July
14, 2010
A. Latar Belakang
Sistem administrasi keuangan negara diatur dengan berbagai
ketentuan, diantaranya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU
No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara. Makalah ini menguraikan pengelolaan
keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal, yaitu terkait dengan
kebijakan dan kegiatan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Kebijakan dan kegiatan APBN diuraikan sejak dari perencanaan anggaran,
penyusunan dan penetapan anggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran, dan pemeriksaan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran.
Uraian juga mencakup pengertian-pengertian, asas, dan prinsip
yang mendasari kegiatan pengelolaan anggaran. Selain itu, sebagai unsur dari
siklus pengelolaan anggaran, makalah ini juga menguraikan sanksi terhadap
pelanggaran ketentuan yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara.
Peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau
Anggaran Sektor Publik menjadi emakin signifikan. Dalam perkembangannya,
APBN telah menjadi instrumen kebijakan multi fungsi yang digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara. Hal tersebut terutama
terlihat dari komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan
arah dan tujuan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, agar fungsi
APBN dapat berjalan secara optimal, maka sistem anggaran dan pencatatan
atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem, pengelolaan anggaran negara telah
mengalami banyak perkembangan. Dengan keluarnya tiga paket
perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara, sistem pengelolaan anggaran negara di Indonesia
terus berubah dan berkembang sesuai dengan dinamika manajemen sektor
publik.
Pemerintah telah menerapkan pendekatan anggaran berbasis
kinerja, anggaran terpadu dan kerangka pengeluaran jangka menengah pada tahun
anggaran 2005 dan 2006. Ternyata masih banyak kendala yang dihadapi, terutama
karena belum tersedianya perangkat peraturan pelaksanaan yang memadai, sehingga
masih banyak terjadi multi tafsir dalam implementasi di lapangan.
Dalam periode itu pula telah dikeluarkan berbagai peraturan pemerintah,
peraturan menteri keuangan, peraturan dirjen dan sebagainya
guna menutup kelemahan-kelemahan tersebut.
Dalam rangka merespon perubahan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan negara itu, makalah Sistem Administrasi
Keuangan Negara perlu direvisi dan disempurnakan. Hal ini akan sangat
membantu para peserta diklat untuk memahami secara lebih
mudah materi peraturan yang baru, karena dalam makalah
ini peraturan-peraturan tersebut sudah dikemas secara lengkap walau
secara garis besar. Diharapkan dengan terbitnya revisi makalah ini, proses
pemelajaran dapat menjadi lebih baik.
B. Tujuan
Tujuan utama dari makalah ini adalah :
Agar mahasiswa mengetahui tentang:
1. Pengertian dasar Keuangan Negara dan
Perbendaharaan Negara, pengelompokan keuangan negara, asas-asas
umum dan ruang lingkup keuangan negara, serta reformasi pengelolaan anggaran
negara;
2. Pelimpahan wewenang dari presiden kepada
para pejabat pengelola keuangan negara, proses pengurusan keuangan
negara, peran para pejabat pengelola keuangan negara selaku otorisator,
ordonator
3. Bendahara umum negara, bendahara penerimaan,
bendahara pengeluaran, dan pejabat pengurus barang;
4. Mekanisme dan penyusunan anggaran berbasis
kinerja, sejak penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian/Lembaga Negara (RKA-KL), sampai dengan penetapannya oleh
lembaga legislatif;
5. Dasar-dasar pengelolaan anggaran negara
yang meliputi ruang lingkup, asas umum perbendaharaan, dan kewenangan pejabat
perbendaharaan negara, serta pelaksanaan APBN yang meliputi pengelolaan
pendapatan dan belanja negara, uang, utang dan piutang, investasi,
barang milik negara dan penatausahaan APBN;
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Administrasi Keuangan Negara
Menurut Stoner dan Winkel (1987), manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian
kegiatan-kegiatan anggota-anggota organisasi dan penggunaan seluruh
sumber organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam pengelolaan keuangan negara, fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian di bidang keuangan harus dilakukan secara
sistematis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945, yaitu:
- Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
- Memajukan kesejahteraan umum.
- Mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Ikut serta mewujudkan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam makalah ini, fungsi perencanaan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional tidak dibahas secara rinci. Akan tetapi, pembahasan mengenai keuangan
negara lebih difokuskan pada fungsi pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian sesuai dengan ketentuan undang-undang di bidang keuangan negara.
B. Reformasi Pengelolaan Anggaran
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dalam
pembahasan berbagai literatur sering disebut anggaran negara atau anggaran
sektor publik, dalam perkembangannya telah menjadi instrumen kebijakan
multi-fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara.
Hal tersebut terutama terlihat dari komposisi dan besarnya anggaran yang secara
langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan kepada masyarakat yang
diharapkan.
Anggaran negara sebagai alat perencanaan kegiatan publik
yang dinyatakan dalam satuan mata uang (rupiah) sekaligus dapat digunakan
sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat
berjalan dengan baik, maka sistem anggaran dan pencatatan atas penerimaan dan
pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah
mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara pada saat ini
telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan dinamika
manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat, yaitu
sistem penganggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM).
1. Anggaran dengan Pendekatan New Public Management (NPM)
Sejak pertengahan tahun 1980-an, telah terjadi perubahan
manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional
yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor
publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut
bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana, tetapi perubahan besar yang telah
mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubngan antara pemerintah
dan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik
tersebut adalah pendekatan New Public Management (NPM).
Model NPM berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penggunaan paradigma baru
tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah, diantaranya adalah
tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan
kompetisi tender. Salah satu model pemerintahan di era NPM adalah
model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang
dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “Reinventing Government”.
Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan
Gaebler tersebut adalah:
1)Pemerintahan katalis (fokus pada pemberian arahan bukan
produksi layanan publik),
2)Pemerintah milik masyarakat (lebih memberdayakan masyarakat
dari pada melayani),
3)Pemerintah yang kompetitif (mendorong semangat kompetisi dalam
pemberian pelayanan publik),
4)Pemerintah yang digerakkan oleh misi (mengubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi),
5) Pemerintah yang berorientasi hasil (membiayai hasil bukan
masukan),
6) Pemerintah berorientasi pada pelanggan (memenuhi kebutuhan
pelanggan, bukan birokrasi),
7)Pemerintah wirausaha (mampu menciptakan pendapatan dan tidak
sekedar membelanjakan),

9) Pemerintah desentralisasi (dari hierarki menuju partisipasi
dan tim kerja), dan
10)Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar
(mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar/sistem insentif dan bukan
mekanisme administratif/sistem prosedur dan pemaksaan).
Munculnya konsep New Public Management (NPM) berpengaruh
langsung terhadap konsep anggaran negara pada umumnya. Salah satu
pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model
anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada
kinerja.
2. Perubahan Pendekatan Anggaran Negara
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan
munculnya era New Public Management telah mendorong upaya di
berbagai negara untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam
perencanaan anggaran negara. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul
beberapa teknik penganggaran sektor publik, antara lain:
a) Teknik Anggaran Kinerja
(Performance Budgeting)
b) Zero Based Budgeting (ZBB)
c) Planning, Programming, and
Budgeting System (PPBS)
Uraian lebih lanjut teknik penganggaran tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgeting)
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan
yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan karena
tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam
pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Pendekatan ini sangat
menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja
output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan prioritas
tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan
keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut, anggaran kinerja
dilengkapi dengan teknik analisis antara biaya dan manfaat.
Sistem penganggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang
mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen
untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran
kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan
penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut.
Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja
yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang
telah ditetapkan.
b. Zero Based Budgeting ( ZBB )
Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan yang ada pada sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan
menggunakan konsep ZBB dapat menghilangkan kelemahan pada konsep
incrementalism dan line item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol
(zero base).
Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan
besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun
depan, yaitu dengan menyesuaikan tingkat inflasi atau jumlah penduduk.
ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran
tahun ini, namun didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB,
seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal-hal yang baru sama sekali. Item
anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi
dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul item baru.
c. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori
sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan
utamanya pada alokasi sumber daya berdasarkan analisisekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak
mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari
divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk
mencapai tujuan tertentu.
PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan
untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya
secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah
sangat terbatas jumlahnya, sedangkan tuntutan masyarakat tidak terbatas
jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif
keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan
bernegara secara keseluruhan. PPBS memberikan kerangka untuk membuat pilihan
tersebut.
Pendekatan baru dalam sistem anggaran negara tersebut menurut
Mardiasmo, dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik cenderung memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) komprehensif/komparatif,
2) terintegrasi dan lintas departemen,
3) proses pengambilan keputusan yang rasional,
4) berjangka panjang,
5) spesifikasi tujuan dan urutan prioritas,
6) analisis total cost and benefit (termasuk opportunity cost),
7) berorientasi pada input, output, dan outcome,
bukan sekedar input,
8) adanya pengawasan kinerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Keuangan Negara
1. Pengertian Keuangan Negara
Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam penjelasan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa
pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari
sisi objek, subjek, proses, dan tujuan.
Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara
meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara
meliputi seluruh subjek yang memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di
atas, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan
negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh
rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut
di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungg jawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau
penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
2. Pengelompokkan Keuangan Negara
Berdasarkan pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek,
terlihat bahwa hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang
diperluas cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan kegiatan dalam
bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan.
Dengan demikian, bidang pengelolaan keuangan negara dapat
dikelompokkan dalam:
a. subbidang pengelolaan fiskal,
b. subbidang pengelolaan moneter, dan
c. subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal
meliputi kebijakan dan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai dari penetapan Arah
dan Kebijakan Umum (AKU), penetapan strategi dan prioritas pengelolaan APBN,
penyusunan anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh DPR, pelaksanaan
anggaran, pengawasan anggaran, penyusunan perhitungan anggaran negara
(PAN) sampai dengan pengesahan PAN menjadi undang-undang.
Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan moneter
berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sektor perbankan dan lalu
lintas moneter baik dalam maupun luar negeri.
Pengelolaan keuangan negara subbidang kekayaan negara yang
dipisahkan berkaitan dengan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di sektor Badan
Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang orientasinya mencari
keuntungan (profit motive).
Berdasarkan uraian di atas, pengertian keuangan negara dapat
dibedakan antara: pengertian keuangan negara dalam arti luas, dan
pengertian keuangan negara dalam arti sempit.
Pengertian keuangan negara dalam arti luas pendekatannya
adalah dari sisi objek yang cakupannya sangat luas, dimana keuangan negara
mencakup kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan pengertian keuangan negara dalam
arti sempit hanya mencakup pengelolaan keuangan negara subbidang
pengelolaan fiskal saja.
3. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good
governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara
perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan
bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
Aturan pokok Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalam asas-asas
umum, yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam
pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas
kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan
penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) dalam pengelolaan keuangan
negara.
Penjelasan dari masing-masing asas tersebut adalah sebagai
berikut.
a) Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran negara
dibuat secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan
legislatif (DPR).
b Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa
tidak diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara
dengan pengeluaran negara.
c) Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara
lengkap, berarti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena
itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam anggaran
adalah jumlah brutonya.
d Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat
dalam mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara
kuantitatif artinya jumlah yang telah ditetapkan dalam mata Sistem
anggaran tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui.
Secara kualitatif berarti penggunaan anggaran hanya dibenarkan untuk mata
anggaran yang telah ditentukan.
e) Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna
bahwa setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja
organisasi atas keberhasilan atau kegagalan
f) suatu program yang menjadi tanggung jawabnya.
g) Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara
ditangani oleh tenaga yang profesional.
h)Asas Proporsionalitas; pengalokasian anggaran dilaksanakan
secara proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan
tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai.
i) Asas Keterbukaan
dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan adanya keterbukaan dalam
pembahasan, penetapan, dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasan
oleh lembaga audit yang independen.
j) Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri, memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa
Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara
secara objektif dan independen.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin
terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah. Dengan dianutnya
asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang Keuangan Negara,
pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi
manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh
landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4. Ruang Lingkup Keuangan Negara
Ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a)Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan
uang, dan melakukan pinjaman;
b)Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c) Penerimaan negara;
d) Pengeluaran negara;
e) Penerimaan daerah;
f) Pengeluaran daerah;
g) Kekayaan negara/kekayaan daerah
yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
h)Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
i)Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan
fasilitas yang diberikan pemerintah; dan
j)Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan
yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan
pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau
perusahaan negara/daerah.
3.2 Perbendaharaan Negara
Pengertian Perbendaharaan Negara menurut UU No. 1 Tahun
2004 adalah “pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,
termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD)”. Sejalan
dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan semakin
pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan
pemerintah yang terbatas secara efisien.
Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi:
1. perencanaan kas yang baik;
2. pencegahan agar jangan sampai terjadi
kebocoran dan penyimpangan;
3. pencarian sumber pembiayaan yang paling murah; dan
4. pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk
meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang
dilaksanakan di dunia usaha ke dalam pengelolaan keuangan pemerintah tidak
dimaksudkan untuk menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah
dengan pengelolaan keuangan sektor swasta.
Pada hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam
kedudukannya yang demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Melalui
kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan
kesejahteraan kepada rakyat (welfare state). Namun, pengelolaan keuangan sektor
publik yang selama ini menggunakan pendekatan superioritas negara telah membuat
aparatur pemerintah yang mengelola keuangan sektor publik tidak
lagi dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan
keuangan pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik
(good governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintah
3.3. Pengurusan Keuangan Negara
A. Pelimpahan Kewenangan
Pengelolaan keuangan negara secara teknis dilaksanakan
melalui dua pengurusan, yaitu pengurusan umum/administrasi yang
mengandung unsur penguasaan dan pengurusan khusus yang mengandung unsur
kewajiban. Pengurusan umum erat hubungannya dengan penyelenggaraan tugas
pemerintah di segala bidang dan tindakannya dapat membawa akibat
pengeluaran dan atau menimbulkan penerimaan negara. Sedangkan pengurusan
khusus atau pengurusan komptabel mempunyai kewajiban melaksanakan perintah-perintah
yang datangnya dari pengurusan umum.
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan
umum pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Dalam pelaksanaannya, kekuasaan presiden tersebut tidak dilaksanakan sendiri
oleh presiden, melainkan:
1. Dikuasakan kepada menteri keuangan, selaku pengelola
fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan;
2. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga negara dan lembaga
pemerintah non kementerian negara, selaku pengguna anggaran/pengguna
barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; dan
3. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala
pemerintahan daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi,
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pelimpahan kekuasaan tersebut tidak termasuk kewenangan di
bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan
uang, yang pelaksanaannya diatur dengan undang-undang. Untuk mencapai
kestabilan nilai rupiah, tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh
bank sentral.
Menteri keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan
pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik
Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah
Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam
pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme check and
balance, serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Kewenangan presiden terhadap pengelolaan keuangan negara yang
dilimpahkan kepada pejabat negara, meliputi kewenangan yang bersifat umum
yang timbul dari pengurusan umum, dan kewenangan yang bersifat khusus
yang timbul dari pengurusan khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi kewenangan
untuk:
1. Menetapkan Arah dan Kebijakan Umum (AKU);
2. Menetapkan strategi dan prioritas dalam pengelolaan APBN,
antara lain menetapkan:
a) pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN,
b) pedoman penyusunan rencana
kerja kementerian negara/lembaga,
c) gaji dan tunjangan,
d) pedoman pengelolaan penerimaan
negara.
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi kewenangan membuat
keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara
lain menetapkan:
1) keputusan sidang kabinet di
bidang pengelolaan APBN,
2) keputusan rincian APBN,
3) keputusan dana perimbangan, dan
4) penghapusan aset dan piutang
negara.
B. Pengurusan Umum atau Pengurusan
Administrasi
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa pengurusan
umum atau pengurusan administrasi mengandung unsur penguasaan, yang erat
hubungannya dengan penyelenggaraan tugas pemerintahan di segala bidang dan
tindakannya dapat membawa akibat pengeluaran dan atau menimbulkan penerimaan
negara. Dalam pengurusan umum terdapat dua pejabat atau subjek
pengurusan, yang disebut otorisator dan ordonator.
1. Otorisator
Otorisator adalah pejabat yang memperoleh pelimpahan wewenang
untuk mengambil tindakan-tindakan yang mengakibatkan adanya penerimaan
dan/atau pengeluaran negara. Tindakan-tindakan otorisator yang bisa berakibat
penerimaan dan/atau pengeluaran
tersebut disebut otorisasi.
Otorisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. otorisasi bersifat luas atau otorisasi umum
b. otorisasi bersifat sempit atau otorisasi khusus.
Otorisasi bersifat luas/umum adalah otorisasi yang tidak
membawa akibat langsung pada pengeluaran dan atau penerimaan negara.
Contoh otorisasi umum: undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, keputusan presiden, instruksi presiden,
peraturan gaji pegawai negeri, peraturan pemberian tunjangan, dan sebagainya.
Otorisasi umum baru akan berakibat pengeluaran dan/atau penerimaan apabila
sudah ada/dilengkapi otorisasi yang bersifat khusus.
Otorisasi bersifat sempit/khusus adalah otorisasi yang
mempunyai akibat langsung terhadap penerimaan dan/atau pengeluaran
negara. Contoh otorisasi khusus adalah surat keputusan pengangkatan pegawai,
surat keputusan penunjukan bendahara, surat keputusan pensiun, dan sebagainya.
2. Ordonator
Ordonator adalah pejabat yang berwenang untuk melakukan
pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian
negara/lembaga sehubungan dengan tindakan otorisator, serta memerintahkan
pembayaran dan atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan
anggaran.
Secara garis besar, ordonator bertugas untuk menguji, meneliti
dan mengawasi penerimaan-penerimaan dan pengeluaran-pengeluaran negara termasuk
tagihan-tagihan yang diajukan oleh pihak ketiga kepada pemerintah, apakah
benar-benar telah sesuai dengan otorisasi yang dikeluarkan oleh otorisator dan
belum kedaluwarsa. Apabila tagihan-tagihan tersebut telah memenuhi persyaratan,
maka ordonator menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan/atau Surat
Penagihan.
Sebelum berlakunya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kewenangan
ordonator ini sepenuhnya berada di tangan menteri keuangan, namun sejak
diberlakukannya kedua undang-undang itu, kewenangan tersebut diberikan kepada
kementerian teknis, sehingga kementerian teknis sepenuhnya memegang
kewenangan pengurusan administratif/umum.
C. Pengurusan Khusus/Kebendaharaan/Komptable
Kewenangan pengurusan khusus atau pengurusan kebendaharaan
(komptable) dipegang oleh menteri keuangan, sesuai pasal 7 UU No. 1 Tahun
2004 yang menetapkan bahwa menteri keuangan adalah Bendahara Umum Negara.
1. Pengertian Bendahara
Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk
dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang
atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.
Dari definisi di atas, bendahara yang ditugaskan untuk
pengurusan keuangan negara dapat dijabat oleh orang-orang (pegawai negeri
atau swasta) dan badan hukum yang diangkat oleh menteri atau ketua
lembaga negara yang menguasai bagian anggaran negara untuk mengelola uang,
surat-surat berharga, dan barang-barang milik negara. Pengangkatan bendahara
oleh menteri atau ketua lembaga negara ditetapkan dengan surat keputusan.
Beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah bendahara
yaitu sebagai berikut:
a. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran diangkat oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
b. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran adalah pejabat
fungsional dan tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa
Bendahara Umum Negara.
c. Bendahara penerimaan/pengeluaran dilarang
melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan,
pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa, atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.
d. Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara
diatur oleh Bendahara Umum Negara selaku Pembina Nasional Jabatan
Fungsional Bendahara.
Berdasarkan objek pengurusannya, bendahara dapat dibedakan
menjadi bendahara uang dan bendahara barang.
2. Bendahara Uang
Bendahara uang mempunyai tugas untuk melakukan pengurusan uang
yang dinyatakan dalam kegiatan menerima, menyimpan, mengeluarkan,
mengadministrasikan, serta mempertanggungjawabkan uang yang berada dalam
pengurusannya. Yang dimaksud uang di sini adalah uang milik negara dan uang
milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara, dan juga surat-surat
berharga seperti cek, bea meterai, prangko, dan juga surat perintah membayar.
Bendahara uang dapat dikelompokkan lagi menjadi:
a. Bendahara umum yaitu bendahara yang mengurus perbendaharaan
negara baik di bidang penerimaan maupun pengeluaran negara.
b. Bendahara khusus penerimaan yaitu bendahara yang
hanya mengurus penerimaan negara.
c. Bendahara khusus pengeluaran yaitu bendahara yang hanya
mengurus pengeluaran negara.
Masing-masing jenis bendahara akan diuraikan lebih lanjut
di bawah ini:
a. Bendahara Umum Negara (BUN)
Bendahara Umum Negara (BUN) adalah pejabat yang diberi tugas
untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. Menteri keuangan selaku
Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam
wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaannya, yang ditunjuk sebagai Kuasa
Bendahara Umum Negara adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara di
tingkat pusat dan kantor wilayah (kanwil) Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan
Negara serta Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk
tingkat wilayah/daerah.
Tugas kebendaharaan dimaksud meliputi kegiatan menerima,
menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam
pengelolaannya. Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memerintahkan
penagihan piutang negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran,
serta melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran setelah
dilakukan pengujian dan pembebanan pada anggaran yang telah disediakan
sebelumnya.
b. Bendahara Khusus Penerimaan
Menteri/pimpinan lembaga mengangkat bendahara penerimaan
dan/atau bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara pada
kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja.
Tugas kebendaharaan dimaksud meliputi kegiatan menerima,
menyimpan, menyetor/membayar/menyerahkan, menata usahakan, dan mempertanggungjawabkan
penerimaan/pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam pengurusannya.
Bendahara khusus penerimaan adalah orang yang ditunjuk
pejabat yang berwenang, yang khusus melakukan penerimaan atas pendapatan negara
dan selanjutnya menyetorkan ke kas negara, sehingga bendahara ini sering
disebut juga “penyetor tetap“ atau “penyetor berkala” karena dari uang
yang diterimanya, pada waktu yang tetap harus disetorkan ke kas negara. Contoh
bendahara jenis ini adalah bendahara penerima bea dan cukai, bendahara penerima
pada departemen/lembaga negara yang mengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) antara lain dari hasil pertanian, kehutanan, penjualan jasa, sita, denda
dan sebagainya.
Secara periodik, bendahara ini membuat surat pertanggungjawaban
tentang uang yang diterima dan disetorkannya meskipun tidak ada uang yang harus
disetor (tidak ada penerimaan).
c. Bendahara Khusus Pengeluaran
Bendahara ini tugasnya melakukan pembayaran atas tagihan kepada
negara baik secara langsung maupun melalui uang persediaan dengan dana yang
diperolehnya melalui Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang
dipersamakan.
D. Kewenangan Pejabat Perbendaharaan Negara
1. Pengguna Anggaran
Menteri/pimpinan lembaga adalah pengguna anggaran/ pengguna
barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Sebagai pengguna
anggaran, menteri/pimpinan lembaga memiliki wewenang:
1. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
2. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang;
3. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan negara;
4. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan utang dan piutang;
5. melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja;
6. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengujian dan perintah pembayaran;
7. menggunakan barang milik negara;
8. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan barang milik negara;
9. mengawasi pelaksanaan anggaran;
10. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
dari kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
2. Bendahara Umum Negara (BUN)
Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara
memiliki wewenang:
1. menetapkan kebijakan dan pedoman
pelaksanaan anggaran negara;
2. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
3. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran
negara;
4. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran
kas negara;
5. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan
lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
6. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan
dalam pelaksanaan anggaran negara;
7. menyimpan uang negara;
8. menempatkan uang negara dan
mengelola/menatausahakan investasi. Dalam rangka pengelolaan kas, investasi
yang dimaksud adalah pembelian Surat Utang Negara (SUN);
9. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening
kas umum negara;
10. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas
nama pemerintah;
11. memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
12. melakukan pengelolaan utang dan piutang
negara;
13. mengajukan rancangan peraturan pemerintah
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
14. melakukan penagihan piutang negara;
15. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan
keuangan negara;
16. menyajikan informasi keuangan negara;
17. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan
serta penghapusan barang milik negara;
18. menentukan nilai tukar mata uang asing
terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak; dan
19. menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.
Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa
Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang ditetapkan. Tugas
kebendaharaan dimaksud kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau
menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga
yang berada dalam pengelolaannya.
Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan
pengeluaran kas negara sekaligus melakukan pengendalian pelaksanaan
anggaran negara. Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban:
a. memerintahkan penagihan piutang negara kepada pihak ketiga
sebagai penerimaan anggaran dan
b. melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai
pengeluaran anggaran.
3. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
Menteri/pimpinan lembaga mengangkat Bendahara Penerimaan dan
Bendahara Pengeluaran untuk melaksakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan dan anggaran belanja pada kantor/satuan
kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat
daerah. Tugas kebendaharaan dimaksud meliputi kegiatan menerima, menyimpan,
menyetor/membayar/menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
penerimaan/pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam
pengelolaannya.
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran adalah
pejabat fungsional dan tidak boleh dirangkap oleh Kuasa
Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara. Bendahara
Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa,
atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.
Persyaratan
pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh
Bendahara Umum Negara selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar