2.1
Pemeriksaan
2.1.1
Pengertian Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan adalah melihat
apakah kondisi yang ada telah sesuai dengan apa yang diharapkan (kriteria).
Pemeriksaan merupakan suatu bagian dari pengawasan baik pengawasan yang
dilakukan dari jauh maupun dari dekat. Pengawasan yang dilakukan dari dekat
dengan hubungan pada objek diawasi disebut pemeriksaan, sedangkan pengawasan
itu sendiri merupakan bagian dari pengendalian. Pengendalian terdiri dari
pengawasan tindak lanjut dan didalam setiap pemeriksaan akan terjadi satu
proses perbandingan antar kondisi dengan kriteria, karena pada dasarnya
pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan tersebut sesuai dengan
apa yang diterapkan.
Pengertian pemeriksaan menurut
Pusdiklat Pengawasan BPKP (1995;2) mengemukakan :
“Pemeriksaan
merupakan kegiatan analisis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai
kualifikasi untuk itu, serta kemampuan lain yang harus dimiliki adalah
pemahaman atas hakekat pemeriksaan operasional itu sendiri.”
Menurut R.A Supriono (1990;9)
pengertian pemeriksaan adalah sebagai berikut :
“Pemeriksaan adalah suatu yang sistematis dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan-pernyataan, tindakan-tindakan dan
kejadian-kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta untuk mengkomunikasikan
hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”
Menurut
Alvin A. Arens dan James K. Loebbecke yang diterjemahkan oleh Amir Abadi
Jusuf (1996;1) adalah sebagai berikut :
“Pemeriksaan adalah proses yang ditempuh oleh seorang yang kompeten dan
independen agar dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai
informasi yang terukur dari suatu entitas (satuan atau usaha) untuk
mempertimbangkan atau melaporkan tingkat kesesuaian dari informasi yang terukur
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.”
Dari
definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan adalah proses
penilaian yang sistematis oleh orang yang memiliki keahlian dan independen
terhadap bukti-bukti mengenai aktivitas perusahaan, dengan tujuan untuk
menentukan dan melaporkan tingkat aktivitas perusahaan dengan ketentuan yang
telah diterapkan.
Berdasarkan dari definisi di atas
dapat disimpulkan juga beberapa karakteristik pemeriksaan itu, yaitu :
1.
Suatu proses yang terdiri dari
serangkaian langkah-langkah atau prosedur-prosedur yang disusun secara
sistematis.
2.
Dilakukan oleh seorang yang
independen dan kompeten. Independen dalam arti bahwa auditor memiliki sikap
mental yang bebas dan tidak memihak. Kompeten berarti mampu dan memiliki
keahlian dan pengetahuan yang memadai dengan latar belakang pendidikan formal
serta pengalaman teknis yang cukup di bidangnya.
3.
Mengumpulkan dan mengevaluasi
secara objektif bukti-bukti yang berhubungan dengan informasi perusahaan yang
diperlukan untuk menilai tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan
kriteria yang ditetapkan.
4.
Mengkomunikasikan hasil
pemeriksaan dengan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria
yang ditetapkan.
2.1.2
Jenis-Jenis Pemeriksaan
Menurut Arens dan Loebbecke
(2000;11-12), pemeriksaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Financial Statement Audits
2.
Operational Audits
3.
Compliance Audits
1.
Pemeriksaan Laporan Keuangan
(Financial Statement Audits)
Adalah pemeriksaan yang dilakukan atas laporan keuangan suatu
organisasi atau perusahaan dengan tujuan untuk memberikan pendapat atas
kewajaran penyajian laporan keuangan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Kriteria yang telah digunakan adalah standar akuntansi yang berlaku
umum, yaitu General Accepted Accounting Principles (di Indonesia : SAK). Hasil
dari pemeriksaan ini berupa laporan pemeriksaan, yang berisi opini auditor
mengenai tingkat kewajaran dari laporan keuangan yang biasanya tersiri dari
neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, dan catatan atas
laporan keuangan. Opini yang dikeluarkan auditor biasanya meliputi :
unqualified opinion, adverse opinion, dan disclaimer opinion.
2.
Pemeriksaan Operasional
(Operational Audits)
Adalah pemeriksaan terhadap pelaksanaan prosedur, metode, dan operasi
kegiatan suatu entitas, dengan tujuan untuk menilai efektivitas dan efisiensi
kegiatan entitas tersebut. Pada akhir suatu pemeriksaan operasional akan
diajukan saran-saran dan rekomendasi kepada pimpinan atau manajemen perusahaan
untuk meningkatkan jalannya operasi dalam perusahaan. Dalam pemeriksaan
operasional, tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah
akuntansi atau keuangan saja, melainkan dapat juga meliputi evaluasi struktur
organisasi perusahaan, fungsi pemasaran perusahaan, dan bidang lain yang
berkaitan dengan perusahaan.
3.
Pemeriksaan Kepatuhan (Compliance
Audits)
Adalah pemeriksaan atas ketaatan terhadap pelaksanaan suatu kontrak,
peraturan maupun prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang,
seperti pemerintah, dan pimpinan perusahaan. Hasil dari pemeriksaan kepatuhan
biasanya dilaporkan pada pimpinan di dalam organisasi perusahaan.
Sedangkan Nugroho Widjayanto
(1985;8-13) membagi pemeriksaan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan
Keuangan (Financial Auditing) adalah pemeriksaan yang dilakukan atas laporan
keuangan suatu organisasi atau perusahaan dengan tujuan untuk menetapkan
kewajaran penyajian laporan keuangan tersebut. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan oleh para akuntan publik atau akuntan pemerintah yang posisinya
berada di luar organisasi (pemeriksa ekstern)
Pemeriksaan
keuangan pada mulanya dibutuhkan karena adanya pemisahan kepentingan antara
pemilik dan pimpinan atau pengelola perusahaan. Adapun hasil pemeriksaan
tersebut berupa suatu laporan yang disertai dengan pendapat (opini) mengenai
kewajaran isi laporan keuangan tersebut. Pendapat pemeriksaan itu dibakukan
dalam empat macam, yaitu : unqualified opinion, qualified opinion, adverse
opinion, dan disclaimer of opinion.
2.
Pemeriksaan Operasional
Pemeriksaan
Operasional adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan memeriksa kehematan,
efisiensi dan efektivitas kegiatan dan juga menilai apakah cara-cara
pengelolaan yang diterapkan dalam kegiatan tersebut sudah berjalan dengan baik.
Dengan demikian ruang lingkup penugasan pemeriksaan operasional lebih luas
daripada pemeriksaan keuangan, karena tekanan pemeriksaan operasional tidak
hanya berkisar pada masalah keuangan saja tetapi juga mencakup masalah di luar
keuangan.
3.
Pemeriksaan Sosial
Pemeriksaan
sosial bertujuan untuk melakukan penilaian apakah suatu organisasi atau
perusahaan telah menunaikan tanggung jawab sosialnya. Suatu organisasi dalam
melaksanakan pengembangan-pengembangannya selain memperhatikan tujuannya juga
harus memperhatikan situasi lingkungan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
pengembangan-pengembangan tersebut.
2.1.3
Teknik-Teknik Pemeriksaan
Dalam melaksanakan pemeriksaan,
apabila populasi pemeriksaan terlalu besar, pemeriksa dapat menggunakan teknik
sampling untuk memilih sampel dari populasi objek yang diteliti. Untuk
mengaudit sampel yang telah ditentukan, pemeriksa dapat mempergunakan
teknik-teknik pemeriksaan. Nugroho
Widjayanto (1985;20-23) mengelompokkan teknik-teknik pemeriksaan menjadi
tiga bentuk, yaitu :
1.
Pengamatan
Pengamatan berarti memperhatikan yang dalam arti luas dapat diartikan
sebagai peninjauan terhadap suatu objek secara hati-hati dan ilmiah. Pengamatan
biasanya dilakukan pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Hasil pengamatan
merupakan titik tolak bagi setiap strategi pemeriksaan berikutnya, sehingga
pengamatan sebenarnya memerlukan penegasan lebih lanjut melalui analisa dan
penyelidikan.
2.
Wawancara
Wawancara adalah upaya mendapatkan informasi secara lisan. Akan tetapi,
dalam arti luas wawancara dapat juga dilaksanakan secara tertulis yaitu dengan
cara memberikan kuesioner kepada pihak yang diwawancarai.
3.
Analisis
Analisis berarti menguraikan. Analisa dalam pengertian pemeriksaan berarti
menguraikan informasi ke dalam unsur-unsurnya, sehingga dapat diketahui
unsur-unsur mana yang penting, yang terjadi berulang kali yang paling kecil
atau kepentingan-kepentingan lainnya dari informasi tersebut. Dengan analisa,
pemeriksa juga dapat melihat hubungan yang penting, antara satu unsur dengan
unsur lainnya yang sebelumnya belum tampak karena unsur-unsur tersebut saling
menutup. Analisa banyak diterapkan pada bidang pencatatan, pembukuan ataupun
administrasi. Sasaran analisa umumnya adalah dokumen, kontrak, daftar gaji,
analisis biaya dan lainnya.
2.2
Pemeriksaan Operasional
2.2.1
Pengertian Pemeriksaan
Operasional
Kita
mengenal beberapa istilah lain yang juga sering dipakai untuk menunjukkan
pemeriksaan operasional, misalnya pemeriksaan pengelolaan (manajemen audit),
pemeriksaan fungsi (fungsional audit), pemeriksaan program (program audit), dan
pemeriksaan efektivitas (effectivenees audit). Hingga sekarang belum ada
kesepakatan tentang penggunaan istilah tersebut. Masing-masing penulis dan
pemakai istilah mempertahankan argumentasinya masing-masing, juga terlihat
bahwa tekanan yang diberikan kepada pokok permasalahan yang dikemukakan
kadang-kadang berbeda satu sama lain.
Pengertian
pemeriksaan operasional menurut Pusat
Pendidikan dan Latihan Pengawasan
BPKP (Pusat Pengawasan BPKP 1985;4) sebagai berikut :
“Pemeriksaan
operasional merupakan suatu pemeriksaan yang bertujuan menilai ekonomis dan
efektif suatu objek pemeriksaan (kegiatan program dan fungsi).”
Menurut Irsan Yani (1991;1)
mengemukakan bahwa :
“Pemeriksaan
operasional adalah evaluasi yang bebas, selektif, dan analisis atas suatu
kegiatan program atau fungsi dengan tujuan untuk memberikan saran-saran
perbaikan kepada objek yang diperiksa.”
Sedangkan
menurut Leo Herbert yang diterjemahkan oleh Pusdiklat Pengawasan BPKP (1995;4)
mendefinisikan sebagai berikut :
“Pemeriksaan operasional adalah pemeriksaan yang meliputi penentuan
saran pemeriksaan (audit objective) oleh pemeriksaan independen mengenai
ekonomis, efektivitas dari kinerja manajemen, perolehan bukti sehubungan dengan
tujuan pemeriksaan tersebut, penganalisaan bukti untuk mendapatkan suatu
kesimpulan mengenai apakah manajemen sudah menjalankan kegiatan atau programnya
dengan ekonomis, objektif, serta pelaporan hasil pemeriksaan tersebut kepada
pihak yang berkepentingan.”
Menurut Amin
Widjaja Tunggal (1992;4) mengemukakan bahwa :
“Pemeriksaan operasional adalah suatu proses yang sistematis dari
penilaian efektivitas, ekonomisasi operasi suatu organisasi yang dibawah
pengendalian manajemen dan melaporkan kepada orang yang tepat, dari hasil
penilaian beserta rekomendasi untuk perbaikan.”
Dari
beberapa definisi tersebut di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pemeriksaan
operasional mempunyai tujuan dan karakteristik sebagai berikut :
1.
Memberikan informasi kepada
manajemen mengenai efektivitas suatu unit dan fungsi.
2.
Pengukuran efektivitas berdasarkan
bukti-bukti.
3.
Pemeriksaan operasional
berhubungan dengan pencarian ekonomisasi dan efektivitas di seluruh operasi
perusahaan.
4.
Hasil pemeriksaannya berupa
rekomendasi untuk perbaikan operasi perusahaan.
2.2.2
Perbedaan Pemeriksaan
Operasional dengan Pemeriksaan Keuangan
Perbedaan
utama antara pemeriksaan operasional dengan pemeriksaan keuangan terletak pada
tujuan pengujian, dimana pemeriksaan keuangan bertujuan untuk menguji kewajaran
penyajian laporan keuangan perusahaan untuk periode waktu tertentu. Sedangkan
pemeriksaan operasional bertujuan untuk memeriksa kehematan atau efisiensi dan
efektivitas kegiatan dari suatu perusahaan atau bagian dari suatu perusahaan.
Berikut ini
dalam tabel 2.1, diuraikan mengenai perbedaan pokok antara pemeriksaan
operasional (operational audit) dengan pemeriksaan keuangan (financial audit).
Tabel 2.1
Perbedaan Pemeriksaan Operasional
dengan Pemeriksaan Keuangan
|
Pemeriksaan Operasional
|
Pemeriksaan Keuangan
|
Tujuan Pemeriksaan
|
Menekankan pd efektivitas dan efisiensi
operasi
|
Menekankan pada kewajaran Laporan
Keuangan
|
Orientasi Pemeriksaan
|
Berorientasi pada prestasi operasi di
masa yang akan datang
|
Berorientasi pada masa lampau
|
Dasar Pemeriksaan
|
Berdasarkan Opportunity Cost
|
Berdasarkan Historical Cost
|
Sifat Pemeriksaan
|
Konstruktif
|
Protektif
|
Ruang Lingkup Pemeriksaan
|
Mencakup setiap aspek efektivitas dan
efisiensi karena itu dapat mencakup beranekaragam aktivitas yang luas
|
Terbatas pada masalah-masalah yang
secara langsung mempengaruhi kewajaran Laporan Keuangan
|
Sumber Data
|
Menggunakan data keuangan dan data
operasional
|
Data keuangan sebagai bukti
|
Standar Penilaian
|
Prinsip-prinsip manajemen
|
Prinsip-prinsip akuntansi yang lazim
dipakai atau diterima secara umum
|
Distribusi Laporan
|
Laporan disetujui untuk pihak-pihak
internal terutama untuk pihak manajemen
|
Laporan didistribusikan kepada banyak
pemakai laporan keuangan seperti pemegang saham/kreditur
|
Frekuensi laporan
|
Periodik, tetapi biasanya saat tidak
tertentu
|
Teratur, paling sedikit setahun sekali
|
Sumber : Auditing An Integrated Approach And Management Audit : Suatu
Pengantar.
2.2.3
Tujuan dan Manfaat Pemeriksaan Operasional
Menurut Nugroho Widjayanto
(1985;26), tujuan pemeriksaan operasional adalah sebagai berikut :
a.
Untuk menilai kegiatan yang sedang
berjalan.
b.
Mengidentifikasikan berbagai
kelemahan untuk perbaikan.
c.
Mencari peluang untuk
penyempurnaan dan pengembangan.
d.
Pengembangan rekomendasi untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan.
Adapun Cashin (1988;12.6-12.13)
mengemukakan tujuan Pemeriksaan Operasional sebagai berikut :
1.
Appraisal of Control
2.
Appraisal of Performance
3.
Appraisal to Management
1.
Appraisal of Control (Penilaian
atas Pengendalian)
Pemeriksaan
operasional merupakan suatu penilaian terhadap pengendalian administrasi pada
seluruh bagian perusahaan yang bertujuan untuk menentukan apakah pengendalian
yang ada cukup memadai untuk mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan oleh
manajemen.
2.
Appraisal of Performance
(Penilaian Kinerja)
Pemeriksaan
operasional merupakan suatu penilaian yang bertujuan untuk menentukan apakah
pelaksanaan kegiatan dalam organisasi sesuai dengan standar kegiatan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3.
Assistance to Management (Membantu
Manajemen)
Tujuan
utama dari pemeriksaan operasional yaitu untuk membantu semua manajer di
seluruh tingkat perusahaan. Pemeriksaan operasional dapat membantu manajer
dalam melaksanakan keempat fungsi manajemen, yaitu Planning, Organizing,
Directing, dan Controlling. Karena itu pemeriksa harus memiliki pengetahuan
dalam bidang manajemen. Pemeriksa juga dituntut untuk memberikan
pandangan-pandangan dengan dasar pijakan manajerial.
Dari definisi yang telah diuraikan
diatas, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya tujuan dilaksanakannya
pemeriksaan operasional adalah untuk menghasilkan peningkatan atau perbaikan
dalam pengelolaan kegiatan dengan membuat saran atau rekomendasi kepada
pimpinan atau manajemen perusahaan. Pemeriksaan operasional berorientasi pada
sistem perencanaan dan pengendalian manajemen yang dilaksanakan untuk
meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kehematan organisasi atau bagian
organisasi.
Manfaat dari pelaksanaan pemeriksaan
operasional adalah sebagai berikut (Nugroho Widjayanto, 1985;28-29) :
1.
Identifikasi tujuan,
kebijaksanaan, sasaran, dan prosedur organisasi yang sebelumnya tidak jelas.
2.
Identifikasi kriteria yang dapat
dipergunakan untuk mengukur tingkat tercapainya tujuan organisasi dan menilai
kegiatan manajemen.
3.
Evaluasi yang independen dan
objektif atas suatu kegiatan tertentu.
4.
Penetapan apakah organisasi sudah
mematuhi prosedur, peraturan, kebijaksanaan, serta tujuan yang telah
ditetapkan.
5.
Penetapan efektifitas dan
efisiensi sistem pengendalian manajemen.
6.
Penetapan tingkat keandalan
(reliability) dan kemanfaatan (usefulness) dari berbagai laporan manajemen
7.
Identifikasi daerah-daerah
permasalahan dan mungkin juga penyebabnya.
8.
Identifikasi berbagai kesempatan
yang dapat dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan laba, mendorong pendapatan dan
mengurangi biaya atau hambatan dalam organisasi.
9.
Identifikasi berbagai tindakan
alternatif dalam berbagai daerah kegiatan.
2.2.4
Jenis-Jenis Pemeriksaan
Operasional
Arens dan Loebbecke (2000;12) membagi pemeriksaan operasional dalam
tiga jenis, yaitu :
1.
Functional
Fungsi merupakan suatu alat pengelolaan kegiatan suatu perusahaan,
seperti fungsi penagihan atau fungsi produksi. Ada banyak cara untuk
mengelolakan dan membagi lagi fungsi yang ada, misalnya terdapat fungsi
penggajian, tetapi ada juga fungsi penerimaan pegawai, perhitungan waktu dan
pembayaran gaji, audit fungsional dapat berkaitan dengan sebuah fungsi atau
lebih dalam suatu organisasi. Keuntungan dari pemeriksaan jenis ini adalah
tersedianya spesialisasi bagi auditor, sedangkan kelemahannya adalah biasanya
tidak dapat mengevaluasi fungsi yang saling berhubungan.
2.
Organizational
Pemeriksaan jenis ini menyangkut keseluruhan unit organisasi, seperti
departemen, cabang atau pada anak perusahaan. Organisasi audit lebih ditekankan
bagaimana fungsi-fungsi berinteraksi secara efektif dan efisien. Dalam jenis
pemeriksaan ini rencana organisasi dan metode untuk mengkoordinasikan aktivitas
merupakan hal yang teramat penting.
3.
Special Assignment
Pemeriksaan jenis ini dilaksanakan jika ada permintaan dari manajemen
misalnya jika manajemen mencurigai telah terjadi kolusi antara bagian pembelian
dengan supplier.
2.2.5
Kriteria Pemeriksaan
Operasional
Kriteria
merupakan hal yang seharusnya dikerjakan atau melekat pada objek yang
diperiksa. Dengan adanya kriteria pemeriksa dapat menetapkan apakah terjadi
penyimpangan atau tidak atas objek yang diperiksanya. Berbeda dengan
pemeriksaan keuangan yang memiliki kriteria yang jelas, dalam pemeriksaan
operasional, pemeriksa seringkali menghadapi kesulitan dalam menentukan
kriteria khusus untuk menilai apakah efisiensi dan efektivitas telah dicapai.
Walaupun sulit untuk menentukan kriteria penilaian yang tepat, terdapat
beberapa sumber yang dapat digunakan oleh pemeriksa untuk mengembangkan
kriteria penilaian yang spesifik.
Menurut Arens dan Loebbecke,
sumber-sumber berikut ini dapat digunakan sebagai kriteria penilaian, seperti
yang dikutip oleh Amin Widjaja Tunggal
(2001;22-23):
1.
Historical Performance
2.
Comparable Performance
3.
Engineering Standards
4.
Discussion and Agreement
1.
Historical Performance (Prestasi
Periode Sebelumnya)
Merupakan kriteria pemeriksaan yang didasarkan pada hasil kinerja
aktual dari periode sebelumnya untuk mengetahui apakah hasil yang dicapai
sekarang apakah menjadi lebih baik atau buruk. Keuntungan melakukan pemeriksaan
ini adalah kemudahan dalam menetapkan kriteria tetapi kurang memberikan
informasi tentang baik atau buruknya period berjalan.
2.
Comparable Performance (Prestasi
Perusahaan Sejenis yang dapat Diperbandingkan)
Merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil kinerja dari
fungsi-fungsi perusahaan yang bergerak di industri yang sejenis. Kriteria
terbaik dari salah satu fungsi-fungsi perusahaan yang diperbandingkan digunakan
sebagai benckmark (standar) untuk mengevaluasi kinerja fungsi perusahaan
yang sedang diperiksa. Benckmarking juga dapat dilakukan dengan menilai
kinerja perusahaan secara keseluruhan terhadap kinerja perusahaan lain yang
sejenis.
3.
Engineering Standards (Standar
Teknik)
Kriteria ini ditetapkan berdasarkan standar teknik, seperti penggunaan time
and motion study yang pada umumnya digunakan untuk menentukan
tingkat hasil yang diproduksi. Penggunaan kriteria ini dapat dikatakan sangat
efektif dalam mendukung penyelesaian berbagai masalah operasional yang penting,
namun pembuatan kriteria ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar
dalam pengembangannya yang diakibatkan oleh kebutuhan atas banyaknya keahlian.
4.
Discussion And Agreement (Diskusi
dan Persetujuan Bersama)
Merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil diskusi dan
persetujuan bersama antara manajemen dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam
pemeriksaan operasional. Kriteria ini umum digunakan karena pembuatan kriteria
yang lain seringkali sulit dan membutuhkan biaya yang besar.
2.2.6
Ruang Lingkup Pemeriksaan
Operasional
Ruang lingkup pemeriksaan operasional
mencakup semua aspek penting dari kegiatan dan fungsi perusahaan, dan juga
merupakan tinjauan atas tujuan perusahaan lingkungan perusahaan itu beroperasi,
kebijakan operasinya, personalia dan kadangkala juga fasilitas fisik.
Menurut R.A Supriyono (1995;17) ruang
lingkup pemeriksaan dalam pemeriksaan operasional meliputi :
1.
Keuangan dan Kepatuhan
Keuangan dan kepatuhan berguna untuk menentukan :
a.
Apakah laporan keuangan suatu
kesatuan ekonomi yang diperiksa disajikan dengan wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku.
b.
Apakah satuan ekonomi yang
diperiksa mematuhi undang-undang, peraturan-peraturan yang secara materiil
mempengaruhi laporan keuangan
2.
Kehematan dan Efisiensi
Kehematan dan efisiensi berguna untuk menentukan :
a.
Apakah kesatuan ekonomi yang
diperiksa menggunakan dan mengelola sumber-sumbernya (dana, manusia, mesin,
material) secara hemat dan efisien
b.
Apa penyebab praktek-praktek yang
tidak efisien dan tidak hemat
c.
Apakah kesatuan ekonomi tersebut
telah mematuhi undang-undang kehematan dan peraturan-peraturan yang berhubungan
dengan kehematan
3.
Hasil-Hasil Program
Hasil-hasil program berguna untuk menentukan :
a.
Apakah hasil-hasil dan
manfaat-manfaat yang ditentukan oleh badan legislatif atau badan otoritas
lainnya dapat tercapai
b.
Apakah pelaksanaan telah
mempertimbangkan alternatif-alternatif pencapaian hasil yang diinginkan dengan
biaya yang rendah
Lingkup pemeriksaan tersebut dapat
dievaluasi, diuji kepatuhannya, serta adanya verifikasi yang disampaikan kepada
manajemen, apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dari apa yang telah
ditetapkan, maka hal tersebut disampaikan dengan penjelasan tentang penyebab
terjadinya penyimpangan tersebut dan sekaligus memberi rekomendasi perbaikan.
2.2.7
Tahapan Pemeriksaan
Operasional
Pemeriksaan Operasional perlu menyusun
rencana tahap-tahap pemeriksaan yang akan dilaksanakannya. Setiap tahap
pemeriksaan perlu direncanakan dengan baik, karena hasil yang akan diperoleh
dalam suatu tahap pemeriksaan akan mempengaruhi keberhasilan tahap-tahap
berikutnya. Dengan adanya perencanaan diharapkan pemeriksa dapat
mengkoordinasikan tahap-tahap pemeriksaan tersebut dan dengan demikian tujuan
pemeriksaan dapat dicapai.
Secara umum tahapan pemeriksaan yang
terdapat dalam suatu pemeriksaan operasional mencakup :
1.
Persiapan Pendahuluan dan
Penelitian Lapangan
Pemeriksaan Operasional biasanya
mempertimbangkan kebijakan untuk menentukan apa saja pekerjaan pemeriksaan yang
perlu dilaksanakan dan bagaimana melaksanakan pekerjaan pemeriksaan tersebut.
Tujuan dilaksanakan pemeriksaan operasional adalah untuk menilai efisiensi dan
efektivitas unit organisasi, fungsi atau kegiatan yang diperiksa.
Namun
terbatasnya sumber dana, staf, dan waktu yang tersedia untuk pemeriksaan
mengakibatkan ketidakpastian untuk melaksanakan semua prosedur pemeriksaan
dalam setiap penugasan. Jika ingin mencapai manfaat pemeriksaan yang optimal
maka sumber dana, waktu, dan staf yang tersedia untuk pemeriksaan harus
dialokasikan dengan cara-cara yang efisien sehingga dapat melayani permintaan
pemeriksaan operasional dengan sebaik-baiknya.
Tujuan persiapan pendahuluan dan
penelitian lapangan adalah agar pemeriksa mengenal dengan baik terhadap objek
yang diperiksa. R.A.Supriyono
(1990;82) mengemukakan bahwa dalam tahap ini, pemeriksa berusaha untuk mengenal
hal-hal berikut ini :
a.
Tujuan unit organisasi yang
diperiksa.
b.
Mengidentifikasi sumber-sumber
yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
c.
Memahami struktur organisasi, gaya
manajemen, sistem perencanaan dan pengendalian manajemen, serta
metodologi-metodologi untuk melaksanakan kegiatan.
Norma pemeriksaan yang dikeluarkan
oleh The Institute of Internal Auditor memberikan petunjuk yang
diperlukan untuk tahap persiapan pendahuluan dan penelitian lapangan. Menurut R.A Supriyono (1990;82) dalam tahap
ini, norma tersebut mengharuskan pemeriksa operasional untuk :
a.
Menentukan tujuan dan luasnya
pekerjaan pemeriksaan
b.
Mendapatkan informasi latar
belakang kegiatan yang diperiksa
c.
Berkomunikasi dengan semua pihak
yang perlu mengetahui pemeriksaan
d.
Melaksanakan penelitian lapangan
seperlunya agar mengenal dengan baik kegiatan dan sistem pengendalian yang
diperiksa, untuk mengidentifikasikan luasnya tekanan pemeriksaan, dan untuk
meminta komentar dan saran-saran dari manajemen unit yang diperiksa
e.
Menyusun program pemeriksaan
f.
Menentukan bagaimana, kapan, dan
kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan manajemen dikomunikasikan
g.
Mendapatkan pengesahan rencana
pemeriksaan
2.
Melaksanakan Pemeriksaan
Pendahuluan
Tahap pemeriksaan pendahuluan merupakan
tahap pemeriksaan pertama yang dilakukan dalam pemeriksaan operasional. Tahap
ini bertujuan untuk memperoleh informasi umum dan informasi latar belakang
dalam waktu yang relatif singkat mengenai semua aspek yang berhubungan dengan
organisasi, aktivitas, program, atau sistem dari entitas yang diperiksa. Hal
ini perlu dilakukan karena dengan diperolehnya informasi-informasi tersebut,
pemeriksa dapat memiliki pengetahuan yang cukup untuk mempertimbangkan
masalah-masalah yang mungkin timbul dan harus diidentifikasi pada saat
pemeriksaan mendalam.
Widjayanto (1985;31-57) menyatakan
bahwa tahap pemeriksaan pendahuluan meliputi kegiatan sebagai berikut :
a.
Pengamatan fisik sekilas
Dalam
pengamatan fisik sekilas, pemeriksa dapat memperoleh kesempatan untuk meninjau
seluruh kegiatan dan mendapat gambaran nyata operasi perusahaan. Pemeriksa
mungkin saja dapat menemukan hal-hal temuan penting yang menjadi perhatiannya.
b.
Mencari data tertulis
Data
tertulis yang harus didapatkan oleh pemeriksa antara lain adalah sebagai
berikut:
1.
Sasaran dan tujuan perusahaan yang
tertulis
2.
Petunjuk kebijaksanaan dan
prosedur perusahaan
3.
Uraian tugas
4.
Bagan organisasi
5.
Anggaran
6.
Laporan-laporan intern
c.
Wawancara dengan manajemen
Pemeriksa
melakukan wawancara agar dapat mengidentifikasikan permasalahan yang terjadi.
Pemeriksa juga mungkin akan memperoleh temuan penting yang dapat menunjukkan
kemungkinan terjadinya kegiatan perusahaan yang tidak efektif, tidak efisien,
dan tidak ekonomis. Pada waktu melakukan wawancara, pemeriksa dapat menggunakan
kuesioner sebagai pedoman dalam mengumpulkan informasi-informasi yang
diperlukan agar lebih memahami kegiatan unit perusahaan yang diperiksa.
d.
Kegiatan Analisis
Tahap akhir
dari pemeriksaan pendahuluan adalah analisis yang dilaksanakan oleh pemeriksa.
Analisis ini mencakup analisa laporan keuangan dan laporan manajemen intern
lainnya. Pemeriksa dapat menghitung rasio seperti current ratio, quick ratio,
perputaran piutang, dan perputaran harta.
Hasil yang diperoleh dalam tahap
pemeriksaan pendahuluan ini akan disimpulkan dalam suatu laporan hasil
pemeriksaan pendahuluan yang disebut memoranda survei. Pada dasarnya memoranda
survei merupakan dokumen mengenai apa yang telah dipelajari oleh pemeriksa dan
usulan rencana untuk melakukan tahap pemeriksaan berikutnya.
Dengan
demikian, setelah melaksanakan pemeriksaan pendahuluan ini pemeriksa akan
memperoleh pengetahuan yang cukup untuk menetapkan daerah atau bagian mana yang
memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam.
3.
Melakukan Pemeriksaan
Mendalam
Pada tahap ini, pemeriksaan bertujuan
untuk menilai dan mengevaluasi semua bukti dan informasi yang penting dan
relevan yang berguna untuk mendukung dan mengajukan temuan, simpulan dan
rekomendasi.
Menurut
Nugroho Widjayanto, pemeriksaan mendalam mencakup kegiatan-kegiatan sebagai
berikut (Nugroho Widjayanto, 1985;60)
:
a.
Studi Lapangan
Studi
lapangan yang dilakukan meliputi :
1.
Wawancara dengan pegawai inti pada
semua tingkat organisasi
2.
Mengidentifikasikan dan
mewawancarai sumber-sumber ekstern yang dianggap penting tanpa melanggar
kerahasiaan penugasan
3.
Observasi aktivitas operasional
dan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian)
4.
Penelitian Sistem Pengendalian
Internal
5.
Penelitian arus transaksi
6.
Penelitian penempatan pegawai,
peralatan, formulir, dan pelaporan
b.
Analisis
Dalam melakukan kegiatan analisis ini, pemeriksa dapat menggunakan
berbagai macam cara dan metode untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut
terhadap temuan yang diperoleh dalam pemeriksaan pendahuluan.
Analisis yang dilakukan meliputi, antara lain :
1.
Penghubung data yang dikumpulkan
dengan kriteria pengukuran kegiatan, apabila diperlukan;
2.
Penegasan kembali kriteria
pengukuran dengan pegawai yang bersangkutan;
3.
Pendiskusian temuan dan kesempatan
perbaikan dengan pegawai yang bersangkutan.
4.
Membuat Laporan Pemeriksaan
Operasional
Setelah tahap pemeriksaan mendalam
selesai, pemeriksa dapat menyusun laporan pemeriksaan formal. Tidak ada bentuk
laporan yang standar dari suatu pemeriksaan operasional. Laporan pemeriksaan
biasanya mengandung uraian, mengenai kegiatan yang dikerjakan, temuan-temuan
(yang baik maupun yang jelek), kesimpulan dan rekomendasi yang diusulkan
pemimpin yang kegiatannya diperiksa dan pihak lain yang terkait atau memiliki
wewenang untuk memantau tindak lanjutnya.
Menurut Gil Courtemanche yang dikutip
oleh Hiro Tugiman (1997;191-206),
bahwa suatu laporan pemeriksaan yang dianggap baik apabila telah memenuhi empat
kriteria mendasar, yaitu :
a.
Objektivitas
b.
Kewibawaan (Authoritativeness)
c.
Keseimbangan
d.
Penulisan yang profesional
Dari pemeriksaan operasional,
diharapkan masalah yang ada di perusahaan dapat diungkapkan. Masalah-masalah
yang dapat diungkapkan melalui pemeriksaan operasional antara lain :
a)
Kekurangan dalam perencanaan
seperti, kurang atau tidak adanya rencana standar, kebijakan dan prosedur baik
dalam ruang lingkup fungsional maupun operasional kegiatan perusahaan.
b)
Lemahnya struktur organisasi dan
pola penempatan personil, seperti penetapan tugas dan tanggung jawab yang tidak
jelas, kegiatan dan fungsi yang tidak perlu, pekerjaan yang saling tumpang
tindih, dan pelanggaran yang tidak dapat dibenarkan atas prinsip organisasi,
terlalu banyak dan terlalu sedikit petugas, dan pembagian kerja yang tidak
layak.
2.2.8
Sasaran Pemeriksaan
Operasional
Meskipun pemeriksaan operasional
adalah kegiatan aktivitas program atau bidang-bidang organisasi yang diketahui
dan diidentifikasikan memerlukan perbaikan atau peningkatan dalam segi
kehematan, efisiensi dan efektivitas.
Sasaran pemeriksaan tersebut mempunyai
tiga unsur pokok :
a)
Kriteria yang jelas berupa standar
atau ukuran, ketentuan yang seharusnya diikuti dan ditaati.
b)
Penyebab dari suatu tindakan atau
kegiatan yang tidak sesuai dengan kriteria.
c)
Akibat dari suatu tindakan atau
kegiatan yang menyimpang dari kriteria yang dapat diukur atau dinilai dengan
uang atau akan menyebabkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang harus
dicapai.
2.2.9
Keterbatasan Dalam
Pemeriksaan Operasional
Pemeriksaan operasional dapat
digunakan untuk memecahkan semua masalah yang ada di perusahaan, hal ini
disebabkan karena pemeriksaan operasional memiliki keterbatasan. Keterbatasan
utama dalam pemeriksaan operasional menurut Nugroho Widjayanto
(1985;23-26) adalah sebagai berikut :
1.
Keterbatasan waktu
Waktu biasanya merupakan kendala dalam melaksanakan pemeriksaan karena
pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan kepada manajemen dengan segera
untuk memecahkan masalah yang dihadapi, karena itu pemeriksaan operasional
perlu dilakukan secara teratur untuk menjamin bahwa permasalahan yang terjadi
di perusahaan dapat segera terdeteksi agar tidak menjadi semakin parah.
2.
Keterbatasan keahlian
Tidak mungkin bagi seorang pemeriksa untuk mengetahui dan menguasai
berbagai disiplin bisnis. Keterbatasan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki
oleh pemeriksa terhadap objek yang akan diperiksa merupakan salah satu
keterbatasan yang penting. Untuk mengatasi keterbatasan ini perlu diadakan
pendidikan dan pelatihan bagi pemeriksa operasional.
3.
Keterbatasan biaya
Pemeriksa harus mempertimbangkan antara biaya pemeriksa yang
dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh. Ini berarti pemeriksa harus
mengabaikan situasi permasalahan yang lebih kecil, yang mungkin dapat
menghabiskan biaya yang lebih besar daripada manfaat yang diperoleh jika
pemeriksaan dilanjutkan lebih jauh.
2.2.10
Dukungan Manajemen
Menurut Bambang Hartadi (1987;22)
dalam bukunya Auditing “Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi” Tahap Pendahuluan
:
Manajemen
harus membantu akuntan dalam penyiapan laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntan dan membantu alam proses pemeriksaan (audit).
Dalam buku
Norma Pemeriksaan Akuntan disebutkan bahwa manajemen bertanggung jawab untuk
menciptakan hal-hal yang membantu menghasilkan laporan keuangan yang tepat,
antara lain kebijaksanaan akuntansi yang sehat, penyelenggaraan sistem
perkiraan yang cukup lengkap dan efektif, perlindungan terhadap aktiva
perusahaan serta berjalannya sistem internal control (kewajaran penyajian atas
laporan keuangan adalah secara implisit dan bagian internal tanggung jawab
manajemen).
Jadi akuntan
hanya dapat meneliti (review) bukannya yang membuat laporan keuangan. Sebaai
konsekuensinya apakah ada rekomendasi maka harus diletakkan di bagian luar
(disajikan tersendiri) sebagai management report. Tujuan utama management
report adalah memberi tahu pembaca laporan keuangan atas tanggung jawab
manajemen dan berbagai cara untuk memenuhinya.
Akuntan dapat
membantu menyiapkan laporan keuangan, dalam hal penerapan prinsip akuntansi
yang baru dan selama pemeriksaan, dia dapat mengusulkan adjustment-adjustment
atas laporan keuangannya.
2.3
Penjualan
2.3.1
Pengertian dan Tujuan Penjualan
Penjualan adalah tindak lanjut dari
pemasaran dan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
suatu perusahaan. Melalui aktivitas penjualan ini perusahaan berhubungan dengan
pihak lain, dimana terjadi transaksi penyerahan barang perolehan kas yang
senilai dengan barang tersebut.
Menurut Eric
L. Kohler (1984;448), definisi penjualan adalah sebagai berikut :
“A business transaction involving the delivery (i.e the giving) of a
commodity, and item of merchandise, or property, a right, or a service, in
exchange for the receipt of cash, a promise to pay, or money equivalent, or for
any combination of this item of the amount af such cash, promise to pay, or
money equivalent.”
Dari definisi
diatas dapat diartikan sebagai berikut :
“Suatu transaksi bisnis yang meliputi pengantaran (contohnya ialah
penyerahan pemberian)dari komoditi, dan bagian dari barang dagangan, atau hak
milik, suatu hak, atau suatu pelayanan, dalam pertukaran untuk penerimaan uang
tunai, suatu perjanjian untuk membayar, atau sama dengan uang, atau untuk
berbagai kombinasi dari bagian tersebut seperti sejumlah uang tunai, perjanjian
untuk membayar, atau sama dengan uang.”
Sedangkan
menurut Basu Swastha (1993;8) juga
mengatakan bahwa penjualan adalah sebagai berikut :
“Menjual
adalah ilmu dan seni mengetahui pribadi yang dilakukan oleh penjual utama
mengajak orang lain agar bersedia membeli barang, atau jasa yang
ditawarkannya.”
Dari definisi tersebut diatas dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa penjualan adalah suatu pengalihan atau
pemindahan hak pemilikan atas barang atau jasa dari pihak penjual kepada pihak
pembeli yang disertai dengan penyerahan imbalan dari pihak penerima barang atau
jasa sebagai timbal balik atas penjualan tersebut.
Untuk memperoleh hasil yang terbaik
dalam upaya pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan, aktivitas
penjualan perlu direncanakan dengan baik terlebih dahulu. Dalam perencanaan
penjualan harus diperhatikan kondisi perusahaan (kemampuan untuk memproduksi
atau memasarkan), artinya untuk dapat mencapai hasil penjualan yang optimal
maka volume penjualan haruslah selalu memperhatikan keadaan perekonomian di
masa yang akan datang, dalam hal ini bagian penjualan harus selalu
diikutsertakan dalam penentuannya.
Pendapatan perusahaan diperoleh dari
aktivitas penjualan digunakan untuk membiayai operasi perusahaan. Apabila
aktivitas penjualan tidak dikelola dengan baik, maka sasaran penjualan tidak
akan dapat tercapai dan akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan perusahaan.
Adapun yang perlu diperhatikan dalam aktivitas penjualan ini adalah :
·
Produk
·
Penetapan Harga
·
Distribusi
·
Metode Penjualan
·
Organisasi
·
Perencanaan dan Pengendalian
Pemeriksaan dan pengendalian terhadap
kegiatan penjualan harus dilakukan karena hasil yang diperoleh dalam kegiatan
penjualan mempengaruhi signifikan terhadap laba yang diperoleh perusahaan.
Volume penjualan yang tepat, meningkatkan kepuasan penjualan melalui pelayanan
yang baik dan optimalkan keuntungan.
Tujuan umum yang umumnya dimiliki oleh
perusahaan adalah sebagai berikut :
1.
Mencapai volume penjualan tertentu
2.
Mendapatkan laba yang optimal
dengan modal sekecil-kecilnya
3.
Mempertahankan kelangsungan
hidupnya terus-menerus (going concern)
4.
Menunjang pertumbuhan perusahaan
Tetapi dalam upaya mencapai tujuan
tersebut sebelumnya harus mempunyai sasaran dan misi tertentu, dengan sasaran
dan misi inilah tujuan dapat tercapai.
Sasaran-sasaran itu menurut Winardi
(1990;154), adalah :
1.
Sasaran memenuhi tujuan berikut
dalam sebuah organisasi
2.
Sasaran memenuhi gambaran kepada
orang lain dalam sebuah organisasi
3.
Sasaran menimbulkan konsistensi
dalam hal pengambilan keputusan antara sejumlah besar manajer yang berbeda
4.
Sasaran memberikan dana untuk
menyusun perencanaan spesifik
5.
Sasaran merangsang pekerjaan dan
pelaksanaan pekerjaan
6.
Sasaran memberikan landasan untuk
tindakan korektif dan pengawasan
2.3.2 Ruang
Lingkup Penjualan
Ruang lingkup kegiatan penjualan
dimulai dari perencanaan penjualan sampai dengan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan penjualan. Ruang lingkup penjualan secara rinci mencakup hal-hal
sebagai berikut :
1.
Perencanaan Penjualan
Atas dasar produk barang dan jasa yang terjadi, kegiatan ini dimulai
dengan target penjualan, yang menentukan volume penjualan produk yang akan dijual,
menentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan sasaran calon
pembeli yang potensial.
2.
Pelaksanaan Kegiatan Penjualan,
terdiri dari :
a)
Penerimaan order penjualan,
terdiri dari penerimaan order dari pembeli, mengevaluasi order dari pembeli,
mengirim surat penawaran harga, serta membuat surat order pengiriman.
b)
Pengiriman barang atau kegiatan
ini berfungsi menyerahkan barang sesuai dengan surat order pengiriman yang
diterima dengan bagian order penjualan kepada pembeli dan bertanggung jawab untuk
menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa melalui
otoritas dari pihak yang berwenang.
3.
Evaluasi Kegiatan Penjualan
Secara rutin harus melaksanakan evaluasi terhadap kegiatan penjualan,
apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan yang telah direncanakan, untuk
kemudian dijadikan sebagai patokan dan pengendalian bagi kemajuan-kemajuan yang
akan dicapai di masa yang akan datang.
2.3.3
Organisasi Kegiatan
Penjualan
Tahap pertama dalam melaksanakan
kegiatan adalah membentuk suatu organisasi sedemikian rupa sehingga
melaksanakan kegiatan dengan sewajarnya. Organisasi merupakan sekumpulan tugas
yang diberikan kepada orang-orang yang bekerja secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Basu Swastha (1993;12), pada umumnya struktur organisasi penjualan
bermula dari manajer pemasaran kepada manajer penjualan sampai dengan
pelaksanaan penjualan. Tujuan dari struktur organisasi tersebut adalah untuk
memberikan deskripsi jabatan yang membatasi wewenang untuk masing-masing
jabatan. Tingkatan yang berbeda dalam organisasi kegiatan penjualan dengan
mendelegasikan pekerjaan dan mempromosikan spesialisasi tenaga kerja.
2.3.4
Kebijakan dan Prosedur
Penjualan
Kebijakan merupakan peraturan yang
dibuat oleh manajemen untuk melaksanakan kegiatan. Kebijakan ini merupakan
peraturan untuk bertindak dengan cara dan keadaan tertentu dan dapat
dimanfaatkan sebagai suatu pedoman, keharusan, atau pembatasan tindakan.
Sedangkan prosedur adalah metode atau
cara-cara yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan selaras dengan
kebijakan yang telah ditentukan.
Kebijakan dan prosedur kegiatan
penjualan menurut Basu Swastha adalah sebagai berikut :
1.
Persiapan sebelum menjual
Pada tahap ini, penjualan mengadakan persiapan-persiapan sebelum
melaksanakan penjualan. Kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan tenaga
penjual dengan memberikan pemahaman tentang produk atau jasa yang akan dijual,
pasar yang dapat menjadi sasaran dan teknik-teknik penjualan yang harus
dilakukan.
2. Penentuan lokasi penjualan
Dengan menggunakan data pembeli, penjual dapat menentukan karakteristik
pembeli yang potensial. Penentuan calon pembeli beserta karakteristiknya dapat
dilakukan dengan menentukan lokasi dan segmen pasar yang menjadi sasarannya.
Dari lokasi ini dibuat daftar organisasi-organisasi atau perusahaan
yang kira-kira dapat dikategorikan sebagai pembeli potensial dari produk dan
jasa yang ditawarkan.
3. Pendekatan Pendahuluan
Sebelum melaksanakan penjualan, penjual harus mempelajari masalah
tentang organisasi-organisasi atau perusahaan yang diharapkan menjadi pembeli.
Perlu juga untuk mengetahui produk apa saja yang dibutuhkan oleh mereka. Untuk
mendukung penawaran produk kepada pembeli diperlukan banyak informasi, misalnya
produk apa yang biasa dibeli oleh calon pembeli.
4.
Pelaksanaan penjualan
Sesuai dengan ruang lingkup kegiatan penjualan yang dibahas sebelumnya,
penulis hanya membatasi penelitian pada pelaksanaan kegiatan penjualan dan
pengendalian (tidak termasuk perencanaan). Prosedur pelaksanaan kegiatan
penjualan bisa bervariasi tergantung pada jumlah sistem penjualan yang
digunakan oleh perusahaan.
2.4
Pengendalian Intern
2.4.1
Definisi Pengendalian Intern
Dengan berkembangnya suatu
perusahaan serta semakin kompleksnya kegiatan usaha, maka pemilik perusahaan
tidak dapat menangani semua kegiatan perusahaan seorang diri, dia membutuhkan
manajer-manajer yang profesional yang mampu untuk mengelola kegiatan
operasional perusahaan dengan efektif dan efisien, sehingga dia akan
mendelegasikan sebagian tugas-tugas dan tanggung jawabnya kepada para manajer
tersebut.
Para manajer ini akan berusaha untuk
menetapkan suatu pengendalian intern yang dapat diandalkan dalam mengendalikan
kegiatan operasional yang menjadi tanggung jawabnya agar sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan dan dalam usahanya
untuk memperoleh informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
Menurut AICPA (The American Institut
of Certified Public Accountant) dalam Statement on Auditing Prosedure
memberikan definisi tentang pengendalian intern yang diterjemahkan secara bebas
oleh Theodorus M.Tuanakota (1997;96)
sebagai berikut:
“Pengendalian intern meliputi rencana organisasi dan semua metode serta
kebijaksanaan yang terkoordinasi dalam suatu perusahaan untuk mengamankan
harta, menguji ketepatan dan sampai seberapa jauh data akuntansi dapat
dipercaya, menjalankan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan
manajemen yang digariskan.”
Pengendalian intern merupakan sistem
yang terjalin dalam perusahaan dengan menerapkan berbagai metode dan cara atau
tolak ukur lainnya dengan tujuan agar kegiatan operasional perusahaan berjalan
menurut apa yang telah digariskan.
Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradireja (1998;171) menyebutkan definisi
mengenai pengendalian intern sebagai berikut :
“Pengendalian
intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan
personel lainnya, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini :
1)
Kehandalan pelaporan keuangan
2)
Kepatuhan terhadap hukum
3)
Efektivitas dan efisiensi operasi
Dari operasi tersebut terdapat beberapa konsep dasar berikut ini :
1.
Pengendalian intern merupakan
suatu proses
Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk
mencapai tujuan tertentu, bukan tujuan itu sendiri. Pemeriksaan intern
merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat persuasif dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari infrastruktur
entitas.
2.
Pengendalian dijalankan oleh orang
Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman
kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang
organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen, dan personel lain.
3.
Pengendalian intern dapat
diharapkan mampu memberi keyakinan memadai bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen
dan dewan komisaris entitas. Keterbatasan melekat dan pengorbanan dalam
pencapaian tujuan pengendalian intern menyebabkan pengendalian internal tidak
dapat memberikan keyakinan mutlak.
4.
Pengendalian intern ditujukan
untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : Pelaporan keuangan, kepatuhan,
dan operasi.
2.4.2
Unsur-Unsur Pengendalian Intern
Sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai, maka suatu sistem pengendalian intern harus lengkap dengan
unsur-unsurnya.
Menurut Mulyadi dalam bukunya
“Sistem Akuntansi” (1997;166) mengemukakan bahwa unsur-unsur pengendalian
intern adalah :
1.
Adanya struktur organisasi yang
memisahkan tanggung jawab fungsional secara strategis.
2.
Sistem wewenang dan prosedur
pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang,
pendapatan, dan biaya.
3.
Praktik yang sehat dalam
melaksanakan tugas dan fungsi setiap organisasi.
4.
Karyawan yang mutunya sesuai
dengan tanggung jawabnya.
Menurut Arens dan Loebecke yang
diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf dalam bukunya Auditing Pendekatan Terpadu
(1993;310) mengungkapkan lima kategori dari prosedur pengendalian, yaitu :
1.
Pemisahan fungsi yang memadai
2.
Otorisasi yang pantas atas
transaksi dan aktivitas
3.
Dokumen dan catatan yang memadai
4.
Pengendalian fisik atas aktiva dan
catatan
5.
Pengecekan secara independen atas
pelaksanaan
Dibawah ini
akan diuraikan kelima unsur-unsur tersebut diatas :
1.
Pemisahan fungsi yang memadai;
Secara umum ada tiga macam pemisahan tugas untuk
mencegah adanya kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yaitu :
a.
Pemisahan fungsi penyimpanan
aktiva dan fungsi akuntansi.
b.
Pemisahan fungsi otorisasi
transaksi dari fungsi penyimpanan dan aktiva yang bersangkutan.
c.
Pemisahan fungsi otorisasi dan
fungsi akuntansi.
2.
Otorisasi yang pantas atas
transaksi dan aktivitas;
Setiap transaksi harus ada otorisasi yang tepat jika
diinginkan pengawasan yang memadai. Jika setiap orang dalam organisasi dapat
memasukkan dan mengeluarkan harta, maka akan timbul kekacauan, oleh karena itu
harus ada otorisasi atas setiap transaksi dan aktivitas.
3.
Dokumen dan catatan yang memadai;
Dokumen dan catatan berfungsi untuk memindahkan
informasi dari suatu bagian ke bagian lain, oleh karena itu dokumen harus cukup
untuk menjamin bahwa semua harta telah dikehendaki dengan tepat dan semua
transaksi telah dicatat dengan benar.
4.
Pengendalian fisik atas aktiva dan
catatan;
Jenis perlindungan yang paling penting atas semua
harta dan catatan perlindungan secara fisik semua peristiwa yang mungkin
terjadi.
5.
Pengecekan secara independen atas
pelaksanaan;
Unsur-unsur sistem pengendalian intern yang terakhir
adalah pengukuran yang cermat dan kuntinu terhadap keempat unsur lainnya untuk
itu harus ada yang mengawasi dan menilai semua kegiatan.
2.4.3
Tujuan Pengendalian Intern
Pimpinan atau manajer perusahaan
bertanggung jawab untuk menetapkan suatu pengendalian intern yang baik yang
dapat menunjang efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan dalam mencapai
tujuannya. Dalam suatu pengendalian intern yang memadai terkandung
tujuan-tujuan yang dapat membantu manajemen dalam mencapai setiap tujuan
perusahaan.
Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradiredja
(1998;172) tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai
dalam pencapaian tiga golongan tujuan, yaitu :
1.
Keandalan informasi keuangan
2.
Kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku
3.
Efektivitas dan efisiensi operasi
Hal-hal
tersebut diatas penulis uraikan sebagai berikut :
1.
Keandalan informasi keuangan;
Manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi
investor, kreditor, dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban hukum
dan profesionalisme untuk menjamin bahwa informasi telah disiapkan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.
Kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku;
Banyak hukum dan peraturan yang harus ditaati oleh perusahaan. Beberapa
diantaranya tidak berhubungan langsung dengan akuntansi, misalnya undang-undang
lingkungan hidup. Peraturan yang berkaitan langsung dengan akuntansi misalnya
undang-undang perpajakan.
3.
Efektivitas dan efisiensi operasi;
Pengendalian dalam suatu organisasi dimaksudkan untuk mendorong
penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien, untuk mengoptimalkan tujuan
organisasi.
2.4.4
Keterbatasan Pengendalian
Intern
Pengendalian intern setiap perusahaan
memiliki keterbatasan bawaan. Oleh karena itu, pengendalian intern hanya
memberikan keyakinan memadai bukan keyakinan mutlak kepada manajemen dan dewan
komisaris tentang pencapaian tujuan perusahaan, pengendalian intern yang
memadai dan sempurna tidak akan mungkin tercapai sepenuhnya karena adanya
keterbatasan-keterbatasan dalam pengendalian intern itu sendiri, yang umumnya
terletak pada unsur manusianya.
Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradiredja
(1998;173) keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian intern
terdiri dari :
1)
Kesalahan dalam pertimbangan;
Seringkali, manajemen dan personel lain dapat salah dalam mempertimbangkan
keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak
memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain.
2)
Gangguan-gangguan dalam
pengendalian yang telah ditetapkan; Dapat terjadi karena personel secara keliru
memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya
perhatian atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam
personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.
3)
Kolusi; Tindakan bersama beberapa
individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi (collusion), kolusi dapat
mengakibatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi
kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya
kecurangan oleh sistem pengendalian intern yang dirancang.
4)
Pengabaian oleh manajemen;
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk
tujuan yang tidak sah, seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi
keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu. Contohnya adalah manajemen
melaporkan laba yang lebih tinggi dari jumlah sebenarnya untuk mendapatkan
bonus lebih tinggi bagi dirinya atau menutupi ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundangan yang berlaku.
5)
Biaya lawan manfaat; Biaya yang
diperlukan untuk mengoperasikan sistem pengendalian intern tidak boleh melebihi
manfaat yang diharapkan dari pengendalian intern tersebut, karena pengukuran
secara tepat, baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan,
manajemen harus mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam
mengevaluasi biaya dan manfaat suatu sistem pengendalian intern.
Dari penjelasan mengenai keterbatasan
pengendalian intern diatas dapatlah disimpulkan bahwa keefektifan pengendalian
intern tergantung dari manusia yang menjalankannya. Selain itu faktor biaya
juga harus diperhatikan, jangan sampai biaya untuk pengendalian ini melebihi
dari manfaatnya.
2.5
Pengendalian Intern Penjualan
Pelaksanaan
fungsi penjualan mempunyai hubungan erat dengan tujuan perusahaan, karena dalam
kegiatan penjualan diharapkan mendapatkan laba maksimal dan kontinu sehingga
perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya terus-menerus. Laba yang
telah diperoleh sebagai akibat adanya penjualan barang dan jasa, perlu
diamankan sedemikian rupa sehingga laba yang menjadi tujuan perusahaan dapat
dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini
pimpinan perusahaan harus menciptakan pengendalian intern yang memadai.
Unsur-unsur pengendalian intern
penjualan yang ditetapkan perusahaan berguna untuk memberi keyakinan bahwa
tujuan pengendalian intern penjualan dapat dicapai.
Adapun tujuan pengendalian intern
transaksi penjualan adalah sebagai berikut :
1.
Penjualan yang dicatat adalah
penjualan yang sebenarnya (keabsahan)
2.
Transaksi penjualan telah disahkan
dengan layak (otorisasi)
3.
Seluruh transaksi penjualan yang
ada telah dicatat (kelengkapan)
4.
Penjualan yang dicatat adalah
untuk jumlah barang yang dijual dan secara benar dibagi dan dicatat (penilaian)
5.
Transaksi penjualan telah
diklasifikasikan secara tepat (klasifikasi)
6.
Penjualan dicatat tepat pada
waktunya (ketepatan)
7.
Transaksi penjualan telah
dibukukan secara tepat dalam buku tambahan dan telah diringkas secara benar
(posting dan pengikhtisaran)
Selanjutnya
untuk mencapai tujuan seperti yang telah dikemukakan di atas, pimpinan
perusahaan sebagai orang yang paling berkepentingan dengan adanya pengendalian
intern yang memadai, perlu memperhatikan syarat-syarat bagi suatu pengendalian
intern yang memadai adalah :
1.
Mengadakan pemisahan fungsi yang
jelas, antara lain :
·
Petugas yang melakukan transaksi
·
Petugas yang melakukan pencatatan
·
Petugas yang melakukan penyimpanan
2.
Menciptakan prosedur yang jelas,
singkat dan mudah dimengerti
3.
Praktek yang sehat perlu diikuti
dan dilaksanakan oleh para petugas atau karyawan dalam melaksanakan transaksi
4.
Ditempatkan staf pemeriksa intern
agar senantiasa dapat dilaksanakan penilaian-penilaian terhadap prosedur serta
operasi yang ada, una menghindari penyimpangan, kekeliruan atau kekurangan yang
mungkin terjadi.
Dengan
adanya pengendalian intern penjualan, dapat membantu pimpinan perusahaan untuk
melindungi pendapatan atas penjualan dari kecurangan atau penggelapan yang
mungkin terjadi sehingga efektivitas pengendalian intern dapat tercapai.
2.6
Efektivitas Pengendalian
Intern Penjualan
Menurut Arens
dan Loebbecke (2000;798), efektivitas dan efisiensi didefinisikan sebagai
berikut :
“Effectiveness
refers to the accomplishment of objectives, whereas efficiency refers to the
resources use to achieve those objectives.”
Dari definisi
di atas dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Efektivitas
menunjukkan penyelesaian dari sasaran-sasaran, padahal efisiensi menunjukkan
penggunaan sumber-sumber daya untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.”
Menurut Anthony dan Govindarajan
(1998;131), efektivitas dan efisiensi dapat juga didefinisikan sebagai
berikut :
“Effectiveness
is the relationship between a responsibility center’s outputs and its objectives.
Efficiency is the ratio of outputs to inputs, or the amount of outputs per unit
of input.”
Dari definisi
di atas dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Efektivitas
adalah suatu hubungan antara pusat pertanggungjawaban keluaran dan
sasaran-sasaran. Efisiensi adalah suatu rasio dari keluaran untuk menjadi
masukan, atau sejumlah keluaran per unit untuk masukan tersebut.”
Sedangkan Drs. R.A Supriyono, S.U.,
Ak mengemukakan efektivitas dan efisiensi sebagai berikut (Supriyono, 1990;44)
:
“Organisasi
atau unit organisasi dikatakan efektif jika keluarannya memberikan sumbangan
yang besar terhadap pencapaian tujuan organisasi.”
Dari definisi-definisi diatas, dapat
dikatakan bahwa efektivitas menyangkut tingkat keberhasilan suatu organisasi
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut, sedangkan
efisiensi dapat dirumuskan sebagai kemampuan organisasi dalam menggunakan
sumber daya yang ada untuk menghasilkan output yang diharapkan. Dalam hal ini,
efisiensi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kemampuan untuk menghasilkan
output tertentu dengan penggunaan sumber daya yang lebih sedikit, dan kemampuan
mempergunakan sejumlah sumber daya tertentu untuk menghasilkan output yang
lebih besar.
Penilaian tentang efektivitas
meliputi penyelidikan apakah hasil dan manfaat yang dicapai dari program atau
aktivitas yang ditetapkan telah dilaksanakan secara efektif. Selain itu
pemeriksa harus memperhatikan pula aspek ketaatan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan penilaian atas efektivitas
atau manfaat yang diinginkan.
Dalam menilai efektivitas ada dua
kategori dasar dari informasi yaitu informasi yang berhubungan dengan keluaran
yang diinginkan dan informasi tentang keluaran yang aktual. Informasi yang
pertama tercermin dari pernyataan tujuan dan sasaran, yang kedua dari aktivitas
organisasi. Kedua informasi ini harus dibandingkan dan diidentifikasikan
perbedaan-perbedaannya. Saran dari hasil perbandingan tersebut dapat berupa
modifikasi pernyataan tujuan dan sasaran disesuaikan dengan kemampuan sumber
daya dan memberikan metode alternatif dalam pencapaian tujuan dan sasaran.
Pengendalian
Intern Penjualan dikatakan efektif apabila pengendalian yang dilakukan itu
dapat memberikan suatu tingkat keberhasilan yang baik di dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut.
2.7
Peranan Pemeriksaan
Operasional Dalam Menunjang Efektivitas Pengendalian Intern Penjualan
Definisi
pemeriksaan operasional menurut Pusat Pengembangan Akuntansi Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara (1991;1) sebagai berikut :
“Pemeriksaan operasional merupakan evaluasi yang bebas, selektif, dan
analitis atas suatu kegiatan, program, atau fungsi dengan tujuan untuk
memberikan saran-saran kepada objek yang diperiksa.”
Adapun definisi pengendalian intern
penjualan menurut Wilson dan Campbell dalam bukunya “Controllership” dengan
alih bahasa Tjunjun Fenix (1997;23) sebagai berikut :
“Pengendalian intern penjualan merupakan analisa, penelaahan yang
diharuskan terhadap kebijaksanaan, prosedur, metode, dan pelaksanaan yang
sesungguhnya untuk mencapai volume penjualan yang dikehendaki dengan biaya yang
wajar, yang menghasilkan laba kotor yang diperlukan untuk mencapai hasil
pengembalian yang diinginkan atas investasi.”
Dari kedua definisi diatas dapat
diuraikan peranan pemeriksaan operasional dalam menunjang efektivitas
pengendalian intern penjualan, bahwa pemeriksaan operasional dipandang positif
mempunyai pengaruh yang kuat dalam melaksanakan penilaian, analisa, perbaikan
atas kegiatan perusahaan khususnya penjualan dengan meliputi aspek administrasi
maupun aspek akuntansi. Kegiatan pemeriksaan operasional yang menilai dan
meneliti jalannya operasi akuntansi, administrasi, dan lainnya atas kegiatan
penjualan secara tidak memihak dan profesional membantu pihak manajemen untuk
mengadakan perbaikan atau penyempurnaan atas struktur pengendalian intern
penjualan.
Dari hasil pemeriksaan operasional
didapatkan laporan pemeriksaan, rekomendasi-rekomendasi perbaikan maupun
penyempurnaan atas kegiatan penjualan sehingga penyimpangan yang terjadi tidak
berulang-ulang atau tidak terjadi penyimpangan yang baru dan mengembangkan
rekomendasi bagi penanggulangan kelemahan-kelemahan dan meningkatkan prestasi.
Pemeriksaan operasional sebagai
penguat bagi struktur pengendalian intern yang akan mengamankan aktivitas
penjualan dari penyimpangan-penyimpangan prosedur maupun peraturan yang telah
ditetapkan perusahaan sehingga kerugian bagi perusahaan dapat diminimalisir
atau tidak ada sama sekali disertai dengan mencari alternatif dalam usaha
meningkatkan efektivitas penjualan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar