Sebagaiaman
diketahui bahwa ada dua faktor yang sangat berpengaruh dalam perusahaan, yaitu
faktor yang bersumber dari luar perusahaan (eksteren) seperti pengaruh
lingkungan, perubahan, peraturan pemerintah, pengaruh ekonomi, perubahan sosial
dan budaya. Dan faktor yang bersumber dari dalam perusahaan itu sendiri
(interen) seperti produktivitas karyawan rendah, manajemen yang belum mengelola
perusahaan secara efisien dan sebagainya.
Dalam hal inilah sering dijumpai dalam
perusahaan. Kesalahan yang sering terjadi dalam manajemen itu umumnya mempunyai
karena tidak adanya perencanaan yang matang serta pengawasan yang tegas dalam
menentukan dan melaksanakan kebijaksanaan perusahaan. Atas dasar inilah
dibutuhkan perencanaan yang sistimatik baik bersifat jangka pendek maupun
jangka panjang yang dapat dijadikan sebagai dasar dan pedoman untuk bertindak
pada masa kini dan akan datang.
Di dalam perusahaan yang melakukan
penjualan secara kredit berarti perusahaan mengadakan piutang. Semaking besar
porporsi dan jumlah kredit, semakin besar pada piutang yang dimiliki perusahaan. Apabila
para pelanggan tidak merubah kebiasaan dalam melunasi hutang mereka, maka akan
timbul piutang bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) besar kecilnya piutang
yang dimiliki oleh perusahaan akan mempengaruhi kondisi perusahaan dalam
menjalankan aktivi tasnya. Dalam kondisi perekonomian dewasa ini kebijaksanaan
perkreditan tidak dapat diklaim oleh perusahaan. Tetapi dengan peningkatan
kredit, berarti perusahaan harus menanggung beban investasi pada piutang yang
semakin besar, plus peningkatan piutang yang tak tertagih.
Dalam membelanjai operasi perusahaan
dari hari ke hari seperti untuk memberikan uang muka pada pembelian bahan baku
atau barang dagangan, membayar upah buruh dan gaji pegawai dan biaya-biaya
lainnya, setiap perusahaan memerlukan modal kerja. Dana atau uang yang telah
dikeluarkan tersebut diharapkan akan dapat kembali masuk dalam perusahaan dalam
jangka waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya. Uang tersebut
akan dikeluarkan lagi untuk membelanjai operasi perusahaan selanjutnya. Dengan
demikian dana tersebut terus menerus berputar periodenya selama hidupnya
perusahaan.
Bertambah atau berkurangnya modal kerja
tercermin pada perubahan harta lancar dan hutang lancar. Hubungan antara
perputaran modal kerja dengan pengeluaran barang dapat dilihat dari adanya
penambahan jumlah modal kerja yang diikuti dengan peningkatan perputaran
piutang akan dapat meningkatkan pengalaran barang, tetapi perputaran modal
kerja yang terlalu tinggi akan menurunkan tingkat likwiditasnya. Oleh karena
itu perlu diteliti terlebih lanjut ada hubungan antara kedua hal tersebut.
Dalam kaitannya dengan uraian tersebut di
atas, maka Perusahaan Daerah Air Minum adalah merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang produksi air minum. Dalam menjalankan
aktivitas perusahaan, perusahaan melakukan sistem penjualan tunai yang
sasarannya adalah peningkatan penjualan guna mencapai profit margin. Di samping
itu perusahaan menggunakan penjualan secara kredit, misalnya pemasangan baru.
PDAM dalam penjualan air
terdapat jumlah piutang yang tertunggak. Sehingga untuk mengatasi jumlah
piutang yang tertunggak dalam penjualan air bersih maka perlunya perusahaan
memperbaiki manajemen piutang agar piutang yang tertunggak dalam perusahaan
dapat ditekan dalam penyaluran air bersih.
Secara faktual didalam dunia bisnis
banyak perusahaan yang mengalami jatuh bangun bahkan terkadang harus menutup
usahanya karena bangkrut. Menurut penulis, untuk mengetahui apakah suatu
perusahaan menggunakan modalnya secara efektif
dan efisien digunakan suatu perhitungan yaitu memperoleh laba disamping alat-alat lainnya. Analisis
memperoleh laba dapat memberikan gambaran umum tentang performance keuangan
perusahaan untuk memerlukan informasi semacamnya dalam hal kaitannya dengan
pemanfaatan dana untuk meningkatkan
aktivitas perusahaan, sehingga
laba dapat dimaksimalkan.
A. Pengertian Piutang
Sebagaimana kita ketahui bahwa terjadinya
piutang berarti penjualan barang secara kredit, oleh Moekijat dalam bukunya
Manajemen Piutang (1999: 125) Manajemen adalah
kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka
perencanaan tujuan melalui kegiatan orang lain.
Dari definisi tersebut di atas, maka
penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa management adalah merupakan suatu
proses kegiatan dan usaha manusia untuk mencapai tujuan dengan melalui suatu
kerja sama dengan orang lain. Maka melihat batasan pengertian management, maka
yang memegang peranan adalah faktor-faktor tenaga kerja, dalam hal mana
disebabkan karena faktor manusia sebagai tenaga kerja yang mempunyai dan
memiliki akal dan pikiran, perencanaan serta kehendak. Disimpulkan bahwa unsur
management menurut penguraian di atas sifatnya universil. Oleh karena diberikan
penguraian menurut Moekijat dalam bukunya Manajemen Piutang (1999, 12), sebagai
berikut manajer adalah orang yang mencapai hasil tertentu melalui orang lain
atau dengan kata lain manager adalah orang yang mempunyai keahlian untuk
menggerakkan orang untuk melakukan pekerjaan tertentu, untuk menghasilkan
sesuatu tujuan tertentu.
Dari beberapa definisi tersebut di atas,
maka dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa manajemen adalah suatu proses kegiatan/ usaha penyampaian tugas tertentu
melalui kerja sama dengan orang-orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut di
atas, nampaknya banyak kunci pengawasan adalah proses kerja sama yang baik
diantara para pegawai atau pada karyawan masing-masing.
Kalau menurut Moekijat, dalam bukunya
Manajemen Piutang, (1999, 151), memberikan batasan mengenai manajemen sebagai
berikut Manajemen adalah proses di mana pimpinan ingin mengetahui
apakah bawahan sudah melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan yang
telah ditentukan sebelumnya.
Dalam hubungan dengan penjelasan tersebut
di atas, dapat dijelaskan bahwa setiap pekerjaan yang dilimpahkan diikuti
dengan saksama, sehingga apa yang telah diberikan padanya atau pada
masing-masing karyawan. Dari definisi ini dapat juga dijelaskan mengenai
tentang kewenangan terhadap pelaksanaan tugas dengan diawasi secara tidak
langsung apa yang ia kerjakan sesuai perintah apakah bisa diselesaikan atau
tidak.
Setiap karyawan mempunyai job dalam
struktur organisasi tersendiri, maka olehnya itu tentu mempunyai pembagian
tugas dan pembatasan hak dari masing-masing karyawan. Dan untuk lebih
efisiensinya terhadap tugas yang dilimpahkan perlu memperhatikan apa yang telah
digariskan oleh struktur organisasi perusahaan itu sendiri.
Dalam rangka upaya untuk memperbesar
volume penjualan perusahaan pada umumnya, khususnya perusahaan yang berskala
besar menjual produknya dengan kredit. Penjualan kredit ini tidak segera
menghasilkan uang kas, melainkan menimbulkan piutang langganan
akan piutang dagang. Pada saatnya nanti akan jatuh tempo yang
menimbulkan aliran kas masuk yang biasa disebut cash inflow yang berasal dari
pengumpulan piutang yang tertagih.
