Sebagaimana
diketahui bahwa secara umum setiap perusahaan mempunyai tujuan yang sama untuk
memperoleh keuntungan atau laba yang akan mengalami kelangsungan hidup
perusahaan. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut, maka manajemen
perusahaan harus memiliki kemampuan dan kelebihan dalam mengambil suatu
keputusan, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam hal
pengambilan kebijaksanaan ini pimpinan sering menghadapi masalah.
Dalam pengambilan kebijakan terkadang
pimpinan perusahaan menghadapi berbagai masalah, oleh karena itu penentuan
kebijakan yang akan diambil harus mempertimbangkan biaya dan pendapatan dengan
melakukan perhitungan yang tepat dan benar. Hal ini menyebabkan antara pengeluaran
dan pendapatan yang diperoleh minimal berimbang atau memperoleh keuntungan.
Untuk itu harus memilih metode yang tepat dalam pengambilan keputusan.
Dengan demikian, setiap penentuan
kebijaksanaan yang akan ditempuh selalu mempertimbangkan baik terhadap
pendapatan khususnya mengenai biaya yang menjadi kesulitan utama bagi
perusahaan yaitu bagaimana menghitung dan membagi-bagi serta menetapkan
pengeluaran secara tepat dan seharusnya.
Selanjutnya, dalam berbagai metode
analisis biaya akan dapat membantu dalam usaha pengambilan keputusan, sehingga
dengan demikian diperlukan suatu metode yang dapat dipergunakan untuk mengatasi
masalah tersebut di atas. Yang akan dikemukakan dalam penulisan ini adalah
Analisis Break Even Point.
Upaya mengetahui hal tersebut digunakan
metode analisis break even point (BEP) atau yang biasa dikenal dengan istilah
analsis titik pulang pokok (Titik impas). Dalam menggunakan metode ini
merupakan metode analisis yang menghitung antara jumlah biaya yang dikeluarkan
dengan volume penjualan tertentu dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan
tidak memperoleh keuntungan.
Untuk mencapai laba tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan beberapa faktor yang turut
menentukan besar kecilnya laba yang dicapai dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
harga jual produk, biaya dan volume penjualan. Baya menentukan harga jual
produk untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi
volume penjualan, sedangkan penjualan secara langsung mempengaruhi volume
produksi dan volume penjualan mempengaruhi biaya. Ketiga faktor tersebut
berkaitan satu sama lain. Dalam perencanaan laba hubungan antar biaya, volume
dan laba memegang peranan yang sangat penting sehingga dalam pemilihan
alternatif tindakan dan perumusan kebijakan untuk masa yang akan datang
memerlukan informasi untuk memilih berbagai macam kemungkinan yang berkaitan
pada laba yang akan datang.
Analisis Break Even Point (BEP) ini dapat
dipergunakan oleh perusahaan sebagai tolak ukur dalam mencantumkan laba yang
ingin dicapai apabila produksi di atas break even, serta dapat menentukan
besarnya penjualan minimal. Tujuan perusahaan pada umumnya untuk memperoleh
laba yang sebesar-besarnya, disamping untuk memenuhi permintaan konsumen.
Olehnya itu manajemen harus mampu merencanakan laba dengan baik, karena besar
kecilnya laba yang diperoleh perusahaan dapat dijadikan sebagai ukuran sukses
tidaknya pimpinan dalam mengelolah dan memanfaat sumber daya yang ada
perusahaan.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di
atas, sebagai salah satu rangkaian untuk menyelesaikan studi, penulis menyusun
skripsi sebagai hasil penelitian yang mempunyai kaitan secara langsung maupun
secara tidak langsung dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah
yang nantinya merupakan pedoman di dalam praktek.
A Pengertian dan
Jenis-Jenis Biaya
1. Pengertian Biaya
Untuk menghasilkan sesuatu apakah itu
barang atau jasa maka perlulah dihitung dan diketahui besarnya biaya yang
dikeluarkan atau yang perlu dan kemungkinan memperoleh pendapatan yang mungkin
diterima. Setiap pengorbanan biaya selalu diharapkan akan mendatangkan hasil
yang lebih besar dari pada yang telah dikorbankan tersebut pada masa yang akan
datang.
Dengan demikian, seorang pengusaha
hendaknya dapat mengetahui bagaimana besarnya pengorbanan dalam proses produksi
pada setiap pengeluaran merupakan komponen biaya perusahaan. Dalam hal ini,
total biaya selalu dapat dihitung dan dapat dibandingkan dengan total
penerimaan yang mungkin dapat diperoleh dengan kemungkinan laba yang akan
diperoleh.
Berbicara mengenai masalah biaya
merupakan suatu masalah yang cukup luas, oleh karena di dalamnya terlihat dua
pihak yang saling berhubungan. Oleh Winardi, Kapita Selecta, (2000: 147),
menyatakan bahwa bilamana kita memperhatikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan
untuk suatu proses produksi, maka dapat dibagi ke dalam dua sifat, yaitu
merupakan biaya bagi produsen adalah mendapat bagi pihak yang memberikan faktor
produksi yang terbaik pada perusahaan bersangkutan.
Demikian halnya bagi konsumen, biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh alat pemuas kebutuhannya atau merupakan pendapatan
bagi pihak yang memberikan alat pemuas kebutuhan tersebut. Oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia, (1997: Pasal I ayat 1) dikatakan bahwa biaya (cost) adalah
jumlah yang diukur dalam satuan uang, yaitu pengeluaran-pengeluaran dalam
bentuk konstan atau dalam bentuk
pemindahan kekayaan pengeluaran modal saham, jasa-jasa yang disertakan atau
kewajiban-kewajiban yang ditimbulkannya, dalam hubungannya dengan barang atau
jasa yang diperoleh atau yang akan diperoleh pada masa yang datang, karena
mengeluarkan biaya berarti mengharapkan pengembalian lebih banyak.
Dari definisi dan pengertian biaya di
atas, dapatlah dikatakan bahwa
pengertian biaya yang dikemukakan
di atas adalah suatu hal yang masih merupakan pengertian secara luas
oleh karena semua yang tergolong dalam pengeluaran secara nyata keseluruhannya
termasuk biaya.
Sejalan dengan definisi dan pengertian di
atas, maka D. Hartanto, Analisa Laporan Keuangan, ( 2002 : 89), memberikan
atasan tentang biaya (cost) dan ongkos (expense), sebagai berikut cost adalah
biaya-biaya yang dianggap akan memberikan manfaat atau service potensial di
waktu yang akan datang dan karenanya merupakan aktiva yang dicantumkan dalam
neraca.
2. Jenis-Jenis Biaya
Sehubungan dengan jnis-jenis biaya
tersebut, maka D. Hartanto, Analisa Laporan Keuangan, (2002 : 37)
mengelompokkan biaya menurut tujuan perencanaan dan pengawasan, sebagai berikut
:
"1.
Biaya variabel dan biaya tetap
2.
Biaya yang dapat dikendalikan".
Sedangkan menurut Mulyadi, Akuntansi
Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, (2000 : 57) menetapkan
biaya adalah sejumlah pengeluaran yang tidak bisa dihindari menghubungkan tingkah laku biaya dengan
perubahan volume kegiatan sebagai berikut biaya variabel adalah sejumlah biaya
yang secara total berfluktuasi secara
langsung sebanding dengan volume
penjualan atau produksi, atau ukuran kegiatan yang lain.
Sedangkan biaya tetap atau biaya
kapasitas merupakan biaya untuk
mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas
tertentu utamanya dalam kapasitas biaya dalam proses produksi perusahaan.
Dari gambaran umum di atas, maka dapat
diketahui sebagai berikut :
1. Biaya variabel
adalah sejumlah biaya yang ikut berubah untuk mengikuti volume produksi atau penjualan. Misalnya
atau bahan langsung hanya yang ikut
dalam proses produk, bahan baku langsung yang dipakai dalam proses produksi
biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap adalah sejumlah biaya yang tidak berubah walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan.
Misalnya gaji bulanan, asuransi, penyusutan, biaya umum dan lain-lain.
Sifat-sifat biaya tersebut sangat penting untuk dikethui seorang manajer dalam
perencanaan usaha pengembangan karena akan didapatkan suatu gambaran
klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan dan perencanaan serta pengawasan.
B Unsur - Unsur Biaya
Untuk membicarakan unsur-unsur dalam
proses produksi, pihak perusahaan telah memperhitungkan terhadap biaya-biaya
yang dikorbankan, sehingga proses produksi tidak mengalami hambatan yang
berarti, maka dalam dapat memperoleh
hasil penjualan hasil produksi bisa memperoleh laba.
Mulyadi, Akuntansi Biaya, Penentuan Harga
Pokok dan Pengendalian Biaya, (2000 : 159) dalam suatu proses produksi
melibatkan suatu unsur- unsur biaya dibebankan menurut kelompok biaya tertentu
guna menyusun harga pokok produksi dapat digabungkan ke dalam unsur-unsur
biaya. Tetapi ini tidaklah segera dapat dipandang sebagai biaya, karena itu
harus sesuai dengan faktor biaya, karena biaya itu harus sesuai dengan faktor
biaya yang dianut perusahaan.
Unsur - unsur biaya tersebut di atas,
adalah sebagai berikut :
1. Manufacturing
cost, adalah semua biaya
yang muncul sejak
pembelian bahan-bahan sampai
berubah menjadi produk selesai (final product)
Manufacturing cost terbagi atas :
a. Prime cost (biaya utama), adalah biaya dari bahan-bahan
secara langsung dan upah tenaga kerja
langsung dalam kegiatan pabrik.
Prime cost terdiri dari :
1. Direct material, yaitu semua bahan baku
yang membentuk keseluruhan bahan yang dapat secara langsung dimasukkan
dalam perhitungan kerja pokok.
2.
Direct cost, yaitu setiap
tenaga kerja yang ikut secara langsung pemberian sumbangan dalam proses produksi.
b. Manufacturing expenses,
dapat juga disebut factory over head cost atau biaya pabrikasi tidak langsung.
Yang termasuk golongan biaya ini adalah
1. Indirect
labour, yaitu tenaga
kerja yang tidak
terlibat langsung dalam proses produksi, misalnya kepada bagian bengkel, mandur,
pembantu umum dan sebagai dasar untuk menyelesaian terhadap biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi.
2. Other manufacturing expenses, yaitu
biaya - biaya tidak langsung selain dari indirect labour dan indirect material,
seperti biaya atas penggunaan tanah,
pajak penghapusan, pemeliharaan dan perbaikan
2. Commercial expenses, yang meliputi :
a. Selling expenses, adalah semua ongkos
yang dikeluarkan setelah selesainya proses produksi sampai pada saat
terjualnya. Ongkos-ongkos ini meliputi penyimpangan, pengangkutan penagihan
dan ongkos yang menyangkut fungsi-fungsi penjualan.
b. Administration expenses,
adalah ongkos-ongkos yang meliputi ongkos perencanaan dan pengawasan.
Biasanya semua
ongkos-ongkos yang tidak dibebankan
pada bagian produksi atau penjualan
dipandang sebagai ongkos administrasi.
Sedangkan
menurut Charles T. Horngren, Cost Accounting A. Managerial
Emphasis, ( 1999: 15 ) unsur-unsur
biaya dapat diklasifikasikan ke dalam :
1. Kapan waktu berkompromi
a. Biaya yang harus dikeluarkan
b. Anggaran Biaya
2. Kelakuan dihubungkan dengan adanya
fluktuasi dalam aktivitas :
a. Biaya variabel
b. Biaya tetap
c. Biaya lain-lain
3. Resiko dalam pengeluaran biaya :
a. Total biaya
b. Biaya per unit
4. Fungsi manajemen :
a. Biaya pabrik
b. Biaya pemasaran
c. Biaya administrasi
5. Mudah untuk mengubahnya :
a. Biaya langsung
b. Biaya tak langsung
6. Perubahan biaya pajak tentang keuntungan :
a. Biaya produksi
b. Biaya Industri
Adapun penjelasan dari unsur-unsur biaya
tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1. Historical cost, merupakan biaya yang
telah terjadi dimasa lalu, sedangkan budgeting cost adalah biaya yang diperkirakan terjadi pada masa yang akan
datang.
2. Variabel cost, adalah biaya yang secara keseluruhan akan
berubah-ubah dengan berubahnya volume
produksi atau penjualan. Sedangkan fixed cost, adalah biaya yang secara
keseluruhan tidak akan
mengalami perubahan pada suatu tingkat produksi atau penjualan.
3. Total cost, adalah sejumlah biaya yang
dibebnkan pada seluruh biaya obyektif. Sedangkan unit cost, adalah biaya
rata-rata dari setiap unit dari obyektif.
4. Manufacturing cost, adalah sejumlah
biaya yang diperlukan untuk menghasilkan barang (dengan menggunakan mesin, peralatan
dan tenaga kerja).Manufacturing cost terdiri dari direct cost,
material cost, direct labour cost dan inderect cost/overhead cost.
Sedangkan administratif cost adalah biaya-biaya
yang diperlukan untuk pengelolaan perusahaan secara keseluruhan.
5. Direct cost, adalah biaya-biaya
yang mudah ditelusuri terhadap suatu obyek
tertentu.
Sedangkan indirect cost adalah biaya - biaya yang tidak
ditelusuri hubunganny dengan
obyek tertentu.
Sedangkan priod cost merupakan biaya-biaya yang
timbul karena berjalannya waktu. Dengan kata lain, period cost adalah setiap
biaya yang dialokasikan berdasarkan waktu.
C Pengertian Break
Even Point
Pengertian Break Even Point adalah suatu
analisis titik yang menunjukkan keseimbangan antara jumlah biaya yang
dikeluarkan dan jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan.
Sehubungan dengan itu, untuk lebih
mengetahui tentang pengertian biaya, dibawah akan dikemukakan secara luas oleh
Mulyadi, Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok, Pengendalian Biaya, (2000 : 3)
dibahas tentang penentuan harga pokok, dikemukakan bahwa di dalam arti luas
break aven point adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang mana laba dari suatu
periode kerja atau dari suatu kegiatan usaha tertentu, perusahaan tidak
memperoleh laba tetapi juga tidak menderita kerugian dan tidak mendapatkan
keuntungan.
Pengertian yang telah dikemukakan oleh
Suhardi Sigit, Akuntansi Biaya, (2001 : 24) menyatakan bahwa, dalam proses
produksi memang mengeluarkan sejumlah biaya untuk menghasilkan barang dan jasa.
Sehingga perusahaan biasanya menghitung sebelum menjalankan kegiatan apakah
perusahaan itu dapat menguntungkan atau tidak, dalam teori mengenai titik
pulang pokok (Break Even Point) pada suatu perusahaan yaitu tidak mengalami
kerugian dan keuntungan (Impas).
Perusahaan yang mengalami hal yang demikian pasti memikirkan
hal-hal tentang pengembangan diri akan adanya kelebihan, bagaimana pada masa
yang akan datang Analisis titik pulang pokok adalah suatu analisis titik yang
menunjukkan keseimbangan antara jumlah biaya yang dikeluarkan dan jumlah
pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan.
Juga dapat dikatakan analisis ini
menunjukkan keadaan di mana perusahaan tidak mengalami keuntungan dan juga
tidak mengalami kerugian. Pengertian break even ini oleh Suhardi Sigit, Akuntansi Biaya, (2001: 2l7) dikemukakan
bahwa suatu perusahaan dikatakan break even point apabila setelah dibuat
perhitungan rugi laba dari suatu periode kerja atau dari suatu kegiatan usaha
tertentu, perusahaan tidak memperoleh laba tetapi juga tidak mendapatkan
keuntungan.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh
Suhardi Sigit di atas dapatlah dikatakan bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan
sama besarnya dengan jumlah hasil
penjualan yang diperoleh hanya dapat menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan
(tidak terjadi laba kerugian). Dari analisis pulang pokok (impas) ini kita
dapat mengetahui atau dapat memberikan penjelasan tentang berapa jumlah barang
yang harus diproduksi atau berapa banyak barang harus dijual dalam suatu
periode tertentu di mana perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak
mendapatkan keuntungan.
Selain istilah-istilah yang ada dalam
analisis break even point juga sering digunakan istilah cost volume
profit. Analisis ini menunjukkan hubungan antara biaya yang
dikeluarkan dengan volume produksi yang
dihasilkan dan besarnya laba/keuntungan yang diperoleh. Jika pada volume
tertentu terdapat perolehan penjualan sama besarnya dengan biaya yang
dikeluarkan, maka pada titik ini disebut titik impas. Oleh Hartanto, Analisa
Laporan Keuangan, (2002 : 217) beliau menekankan pada penentuan biaya atau alokasi dikemukakan
bahwa penyelidikan atas hubungan yang terdapat pada antara biaya, laba volume
adalah sangat penting bagi manajement untuk dapat membuat suatu rencana yang
baik. Selanjutnya dari penyelidikan ini kita dapat mendapat sesuatu klasifikasi
biaya yang baik untuk tujuan managerial planning dan strategi untuk dapat
meningkatkan keuntungan.
Definisi yang dikemukakan Hartanto diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan mengadakan penyelidikan antara hubungan
biaya, volume dan biaya itu akan sangat berguna manajement karena dalam hal ini
penyelidikan tersebut akan memberikan informasi dalam perencanaan yang baik
demi kelancaran usaha dalam penyampaian tujuan yang diinginkan.
Walaupun
terdapat berbagai kegunaan pada
analisis pulang pokok, namun terdapat pula beberapa kelemahan. Perencanaan
mempersiapkan sebuah break even membutuhkan banyak perkiraan dan asumsi yang
dapat mengakibatkan ketidak tepatan hasil yang disajikan oleh bagan tersebut.
Beberapa keterbatasan sistem pulang pokok oleh Moelyadi, Akuntansi Biaya,
Penentuan Harga Pokok, Pengendalian Biaya, (2000 : 89) sebagai berikut :
a. Garis keseluruhan, yakni garis yang menggambarkan jumlah biaya
tetap dan biaya variabel, seharusnya
tidak digambarkan sebagai garis lurus oleh karena dalam kenyataan biasanya
biaya tersebut tidak berubah secara proposional.
b. Sistem break even menunjukkan gambaran statis, sedang
jalannya perusahaan amat dinamis, oleh karena perubahan-perubahan setiap waktu
dapat terjadi.
c. Pengklasifikasian biaya semi variabel dan semi tetap
sering kali diabaikan, kemudian dimasukkan saja dalam golongan biaya variabel
atau biaya tetap.
d. Bilamana
perusahaan menghasilkan berbagai jenis produksi maka timbul
masalah lain disamping masalah-masalah yang telah dijelaskan di atas
misalnya bauran produk cenderung mengeluarkan biaya yang berbeda, sehingga tiap
perusahaan bauran produk akan cenderung mengubah fakta yang terdapat dalam
bagan break even.
D Kegunaan dan Tujuan
Break Even
Sebagaimana telah dikemukakan pada
uraian-uraian terdahulu bahwa tujuan titik pulang pokok sangat penting/ berguna
bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui pada tingkat volume produksi/
penjualan berapa perusahaan dalam keadaan pulang pokok. Dan selanjutnya analisa
tersebut dapat juga digunakan untuk mengetahui volume produksi/ penjualan
berapakah perusahaan sudah mencapai laba tertentu atau kerugian tertentu selain
dari pada itu tujuan pulang pokok dapat juga digunakan sebagai suatu cara atau
tehnik untuk mengetahui hubungan antara biaya, volume dan laba. Dengan
diketahui titik break even, pimpinan akan dapat mengambil keputusan untuk
menetapkan kebijaksanaan selanjutnya sehubungan
dengan kegiatan operasi perusahaan untuk mencapai tujuan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan
dikemukakan beberapa pendapat dari para sarjana mengenai kegunaan dari pada
analisis pulang pokok bagi management adalah sebagai berikut Farid Djahidin,
Analisa Laporan Keuangan, (2000: 120) "Analisa Laporan Keuangan"
dinyatakan bahwa analisa break even sangat penting bagi pimpinan perusahaan
untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan
jumlah penjualan. Atau dengan kata lain bahwa dengan mengetahui break even,
dapat kita ketahui kaitan-kaitan antara penjualan, produksi, harga, biaya, rugi
atau laba, sehingga memudahkan pimpinan perusahaan untuk mengambil
kebijaksanaann dalam peningkatam laba.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa selain
dari kegunaan tersebut di atas,
break even juga berguna bagi pimpinan untuk :
1. Dasar atau
landasan dalam merencanakan tingkat keuntungan yang akan di peroleh (profit planning).
2. Dasar untuk menentukan tingkat produksi yang menguntung kan dalam arti bahwa pada tingkat produksi
tertentu perusahaan akan memperoleh laba (di atas titik break even) dan mencegah tingkat produksi/penjualan yang
lebih rendah dari titik break even.
3. Dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang
berjalan (controlling).
Sedangkan menurut R. Soemita,
Pembelanjaan Perusahaan, (1999: 29) mengemukakan bahwa alat-alat lain untuk
membantu manager keuangan proses pengendalian dan perencanaan, diantaranya
ialah analisa break even point, yang terutama berguna untuk perluasan pabrik
dan keputusan untuk memproduksi produk baru sebagai percontohan.
Dengan bertitik tolak dari uraian
beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa analisa
pulang pokok tidaklah semata-mata berguna bagi pimpinan
untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja akan tetapi lebih dari
pada itu dapat digunakan sebagai suatu cara atau tehnik untuk mengetahui hubungan
antara biaya, volume, harga jual serta laba dan rugi atau dengan kata lain
untuk menghadapi berbagai kemungkinan perubahan kondisi dan keadaan yang dapat
mempengaruhi laba dan tingkat pencapaian tujuan perusahaan.
1.
Menghitung analisis pulang pokok
dengan cara coba - coba (trial and error). Dalam hal ini, kita
menghitung keuntungan netto berdasarkan volume produksi/ penjualan
tertentu. Apabila perhitungan masih menghasilkan keuntungan, maka dapat dapat
diturunkan sampai pada tingkat produksi tertentu dan tingkat manakah kita
mengalami break even. Sebaliknya bila dalam perhitungan kita mendapatkan rugi
pada tingkat tertentu, untuk mendapatkan break even, maka tingkat produksi
harus dinaikkan hingga mencapai break even pada tingkat tertentu.
2. Perhitungan berdasarkan rumus Aljabar dengan formulasi,
sebagai berikut :
a.
Atas dasar jumlah unit produksi
FC
Rumus BEP
(Q) =
P - V
dimana :
BEP
= Break even point
FC =
Biaya tetap
V =
Biaya variabel
P =
Harga jual per unit
Q =
Jumlah unit yang dihasilkan
b.
Perhitungan BEP atas dasar sales, dalam rupiah (Rp),
yaitu :
FC
BEP ( Rp
) =
VC
1 -
S
dimana :
BEP =
Break even point
FC =
Biaya tetap
VC =
Biaya variabel
S
= Volume / nilai hasil penjualan
Q
= Jumlah rupiah yang dihasilkan
E Pengertian Margin Of Safety (Batas Keamanan)
Margin of safety
merupakan alat yang dapat memberikan informasi tentang berapa besar volume
penjualan yang dianggarkan atau hasil penjualan tertentu boleh turun agar
perusahaan tidak menderita kerugian. Angka nargin of safety akan memberikan
petunjuk mengenai jumlah maksimun penurunan volume penjualan yang direncanakan
atau dianggarkan sekaligus tidak mengakibatkan kerugian.
Dengan mengetahui margin of safety akan
diperoleh manfaat bagi kemajuan perusahaan dalam hal ini nargin of safety bagi
perusahaan yang merupakan syarat bagi manajemen untuk mengetahui batas keamanan
dari kondisi penjualannya dan juga dapat diketahui berapa yang harus diproduksi
agar penjualan mendekati titik break even point.
Sebagaimana dikemukakan Bambang Riyanto
Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2004 : 299) mengemukakan bahwa margin of
safety adalah merupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang
direncanakan dengan penjualan break even point.
Pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksudkan dengan margin of safety adalah batas jarak keamanan
dimana jumlah penjualan melebihi tidak pula mengalami kerugian.
Pengertian batas break even point (impas)
adalah impas suatu keadaan dimana suatu usaha tidak menderita rugi. Dengan kata
lain suatu usaha dikatakan impas apabila jumlah penghasilan sama dengan biaya,
atau apabila menutu biaya tetap saja.
Soehardi Sigit, Akuntansi Biaya, (2001 :
1) menyatakan bahwa analisis break even adalah suatu cara atau untuk tehnik
yang digunakan oleh seseorang petugas/ manajer perusahaan untuk mengetahui pada
volume (jumlah) produksi dan volume penjualan pada beberapa perusahaan yang
bersangkutan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba.
Mas’ud Machfoedz, Analisa Keuangan
Perusahaan, (2000 : 125) menyatakan bahwa break even point adalah suatu keadaan
dimana jumlah penjualan sama dengan jumlah biaya atau keadaan dimana perusahaan
tidak memperoleh laba atau tidak menderita kerugian, atau laba perusahaan sama
dengan nol.
Kemudian Farid Djahidin, Analisa Laporan
Keuangan, (2001 : 125) menyatakan bahwa suatu perusahaan dikatakan break even
point apabila dalam usahanya pada suatu periode adalah jumlah biaya dengan
jumlah hasil penjualannya adalah sama pula.
Keadaa ini berarti bahwa perusahaan tidak
mengalami kerugian dan tidak memperoleh laba. Kegiatan perusahaan nampaknya
tidak ada suatu hasil yang dicapai karena keuntungan yang diharapkan oleh pihak
perusahaan tidak ada dan tidak juga merugi.
Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan, (2004 : 291) menyatakan bahwa analisis break even adalah suatu
tehnik analisa untuk mempelajari hubungan biaya, keuntungan dan volume
kegiatan.
Oleh karena analisa tersebut mempelajari
hubungan antara biaya, keuntungan volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut cost profit analysis (C.P.Y. Analysis). Dalam perencaaan
keuntungan, analysis break even merupakan profit Planning Approach yang
berdasarkan pada hubungan antara biaya (cost)
dan penghasilan penjualan (revenue)
Untuk melaksanakan titik impas atau
break even poit (BEP) tersebut beberapa anggapan (asumsi), sebagai berikut :
1. Biaya di dalam
perusahaan dapat dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.
2. Besarnya biaya
variabel secara totalitas berubah-ubah secara proposional dengan volume
produksi/penjualan. Berarti bahwa biaya variabel per unitnya berubah-ubah
karena adanya perubahan volume kegiatan.
3. Besarnya biaya
tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume/penjualan.
Berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan
volume kegiatan.
4. Harga jual per
unit tidak berubah-ubah selama periode yang dianalisis.
5. Apabila perusahaan
memproduksi lebih dari satu macam produk, maka pertimbangan dalam menghasilkan
penjualan antara masing-masing produk atau “sales
mixnya” adalah tetap konstan.
Analisis break even sangat penting bagi
pimpinan perusahaan seperti dikemukakan Farid Djahidin, Analisa Laporan
Keuangan, (2001 : 154), sebagai berikut :
1. Dasar atau
landasan dalam merencanakan tingkat keuntungan yang di peroleh (profit planning)
2. Dasar untuk
menentukan tingkat produksi yang menguntungkan dalam arti bahwa pada tingkat
produksi tertentu perusahaan akan memperoleh laba di atas BEP dan mencegah
tingkat produksi/ penjualan yang lebih rendah dari titik BEP.
3. Dasar untuk
mengendalikan kegiatan operasi yang sedang berjualan (control).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
analisis break even adalah suatu alat analisis yang sangat bermanfaat dan
penting diketahui oleh manajer perusahaan, karena dengan demikian dapat
menunjukkan sebab-sebab keadaan yang menguntungkan dan merugikan.
Tujuan analsis
break even ini penting untuk diketahui keuntungan ataupun atau kerugian yang
dialami perusahaan. Dalam hubugannya dengan penurunan omzet penjualan, titik
impas sebenarnya adalah merupakan lampu tanda bahaya bagi perusahaan. Artinya
pada penjualan sebesar titik impas perusahaan titik mengalami keuntungan. Dan
bilamana omzet penjualannya terus menerus menurun sehingga dibawah titik impas
maka perusahaan akan menderita kerugian. Selanjutnya bila pihak perusahaan
tidak menaikkan omzet pejualannya di atas impas untuk jangka waktu yang lama,
maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu,
perusahaan harus berusaha untuk mempertahankan agar omzet penjualan tetap
berada di atas titik impas.
F Pengertian
Laba
Konsep mengenai
laba dari hasil penjualan yang telah dikurangi dengan biaya dalam proses
produksi, sehingga selisihnya adalah merupakan keuntungan (laba), karena laba
itu sebagai hasil yang sudah dikurangi dengan seluruh komponen biaya yang
digunakan dalam proses produksi.
Dengan demikian, laba tersebut sebagai
nilai atau hasil yang diperoleh dari pertukaran ( penjualan ) atas barang dan
jasa yang dihasilkan, menurut Zaki Baridwan, Akuntansi Manajemen, (2000 : 215),
menyatakan bahwa keuntungan (laba) yang dihasilkan dengan penjualan barang dan
jasa jumlahnya dapat diukur dengan pembebanan yang dilakukan terhadap atas
pembeli, klien atau penyewa untuk barang-barang atau jasa-jasa yang diserahkan
kepada mereka.
Dalam pendapatan (laba) juga termasuk
penjualan atau penukaran aktiva diluar barang-barang penukaran aktiva diluar
barang-barang dagangan, bunga dan deviden atau pembagian laba untuk
penanaman-penanaman dan penambahan-penambahan lain daripada kekayaan pemilik
dalam usaha yang bersangutan, diluar penambahan dan penyesuaian atau
transaksi-transaksi lainnya dalam rangka kegiatan yang merupakan tujuan dari
usaha yang bersangkutan disebut dengan istilah laba operasi.
Dari penjelasan di atas, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1. Laba dapat terjadi
setiap saat, dan dapat pula terjadi dalam waktu-waktu tertentu atau secara
berkala.
2. Pendapatan
diperoleh melalui penjualan barang-barang dagangan atau jasa diserahkan kepada
pembeli dan dapat diperoleh karena pertukaran aktiva, sebagai hasil dari
penanaman-penanaman atau investasi seperti bunga, deviden dan lain-lain.
3. Laba dalam
pembebanannya kepada pembeli atau langganan, harus diukur dengan satuan mata
uang tertentu yang telah diperoleh.
4. Pendapatan
mempunyai sifat menaikkan atau menambah nilai kekayaan pembeli perusahaan,
namun perlu diketahui bahwa tidak semuanya yang menaikkan atau menambah nilai
kekayaan pemilik itu, dapat dikatagorikan sebagai pendapatan, seperti halnya dengan penilaian aktiva tetap
yang mengakibatkan naiknya atau meningkatnya nilai kekayaan pemilik dengan
jalan menimbulkan perkiraan baru yaitu perkiraan penyesuaian modal.
G Hubungan Break Even
Point Dengan Perencanaan Laba
Dengan mengetahui titik pulang pokok
(break even point) dari suatu perusahaan, maka sangatlah besar artinya bagi
pimpinan, karena dapat memberikan gambaran yang bermanfaat untuk melaksanakan
beberapa kebijaksanaan perusahaan, utamanya di dalam merencanakan laba. Oleh
karena itu, keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya ditandai dengan
kemampuan manajemen di dalam melihat kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan
dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu manajer harus mampu merencanakan masa
depan perusahannya. Adapun yang sering
diguanakan dalam menilai sukses tidaknya manajemen suatu perusahaan adalah laba
yang diperoleh dari kegiatannya. Sedangkan untuk semua laba, selalu dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu harga jual, biaya-biaya dalam proses produksi dan volume
produksi.
Ketiga faktor tersebut di atas, sangat
erat kaitannya di mana biaya perencanaan harga jual untuk mencapai tingkat laba
yang dikehendaki, harga jual untuk mempengaruhi volume produksi dan volume
produksi mempengaruhi biaya.
Melalui analisis break even dapat
diketahui hubungan antara volume produksi dan penjualan dengan jumlah biaya
serta keuntungan sehingga sering pula disebut |cost profit, volume analysis.
Dalam merencanakan
lana analisis ini merupakan profit
planning approach, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Riyanto,
Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004 : 91) analisa break even mempunyai
hubungan anara biaya – keuntungan – volume kegiatan, maka analisa tersebut
sering disebut CPV Analysis.
Dalam merencanakan
keuntungan, analisa break even
merupakan dasar profit planning approach yang berdasarkan hubungan antara biaya
(cost) dan penghasilan (revenue), keuntungan yang diharapkan perusahaan
tergantung dari cepatnya proses produksi berjalan.
Merencanakan laba hubungan antara biaya,
volume dan laba, break even memegang peranan yang sangat penting terutama di
dalam pemilihan alternatif, tindakan dan perumusan kebijaksanaan untuk masa
yang akan datang. Dalam hal ini D. Hartanto, Akuntansi Untuk Usahawan, (2001 :
67) mengatakan bahwa penyelidikan atas hubungan yang terdapat antara biaya,
laba dan volume penjualan sangat penting bagi manajemen untuk dapat membuat
suatu rencana yang baik. Berdasarkan penyelidikan ni akan mendapat gambaran
mengenai suatu klasifikasi biaya yang baik untuk tujuan manajerial planning dan
strategi.
DAFTAR PUSTAKA
Baridwan, Zaki, 2000, Akuntansi Manajemen, Edisi Ketujuah, Cetakan Kedua, Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta.
Djahidin, Farid, 2001, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Kedua, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Hartanto, D, 2002, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Pertama, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta.
.........., 2000, Akuntansi Untuk Usahawan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Horgren, Charles, T, 1999, Cost Accounting, A.Managerial Emphasis, Fourth Edition, Prentice-Hall, of India Private Limited, New Delhi.
Mas’ud, Machfieds, 2000, Analisa Keuangan Perusahaan, Edisi Ketujuh, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Mulyadi, 2000, Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok, Edisi Kelima, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta.
Poliemeni, Ralphs, 1998, Cost Accounting, Second Edition, McGaraw – Hill, Book Company, New York.
Riyanto Bambang, 2004, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi ke Dua. Yayasan Badan Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
R. Soemita, 1999, Pembemlanjaan Perusahaan, Edisi Revisi. Jakarta Ghalia Indonesia, .
Sigit, Soehardi, 2001, Akuntansi Biaya, Edisi Keempat, Cetakan Ke II, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Winardi, 2000, Kapita Selecta, Alumni, Bandung
Ikatan Akuntansi Indonesia, 1997, Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia, LPFE, Universitas Indonesia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar