PENGUKURAN
KINERJA PERUSAHAAN DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD
BAB
I
PENDAHULUAN
I. Latar
Belakang
Dewasa
ini, pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang sangat penting bagi
manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa perusahaan dan perencanaan
tujuan di masa mendatang. Berbagai informasi dihimpun agar pekerjaan yang
dilakukan dapat dikendalikan dan dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan untuk
mencapai efisiensi dan efektivitas pada seluruh proses bisnis perusahaan.
Gambaran mengenai kinerja perusahaan bisa didapatkan dari dua sumber, yakni
informasi finansial dan informasi nonfinansial. Informasi finansial didapatkan
dari penyusunan anggaran untuk mengendalikan biaya. Sedangkan informasi
nonfinansial merupakan faktor kunci untuk menetapkan strategi yang dipilih guna
melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan.
Kedua
informasi di atas dapat dianalisis menggunakan beberapa model pengukuran
kinerja perusahaan, salah satunya dengan menggunakan metode balanced scorecard.
Balanced scorecard hadir untuk menggantikan konsep scorecard model lama yang
hanya mengejar profitabilitas jangka pendek saja. Balanced scorecard merupakan
kerangka kerja komprehensif untuk menerjemahkan visi dan misi serta strategi
perusahaan dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu, tersusun dalam empat
perspektif, yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan (Hardiyanto dkk: 2005).
Diharapkan
menggunakan metode balanced scorecard dalam mengukur kinerjanya. Melalui
pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa efektif penerapan strategi yang
telah dilakukan organisasi tersebut dapat menilai keberhasilan manajemen
organisasi dalam melakukan aktivitas, serta dapat digunakan sebagai dasar untuk
menyusun sistem/ reward system dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan (Mulyadi dan Setyawan, 2002).
Peningkatan
kinerja suatu perusahaan harus berdampak pada peningkatan kinerja keuangan,
maka sudah selayaknya pandangan terhadap kinerja perusahaan dalam jangka
panjang bukan saja dipandang dari sisi keuangan saja tetapi juga non keuangan
seperti proses bisnis internal, kapabilitas dan komitmenpersonelnya (Srimindarti,
2004), karena hal tersebut berhubungan langsungdengan hasil akhir yang
berkelanjutan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengukuran kinerja yang
hanya berdasarkan kinerja keuangan saja memiliki kelemahan, yaitu tidak mampu
untuk mempresentasikan kinerja aktiva tak berwujud (intangible asset) dalam
laporan keuangan secara memadai, padahal struktur harta/ aset perusahaan di era
informasi ini justru didominasi oleh aktiva tak berwujud yang merupakan
harta-harta intelektual seperti sistem, teknologi, skill, enter-preneurship
karyawan, loyalitas konsumen, kultur organisasi, dan kepuasan pelanggan
(Sudibyo, 1997).
Menurut
Kaplan dan Norton (1996) kinerja keuangan saja tidak mampu sepenuhnya menuntun
perusahaan ke arah yang lebih baik, karena aktiva tak berwujud memungkinkan
perusahaan untuk: (1) Mengembangkan hubungan dengan pelanggan untuk
mempertahankan loyalitas dan memungkinkan berbagai segmen pelanggan dan wilayah
pasar baru untuk dilayani secara efektif dan efisien. (2) Memperkenalkan produk
dan jasa inovatif yang diinginkan oleh segmen yang dituju. (3) Memproduksi
produk dan jasa bermutu tinggi sesuai dengan keinginan pelanggan dengan harga yang
rendah dan dengan tenggang waktu yang pendek. (4) Memobilisasi kemampuan dan
motivasi pekerja bagi peningkatan kemampuan proses, mutu, dan waktu tanggap
yang berkesinambungan. (5) Mengembangkan teknologi informasi, database, dan sistem.
Untuk itu diperlukan metode pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur
kinerja keuangan, namun juga aspek-aspek lain yang dinilai penting untuk
mempertahankan eksistensi perusahaan.
Kaplan
dan Norton (1996) menyatakan bahwa konsep balanced scorecard (BSC) dikembangkan
untuk melengkapi pengukuran kinerja keuangan (atau dikenal dengan pengukuran
tradisional) dan sebagai alat ukur yang cukup penting bagi organisasi
perusahaan untuk merefleksikan pemikiran baru dalam era competitiveness dan
efektivitas organisasi. Konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran
kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu yang merupakan
penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan jangka panjang.
Kriteria tersebut digolongkan menjadi empat perspektif yaitu: (1) perspektif
keuangan, (2) perspektif konsumen, (3) perspektif proses bisnis internal, dan
(4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Melalui
pengukuran keempat perspektif ini, manajemen perusahaan akan lebih mudah untuk
mengukur kinerja dari unit bisnis saat ini dengan tetap mempertimbangkan
kepentingan masa depan, mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam
pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja di
masa datang, serta memungkinkan untuk menilai intangible asset seperti kepuasan
pelanggan, loyalitas pelanggan, dan lain-lain.
Ukuran-ukuran
pada masing-masing perspektif harus diseimbangkan antara ukuran output dan
ukuran kepastian (penggerak kinerja), antara ukuran-ukuran objektif dan
subjektif, antara ukuran internal dan eksternal, dan ukuran keuangan dan non
keuangan (Hansen dan Mowen, 2004). Lebih terfokusnya target dari keempat
perspektif tersebut yang selaras dengan perkembangan baru dalam bidang
organisasi seperti learning organization, diharapkan para karyawan dari tingkat
atas sampai tingkat bawah mengetahui apa visi dan strategi perusahaannya, karena
BSC bukan sebagai pengendali perilaku karyawan tetapi lebih sebagai sarana
komunikasi, informasi, dan proses belajar dalam suatu perusahaan, serta
mengarahkan upaya pencapaian tujuan perusahaan kepada karyawan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghadapi pergeseran kekuasaan dalam pasar akibat
globalisasi ekonomi, dimana sekarang konsumenlah yang memegang kendali bisnis.
Konsumen menjadi sangat pemilih, serta menentukan barang dan jasa apa yang akan
didesain oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan mereka.
II.
Perumusan
Masalah
Konsep pengukuran kinerja yang hanya
menitikberatkan pada aspek keuangan saja mulai ditinggalkan karena hanya
mengejar tujuan profitabilitas untuk jangka pendek semata. Kemudian muncul
sistem pengukuran kinerja dengan pendekatan BSC sebagai paradigma baru dalam
perkembangan Akuntansi Manajemen saat ini, yang diharapkan dapat menjadi
pilihan terbaik bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin
kompleks dan turbulen. Disamping dapat mendukung kebutuhan informasi bagi
manajemen mengenai tingkat keberhasilan dan kegagalan operasi yang dilakukan
perusahaan selama ini, sekaligus dapat menghindarkan manajemen perusahaan agar
tidak terperangkap dalam penggunaan pengukuran kinerja tradisional yang
berorientasi pada ukuran-ukuran keuangan atau jangka pendek.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
1. Pengertian
Balanced Scorecard
Perkembangan
teknologi informasi yang sangat cepat telah merubah pola persaingan perusahaan
dari industrial competition menjadi information competition, dimana telah
mengubah acuan yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Alat ukur
kinerja tradisional yang memfokuskan pada pengukuran keuangan tentunya harus
bergeser menyesuaikan dengan tuntutan agar memberikan arah yang lebih baik bagi
perusahaan (Kaplan dan Norton, 1996). Hanya dengan menggunakan ukuran keuangan
saja, belum dapat menggambarkan kinerja suatu perusahaan secara keseluruhan.
BSC
merupakan suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur kinerja
perusahaan secara keseluruhan baik keuangan maupun non keuangan dengan
mempertimbangkan empat aspek yang berkaitan dengan perusahaan, antara lain:
aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan
pertumbuhan.
Konsep
BSC berkembang sejalan dengan implementasi konsep tersebut. BSC terdiri dari
dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor
adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu
skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh
personel masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel
di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil
perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja sesungguhnya.
Menurut Kaplan dan Norton (1996: 9), kata “balanced” disini menekankan
keseimbangan antara beberapa faktor, yaitu:
1.
Keseimbangan
antara pengukuran eksternal bagi stakeholders dan konsumen dengan pengukuran
internal bagi proses internal bisnis, inovasi, dan proses belajar dan tumbuh.
2.
Keseimbangan
antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong
kinerja masa mendatang.
3.
Keseimbangan
antara unsur objektivitas, yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang
diperoleh secara mudah dengan unsur subjektivitas, yaitu pengukuran pemicu
kinerja yang membutuhkan pertimbangan.
BSC
sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai alat
pengendalian, analisis, dan merevisi strategi organisasi (Campbell et al (2002)
dalam Imelda R. H. N, JAK, 2004: 107). BSC dikembangkan oleh professor-profesor
dari Harvard University Fakultas Bisnis yaitu David P. Norton dan Bob Kaplan
tahun 1992 dengan menerbitkan tulisannya di majalah Harvard Business Review
edisi Januari- Februari yang berjudul “measures that drive performance” tentang
konsep BSC.
BSC
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan strategi perusahaan dalam serangkaian
tujuan dan dari penjabaran tersebut dijadikan ukuran bagi pengukuran prestasi
perusahaan. Visi, misi, dan strategi tersebut dijabarkan dalam empat
perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan
pembelajaran dan pertumbuhan. BSC menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non
keuangan harus merupakan bagian dari sistem informasi bagi seluruh karyawan
dari semua tingkatan dalam perusahaan. Sehingga BSC merupakan suatu framework,
suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi kepada seluruh pegawai
tentang apa yang menjadi kunci penentu sukses saat ini dan masa mendatang.
Sebagai sarana komunikasi misi dan strategi, BSC memuat suatu pesan kepada
semua karyawan tentang pentingnya mengejar secara seimbang terhadap empat
perspektif sekaligus.
Tujuan
dan pengukuran keuangan dalam BSC bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran
keuangan dan non keuangan yang ada melainkan merupakan hasil dari proses
top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi
harus diterjemahkan oleh BSC menjadi suatu tujuan dan ukuran yang nyata.

![]() |
Sumber: Mulyadi
dan Johny Setyawan.2002.Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen.
2. Membangun
Balanced Scorecard
Menurut
Rohm (2003) dalam Imelda R. H. N (JAK, 2004), sebelum BSC diimplementasikan,
suatu organisasi terlebih dahulu membangun atau menyusun BSC. Terdapat enam
tahapan dalam membangun BSC yaitu sebagai berikut:
1.
Menilai
Fondasi Organisasi
Langkah pertama organisasi menilai
fondasi organisasi adalah dengan membentuk tim yang akan merumuskan dan
membangun BSC. Tim ini bertugas untuk merumuskan visi dan misi organisasi,
termasuk didalamnya mengidentifikasi kebutuhan dan faktor-faktor yang mendukung
organisasi untuk mencapai visinya, serta mengembangkan rencana-rencana yang
akan dilakukan, waktu yang dibutuhkan dan anggaran untuk menjalankannya.
Penilaian fondasi organisasi dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT, serta
melakukan benchmarking terhadap organisasi lain. Dari penilaian fondasi ini,
organisasi akan mengetahui apa yang menjadi visi dan misi organisasi, kekuatan
dan kelemahan, dan tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.
Membangun
Strategi Bisnis
Strategi ini didapat dari misi dan
hasil penilaian fondasi. Strategi
menyatakan tindakan apa yang harus dilakukan oleh organisasi
untukmencapai misi organisasi yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan
organisasi. Dalam membentuk strategi bisnis ini, organisasi harus
mempertimbangkan pendekatan apa saja yang dapat digunakan untuk menjalankan
strategi tersebut, termasuk didalamnya apakah strategi tersebut dapat
dijalankan, berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan dan apakah strategi
tersebut mendukung organisasi untuk mencapai misinya.
3.
Membuat
Tujuan Organisasi
Tujuan organisasi menunjukkan
bagaimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan strategi.
Tujuan organisasi merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan
organisasi untuk mencapai strategi serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
hasil yang diinginkan.
Untuk masing-masing perspektif dalam
BSC dirumuskan tujuan yang akan dilakukan untuk mencapai misi organisasi.
4.
Membuat
Strategic Map bagi Strategi Bisnis Organisasi
Kebanyakan organisasi mempunyai
unit-unit yang mempunyai strategi dan tujuan sendiri-sendiri. Untuk dapat
dijalankan secara efektif, maka strategi-strategi dan tujuan tersebut harus
dihubungkan dan digabungkan secara bersama-sama. Untuk menggabungkan dan
menghubungkan strategistrategi dan tujuan tersebut dibutuhkan yang namanya
strategic map.
Strategic map dapat dibangun dengan
menghubungkan strategi dan tujuan dari unit-unit dengan menggunakan hubungan
sebab akibat karena organisasi dapat menghubungkan strategi dan tujuan ke dalam
empat perspektif dalam BSC. Hubungan diantara strategi-strategi tersebut
digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor yang mendukung kesuksesan organisasi
dan sebaliknya.
5.
Mengukur
Performance
Mengukur performance berarti memantau
dan mengukur kemajuan yang sudah dicapai atas tujuan-tujuan strategis yang
telah diciptakan. Pengukuran kinerja ini bertujuan untuk meningkatkan kemajuan
organisasi kearah yang lebih baik. Untuk dapat mengukur kinerja, maka harus
ditetapkan ukuranukuran yang sesuai untuk setiap tujuan-tujuan strategis.
6.
Menyusun
Inisiatif
Inisiatif merupakan program-program
yang harus dilakukan untuk memenuhi salah satu atau berbagai tujuan strategis.
Sebelum menetapkan inisiatif, yang harus dilakukan adalah menentukan target.
Target merupakan suatu tingkat kinerja yang diinginkan. Untuk setiap ukuran
harus ditetapkan target yang ingin dicapai, biasanya ditetapkan untuk jangka
waktu tiga sampai lima tahun. Setelah menentukan target maka selanjutnya
menetapkan program-program yang akan dilakukan untuk mencapai target. Kemudian
program tersebut diuji, artinya apakah program tersebut dapat memberikan dampak
positif bagi perusahaan atau sebaliknya.
3. Balanced
Scorecard sebagai Sistem Manajemen Strategis
Kaplan
dan Norton (1996: 9) menyebutkan bahwa BSC merupakan suatu sistem pengukuran
taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan BSC sebagai
sebuah sistem manajemen strategis, yaitu untuk mengelola strategi jangka
panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran BSC untuk menghasilkan
berbagai proses manajemen penting, yaitu sebagai berikut:
1.
Memperjelas
dan menerjemahkan visi dan strategi.
Proses BSC dimulai dengan tim
manajemen eksekutif senior yang bersama-sama bekerja menerjemahkan strategi
unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik. Proses
pembangunan BSC menjelaskan tujuan strategis dan mengidentifikasikan beberapa
faktor penggerak penting tujuan strategis.
Untuk menentukan ukuran kinerja
perusahaan, visi organisasi dijabarkan ke dalam tujuan (goal) dan sasaran
(objective). Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh organisasi
di masa mendatang yang biasanya dinyatakan dalam suatu pernyataan yang terdiri
dari satu atau beberapa kalimat singkat. Untuk mewujudkan kondisi yang
digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi. Tujuan
adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan di masa mendatang, yang
merupakan penjabaran lebih lanjut visi perusahaan, yang mana menjadi salah satu
landasan bagi perumusan strategi untuk merumuskannya. Dalam proses perencanaan
strategik, tujuan ini dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran strategik dengan
ukuran-ukuran pencapaiannya.
2.
Mengkomunikasikan
dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
Tujuan dan ukuran strategis BSC
dikomunikasikan ke seluruh organisasi, yaitu dengan memberi informasi kepada
semua pekerja mengenai berbagai tujuan penting yang harus dicapai agar strategi
organisasi tersebut dapat berhasil. Scorecard memberi dasar untuk
mengkomunikasikan dan mendorong adanya dialog tentang strategi unit bisnis
perusahaan untuk mendapatkan komitmen para eksekutif korporasi dan dewan
direksi, mengenai sasaran-sasaran finansial jangka pendek dan juga mengenai
perumusan dan pelaksanaan strategi yang menghasilkan terobosan kinerja masa
depan.
3.
Merencanakan,
menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.
Perencanaan dan proses manajemen
penetapan sasaran memungkinkan perusahaan untuk mengukur hasil jangka panjang
yang ingin dicapai, mengidentifikasi mekanisme dan mengusahakan sumber daya
untuk mencapai hasil tersebut, serta menetapkan tonggak-tonggak jangka pendek
bagi ukuran finansial dan non financial scorecard.
4.
Meningkatkan
umpan balik dan pembelajaran strategis.
Proses umpan balik merupakan proses
menetapkan visi dan strategi, mengkomunikasikan dan mengaitkan visi dan
strategi kepada semua anggotaorganisasi, serta menyelaraskan tindakan dan
inisiatif perusahaan untukmencapai tujuan strategis jangka panjang. BSC
memungkinkan manajer memantau dan menyesuaikan pelaksanaan strategis dan jika
perlu membuat perubahan-perubahan mendasar terhadap strategi tersebut.
Sedangkan proses pembelajaran strategis mendorong timbulnya proses penetapan
visi dan strategi baru di mana tujuan dalam berbagai perspektif ditinjau ulang,
diperbarui dan diganti agar sesuai dengan pandangan terkini mengenai hasil
strategi dan pendorong kinerja yang dibutuhkan untuk periode mendatang. Dengan
proses pembelajaran strategis, dimana BSC sebagai pusat system manajemen
perusahaan maka perusahaan tersebut akan dapat melaksanakan monitor terhadap
apa yang dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek dari tiga perspektif yang
ada dalam BSC, yaitu pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan
pertumbuhan yang akan dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi
dari suatu kinerja.
Gambar 2.
Strategi Manajemen dalam BSC

![]() |
Sumber: Kaplan dan Norton. 2000.
Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi.
BSC
menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang
tersusun ke dalam empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Menurut Mulyadi (2001), scorecard
memberi kerangka kerja, bahasa, untuk mengkomunikasikan misi dan strategi;
scorecard menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja
tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan masa datang. Dengan
mengartikulasikan hasil yang diinginkan oleh perusahaan dan faktor pendorong
hasil-hasil tersebut, para manajer berharap dapat menyalurkan seluruh energi, kemampuan, dan pengetahuan
spesifik terhadap sumber daya manusia perusahaan untuk menuju ke arah
tercapainya tujuan jangka panjang.
4.
Manfaat Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (2000)
mengemukakan berapa manfaat dari konsep plengukuran kinerja Balanced
Scorecard yaitu:
- Menklarifikasikan
dan menerjemahkan dalam bentuk konsensus mengenai visi dan strategi.
- Mengkomunikasikan
dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis ke seluruh
perusahaan.
- Menyelaraskan
berbagai tujuan departemen dan personel dengan strategi perusahaan.
- Mengkaitkan berbagai
tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan.
- Melaksanakan
peninjauan ulang strategi secara periodik dan sistematis.
- Mendapatkan umpan
balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi.
Untuk memperjelas tentang
hubungan keempat perspektif dalam konsep
Balanced scorecad dapat dilihat pada gambar 3.
![]() |
Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:28
Gambar 3. Hubungan keempat perspektif dalam konsep Balanced
Scorecard
Strategi adalah seperangkat hipotesis mengenai hubungan
sebab akibat. Sistem pengukuran harus membuat hubungan yang ada diantara
berbagai tujuan dalam berbagai perspektif eksplisit, sehingga dapat dikelola
dan divalidasi. Rantai
sebab akibat harus meliputu keempat perspektif Balanced Scorecard. Sebagai
contoh, return-on-capital-employed (ROCE) mungkin menjadi sebuah ukuran
scorecard dalam perspektif financial. Faktor pendorong ukuran ini dapat berupa
pembelian ulang dan penjualan kepada pelanggan yang lebih luas dari yang ada
saat ini, sebagai sesuatu yang terjadi karena tingginya loyalitas para
pelanggan tersebut. Loyalitas pelanggan oleh karenanya disertakan dalam scorecard
(dalam perspektif pelanggan) karena diharapkan dapat menjadi sesuatu yang
mempunyai pengaruh kuat terhadap ROCE. Tetapi bagaimana caranya perusahaan
memperoleh pelanggan yang loyal, analisa prepensi pelanggan mungkin
mengungkapkan bahwa penyerahan barang yang tepat waktu dinilai sangat tinggi
oleh pelanggan. Oleh sebab itu, usaha perusahaan untuk meningktkan ketepatan
waktu penyerahan barang diharapkan dapat menghasislkan loyalitas pelanggan yang
lebih tinggi, yang pada gilirannya, menghasilkan kinerja financial yang lebih
tinggi juga. Dengan demikian, loyalitas pelanggan dan penyerahan barang
yang tepat waktu dimasukan ke dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard.
Proses ini kemudian berlanjut dengan mempertanyakan
proses internal apakah yang harus dikuasai perusahaan agar dapat menghasilkan
kinerja istimewa dari pengiriman barang yang tepat waktu. Untuk mencapai tujuan
ini, perusahaan mungkin perlu mengupayakan tercapainya waktu siklus yang pendek
dalam berbagai proses operasi dan proses internal yang bermutu tinggi,
faktor-faktor yang dapat menjadi ukuran scorecard dalam perspektif internal.
Dan bagaimana cara meningkatkan mutu dan mengurangi waktu siklus proses
internal perusahaan, dengan melatih dan meningkatkan keahlian para pekerja
operasional, suatu tujuan yang dapat disertakan pada perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan. Disinilah dapat dilihat bagaimana rantai hubungan sebab akibat
dapt diciptakan sebagai sbuah vektor vertikal melalui empat perspektif BSC
(Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:28).
5. Perspektif-perspektif Dalam Balanced
Scorecard
Balanced Scorecard mengukur empat
perspektif yang berbeda tetapi mempunyai
tujuan yang sama yaitu mencapai sasaran strategi yang sudah direncanakan oleh
perusahaan. Keempat perspektif tersebut saling berkaitan yang nantinya akan
berusaha meningkatkan kinerja perusahaan. Keempat perspektif tersebut diuraikan
berikut ini.
a.
Perspektif Keuangan
Dalam Balanced Scorecard, perspektif keuangan
tetap menjadi perhatian, karena ukuran keuangan merupkan sesuatu ikhtisar dari
konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh keputusan dan tindakan
ekonomi yang diambil. Pengukuran kinerja keuangan menunjukan apakah
perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan
yang mendasar. Perbaiakan-perbaikan ini mencerminkan dari sasaran-sasaran yang
secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, baik berbentuk gross
operating income, return of investmen,
atau bahkan ecomic value added.
Sasaran keuangan bisa sangat berbeda di tiap-tiap tahapan
dari sklus kehidupan bisnis. Kaplan dan Norton membagi daur bisnisnya menjadi
tiga tahapan sebagai berikut:
a. Pertumbuhan (growth)
Tahap pertumbuhan
merupakan tahap awal dalam siklus kehidupan bisnis. Di dalam tahap ini
perusahaan berusaha untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk
meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Di dalam tahap ini perusahaan akan
menanamkan investasi sebanyak-banyaknya, meningkatkan produk baru, membangun
fasilitas produksi, meningkatkan kemampuan beroperasi, merebut pangsa pasar,
dan membuat jaringan distribusi. Di dalam tahap ini kemungkinan besar
perusahaan akan selalu dalam keadaan rugi, karena tahap ini perusahaan
menfokuskan penanaman investasi yang dinikmati dalam jangka panjang nati.
b.
Bertahan (Sustain)
Pada tahap ini perusahaan
masih mempunyai daya tarik yang bagus bagi para investor untuk menanamkan
modalmnya. Dalam tahap ini perusahaan harus mampu memperthankan pangsa pasar
yang sudah dimilliki dan harus memperhatikan kualitas produk dan pelayanan yang
lebih baik sehingga secara bertahap akan mengalami pertumbuhan dari tahun ke
tahun. Tujuan keuangan pada tahap ini biasanya lebih berorientasi pada
profitabilitas. Tujuan yang berkaitan dengan profitabilitas dapat dinyatakan
dengan menggunakan ukuran yang berkaitan dengan laba operasional. Untuk
mendapatkan profitabilitas yang baik, tentunya para manajer harus bekerja keras
untuk memaksimalkan pendapatan yang dihasilkan dari investasi modal, sedangkan
untuk unit bisnis yang telah memiliki otonomi diminta tidak hanya mengelola
arus pendapatan, tetapi juga investasi modal yang telah ditanamkan dalam unit bisnis yang bersangkutan.
c.
Menuai (Harvest)
Tahap ini merupakan tahap
pendewasaan bagi sebuah perusahaan, kerena pada tahap ini perusahaan tinggal
menuai dari investasi yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya. Yang harus
dilakukan pada tahap ini adalah perusahaan tidak lagi melakukan investasi,
tetapi hanya memelihara supaya perusahaan berjalan dengan baik. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton bahwa untuk setiap tahap dalam
siklus kehidupan bisnis ada tiga macam pokok tema keuangan yang dapat mendorong
strategi bisnis. Ketiga pokok tema tersebut adalah bauran dan pertumbuhan
pendapatan, penghematan biaya produktivitas dan pemanfaatan aktiva investasi.
b.
Pespektif
Pelanggan/Konsumen (Customer Perspective)
Dalam perspektif pelanggan, Balanced Scorecard
melihat aspek pelanggan memainkan peranan penting dalam kehidupan peusahaan.
Sebuah perusahaan yang tumbuh dan peranan penting dalam kehidupan perusahaan.
Sebuah perusahaan yang tumbuh dan tegar dalam persaingan tidak akan mungkin survive
apabila tidak didukung oleh pelanggan. Loyalitas tolok ukur pelanggan dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap segmen pasar yang akan
menjadi target atau sasaran. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan para
pelanggan menjadi hal yang penting dalam perspektif ini.
Ada dua kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan (customer
perspective)
a.
Core measurement
group
Kelompok ini terdiri
dari:
1)
Pangsa pasar (market share), mengukur
seberapa besar pasar yang telah dicapai untuk dilayani perusahaan, dan berapa
peluang pasar yang masih dapat dicapai.
2)
Pemerolehan pelanggan (customer acquisition),
mengukutr kemampuan meningkatkan pelanggan pertahunnya.
3)
Kesetiaan pelanggan (Customer retention),
mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan
atau memelihara customer yang telah ada, dilihat dari pelanggan
tutup pertahunnya.
4)
Tingkat kepuasan pelanggan (customer
satisfaction), mengukur kemampuan perusahaan dalam memuaskan kebutuhan
pelanggan.
5)
Profitabilitas pelanggan (customer
profitability), mengukur kemampuan layanan kepada layanan kepada customer
atau segmen pasar tertentu dalam menghasilkan laba.
b.
Customer
Value Propostion
Customer Value
Propostion merupakan sebuah
konsep yang penting dalam memahami faktor pendorong pengukuran utama kepuasan customer,
retensi customer, akuisisi customer, pangsa pasar, dan
profitabilitas customer. Menurut Kaplan dan Norton ada beberapa atribut
tentang Customer Value Propostion
diantaranya adalah:
1)
Atribut produk/jasa, meliputi fungsi produk dan
jasa, harga, dan mutu.
2)
Atribut yang berhubungan dengan customer,
yang meliputi dimensi waktu tanggap dan penyerahan serta bagaimana perasaan customer
setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
3)
Atribut citra dan reputasi, yang meliputi
faktor-faktor yang tidak berwujud yang membuat customer tertarik pada
perusahaan.

Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton,
2000:60
Gambar 3. Perspektif pelanggan/konsumen dalam
konsep Balanced Scorecard
c.
Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspektive).
Perspektif proses
bisnis internal lebih menekankan pada penciptaan produk baru yang lebih
berkualitas sampai produk tersebut siap diedarkan kepada customer.
Tentunya proses bisnis internal tidak lepas dari perspektif keuangan dan
perspektif pelanggan. Untuk mengoperasikan proses bisnis internal ini
perusahaan harus terlebih dahulu melihat keuangan perusahaan dan kemauan
pelanggan. Jadi seakan-akan ketiga perspektif ini membentuk rantai yang saling
berhubungan. Di dalam perspektif proses bisnis internal ini ada tiga tahap yang
harus dilakukan, yang mana ketiga tahap tersebut adalah:
a.
Tahap inovasi atau penciptaan produk baru
Pada tahap ini perusahaan
berusaha keras untuk mengadakan penelitian dan pengembangan produk baru
sehingga tercipta paroduk yang benar-benar sesuai dengan keinginan customer.
Untuk mengukur kinerja pada tahap ini dipusatkan pada tiga indikator yaitu
hasil secara teknis, keuntungan penjualan, dan penilaian keberhasilan
masing-masing individu proyek.
b.
Tahap operasi
Tahap ini mencerminkan
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan mulai dari penerimaan order dari customer,
pembuatan produk/jasa sampai dengan pengiriman produk/jasa tersebut kepada
pelanggan. Pada tahap ini pengukuran kinerjanya dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu kualitas, biaya, dan waktu.
c.
Tahap purna jual
Pada tahap ini perusahaan
berusaha unutk memberikan manfaat tambahan terhadap para pelanggan yang telah
menggunakan produk/jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan agar
para customer mempunyai loyalitas terhadap perusahaan. Tolak ukur yang
biasa digunakan oleh perusahaan pada tahap ini adalah tingkat efisiensi setiap
pelayanan purna jual, jangka waktu penyelesian perselisihan, dan kadar limbah
berbau yang dihasilkan perusahaan.
Untuk lebih jelasnya tentang perspektif proses bisnis
internal dalam
konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada
gambar 4.
![]() |
Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:84
Gambar 4 Perspektif proses internal bisnis dalam
konsep Balanced Scorecard.
d.
Perspektif Pembelajaran
dan Pertumbuhan (Learning and Growtth Perspective).
Dalam perspektif ini
perusahaan berusaha mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran
dan pertumbuhan suatu perusahaan. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan adalah menyediakan infrastrktur yang memungkinkan tujuan yang
berkaitan dengan ketiga perspektif lainnya dapat terwujud, sehingga pada
akhirnya akan dapat tercapai tujuan perusahaan. Tujuan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam
perspektif keuangan, pelanggan (customer), dan proses bisnis internal.
Dalam perspektif ini ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan yaitu kemampuan karyawan,
kemampuan sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaa dan keselarasan. Dewasa
ini peran karyawan terhadap perusahaan mengalami pergeseran, karena karyawan
tidak lagi diperkerjakan secara fisik tetapi sudah diganti dengan sistem yang
lebih canggih. Untuk itu perusahaan harus memberikan pelatihan kembali kepada
karyawan sehingga akan menciptakan kreatifitasnya yang dapat digunakan untuk
mencapi tujuan perusahaan. Dalam menentukan tujuan dan ukuran yang berkaitan
dengan kemampuan karyawan ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan oleh
manajemen, yaitu:
a.
Kepuasan karyawan
Kepuasan karyawan dipandang sangat penting karena
karyawan yang puas merupakan prakondisi meningkatnya produktivitas, tanggung
jawab, kualitas, dan customer service. Oleh karena itu pihak manajer
harus mengamati sedini mungkin terhadap kepuasan karyawan. Untuk mengetahui
tingkat kepuasan karyawan, pihak manajer dapat melakukan survey yang
dilaksanakan secara rutin.
b.
Retensi karyawan
Retensi karyawan merupakan kemampuan perusahaan
untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki perusahaan untuk tetap loyal
terhadap perusahaan. Tujuan dari retensi karyawan adalah untuk mempertahankan
karyawan yang dianggap berkualitas yang dimiliki perusahaan selama mungkin,
karena karyawan yang berkualitas merupakan harta tidak tampak (intangible
asset) yang tak ternilai bagi perusahaan. Jadi jika ada karyawan yang
berkualitas keluar dari perusahaan atas kehendak sendiri, maka hal tersebut
merupakan kerugian modal intelektual bagi perusahaan.
c.
Produktivitas karyawan
Produktivitas karyawan adalah suatu ukuran hasil
dampak keseluruhan usaha peningkatan modal dan keahlian pekerja, inovasi,
proses internal, dan kepuasan customer. Tujuannya adalah membandingkan
keluaran yang dihasilkan oleh karyawan dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan produk/jasa tersebut. Ukuran yang sering digunakan untuk
mengukur produktivitas pekerja adalah pendapatan setiap pekerja.
Untuk lebih jelasnya tentang perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan (learning and growth perspective) dalam konsep Balanced
Scorecard dapat dilihat pada gambar 5.
![]() |
Sumber. Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:112
Gambar 5. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam konsep Balanced
Scorecar
6.
Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan konsep Balanced
Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan
rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
komprehensif, (2) koheren, (3) berimbang,(4) terukur. (Mulyadi,2009).
- Komprehansif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam
perencanaan strategik, yaitu dari yang sebelumnya hanya terbatas pada
perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain sepertiseperti
pelanggan, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan, perluasan perspektif
rencana strategik ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat
berikut ini:
a.
Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda
dan kesinambungan.
b.
Memampukan organisasi untuk memasuki lingkungan
bisnis yang kompleks.
- Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan
sebab akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik
yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang
ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan
sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Berimbang
Keseimbangan sasaran
strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk
menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan.
- Terukur
Keterukuran sasaran
strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaanstrategik menjanjikan
ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistm tersebut. Balanced
Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur.
Tabel 1. Keunggulan BSC dibanding konsep
manajemen tradisional
Sistem manajemen
strtegik dalam manajemen trdisional
|
Sistem manajemen strtegik dalam manajemen kontemporer
|
Hanya berfokus pada
perspektif keuangan
|
Mencakup perspektif yang komprehensif:
keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan
|
Sistem perncanaan yang
mengandalkan pada anggaran tahunan
sistem perencanaan menluruh yang tidak koheren
|
Koheren : membangun hubungan sebab
akibat diantara berbagai sasaran
strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strtegis
|
Perencanaan jangka
panjang yang tidak bersistem
|
Terukur: semua sasaran strategis
ditentukan ukurannya baik sasaran strategis
perspektif keuangan maupun perspektif non keuangan
|
Tidak koheren
|
Seimbang: keseimbnagan sasaran strategis
yang dihasilkan oleh sistem
perencanaan strtegis penting untuk
menghaslkankinerja keuangan jangka panjang
|
7. Penelitian
Terdahulu
Pariaman Sinaga (2004) menguji
Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja Koperasi dan UKM. Berdasarkan
analisis yang dilakukan penelitian tersebut menyimpulkan bahwa keunggulan
pengukuran kinerja organisasi berbasis balanced scorecard dalam sistem
perencanaan stratejik mempunyai karakteristik (1) komprehensif, (2) koheren,
(3) seimbang dan (4) terukur. Tiap tiap unsur dalam dinamika organisasi saling
berkaitan dan kejelian melihat itu merupakan kemampuan mengubah potensi menjadi
produk yang riil.
Indra Gunawan (2008) menguji
Implementasi balanced scorecard with six sigma untuk mengukur kinerja
berdasarkan prinsip good governance di kantor pelayanan pajak modern: studi
kasus KPP PMA satu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menerapkan
suatu Sistem Manajemen Kinerja yang terintegrasi yang dikenal dengan nama
Balanced Scorecard with Six Sigma. Hasil evalusi rnenunjukkan perlunya
segmentasi Wajib Pajak melalui Compliance Mapping Models. Kinerja perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan dinilai masih rendah karena pengembangan Sistem
Informasi Manajemen terkendala oleh factor kemampuan WP, kemampuan AR,
ketersediaan komputer WP, dan penolakan WP. Sedangkan untuk kinerja
pengembangan 5DM dinilai rendah karena latar belakang pendidikan dan masa
kerja. Melalui penerapan Balanced Scorecard with Six Sigma diharapkan dapat
mendorong peningkatan kinerja Kantor Pelayanan Pajak Modern.
Yudi Hardiyanto, Achmad Holil Noor Ali
dan Her Arsa Pambudi (2008) menguji Perancangan Dan Pembuatan Sistem Informasi
Pengukuran Kinerja Pemasaran Dengan Metode Balanced Scorecard Studi Kasus PT.
Semen Gresik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemungkinan
Pengembangan aplikasi dimulai dengan identifikasi kebutuhan sistem yang
menghasilkan desain sistem, yang didefinisikan dengan UML dan ERD. Hasil akhir
dari analisisi ini menghasilkan aplikasi untuk menganalisis data perusahaan
sehingga dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Fungsi analisis
pengukuran kinerja tersebut dimulai dengan penetapan target kinerja dan fungsi
masukan datadata pemasaran.
Penelitian lain dilakukan oleh Yasrin
Zabidi (Usahawan, 2003) pada PT. X yang merupakan perusahaan BUMN yang bergerak
dalam industri manufaktur kemasan gelas. Sistem pengukuran kinerja (SPK) selama
ini menggunakan SPK yang tertuang dalam Kep-215/M-BUMN/1999 yang lebih banyak
digunakan sebagai pelaporan eksternal perusahaan, sedangkan SPK BSC digunakan
untuk internal perusahaan, yaitu memanajemen perubahan, perencanaan, control
evaluasi, memotivasi karyawan, alokasi sumber daya, perbaikan
(improvement).oleh karena itu system pengukuran kinerja Kep-215/MBUMN/1999 dan
SPK BSC akan saling melengkapi sehingga menjadi satu kesatuan system pengukuran
yang utuh menyeluruh.
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
?
?
?
?
?
?
?
?
Daftar Pustaka
Kaplan, R. dan D.
Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action, edisi
satu. United States Of America : Harvard Business School Press.
Iman Widodo 2011. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan
Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Perusahaan Mebel
PT. Jansen Indonesia)
Dr. Johannes, S.E., M.Si[1].
2009. Balanced
Scorecard Konsep Dan Implementasi: Sebagai
Strategi Perusahaan .
Indra Gunawan 2008. Implementasi balanced scorecard with
six sigma untuk mengukur kinerja berdasarkan prinsip good governance di kantor
pelayanan pajak modern
Yudi Hardiyanto,
Achmad Holil Noor, Ali dan Her Arsa, Pambudi
2008. Perancangan Dan Pembuatan
Sistem Informasi Pengukuran Kinerja Pemasaran Dengan Metode Balanced Scorecard
Studi Kasus PT. Semen Gresik.
Mulyadi. 2005.
“Alternatif Pemacuan Kinerja Personel dengan Pengelolaan Kinerja Terpadu
Berbasis Balanced Scorecard.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.20,
No.3.
Pariaman Sinaga 2004. Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran
Kinerja Koperasi dan UKM.
Yasrin Zabidi (2003). Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard
Tidak ada komentar:
Posting Komentar