measurement group
Kelompok ini terdiri dari:
1)      Pangsa pasar (market share), mengukur seberapa besar pasar yang telah dicapai untuk dilayani perusahaan, dan berapa peluang pasar yang masih dapat dicapai.
2)      Pemerolehan pelanggan (customer acquisition), mengukutr kemampuan meningkatkan pelanggan pertahunnya.
3)      Kesetiaan pelanggan (Customer retention), mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan  atau memelihara customer yang telah ada, dilihat dari pelanggan tutup pertahunnya.
4)      Tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction), mengukur kemampuan perusahaan dalam memuaskan kebutuhan pelanggan.
5)      Profitabilitas pelanggan (customer profitability), mengukur kemampuan layanan kepada layanan kepada customer atau segmen pasar tertentu dalam menghasilkan laba.
b.      Customer Value Propostion
Customer Value Propostion merupakan sebuah konsep yang penting dalam memahami faktor pendorong pengukuran utama kepuasan customer, retensi customer, akuisisi customer, pangsa pasar, dan profitabilitas customer. Menurut Kaplan dan Norton ada beberapa atribut tentang  Customer Value Propostion diantaranya adalah:
1)      Atribut produk/jasa, meliputi fungsi produk dan jasa, harga, dan mutu.
2)      Atribut yang berhubungan dengan customer, yang meliputi dimensi waktu tanggap dan penyerahan serta bagaimana perasaan customer setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
3)      Atribut citra dan reputasi, yang meliputi faktor-faktor yang tidak berwujud yang membuat customer tertarik pada perusahaan.
Untuk lebih jelasnya tentang perspektif pelanggan/konsumen dalam konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada gambar 3.








Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:60
Gambar 3. Perspektif pelanggan/konsumen dalam konsep Balanced Scorecard
c.       Perspektif  Proses Bisnis Internal  (Internal Business Process Perspektive).
Perspektif  proses bisnis internal lebih menekankan pada penciptaan produk baru yang lebih berkualitas sampai produk tersebut siap diedarkan kepada customer. Tentunya proses bisnis internal tidak lepas dari perspektif keuangan dan perspektif pelanggan. Untuk mengoperasikan proses bisnis internal ini perusahaan harus terlebih dahulu melihat keuangan perusahaan dan kemauan pelanggan. Jadi seakan-akan ketiga perspektif ini membentuk rantai yang saling berhubungan. Di dalam perspektif proses bisnis internal ini ada tiga tahap yang harus dilakukan, yang mana ketiga tahap tersebut adalah:
a.      Tahap inovasi atau penciptaan produk baru
Pada tahap ini perusahaan berusaha keras untuk mengadakan penelitian dan pengembangan produk baru sehingga tercipta paroduk yang benar-benar sesuai dengan keinginan customer. Untuk mengukur kinerja pada tahap ini dipusatkan pada tiga indikator yaitu hasil secara teknis, keuntungan penjualan, dan penilaian keberhasilan masing-masing individu proyek.
b.      Tahap operasi
Tahap ini mencerminkan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari penerimaan order dari customer, pembuatan produk/jasa sampai dengan pengiriman produk/jasa tersebut kepada pelanggan. Pada tahap ini pengukuran kinerjanya dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu kualitas, biaya, dan waktu.
c.       Tahap purna jual
Pada tahap ini perusahaan berusaha unutk memberikan manfaat tambahan terhadap para pelanggan yang telah menggunakan produk/jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan agar para customer mempunyai loyalitas terhadap perusahaan. Tolak ukur yang biasa digunakan oleh perusahaan pada tahap ini adalah tingkat efisiensi setiap pelayanan purna jual, jangka waktu penyelesian perselisihan, dan kadar limbah berbau yang dihasilkan perusahaan.
Untuk lebih jelasnya tentang perspektif proses bisnis internal dalam


konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada gambar 4.
 






Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:84
Gambar 4 Perspektif proses internal bisnis dalam konsep Balanced Scorecard.

d.      Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growtth Perspective).
Dalam perspektif ini perusahaan berusaha mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan suatu perusahaan. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastrktur yang memungkinkan tujuan yang berkaitan dengan ketiga perspektif lainnya dapat terwujud, sehingga pada akhirnya akan dapat tercapai tujuan perusahaan. Tujuan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam perspektif keuangan, pelanggan (customer), dan proses bisnis internal. Dalam perspektif ini ada tiga faktor penting yang  harus diperhatikan yaitu kemampuan karyawan, kemampuan sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaa dan keselarasan. Dewasa ini peran karyawan terhadap perusahaan mengalami pergeseran, karena karyawan tidak lagi diperkerjakan secara fisik tetapi sudah diganti dengan sistem yang lebih canggih. Untuk itu perusahaan harus memberikan pelatihan kembali kepada karyawan sehingga akan menciptakan kreatifitasnya yang dapat digunakan untuk mencapi tujuan perusahaan. Dalam menentukan tujuan dan ukuran yang berkaitan dengan kemampuan karyawan ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen, yaitu:
a.       Kepuasan karyawan
Kepuasan karyawan dipandang sangat penting karena karyawan yang puas merupakan prakondisi meningkatnya produktivitas, tanggung jawab, kualitas, dan customer service. Oleh karena itu pihak manajer harus mengamati sedini mungkin terhadap kepuasan karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan, pihak manajer dapat melakukan survey yang dilaksanakan secara rutin.
b.      Retensi karyawan
Retensi karyawan merupakan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal terhadap perusahaan. Tujuan dari retensi karyawan adalah untuk mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas yang dimiliki perusahaan selama mungkin, karena karyawan yang berkualitas merupakan harta tidak tampak (intangible asset) yang tak ternilai bagi perusahaan. Jadi jika ada karyawan yang berkualitas keluar dari perusahaan atas kehendak sendiri, maka hal tersebut merupakan kerugian modal intelektual bagi perusahaan.
c.       Produktivitas karyawan
Produktivitas karyawan adalah suatu ukuran hasil dampak keseluruhan usaha peningkatan modal dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan customer. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh karyawan dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk/jasa tersebut. Ukuran yang sering digunakan untuk mengukur produktivitas pekerja adalah pendapatan setiap pekerja.
Untuk lebih jelasnya tentang perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective) dalam konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada gambar 5.
 







Sumber. Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:112
Gambar 5. Perspektif  pembelajaran dan pertumbuhan dalam konsep Balanced Scorecar
6.      Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan konsep Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) komprehensif, (2) koheren, (3) berimbang,(4) terukur. (Mulyadi,2009).
  1. Komprehansif
Balanced Scorecard  memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, yaitu dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain sepertiseperti pelanggan, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan, perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini:
a.       Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan kesinambungan.
b.      Memampukan organisasi untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
  1. Koheren
Balanced Scorecard  mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  1. Berimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan.
  1. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaanstrategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistm tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur.
Tabel 1. Keunggulan BSC dibanding konsep manajemen tradisional
Sistem manajemen strtegik dalam manajemen trdisional
Sistem manajemen strtegik dalam manajemen kontemporer
Hanya berfokus pada perspektif keuangan
Mencakup perspektif yang komprehensif: keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan
Sistem perncanaan yang mengandalkan pada anggaran tahunan  sistem perencanaan menluruh yang tidak koheren
Koheren : membangun  hubungan sebab akibat  diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strtegis
Perencanaan jangka panjang yang tidak bersistem
Terukur: semua  sasaran strategis ditentukan ukurannya baik sasaran strategis  perspektif keuangan maupun perspektif non keuangan
Tidak koheren
Seimbang: keseimbnagan sasaran strategis  yang dihasilkan oleh  sistem perencanaan  strtegis penting untuk menghaslkankinerja keuangan jangka panjang

7.    Penelitian Terdahulu
Pariaman Sinaga (2004) menguji Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja Koperasi dan UKM. Berdasarkan analisis yang dilakukan penelitian tersebut menyimpulkan bahwa keunggulan pengukuran kinerja organisasi berbasis balanced scorecard dalam sistem perencanaan stratejik mempunyai karakteristik (1) komprehensif, (2) koheren, (3) seimbang dan (4) terukur. Tiap tiap unsur dalam dinamika organisasi saling berkaitan dan kejelian melihat itu merupakan kemampuan mengubah potensi menjadi produk yang riil.
Indra Gunawan (2008) menguji Implementasi balanced scorecard with six sigma untuk mengukur kinerja berdasarkan prinsip good governance di kantor pelayanan pajak modern: studi kasus KPP PMA satu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen Kinerja yang terintegrasi yang dikenal dengan nama Balanced Scorecard with Six Sigma. Hasil evalusi rnenunjukkan perlunya segmentasi Wajib Pajak melalui Compliance Mapping Models. Kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dinilai masih rendah karena pengembangan Sistem Informasi Manajemen terkendala oleh factor kemampuan WP, kemampuan AR, ketersediaan komputer WP, dan penolakan WP. Sedangkan untuk kinerja pengembangan 5DM dinilai rendah karena latar belakang pendidikan dan masa kerja. Melalui penerapan Balanced Scorecard with Six Sigma diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja Kantor Pelayanan Pajak Modern.
Yudi Hardiyanto, Achmad Holil Noor Ali dan Her Arsa Pambudi (2008) menguji Perancangan Dan Pembuatan Sistem Informasi Pengukuran Kinerja Pemasaran Dengan Metode Balanced Scorecard Studi Kasus PT. Semen Gresik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemungkinan Pengembangan aplikasi dimulai dengan identifikasi kebutuhan sistem yang menghasilkan desain sistem, yang didefinisikan dengan UML dan ERD. Hasil akhir dari analisisi ini menghasilkan aplikasi untuk menganalisis data perusahaan sehingga dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Fungsi analisis pengukuran kinerja tersebut dimulai dengan penetapan target kinerja dan fungsi masukan datadata pemasaran.
Penelitian lain dilakukan oleh Yasrin Zabidi (Usahawan, 2003) pada PT. X yang merupakan perusahaan BUMN yang bergerak dalam industri manufaktur kemasan gelas. Sistem pengukuran kinerja (SPK) selama ini menggunakan SPK yang tertuang dalam Kep-215/M-BUMN/1999 yang lebih banyak digunakan sebagai pelaporan eksternal perusahaan, sedangkan SPK BSC digunakan untuk internal perusahaan, yaitu memanajemen perubahan, perencanaan, control evaluasi, memotivasi karyawan, alokasi sumber daya, perbaikan (improvement).oleh karena itu system pengukuran kinerja Kep-215/MBUMN/1999 dan SPK BSC akan saling melengkapi sehingga menjadi satu kesatuan system pengukuran yang utuh menyeluruh.


III.                KESIMPULAN DAN SARAN
?
?
?
?
?
?
?
?
Daftar Pustaka

Kaplan, R. dan D. Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action, edisi satu. United States Of America : Harvard Business School Press. 
Iman Widodo 2011. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Perusahaan Mebel PT. Jansen Indonesia)
Dr. Johannes, S.E., M.Si[1].  2009. Balanced Scorecard Konsep Dan Implementasi: Sebagai  Strategi  Perusahaan .
Indra Gunawan  2008. Implementasi balanced scorecard with six sigma untuk mengukur kinerja berdasarkan prinsip good governance di kantor pelayanan pajak modern
Yudi Hardiyanto, Achmad Holil Noor, Ali dan Her Arsa, Pambudi  2008. Perancangan Dan Pembuatan Sistem Informasi Pengukuran Kinerja Pemasaran Dengan Metode Balanced Scorecard Studi Kasus PT. Semen Gresik.
Mulyadi. 2005. “Alternatif Pemacuan Kinerja Personel dengan Pengelolaan Kinerja Terpadu Berbasis Balanced Scorecard.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.20, No.3. 
Pariaman Sinaga 2004. Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja Koperasi dan UKM.
Yasrin Zabidi (2003). Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard




Tidak ada komentar:

Posting Komentar