Untuk lebih jelasnya tentang pahaman
piutang, maka akan dikemukakan beberapa pengertian. Menurut Zaki Baridwan,
dalam bukunya Sistem Akuntansi, Penyusunan dan Metode, (2001, 94), pengertian
piutang dagang adalah Piutang dagang menujukkan piutang yang timbul dari
penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang normal, biasanya piutang dagang
akan dilunasi dalam jangka waktu satu tahun dan dikelompokkan ke dalam aktiva
lancar.
Selanjutnya J.D.Wilson dan J.B. Campbell
yang dikutip oleh Mulyadi, dalam bukunya Akuntansi Biaya, penentuan harga pokok
pengendalian harga, (2000: 418) mendefinisikan piutang yaitu yang dimaksud
dengan piutang (recevable) bukan hanya piutang para langganan, tetapi meliputi
piutang para pegawai, wesel tagih, piutang klaim, biaya transpor, piutang klaim
asuransi, saldo debet perkiraan lain. Namun piutang para langganan merupakan
yang terpenting dalam totalnya.
Dari pengertian di atas, termasuk
kemponen piutang dagang adalah tagihan-tagihan yang akan dilunasi dengan uang.
Oleh karena itu mengirim (penitipan) atau penjualan barang
dalam bentuk konsinyasi tidak dapat dicatat sebagai piutang sampai pada saat
barang tersebut terjual. Sedangkan piutang yang timbul dari angsuran akan
dipisahkan menjadi aktiva lancar, dan hal ini tergantung pada jangka waktu
angsuran tersebut.
Piutang yang terjadi akibat penjualan
barang atau jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan tidak termasuk dalam kelompom piutang dagang, melainkan di
kelompokkan sendiri dengan sebutan piutang bukan dagang.
Sebagaimana disebutkan dalam uraian di
atas bahwa, piutang yang terjadi akibat
transaksi penjualan barang dan jasa secara kredit, atau terjadi karena kegiatan
lain seperti memberian pinjaman. Dalam hubungan ini, Soemarsono SR, dalam
bukunya Analisa Laporan Keuangan, (2001, 331) menyatakan, sebagai berikut :
"1. Piutang
dagang atau piutang usaha, yaitu piutang yang berasal dari penjualan
kredit barang-barang dan jasa-jasa yang merupakan kegiatan utama perusahaan.
2.
Piutang yang selain piutang dagang atau
piutang usaha seperti piutang
pegawai, piutang bunga, piutang dari perusahaan afiliasi dan piutang persero
dan lain-lain".
Mengenai piutang dagang, Al Haryono
Yusuf, dalam bukunya Dasar-Dasar Akuntansi, (2003, 72) memberikan pengertian
yaitu Piutang dagang adalah tagihan-tagihan
kepada perorarangan atau organisasi timbul dari penjualan barang-barang
dan jasa-jasa secara kredit tanpa disertai dengan suatu perjanjian secara
tertulis yang formil.
Apabila pengertian terakhir ini
diperhatikan dengan saksama, menujukkan bahwa piutang pada dasarnya adalah
suatu tuntutan keuangan kepada pihak lain. Dalam pengertian piutang ini. Ikatan
Akuntansi Indonesia (1997, 32) memberipandangan sebagai berikut :
"1.
Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua katagori, yaitu piutang usaha yang
meliputi piutang yang timbul
karena penjualan produk atau
penyerahan jasa dalam rangka kegiatan normal perusahaan. Piutang yang timbul dari
transaksi dikatagorikan usaha tersebut digolongkan dalam katagori piutang
lain-lain.
G. Piutang yang diperkuat dengan promes
disebut wesel tagih".
Dari beberapa pengertian piutang tersebut
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan aktiva lancar
perusahaan yang meliputi hal-hal, sebagai berikut :
1) Penjualan
barang dan jasa secara kredit
2) Wessel tagih
3) Piutang klaim
biaya transfer
4) Pinjaman kepada
pegawai
5) Pinjaman kepada
perusahaan lain.
Penjualan barang dan jasa banyak
dilakukan dengan cara kredit, sehingga ada tenggang waktu sejak penyerahan
barang dan jasa diterimanya uang (hasil penjualan). Dalam tenggang waktu
tersebut penjual mempunyai tagihan kepada pembeli. Salin tagihan dapat tercipta
dari penjualan barang dan jasa, tagihan dapat juga terjadi dari berbagai
kegiatan lain seperti memberikan pinjaman kepada karyawan, membayar uang muka
kepada akan perusahaan atau dapat terjadi dari penjual-an aktiva tetap yang
sudah tidak digunakan lagi dalam perusahaan serta pengakuan akuntansi karena
dasar waktu (acrrual basis).
Sebagai akibat diberikannya pinjaman,
adalah timbulnya tuntutan kepada pihak
lain, sebagaimana dikemukakan oleh Zaki Baridwan dalam bukunya Sistem
Akuntansi Penyusunan dan Metode, (2001, 931), yaitu tagihan disini dimaksudkan
dengan klaim perusahaan atau uang, barang - barang dan jasa jasa kepada
pihak-pihak lain.
Piutang sesungguhnya merupakan elemen
modal kerja yang selalu dalam keadaan berputar secara terus menerus dalam
siklus perputaran modal kerja yang berawal dari keinventory, piutang dan
kembali menjadi kas.
Dalam keadaan yang normal, penjualan pada
umumnya dilakukan dengan cara kredit, piutang mempunyai tingkat likwiditas
(kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-nya yang segera harus dipenuhi.
B. Manajemen Piutang
Piutang disini adalah timbul karena
adamya transaksi penjualan secara kredit oleh perusahaan kepada para
langganannya. Penjualan kredit yang pada akhirnya akan menimbulkan hak
penagihan atau piutang kepada langganan sangat erat hubungannya dengan
persyaratan kredit yang diberikan. Sekaligus pengumpulan piutang tidak tepat
pada waktu yang sudah ditetapkan namun sebagian besar dari piutang tersebut
akan terkumpul dalam jangka waktu yang kurang dan satu tahun oleh Moekijat
dalam bukunya Manajemen Piutang (1999 : 57). Dengan atasan itulah maka piutang
dimasukkan sebagai salah satu komponen aktiva lancar perusahaan.
Pos piutang dalam neraca biasanya
merupakan bagian cukup besar dari
aktiva lancar dan oleh karenanya
perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar perkiraan piutang ini dapat
dihitung dengan cara yang seefisien mungkin. Karena piutang yang tidak dapat
ditagih merupakan faktor yang akan merugikan perusahaan. Dengan kata lain tidak
tertagihnya piutang dari langganan, adalah tanggung jawab bersama diantara
fungsionaris perusahaan. Untuk mengantisipasi timbulnya kerugian akibat tidak
tertagih piutang, maka sebelum perusahaan memberikan pinjaman atau menambah
pinjaman sebelumnya, pihak perusahaan terlebih dahulu mengadakan evaluasi
tentang keadaan atau kemampuan ekonomis calon pembeli.
Dengan demikian, untuk mengantisipasi
akan adanya pencatatan yang dapat menimbulkan kerugian perusahaan perusahaan
biasanya kurang tepatnya pencatatan yang dilaksanakan pada bagian pembukuan,
sehingga ada kekeliruan yang bisa terjadi menimbulkan kerugian perusahaan, di
samping itu karena koordinasi yang kurang bagian pemasaran dan pembelian
artinya kros cek antara pemasukan dengan pengeluaran barang kurang akurat.
Pencatatan yang di haruskan akurat yang
tidak boleh diabaikan oleh pihak perusahaan, agar segala kekeliruan dapat
berkurang akan berdampak pada perusahaan yang bisa terhindar dari segala
kerugian yang dialami.
Kerugian piutang yang tidak tertagih,
merupakan persoalan yang timbul setelah terjadinya ternsaksi penjualan barang
dan jasa hal ini sering diketahui dalam jangka waktu yang relatif lama.
Untuk mengantisipasi terjadinya resiko
kerugian seperti diterangkan di atas, maka perlu menentukan standar besar
kecilnya pemberian pinjaman kepada langganan. Dalam menentukan standar ini.
C. Proses Terjadinya Piutang
Pada hakekatnya piutang yang terjadi
sebagian akibat adanya transaksi jual beli, sehingga dapat
terjadi piutang, hal ini diperlukan persetujuan antara penjualan dengan pembeli
untuk merinci kewajiban yang resmi dan mengatur prosedur yang akan dijalankan.
Apabila perusahaan menerima pesanan, maka
dibuat suatu catatan yang segera dikirim kepada bagian penjualan untuk mencek
kredit. Jika bagian penjualan menolak mengisi pesanan atau menolak penjualan,
maka pada umumnya pegawai yang bersangkutan tidak menerima pesanan atau menolak
mengisinya. Prosedur ini memberikan informasi kepada bagian penjualan sebelum
penjualan dilaksanakan, tentang kelayakan kredit pembeli dan apakah dapat diterima pembeli. Jika penjualan telah
disetujui, maka segera akan
dilaksanakan pengiriman dan faktur dicap stempel untuk memberitahukan kepada
pembeli, supaya membayar pada kasir jika penjualan kredit tersebut disyaratkan
adanya uang muka sebagai pembayaran angsuran pertama dari rangkaian pembayaran
kredit.
J. Fred Weston dan Eugene F. Brigham,
dalam bukunya Cost Accounting A. Managerial Emphasis, (1998, 406), fungsi yang
dilaksanakan oleh bagian penjualan adalah menyelesaikan persoalan :
"1. Mencek
kredit
2. Memberi pinjaman
3. Menanggung resiko".
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi
tersebut, J. Fred Weston dan Eugene F. Brigham dalam bukunya, Cost Accounting
A. Managerial Emphasis, (1998, 406), menyatakan bahwa Penjualan dapat memilih
berbagai kombinasi fungsi dengan merubah peraturan dalam persetujuan, misalnya
perusahaan berukuran kecil atau menengah dapat menghindari dibentuknya
departemen kredit. Pelayanan penjualan mungkin sekali lebih murah daripada
departemen yang mempunyai kelebihan kapasitas untuk melayani volume kredit
perusahaan. Demikian juga jika perusahaan menggunakan ahli bukan kredit sebagai
partime dalam melaksanakan pengecekan kredit akan dapat mengakibatkan kerugian
yang berkelebihan karena orang kurang cukup pendidikannya/ training serta
pengalaman yang dimilikinya.
Apa yang telah dikemukakan di atas yang
sebenarnya merupakan sebuah contoh sederhana dari rangkaian prosedur terjadinya
piutang. Pada dasarnya prosedur merupakan rangkaian kegiatan administrasi yang
biasanya melibatkan beberapa orang yang bertujuan untuk mencapai keseragaman di
dalam melaksanakan kegiatan (transaksi) yang sering terjadi melalui prosedur
yang baik, sehingga data dapat dikumpulkan dengan baik, tercatat dengan baik
dan dapat disampaikan kepada yang melakukannya. Di dalam prosedur ini
terkandung tiga aspek, yaitu pembuatan faktur, penerimaan pengiriman dari
langganan dan penerbitan laporan keuangan.
D. Pengendalian Piutang
Sebagaimana diketahui, piutang merupakan
salah satu bagian penting dalam harta lancar perusahaan. Oleh karena itu tidak
dapat dipungkiri bahwa pengendalian piutang merupakan suatu perangkat alat yang
perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena piutang yang tidak dapat
ditagih merupakan faktor yang akan merugikan perusahaan. Dengan kata lain
resiko tidak tertagihnya piutang dari para langganan tetap, adalah tanggung
jawab bersama di antara fungsionaris perusahaan. Untuk mengantisipasi timbulnya
kerugian akibat tidak tertagihnya piutang, maka sebelum perusahaan memberikan
pijaman atau menambah pinjaman sebelumnya, pihak perusahaan terlebih dahulu
mengadakan evaluasi tentang keadaan atau kemampuan ekonomis calon pembeli yang
dapat disesuaikan dengan keadaan oleh
Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004,
56).
Ada dua hal kemungkinan dapat menimbulkan
kerugian piutang, yaitu akibat dari kecerobohan atau kekurangan hati-hatian
perusahaan pada saat terjadi apabila transaksi penjualan barang dan jasa dapat
terjadi kerugian karena keinginan buruk pembeli dengan sengaja menyia-menyiakan
kepercayaan yang diberikan perusahaan (produsen/penjual). Dan untuk kemungkinan
kedua yang mengarah pada kerugian piutang, yang tidak boleh diabaikan oleh
pihak perusahaan, musibah yang menimpa para pelanggan seperti bencana alam,
perampokkan dan lain-lain. Masalah kedua ini selain mengakibatkan kegurian
piutang, juga akan mempengaruhi seluruh kebijaksanaan perusahaan.
Kerugian piutang yang tidak tertagih,
merupakan persoalan timbul setelah terjadinya transaksi penjualan barang dan
jasa, dan hal ini sering diketahui dalam jangka waktu yang relatif lama. Besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh
keadaan ekonomi dan kebijakan penjualan
kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Apabila perusahaan menurunkan standar
pemberian pinjamannya, maka penjualan akan meingkat yang berarti pula
meningkatnya piutang. Meningkatnya piutang perusahaan selain dapat meningkatkan
keuntungan, juga perusahaan harus menanggung beban investasi piutag yang besar.
Dalam hubungan ini Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan, (2004, 76) lebih lanjut mengmukakan 5 hal yang
mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam
piutang, yaitu :
"1. Syarat
pembayaran penjualan kredit
2. Volume penjualan kredit
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit
4. Kebijaksanaan dalam mengumpulkan modal
5. Kebijaksanaan membayar dari
langganan".
1) Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat
pembayaran penjualan kredit bersifat tidak tetap (sewaktu-waktu ketat dan
sewaktu-waktu lunak). Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang
ketat, berarti perusahaan lebih mementingkan kredit dari pada pertimbangan
profitabilitas.
2) Volume penjualan kredit
Makin
besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar
investasi dalam piutang. Dengan demikian untuk memperbesar penjualan kredit
dalam setiap tahun, berarti perusahaan menyediakan investasi piutang yang lebih
besar pula, dan demikian halnya dengan
masalah profitabilitas. Akan
tetapi perusahaan juga diharapkan dengan
masalah resiko, dalam arti bahwa makin besar piutang, juga makin besar resiko
kerugian akibat tidak tertagihnya piutang tersebut.
3) Ketentuan tentang pembatasn kredit
Dalam penjualan
kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon kredit yang
diberikan kepada para pelanggan. makin besar plafon pinjaman yang ditetapkan
untuk setiap pelanggan berarti makin besar pula
dana yang diinvestasikan dalam piutang, demikian pula ketentuan mengenai
siapa yang diberikan pinjaman. Makin selektif langganan yang
dapat di berikan kredit atau
pinjaman akan dapat memperbaiki besarnya investasi dalam piutang. Dengan
demikian maka pembatasan pinjaman disini adalah bersifat kuantitatif dan
kualitatif.
4) Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang
Perusahaan
dapat menjalankan kebijaksanaan di dalam hal pengumpulan piutangnya secara aktif dan pasif.
Perusahaan
yang secara aktif menagih piutang memiliki pengeluaran uang untuk aktivitas
pengumpulan piutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan
kebijaksanaan pasif.
5) Kebijaksanaan membayar dari pelanggan
Ada kebiasaan
dari sebagian pelanggan dalam membayar pinjamannya menggunakan kesempatan
dengan alasan menunda pembayaran merasa ada keuntungan.
E. Pengertian Piutang Dagang
Salah satu faktor yang menunjang suksesnya
perusahaan dalam mencapai tujuannya adalah menyangkut penjualan suatu produk
dari suatu produsen ke konsumen. Selanjutnya Gunawan Adisaputro, dalam bukunya
Anggaran Perusahaan, (1999: 61), mengemukakan piutang adalah salah satu bentuk
investasi, dia tidak berbeda dengan investasi lain seperti investasi yang
berwujud dana kas dan bank.
Menurut Farid Jahidin dalam bukunya
Analisa Laporan Keuangan, (2002, 29)
piutang adalah juga disebut piutang dagang adalah tagihan pada pihak lain (pada
kreditur atau pelanggan) sebagai akibat dari penjualan barang kredit (on Account) atau karena memberikan
pinjaman kepada pengawai, kepada pejabat perusahaan, atau anak perusahaan dan
lain-lain sebagainya.
Dari definisi tersebut di atad dapat
dijelaskan bahwa piutang adalah tagihan kepada pihak lain (para kreditur) atau
pihak lain sebagai akibat dari penjualan barang secara kredit, atau karena
pemberian pinjaman kepada pihak lain.
Sebagai salah satu bentuk investasi, maka dapat disebut piutang dagang :
a. Menyerap
sejumlah dana modal kerja
b. Mempunyai usia
tertentu sesuai dengan keterkaitannya
c. Perlu dimotori
tingkat efisiensi pengolahannya
dari waktu ke waktu.
d. Mempengaruhi
tingkat resiko perusahaan secara keseluruhan.
Sebagai salah satu bentuk kekayaan
piutang dagang masuk sebagai unsur aktiva lancar. Dengan demikian piutang
memiliki waktu perputaran yang cepat dan kurang dari satu tahun. Piutang dagang
sebagai investasi akan memberikan manfaat tertentu bagi perusahaan.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh
untuk dapat melakukan penjualan kredit antara lain :
1. Merupakan upaya
untuk meningkatkan omzet penjualan
2. Dengan
meningkatkan volume penjualan,
maka keuntungan diharapkan akan meningkat. Dengan demikian, kredit ini
mempunyai akibat yang positif dari segi penilaian investasi.
3. Dengan adanya hubungan hutang piutang, maka hubungan
dagangan antara perusahaan dengan para pembeli menjadi lebih erat, sehingga
kredit menjamin kontinutas hubungannya.
4. Pada usaha jenis
usaha tertentu, seperti produsen rumah murah dan perdagangan
kendaraan bagi penjual.
Kalau
Gunawan Adisaputro, dalam bukunya Anggaran Perusahaan, (1999, 25)
berbagai jenis beban biaya yang
timbul karena perusahaan memjual dengan kredit antara lain :
1. Beban biaya
modal piutang sebagai
salah satu bentuk investasi
yang menyerap sebagai dari modal
perusahaan yang tersedia.
2. Selain benan biaya
maka piutang juga akan menimbulkan jenis biaya lain yaitu-biaya administrasi
piutang terdiri dari :
a. Biaya
organisasi atau unit kerja yang diserahi tugas mengelola piutang yaitu gajianm
dan jaminan sosial lain bagi petugas penagihan dan pengadministrasian piutang.
b. Biaya
penagihan piutang. Piutang agar dibayar pada waktunya perlu dilakukan usaha
untuk menagih berupa biaya telpon, surat menyurat, telegram atau biaya
perjalanan.
3. Piutang tidak seluruhnya dapat ditagih, karena debitur
lari atau bangkrut. Terdapat piutang macet atau tak dapat tertagih sama sekali.
Sehingga mengakibatkan tak tertagih (beddebets) sehingga dibentuk cadangan
piutang ragu-ragu yang dibantu lewat penyisihan sebagian dan keuntungan
penjualan.
Selanjutnya, karena piutang dapat memberikan
tambahan keuntungan tetapi juga mengakibatkan tumbuhnya kerugian, maka perlu
dibuat suatu kebijaksanaan yang jelas mengatur tentang masalah itu. Menurut
Gunawan Adisaputra dalam bukunya Anggaran Perusahaan, (1999, 25), sebagai
langkah yang perlu dipersiapkan antara lain
meliputi :
1. Dibentuknya unit kerja atau seksi yang khusus ditugaskan
untuk mengurusi piutang. Tugas pokok dari unit ini meluputi :
a. Mencari
langganan potensial yang
dapat diberikan kredit.
b. Menyeleksi para calon debitur
c. membukukan transaksi kredit yang
terjadi.
d. Melakukan penagihan piutang
e. membuka mutasi/ kredit atau piutang.
f. Menyusun dan
mengklasifikasikan piutang out standing menurut usianya masing-masing.
g. Menyusun dan memperkirakan arus masuk
dari piutang
h. Membuat laporan
tentang pengelolaan piutang bagi pengambilan dan kebijaksanaan tentang piutang.
2. Digariskan kebijaksanaan piutang yang jelas untuk dapat
digunakan sebagai pedoman bagi unit kerja yang mengurusi piutang kebijaksanaan
itu meliputi :
a. Penentuan flafon
kredit untuk berbagai jenis atau
tingkatan debitur langganan
b. Penentuan jangka waktu kredit.
c. Pedoman melakukan seleksi calon debitur
berdasarkan 5 C atau 3 R.
d. Penentuan jumlah piutang ragu - ragu maksimal yang
dapat dibenarkan sebagai dasar
penentuan besarnya cadangan
piutang ragu - ragu.
e. Penentuan jumlah
anggaran yang digunakan untuk
mengadministrasikan piutang.
3. Penentuan kriteria untuk mengukur efisiensi pengelolaan
piutang. Berdasarkan kriteria yang dapat digunakan sebagai indikasi.
a. Tingkat
penjualan piutang yang rumusnya, adalah :
Penjualan Kredit Netto (satahun)
-------------------------------------------------
Piutang
ragu-ragu (Awal dan akhir tahun
Prosentase
piutang yang tak tertagih sebenarnya.
Tingkat ini perlu dibandingkan dengan
rata-rata piutang tak tertagih untuk industri ataupun usaha lain yang sejenis.
Selama tingkat prosentase ini relatif sebanding maka efisiensi pengelolaan
piutang oleh perusahaan masih dapat dianggap dalam batas kewajaran. Bilamana
prosentase ini melebihi industri atau usaha lain yang sejenis, maka perlu
dilakukan penganalisaan khusus untuk mengetahui sebab-sebabnya secara jelas,
usia piutang rata-rata.
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputro, G, 1999, Anggaran Perusahaan, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Baridwan, Z, 2001, Sistem Akuntansi, Penyusutan dan Metode, Edisi Kedua, Cetakan Ketiga, Bagian Akademi Akuntansi, YKPN, Jakarta.
Djahidin, F, 2002, Analisa Laporan Keuangan, Cetakan Kedua, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Yusuf, Al, 2003, Dasar-Dasar Akuntansi, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta.
Yunus, H, 2002, Pengantar Manajemen, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Ganesha, Yogyaakarta.
Manullang, M, 1997, Manajemen Personalia, Edisi Ketujuh Cetakan Kedelapan, PD. Aksara Baru, Jakarta
Mulyadi, 2000, Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Harga, BPFE, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Moekijat, 1999, Manajemen Kepegawaian dan Hubungan-Hubungan Dalam Perusahaan, Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
J. Fred, W dan Eugene F, Brigham, 1998, Cost Accounting A. Managerial Emphasis, Fourth Edition Preencil-Hall, Of India, Private Limited New Delhi.
Riyanto, B, 2004, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Ketujuh, Cetakan Kedelapan, Fakultas Ekonomi Gajah Mada, Yogyakarta.
Soemarsono, SP, 2001, Analisa Laporan Keuangan, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Penerbit Liberty, Jakarata.
Tjendera, Tj, F, 1998, Controllership, Fourth Edition, Prenci-Hall Of India Private Limited New Delhi.
Ikatan Akuntan Indonesia, 1997, Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia, LPFE, Universita Indonesia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar