Pokok-Pokok Pengaturan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Pada
tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui
dan mengesahkan Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU
PDRD) menjadi Undang-undang, sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18
Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Pengesahan Undang-undang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) ini sangat strategis dan mendasar di bidang desentralisasi
fiskal, karena terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam
penataan kembali hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-undang yang
baru ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
UU PDRD
ini mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada
daerah dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung
jawab Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat.
2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam
penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat
otonomi daerah.
3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai
jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah.
Ada
beberapa prinsip pengaturan
pajak daerah dan retribusi daerah yang dipergunakan dalam penyusunan UU ini,
yaitu:
1. Pemberian
kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional.
2. Jenis
pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam
Undang-undang (Closed-List).
3. Pemberian
kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif
minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam Undang-undang.
4. Pemerintah
daerah dapat tidak
memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam undang-undang
sesuai kebijakan pemerintahan daerah.
5. Pengawasan
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara preventif dankorektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur
pajak dan retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan
menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.
Materi yang diatur dalam UU PDRD yang disahkan hari
ini adalah sebagai berikut:
1. Penambahan jenis pajak daerah
Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota.
Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota.
Jenis
pajak provinsi yang baru adalah Pajak Rokok,
sedangkan 3 jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet.
Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota ada penambahan 1 jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan
pajak provinsi.
a. Pajak Rokok
Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hasil penerimaan Pajak Rokok tersebut sebesar 70% dibagihasilkan kepada kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Walaupun pajak ini merupakan jenis pajak baru, namun diperkirakan pengenaan Pajak Rokok tidak terlalu membebani masyarakat karena rokok bukan merupakan barang kebutuhan pokok dan bahkan pada tingkat tertentu konsumsinya perlu dikendalikan. Di pihak lain, pengenaan pajak ini tidak terlalu berdampak pada industri rokok karena beban Pajak Rokok akan disesuaikan dengan kebijakan strategis di bidang cukai nasional dan besarannya disesuaikan dengan daya pikul industri rokok mengikuti natural growth (pertumbuhan alamiah) dari industri tersebut.
Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hasil penerimaan Pajak Rokok tersebut sebesar 70% dibagihasilkan kepada kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Walaupun pajak ini merupakan jenis pajak baru, namun diperkirakan pengenaan Pajak Rokok tidak terlalu membebani masyarakat karena rokok bukan merupakan barang kebutuhan pokok dan bahkan pada tingkat tertentu konsumsinya perlu dikendalikan. Di pihak lain, pengenaan pajak ini tidak terlalu berdampak pada industri rokok karena beban Pajak Rokok akan disesuaikan dengan kebijakan strategis di bidang cukai nasional dan besarannya disesuaikan dengan daya pikul industri rokok mengikuti natural growth (pertumbuhan alamiah) dari industri tersebut.
Selain
itu, penerimaan Pajak Rokok dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan
kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit
pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya
merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok) serta penegakan
hukum (pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai
larangan merokok).
b. PBB Perdesaan dan Perkotaan
Selama ini PBB merupakan pajak pusat, namun hampir seluruh penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor perdesaan dan perkotaan dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih merupakan pajak pusat. Dengan dijadikannya PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
Selama ini PBB merupakan pajak pusat, namun hampir seluruh penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor perdesaan dan perkotaan dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih merupakan pajak pusat. Dengan dijadikannya PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
c. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Selama ini BPHTB merupakan pajak pusat, namun seluruh hasilnya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah. Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan meningkatkan PAD.
Selama ini BPHTB merupakan pajak pusat, namun seluruh hasilnya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah. Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan meningkatkan PAD.
d. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak daerah baru, yang dapat dipungut oleh daerah untuk memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan dan perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Bagi daerah yang memiliki potensi sarang burung walet yang besar akan dapat meningkatkan PAD.
Pajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak daerah baru, yang dapat dipungut oleh daerah untuk memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan dan perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Bagi daerah yang memiliki potensi sarang burung walet yang besar akan dapat meningkatkan PAD.
2. Penambahan Jenis Retribusi Daerah
Terdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/ Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
Terdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/ Tera Ulang, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Dengan penambahan ini, secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
a. Retribusi Tera/Tera Ulang
Pengenaan Retribusi Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi pengendalian terhadap penggunaan alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya oleh masyarakat. Dengan pengendalian tersebut, alat ukur, takar, dan timbang akan berfungsi dengan baik, sehingga penggunaannya tidak merugikan masyarakat.
Pengenaan Retribusi Tera/Tera Ulang dimaksudkan untuk membiayai fungsi pengendalian terhadap penggunaan alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya oleh masyarakat. Dengan pengendalian tersebut, alat ukur, takar, dan timbang akan berfungsi dengan baik, sehingga penggunaannya tidak merugikan masyarakat.
b. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
Pengenaan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan dan pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan pengendalian ini, keberadaan menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata ruang, keamanan dan keselamatan, keindahan dan sekaligus memberikan kepastian bagi pengusaha.
Untuk menjamin agar pungutan daerah tidak berlebihan, tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak melampaui 2% dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi.
Pengenaan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan dan pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan pengendalian ini, keberadaan menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata ruang, keamanan dan keselamatan, keindahan dan sekaligus memberikan kepastian bagi pengusaha.
Untuk menjamin agar pungutan daerah tidak berlebihan, tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak melampaui 2% dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi.
c. Retribusi Pelayanan Pendidikan
Pengenaan retribusi pelayanan pendidikan dimaksudkan agar pelayanan pendidikan, di luar pendidikan dasar dan menengah, seperti pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pungutan dan hasilnya digunakan untuk membiayai kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dimaksud.
Pengenaan retribusi pelayanan pendidikan dimaksudkan agar pelayanan pendidikan, di luar pendidikan dasar dan menengah, seperti pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pungutan dan hasilnya digunakan untuk membiayai kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dimaksud.
d. Retribusi Izin Usaha Perikanan
Pengenaan Retribusi Izin Usaha Perikanan tidak akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat, karena selama ini jenis retribusi tersebut telah dipungut oleh sejumlah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sebagaimana halnya dengan jenis retribusi lainnya, pemungutan Retribusi Izin Usaha Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan pengendalian kegiatan di bidang perikanan dapat terlaksana secara terus menerus dengan kualitas yang lebih baik.
Pengenaan Retribusi Izin Usaha Perikanan tidak akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat, karena selama ini jenis retribusi tersebut telah dipungut oleh sejumlah daerah sesuai dengan kewenangannya. Sebagaimana halnya dengan jenis retribusi lainnya, pemungutan Retribusi Izin Usaha Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan pengendalian kegiatan di bidang perikanan dapat terlaksana secara terus menerus dengan kualitas yang lebih baik.
3. Perluasan Basis Pajak Daerah
Perluasan basis pajak daerah, antara lain adalah:
Perluasan basis pajak daerah, antara lain adalah:
1. PKB dan
BBNKB, termasuk kendaraan pemerintah
2. Pajak
Hotel, mencakup seluruh persewaan di hotel, dan
3. Pajak
Restoran, termasuk katering/jasa boga.
4. Perluasan Basis Retribusi Daerah
Perluasan
basis retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaan Retribusi Izin
Gangguan, sehingga mencakup berbagai retribusi yang berkaitan dengan lingkungan
yang selama ini telah dipungut, seperti Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair,
Retribusi AMDAL, serta Retribusi Pemeriksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5. Kenaikan Tarif Maksimum Pajak Daerah
Untuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya dalam rangka peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan, penghematan energi, dan pelestarian/perbaikan lingkungan, tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain:
Untuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya dalam rangka peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan, penghematan energi, dan pelestarian/perbaikan lingkungan, tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain:
1. Tarif
maksimum Pajak Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk
kendaraan pribadi dapat diterapkan tarif progresif.
2. Tarif
maksimum Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 10% menjadi 20%.
3. Tarif
maksimum Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%.
Khusus untuk kendaraan angkutan umum, tarif dapat ditetapkan lebih rendah.
4. Tarif
maksimum Pajak Parkir, dinaikkan dari 20% menjadi 30%.
5. Tarif
maksimum Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (sebelumnya Pajak Pengambilan
Bahan Galian Golongan C), dinaikkan dari 20% menjadi 25%.
6. Bagi Hasil Pajak Provinsi
Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat, pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dengan proporsi sebagai berikut:
1. Pajak Kenderaan Bermotor: Provinsi 70%, Kab/Kot 30%.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor: Provinsi 70%, Kab/Kot 30%.
3. Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor: Provinsi 30%, Kab/Kot 70%.
4. Pajak Air Permukaan: Provinsi 50%, Kab/Kot 50%.
5. Pajak Rokok: Provinsi 30%, Kab/Kot 70%.
Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat, pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dengan proporsi sebagai berikut:
1. Pajak Kenderaan Bermotor: Provinsi 70%, Kab/Kot 30%.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor: Provinsi 70%, Kab/Kot 30%.
3. Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor: Provinsi 30%, Kab/Kot 70%.
4. Pajak Air Permukaan: Provinsi 50%, Kab/Kot 50%.
5. Pajak Rokok: Provinsi 30%, Kab/Kot 70%.
7. Earmarking
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (di-earmark) untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Pengaturanearmarking tersebut adalah:
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (di-earmark) untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Pengaturanearmarking tersebut adalah:
·
10% dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor wajib dialokasikan
untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan, serta peningkatan sarana transportasi
umum.
·
50% dari penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk mendanai
pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.
·
Sebagian penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk
penyediaan penerangan jalan.
Dengan
penetapan UU PDRD ini, diharapkan struktur APBD menjadi lebih baik, iklim
investasi di daerah menjadi lebih kondusif karena Perda-Perda pungutan daerah
yang membebani masyarakat secara berlebihan dapat dihindari, serta memberikan
kepastian hukum bagi semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar