Powered By Blogger

Senin, 14 September 2020

Anggaran Daerah

 


Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.

Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Penganggaran mempunyai tiga tahapan, yakni perumusan proposal anggaran, pengesahan proposal anggaran, pengimplementasian anggaran yang telah ditetapkan sebagai produk hukum (Samuels 2000). Menurut Hagen (2002) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa penganggaran terbagi ke dalam empat tahapan, yakni excecutive planning, legislative approval, excecutive implementation, dan ex post accountability.

Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah tujuan yang hendak dicapai, ketersediaan sumber daya (faktor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target, faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran, seperti: munculnya peraturan pemerintah yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan politik, bencana alam, dan sebagainya (Mardiasmo 2004).

Menurut Mardiasmo (2004), anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu :

1)    Anggaran Operasional

Anggaran operasional merupakan anggaran yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan Pemerintahan. Pengeluaran yang termasuk anggaran operasional antara lain belanja umum, belanja operasi dan belanja pemeliharaan.

2)    Anggaran modal

Anggaran modal merupakan anggaran yang menunjukkan anggaran jangka panjang dan pembelajaran atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot dan sebagainya. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan.

Jumat, 11 September 2020

Membangun Balanced Scorecard

Menurut Rohm (2003) dalam Imelda R. H. N (JAK, 2004), sebelum BSC diimplementasikan, suatu organisasi terlebih dahulu membangun atau menyusun BSC. Terdapat enam tahapan dalam membangun BSC yaitu sebagai berikut:

1.    Menilai Fondasi Organisasi

Langkah pertama organisasi menilai fondasi organisasi adalah dengan membentuk tim yang akan merumuskan dan membangun BSC. Tim ini bertugas untuk merumuskan visi dan misi organisasi, termasuk didalamnya mengidentifikasi kebutuhan dan faktor-faktor yang mendukung organisasi untuk mencapai visinya, serta mengembangkan rencana-rencana yang akan dilakukan, waktu yang dibutuhkan dan anggaran untuk menjalankannya. Penilaian fondasi organisasi dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT, serta melakukan benchmarking terhadap organisasi lain. Dari penilaian fondasi ini, organisasi akan mengetahui apa yang menjadi visi dan misi organisasi, kekuatan dan kelemahan, dan tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

2.    Membangun Strategi Bisnis

Strategi ini didapat dari misi dan hasil penilaian fondasi. Strategi  menyatakan tindakan apa yang harus dilakukan oleh organisasi untukmencapai misi organisasi yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan organisasi. Dalam membentuk strategi bisnis ini, organisasi harus mempertimbangkan pendekatan apa saja yang dapat digunakan untuk menjalankan strategi tersebut, termasuk didalamnya apakah strategi tersebut dapat dijalankan, berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan dan apakah strategi tersebut mendukung organisasi untuk mencapai misinya.

3.    Membuat Tujuan Organisasi

Tujuan organisasi menunjukkan bagaimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan strategi. Tujuan organisasi merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan organisasi untuk mencapai strategi serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Untuk masing-masing perspektif dalam BSC dirumuskan tujuan yang akan dilakukan untuk mencapai misi organisasi.

4.    Membuat Strategic Map bagi Strategi Bisnis Organisasi

Kebanyakan organisasi mempunyai unit-unit yang mempunyai strategi dan tujuan sendiri-sendiri. Untuk dapat dijalankan secara efektif, maka strategi-strategi dan tujuan tersebut harus dihubungkan dan digabungkan secara bersama-sama. Untuk menggabungkan dan menghubungkan strategistrategi dan tujuan tersebut dibutuhkan yang namanya strategic map.

Strategic map dapat dibangun dengan menghubungkan strategi dan tujuan dari unit-unit dengan menggunakan hubungan sebab akibat karena organisasi dapat menghubungkan strategi dan tujuan ke dalam empat perspektif dalam BSC. Hubungan diantara strategi-strategi tersebut digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor yang mendukung kesuksesan organisasi dan sebaliknya.

5.    Mengukur Performance

Mengukur performance berarti memantau dan mengukur kemajuan yang sudah dicapai atas tujuan-tujuan strategis yang telah diciptakan. Pengukuran kinerja ini bertujuan untuk meningkatkan kemajuan organisasi kearah yang lebih baik. Untuk dapat mengukur kinerja, maka harus ditetapkan ukuranukuran yang sesuai untuk setiap tujuan-tujuan strategis.

6.    Menyusun Inisiatif

Inisiatif merupakan program-program yang harus dilakukan untuk memenuhi salah satu atau berbagai tujuan strategis. Sebelum menetapkan inisiatif, yang harus dilakukan adalah menentukan target. Target merupakan suatu tingkat kinerja yang diinginkan. Untuk setiap ukuran harus ditetapkan target yang ingin dicapai, biasanya ditetapkan untuk jangka waktu tiga sampai lima tahun. Setelah menentukan target maka selanjutnya menetapkan program-program yang akan dilakukan untuk mencapai target. Kemudian program tersebut diuji, artinya apakah program tersebut dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan atau sebaliknya.

Pengertian Balanced Scorecard

 

Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah merubah pola persaingan perusahaan dari industrial competition menjadi information competition, dimana telah mengubah acuan yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Alat ukur kinerja tradisional yang memfokuskan pada pengukuran keuangan tentunya harus bergeser menyesuaikan dengan tuntutan agar memberikan arah yang lebih baik bagi perusahaan (Kaplan dan Norton, 1996). Hanya dengan menggunakan ukuran keuangan saja, belum dapat menggambarkan kinerja suatu perusahaan secara keseluruhan.

BSC merupakan suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan baik keuangan maupun non keuangan dengan mempertimbangkan empat aspek yang berkaitan dengan perusahaan, antara lain: aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan.

Konsep BSC berkembang sejalan dengan implementasi konsep tersebut. BSC terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja sesungguhnya. Menurut Kaplan dan Norton (1996: 9), kata “balanced” disini menekankan keseimbangan antara beberapa faktor, yaitu:

1.    Keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi stakeholders dan konsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis, inovasi, dan proses belajar dan tumbuh.

2.    Keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang.

3.    Keseimbangan antara unsur objektivitas, yaitu pengukuran berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subjektivitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.

BSC sebagai suatu sistem pengukuran kinerja dapat digunakan sebagai alat pengendalian, analisis, dan merevisi strategi organisasi (Campbell et al (2002) dalam Imelda R. H. N, JAK, 2004: 107). BSC dikembangkan oleh professor-profesor dari Harvard University Fakultas Bisnis yaitu David P. Norton dan Bob Kaplan tahun 1992 dengan menerbitkan tulisannya di majalah Harvard Business Review edisi Januari- Februari yang berjudul “measures that drive performance” tentang konsep BSC.

BSC merupakan penjabaran dari visi, misi, dan strategi perusahaan dalam serangkaian tujuan dan dari penjabaran tersebut dijadikan ukuran bagi pengukuran prestasi perusahaan. Visi, misi, dan strategi tersebut dijabarkan dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. BSC menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non keuangan harus merupakan bagian dari sistem informasi bagi seluruh karyawan dari semua tingkatan dalam perusahaan. Sehingga BSC merupakan suatu framework, suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi kepada seluruh pegawai tentang apa yang menjadi kunci penentu sukses saat ini dan masa mendatang. Sebagai sarana komunikasi misi dan strategi, BSC memuat suatu pesan kepada semua karyawan tentang pentingnya mengejar secara seimbang terhadap empat perspektif sekaligus.

Tujuan dan pengukuran keuangan dalam BSC bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada melainkan merupakan hasil dari proses top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi harus diterjemahkan oleh BSC menjadi suatu tujuan dan ukuran yang nyata.

Jumat, 06 Desember 2019

Konsep Customer Bonding


Konsep Customer Bonding
Dalam konsep bauran pemasaran, terdapat konsep tentang sebuah sistem yang dapat diciptakan perusahaan dalam rangka mempertahankan hubungan dengan pelanggan atau calon pelanggan. Dalam pemasaran sistem ini disebut Customer Bonding.
Customer Bonding menurut Husein Umar (2003:40) adalah suatu sistem yang berinisiatif untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan atau calon pelanggan.
Sistem ini menawarkan suatu struktur kinerja yang berfokus pada pelanggan dan merupakan sebuah strategi dalam menciptakan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Agar strategi ini dapat dilaksanakan oleh perusahaan hendaknya perusahaan membangun suatu database untuk mendapatkan informasi tentang pelanggan serta calon pelanggan.
Proses ini dimulai dari penciptaan kesadaran konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan yang kemudian tumbuh menjadi ikatan yang berkelanjutan sebagai dasar dari hubungan antara perusahaan dan konsumen, bahkan dapat diperluas kepelanggan lainnya. Agar tercapai, hendaknnya perusahaan didukung oleh tiga komponen, yaitu :
1.    Suatu strategi yang menekankan pada kesetiaan pelanggan.
2.    Pernyataan yang jujur dari perusahaan kepada konsumen, disampaikan melalui media tertentu.
3.    Pengalaman pemakaian produk yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Menurut Husein Umar dalam bukunya riset pemasaran dan perilaku konsumen (2003:41) mengatakan implementasi Customer Bonding akan melalui lima tahap yang akan diuraikan berikut ini :
1.   Awareness Bonding
Perusahaan membangun persepsi dipikiran konsumen melalui produk atau jasa perusahaan, merek perusahaan, maksud perusahaan dan calon konsumen yang perusahaan inginkan. Awareness Bonding dapat menciptakan suatu loyalitas, tetapi focus kerjanya terbatas dimana penekanannya diarahkan untuk memastikan bahwa konsumen menyadari dan ingat pada suatu merek atau produk, sehingga semua dapat menjadi bahan pertimbangan ketika konsumen siap untuk melakukan pembelian. Biasanya dilakukan melalui periklanan dimedia massa, promosi, atau sponsor untu suatu kegiatan tertentu.
2.   Identifying Bonding
Identifying bonding dibentuk ketika seorang konsumen mengenal dan mengagumi melalui penilaian, sikap dan pilihan gaya hidup dimana ia berasosiasi dengan produk atau merek perusahaan.
3.   Relationship Bonding
Tahap ini merupakan tingkat pertama suatu ikatan dimana terdapat dialog yang sebenarnya antara pemasar dengan konsumen yang dibangun dengan pertukaran manfaat diantara mereka secara langsung. Pertukaran manfaat yang tercipta dalam transaksi dimana pemasar memberikan satu atau lebih manfaat yang tidak tampak (seperti informasi dan penghargaan) dan manfaat yang tampak (seperti hadiah). Sedangkan pelanggan memberikan informasi mengenai minat, permintaan dan pembelian ulang. Tahap ini melibatkan interaksi lebih besar dengan konsumen dibandingkan dengan dua tahap yang sebelumnya, dimana prospek dan konsumen sudah mengetahui. Pada saat ikatan hubungan terbentuk, prosep dan konsumen terlibat secara aktif dengan pemasar dalam hubungan tersebut. Perusahaan mendapat informasi aktual mengenai konsumen melalui bantuan saluran distribusi atau melalui Publik Relations, Sales Promotion, dan Personal Selling.
4.   Community bonding
Pada tahap ini konsumen atau pendukung telah memakai produk dan telah terikat pada merek dari suatu perusahaan dan orang lain yang mana saling berbagi minat dan mereka memperoleh apa yang diinginkan. Sesuai dengan harapan pada produk perusahaan. Ikatan komunitas timbul pada saat konsumen atau pendukung berbagi minat gaya hidup yang terjadi pada suatu produk, jasa, tujuan dan kandidat dari perusahaan. Perusahaan dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk menjamin kontinuitas hubungan konsumen dengan produk perusahaan. Adapun tujuan penyelenggaraan ini untuk memberikan penghargaan kepada konsumen dan sebagai alat untuk menunjukan perhatian kepada konsumen. Upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk ikatan komunitas : membentuk club, menyediakan komunikasi, mengadakan seminar, dan mengaitkan merek perusahaan dengan event-event tertentu.
5.   Advocacy Bonding
Advocacy bonding bertujuan agar konsumen menjadi pemasar suatu produk perusahaan, pelayanan perusahaan, calon perusahaan. Perusahaan telah mencapai hubungan yang erat dan telah memperoleh kepercayaan. Ini merupakan pencapaian akhir dari suatu ikatan yang bernilai, ketika berkembangnya semacam promosi dari mulut kemulut yang dilakukan konsumen.
Adapun beberapa cara pelaksanaan Advocacy bonding, yaitu :
  1. Memberikan wewenang kepada pelanggan untuk mengetahui produk-produk baru.
  2. Memberikan dorongan untuk melakukannya, namun usahakan agar mereka tidak tersinggung.
  3. Komitmen dan perhatian, perusahaan memperlakukan pelanggan dengan sikap respek dan penuh sensitivitas dengan tujuan memperoleh loyalitas.

Mengapa Perusahaan Mengukur Mutu dan Kepuasan Pelanggan


Mengapa Perusahaan Mengukur Mutu dan Kepuasan Pelanggan ?
            Untuk mengetahui optimal tidaknya pelayan yang diberikan kepada para pelanggan, maka perusahaan perlu melakukan pengamatan/pengukuran mutu dan kepuasan dari para pelangganya, Menurut Richard F. Gerson, (2004;20)
1.    Untuk mempelajari presepsi pelanggan
2.    Untuk menentukan kebutuhan, keinginan,  persyaratan dan      harapan pelanggan.
3.    Untuk menutup Kesenjangan.
.     Berikut ini adalah beberapa kesenjangan yang telah diidentifikasi melalui penelitian, yaitu :
a.    Kesenjangan antara pandangan perusahaan terhadap keinginan Pelanggan dengan keinginan pelanggan yang sesungguhnya.
b.    Kesenjangan antara pandangan perusahaan terhadap barang atau
c.    Jasa yang telah dibeli pelanggan dan pandangan pelanggan terhadap barang atau jasa yang telah diterimanya.
d.    Kesenjangan antara pandangan perusahaan dengan pandangan pelanggan terhadap mutu yang diberikan.
e.    Kesenjangan antara harapan pelanggan terhadap mutu pelayanan dengan kinerja pelayanan yang sesungguhnya.
f.     Kesenjangan antara janji pemasaran dengan pelayanan yang sesungguhnya. 
4.  Untuk memeriksa apakah peningkatan mutu pelayanan dan     kepuasan pelanggan, sesuai harapan anda atau tidak .
5.   Karena peningkatan kinerja membawa peningkatan laba
6.   Untuk mempelajari bagaimana perusahaan melakukan dan apa           yang harus dilakukan kemudian.
7.   Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan.
Dari uraian yang telah ditulis diatas maka menurut Richard F. Gerson, Ph.D, (2004;26) manfaat dari pengukuran mutu dan kepuasan pelanggan yaitu :
1.    Pengukuran menyebabkan perusahaan memiliki rasa berhasil, yang kemudian diterjemahkannya menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan
2.    Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
3.    Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang memberi pelayanan.
4.    Pengukuran memberi tahu perusahaan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang langsung dari pelanggan.
5.    Pengukuran memotivasi perusahaan untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Definisi Kepuasan Pelanggan & Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan


Definisi Kepuasan Pelanggan
Kepuasan adalah sesuatu yang sifatnya relative, menurut Philip Kotler dalam  (1998;36) Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Sedangkan menurut Richard F. Gerson, Ph.D (2004;5) Kepuasan pelanggan adalah bila sebuah produk atau jasa memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, biasanya pelanggan merasa puas.
Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi pembeli untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan. Hal ini sangat penting bagi manajer pemasaran untuk dapat memahami “ mengapa” dan “ bagaimana” tingkah laku konsumen tersebut, sehingga perusahaan dapat mengembangkan, menentuhkan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan produk secara baik. Dengan mempelajari perilaku konsumen manajer akan mengrtahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan, dan kemudian mengindentifikasikannya untuk mengadakan segmen pasar.
Dan selanjutnya menurut Basu Swastha dan Irawan (1998;114) bahwa factor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen adalah berbeda-beda masing-masing konsumen, disamping produk yang dibeli dan saat pembeliannya berbeda.
Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Kebudayaan
Kebudayaan ini sifatnya agak luas, dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Kebudayaan adalah simbol yang diciptakan oleh manusia dan diturunkan dari generasi ke generasi penentu dan pengatur tingkah laku manusia didalam masyarakat yang ada. Simbol tersebut dapat bersifat tidak nyata (seperti : sikap. Pendapat, kepercayaan, nilai, bahasa, agama). Atau dapat pula bersifat nyata (seperti: alat-alat, perumahan, produk, karya seni dan sebagainya). Setiap orang merasa lapar tetapi apa yang harus di makan dan bagaimana cara untuk memuaskan lapar tersebut, semua ini terdapat kebudayaan. Jadi dalam kenyataan memang banyak perilaku manusia yang ditentukan oleh kebudayaan, dan pengaruhnya selalu berubah-ubah setiap waktu sesuai dengan kemajuan atau perkembangan jaman dari masyarakat tersebut.
2.  Kelas sosial
Pengaruh pandangan dan tingkah laku pembeli adalah kelas sosial pada pokoknya, masyarakat kita ini dapat di kelompokan ke dalam 3 golongan yaitu :
  1. Golongan atas
Yang termaksud kelas ini antara lain :
Pengusaha-pengusaha kaya, pejabat-pejabat tinggi
  1. Golongan menengah
Yang termaksud kelas ini antara lain :
Karyawan instansi pemerintah, pengusaha menengah
  1. Golongan rendah
Yang termaksud kelas ini, antara lain :
Buruh-buruh pabrik, pegawai rendah, tukang becak, dan pedagang kecil. Pembagian golongan masyarakat diatas bersifat relatif karena sulit untuk dikualitatifkan secara pasti. Dasar yang di pakai dalam penggolongan ini adalah tingkat pendapatan, macam perumahan, dan lokasi tempat tinggal.
3. Kelompok reparasi kecil
Kelompok ini juga mempengaruhi perlaku seseorang dalam pembeliannya, dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku oleh karena itu, konsumen selalu mengawasi kelompok tersebut baik tingkah laku pisik maupun mental. Yang termaksuk kelompok reparasi kecil ini adalah : serikat buruh, tim atletik, perkumpulan agama, lingkungan tetangga dan sebagainya jika ditinjau lebih jauh, biasanya masing-masing kelompok mempunyai pelopor opini (opinion leader) yang dapat mempengaruhi anggota-anggotanya dalam membeli sesuatu. Interaksi mereka sering dilakukan secara individual  (misalnya dengan bertemu muka), sehingga seseorang dapat terpengaruh oleh orang lain untuk membeli seseatu. Kadang-kadang nasehat orang lain lebih mempengaruhi daripada iklan. Selain itu norma kelompok dapat pula ikut mempengaruhi masing-masing anggota kelompok.
4. Keluarga
Dalam keluarga, masing-masing anggota dapat melakukan hal yang berbeda untuk membeli sesuatu, setiap anggota keluarga memiliki selera dan keiginan yang berbeda, namun demikian terdapat kebutuhan keluarga yang digunakan seluruh anggota kelurga, seperti: televisi, radio, dan sebagainya. Oleh sebab itu manajer pemasaran perlu mengetahui sebanarnya :
a. Siapa mempengaruhi keputusan untuk membeli.
b. Siapa membuat keputusan untuk membeli
c. Siapa yang melakukan membelian
      d. Siapa pemakai produksi.
Keempat hal tersebut dapat dilakukan oleh orang yang berbeda, atau dapat pula dilakukan oleh satu atau beberapa orang. Suatu saat seseorang anggota keluarga dapat berfungsi sebagai pengambil keputusan, tetapi pada saat yang berlainan ia dapat berbuat sebagai seorang pembeli. Sering dijumpai bahwa keputusan untuk membeli dibuat bersama-sama antara suami istri, dan kadang pula bersama-sama dengan anaknya, terutama untuk membeli kebutuhan keluarga.
5.  Pengalaman
Pengalaman dapat mempengaruhi pngamatab seseorang dalam bertingkah laku. Pengalamn dapat diperoleh dari semua yang pernah dilakukan dan dipelajari dimasa lalu, sebeb dengan belajar seseorang dapat memperoleh pengalaman. Penafsiran dan proses belajar konsumen merupakan kunci untuk mengetahui perilaku pembelinya.
6.  Kepribadian
Kepribadian dapat diartikan sebagai pola sikap individu yang dapat menentukan tanggapan untuk bertingkah laku. Sebenarnya pengaruh sifat kepribadian konsumen terhadap pandangan dan perilaku pembelinya adalah sangat umum dan usaha-usaha untuk menghubungkan norma kepribadian dengan berbagai macam tindakan pembeli konsumen umumnya tidak berhasil. Namun para ahli tetap percaya bahwa kepribadian juga mempengaruhi perilaku pembeli seseorang. Variable-variabel yang dapat mencerminkan kepribadian seseorang adalah aktifitas, minat dan opini.
7.  Sikap dan kepercayaan
Sikap dan kepercayaan merupakan faktor yang ikut mempengaruhi pandangan dan perilaku pembeli atau konsumen. Sikap itu sendiri mempengaruhi kepercayaan dan kepercayaan mempengaruhi sikap. Masalah sikap ini akan dibahas tersendiri sebagai variable yang muncul sesudah adanya proses belajar.
8.  Konsep Diri
Faktor lain ikut mempengaruhi tingkah laku pembeli adalah konsep diri. Konsep terdiri merupakan cara bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri, dan pada saat yang sama ia mempunyai gambaran tentang orang lain. Konsep diri dapat dibedakan kedalam dua bagian sebagai berikut:
    1. Konsep diri yang sesungguhnya dan
    2. Konsep diri yang ideal.
Adapun variable-variabel yang saling berinteraksi dengan faktor-faktor tersebut diatas:
1.  Pengamatan
Pengamatan adalah sustu proses dengan mana pembeli menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Seseorang akan mempunyai suatu pandangan pandangan terhadap sebuah produk bilamana dia mengetahui produk tersebut ditawarkan, sumber informasi dapat berasal dari penjual, teman, iklan dan sebagainya. Dalam kenyataannya, perbedaan pandangan tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap tertentu, sering harus melalui proses belajar.
2.  Proses Belajar
Proses ini terjadi apabila pembeli ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan atau sebaliknya, sehingga apabila merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik maka mereka akan mencoba beberapa merek lain sampai mereka memperoleh suatu produk yang memenuhi kepuasan setelah itu, mereka akan memberi pada kesempatan yang akan datang setelah konsumen mempelajari sesuatu dan memberikan tanggapannya, maka sebagai lanjutannya konsumen akan menunjukkan suatu sikap tertentu.
3.  Sikap
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kita telah melakukan sesuatu sikap positif atau negatif terhadap produk-produk tertentu. Sikap ini dilakukan berdasarkan pandangan kita terhadap produk dan proses belajar baik dari pengalaman atau lainnya.

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
Perusahaan yang sukses harus dapat memuaskan konsumen mereka. Dengan kata lain, konsumen yang tidak puas akan mempengaruhi bisnis secara negatif. Pemuasan konsumen harus disertai dengan pemantauan terhadap kebutuhan dan keinginan mereka, untuk mengidentifikasikan atribut produk dan dukungan pelayanan yang dianggap penting oleh para pembeli pada saat mereka membeli dan menggunakan produk tersebut merupakan tujuan manajemen.
Menurut David Cravens (2001;105) keputusan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1.   Sistem pengiriman
Untuk dapat memuaskan pelanggan jaringan ini harus berfungsi sebagai unit yang terpadu dan terkoordinir, dimana semua anggotanya mengerti dan menenggapi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pelanggan sangat memperhatikan antara waktu pemesanan dan penerimaan barang merupakan hal yang sangat penting. Jadi, bila barang yang telah dibeli tapi penyediaannya cukup lama menunggu dan proses pengiriman cukup lama maka pelanggan akan tidak puas sehingga mereka akan pindah produk yang lain.
2.  Performa Produk atau Jasa
Keunggulan suatu produk atau jasa sangatlah penting dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan, sehingga perusahaan akan mengeluarkan cukup banyak biaya untuk membuat mutu produk atau jasa yang tinggi untuk dapat menduduki tempat pertama dalam penjualan dan kepuasan konsumen. Jelaslah, mutu produk atau jasa merupakan keunggulan bersaing yang utama agar para pelanggan tetap menggunakan produknya dan tidak pindah ke produk atau jasa yang lainnya.
3.  Citra
Para eksekutif bisnis mengakui citra atau merek perusahaan yang baik merupakan keunggulan bersaing yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dari segi positif. Terbentuknya citra merek (brand image) dan nilai merek (brand equity) adalah pada sat konsumen memperoleh pengalaman yang menyenangkan dengan produk atau jasa. Walaupun tidak terlihat sebagai harta dalam laporan keuangan perusahaan, tetapi nilai yang terbentuk dari nama atau merek tersebut merupakan aktifa utama perusahaan.
4.  Hubungan Harga-Nilai
Konsumen menginginkan nilai yang ditawarkan sesuai dengan yang harga yang diberikan, oleh karenanya terdapat hubungan yang menguntungkan antara harga dan nilai suatu produk, merek dipromosikan oleh suatu perusahaan sebagai suatu nilai yang unik sesuai dengan harganya. Di lain pihak, manajemen memutuskan untuk bersaing atas dasar harga rendah di antara merek-merek dimana pembeli sudah menetapkan nilai yang seimbang.
5.   Kinerja Prestasi Karyawan
Kinerja karyawan dan sistem pengiriman tergantung pada bagaimana semua bagian organisasi bekerja sama dalam proses memenuhi kepuasan pelanggan, setiap orang dalam organisasi dapat mempengaruhi konsumen, baik hal-hal yang menyenagkan ataupun yang tidak menyenagkan. Bisnis telah menemuhkan bahwa kesadaran akan keinginan konsumen dan pelatihan karyawan membantu mereka dalam memenuhi tanggung jawabnya. Banyak perusahaan-perusahaan melati tenaga kerja baik yang baru ataupun yang telah lama bekerja dalam rangka meningkatkan mutu produk atau jasa.
6.  Persaingan
Kelemahan dan kekuatan para pesaing juga mempengaruhi kepuasan pelanggan dan merupakan peluang untuk memperoleh keunggulan bersaing. Pesaing yang spesifik menimbulkan dampak yang baik atau buruk dalam rangka untuk memenuhi keinginan kepompok konsumen yang spesifik (segmen pasar). Mengetahui kesenjangan atau keinginan pembeli dengan tawaran yang diberikan para pesaing merupakan peluang untuk meningkatkan kepuasan konsumen.
            Teori motivasi yang dikembangkan oleh Frederic Herzberg terdiri atas dua faktor, faktor pertama menyebabkan ketidakpuasan dan faktor kedua menyebabkan kepuasan pelanggan. Faktor-faktor ini antara lain :
  1. Faktor pertama  : Para penjual sebaiknya berusaha keras untuk menghindari ketidakpuasan, seperti produk yang jelek dan pelayanan yang jelek.
  2. Faktor kedua :  Produsen seharusnya mengindetifikasikan satisfier atau motivator utama dari pembeli. Satisfier ini akan memberikan perbedaan utama bagi merek yang dibeli konsumen.

Mengembangkan Sistem Pelayanan Pelanggan


Mengembangkan Sistem Pelayanan Pelanggan 
Sebelum bisa mengukur mutu pelayanan pelanggan, perusahaan harus memiliki sistem pelayanan pelanggan terlebih dahulu. Jika tidak, perusahaan tidak akan mempunyai cara untuk mengukur kepuasaan pelanggan. Menurut Richard F. Gerson, (2004;13) tujuh langkah pendekatan untuk mengembangkan sistem pelayanan pelanggan yaitu :
1.  Komitmen Manajemen Puncak
Program pelayanan dan peningkatan mutu hanya akan berhasil jika ada komitmen menyeluruh, dan komitmen ini harus dimilai dari puncak, bagaimana mengembangkan dan mengkomunikasikan visinya dengan jelas pengenai sistem pelayanan pelanggan, bagaimana mengimplementasikan, apa yang harus dilakukan karyawan pada saat mengimplementasikannya, bagaimana cara mengunakannya untuk memuaskan dan mengikat pelanggan, serta dukungan apa yang harus diberikan selama masa implementasikan. Proses komitmen manajemen ini harus dimulai dari peryataan visi atau misi yang berkaitan dengan mutu pelayanan.
2.  Kenali Pelanggan Anda Secara Dekat
Perusahaan harus melakukan apa saja untuk mengenali pelanggan dari dekat dan memahami mereka dengan menyeluruh. Seperti : memahami apa yang disukai dan tidak disukai pelanggan, berbagai perubahan yang mereka inginkan dari perusahaan, factor-faktor yang mendorong mereka untuk membeli dan berganti pemasok, apa yang dilakukan untuk memuaskan mereka, mengikat mereka dan membuat mereka loyal.
3.  Mengembangkan Standar kinerja Pelayanan Pelanggan
Pelayanan pelanggan dan mutu pelayanan merupakan benda yang tak berwujud karena dasarnya adalah persepsi. Meskipun demikian, mereka memiliki aspek berwujud dan nyata yang bisa dimanajemeni dan diukur, seperti : berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk diproses dan mengirim barang, dan apakah pengiriman barang dilakukan dengan benar, bagaimana kebijakan perusahaan terhadap pengembalian barng dan jasa, ganti rugi, penukaran, serta keluhan. Semua itu adalah aspek berwujud dari mutu pelayanan, dan bisa diukur. Jika perusahaan ragu apa yang akan dilakukan, cukup tanyakan pada pelanggan. Mereka akan memberitahukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka menilai mutu pelayanan. Dan karena mutu pelayanan serta kepuasan hanya ada dalam pikiran pelanggan, perusahaan harus mengembangkan standar serta pengukuran untuk memenuhi presepsi mereka.
4.  Angkat Latih, dan Bari Imbalan Staf Yang Baik
Pelayanan pelanggan dan kinerja mutu yang prima yang menghasilkan kepuasan ikatan pelanggan hanya diberikan oleh orang yang kompoten dan berkwalitas, mutu pelayanan perusahaan sangat tergantung pada orang memberikannya. Sehingga untuk menenpatkan karyawan diposisi ini harus mengangkat karyawan yang baik, latih mereka secara ekstensif untuk bisa memberikan pelayanan pelanggan yang prima dan melakukan pekerjaan secara benar sejak awal. Setelah melatih mereka berikan konspensasi yang baik yang setimpal dengan apa yang mereka berikan pada perusahaan. Karena bagimana pun juga, mereka adalah ujung tombak perusahaan yang berhadapan langsung dengan pelanggan.
5.  Berikan Imbalan Pada Prestasi Mutu Pelayanan
Perusahaan harus mengakui, memberikan imbalan, dan dorongan prestasi mutu pelayanan prima. Hal ini harus dilakukan baik terhadap karyawan maupun pelanggan. Berikan intensif psikologis, dan juga financial. Bantu mereka dalam untuk memotivasi diri sendiri agar bekerja lebih baik, dan berikan imbalan yang besar untuk setiap prestasi pelayanan yang menghasilkan kepuasan pelanggan.
6.  Tetaplah Dekat Dengan Pelanggan
Meskipun pada langkah 2 perusahaan telah mengenal pelanggan secara dekat tetapi perusahaan harus melakukan apa saaja untuk menjaga agar tetap dekat dengan mereka. Jalin kontak dengan mereka setiap kali ada kesempatan. Hubungan perusahaan dengan pelanggan benar-benar menjadi solid pada saat setelah terjadi pembelian, buatlah mereka agar tahu bahwa perusahaan peduli dan akan mendukung pembelian mereka. Pastikan mereka puas dan cari tahu apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan kepuasan dan kesetiaan mereka.
7.  Menciptakan Perbaikan Berkesinambungan
Setelah perusahaan memiliki sistem pelayanan pelanggan yang ramah dan mudah dijalankan, telah mengangkat dan melatih orang-orang terbaik untik pekerjaan tersebut, dan telah mempelajari segala hal mengenai pelanggan, perusahaan tidak bisa berhenti disini saja. Tidak ada sistem atau program yang sempurna, paling tidak sistem atau program yang didasarkan pada presepsi orang seperti halnya mutu pelayanan. Oleh karena itu, perusahaan harus terus menerus bekerja untuk memperbaiki mutu pelayanan pelanggan dan kinerja.

Pengertian Pelayanan & Prinsip Pelayanan


Pengertian Pelayanan
Pelayanan merupakan hal yang terpenting yang ada dalam setiap perusahaan dalam menawarkan produk yang ada dalam perusahaan tersebut. Dengan kata lain tidak ada produk yang tidak disertai dengan pelayanan. Pelayanan tidak hanya ada pada tingkat operasionalnya saja, tetapi juga pada tingkat puncak manajemen. Terdapat beberapa defenisi menurut beberapa ahli yaitu:
Menurut Ivancevich, Lorenzi, Skinner, dan Crosby dalam Ratminto (2006,2) pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan.
Sedangkan menurut Gronroos dalam Ratminto (2006,2) bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk pemecahan permasalahan konsumen/pelanggan.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri pokok dari pelayanan adalah tidak kasat mata, tidak dapat diraba, dan melibatkan upaya manusia atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan.
Selanjutnya Menurut Moenir (1997:4), mengemukakan bahwa pelayanan merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan baik melalui aktivitas sendiri, maupun melalui aktivitas secara tidak langsung melalui orang lain kemudian menurut Kotler  (1997, 83) mengemukakan bahwa pelayanan jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Prinsip Pelayanan
Dalam keputusan MENPAN No.63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
1.    Kesederhanaan
Prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2.    Kejelasan
Kejelasan ini mencakup:
a.    Persyaratan teknis dan administratif pelayanan.
b.    Unit kerja/ pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan.
c.    Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3.    Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.    Akurasi
Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah.
5.    Keamanan
Proses dan produk pelayanan memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6.    Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan.
7.    Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
8.    Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi dan informatika.
9.    Kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santu, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.
Pengukuran kinerja pelayanan menurut Zeithmal, Parasuraman, & Berry dalam bukunya Delivering Quality Service (dalam Ratminto &Winarsih, 2006, 182) dapat diuraikan, sebagai berikut:
a.    Tangible (ketampakan fisik)
                      i.   Kenyamanan, kerapihan, dan kebersihan
                    ii.   Tersedianya sarana dan fasilitas
                   iii.   Tempat parkir yang luas
                   iv.   Penampilan karyawan yang rapi dan menarik
b.    Reability
Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dengan adanya komunikasi yang tepat antara karyawan dengan para pelanggan.
c.    Responbility
Kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
d.    Assurance (kepastian)
Kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam membeerikan kepercayaan kepada customer.
e.    Empathi (keramahan)
Seorang karyawan melayani dengan ramah dan penuh sopan santun. Pemenuhan standar pelayanan adalah suatu keharusan
dan masih tergolong dalan service excelence.
Pelayanan terhadap pelanggan merupakan upaya yang dilakukan oleh organisasi produsen barang atau penjual jasa yang ditujukan kepada pelanggan dengan memberikan kepuasaan secara optimal. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa mencapai kepuasaan yang maksimal, hendaknya karyawan memiliki:
1.   Kecepatan, dimaksud di sini adalah bahwa setiap karyawan harus memiliki daya tanggap sehingga dengan cepat dapat mengetahui keinginan pelanggan.
2.   Ketepatan, tingkat ketetapan pelayanan sangat menentukan eksistensi suatu perusahaan. Karena pada dasarnya pelanggan tidak hanya memperhatikan kualitas dan harganya saja, tetapi barang yang dibutuhkan pelanggan tepat pada saat barang atau jasa dibutuhkan.
3.   Keakuratan, keakuratan dalam memberikan pelayanan tidak bisa dipandang remeh sekalipun hal kecil, tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas pelayanan. Pelayanan yang tidak akurat membuat pelanggan merasa tidak puas dan akan mempengaruhi pelayanan secara keseluruhan.
4.   Keramahan, untuk mencapai pelayanan dengan kualias prima, salah satu syaratnya adalah keramahan atau sikap simpatik. Keramahan merupakan perilaku individu yang harus ditanamkan dalam organisasi khususnya yang berorientasi pada pelayanan umum.
Dengan mengacu pada keseluruhan pengertian pelayanan di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa pelayanan maksimal merupakan hal yang terpenting dalam memberikan kepuasan pelanggan. Jika kurang sedikit saja pemberian pelayanan, maka akan mengurangi kualitas akan pelayanan.