Sebagaimana diketahui, piutang merupakan
salah satu bagian penting dalam harta lancar perusahaan. Oleh karena itu tidak
dapat dipungkiri bahwa pengendalian piutang merupakan suatu perangkat alat yang
perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena piutang yang tidak dapat
ditagih merupakan faktor yang akan merugikan perusahaan. Dengan kata lain
resiko tidak tertagihnya piutang dari para langganan tetap, adalah tanggung
jawab bersama di antara fungsionaris perusahaan. Untuk mengantisipasi timbulnya
kerugian akibat tidak tertagihnya piutang, maka sebelum perusahaan memberikan
pijaman atau menambah pinjaman sebelumnya, pihak perusahaan terlebih dahulu
mengadakan evaluasi tentang keadaan atau kemampuan ekonomis calon pembeli yang
dapat disesuaikan dengan keadaan oleh
Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, (2004,
56).
Ada dua hal kemungkinan dapat menimbulkan
kerugian piutang, yaitu akibat dari kecerobohan atau kekurangan hati-hatian
perusahaan pada saat terjadi apabila transaksi penjualan barang dan jasa dapat
terjadi kerugian karena keinginan buruk pembeli dengan sengaja menyia-menyiakan
kepercayaan yang diberikan perusahaan (produsen/penjual). Dan untuk kemungkinan
kedua yang mengarah pada kerugian piutang, yang tidak boleh diabaikan oleh
pihak perusahaan, musibah yang menimpa para pelanggan seperti bencana alam,
perampokkan dan lain-lain. Masalah kedua ini selain mengakibatkan kegurian
piutang, juga akan mempengaruhi seluruh kebijaksanaan perusahaan.
Kerugian piutang yang tidak tertagih,
merupakan persoalan timbul setelah terjadinya transaksi penjualan barang dan
jasa, dan hal ini sering diketahui dalam jangka waktu yang relatif lama. Besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh
keadaan ekonomi dan kebijakan penjualan
kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Apabila perusahaan menurunkan standar
pemberian pinjamannya, maka penjualan akan meingkat yang berarti pula
meningkatnya piutang. Meningkatnya piutang perusahaan selain dapat meningkatkan
keuntungan, juga perusahaan harus menanggung beban investasi piutag yang besar.
Dalam hubungan ini Bambang Riyanto, dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan, (2004, 76) lebih lanjut mengmukakan 5 hal yang
mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam
piutang, yaitu :
"1. Syarat
pembayaran penjualan kredit
2. Volume penjualan kredit
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit
4. Kebijaksanaan dalam mengumpulkan modal
5. Kebijaksanaan membayar dari
langganan".
1) Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat
pembayaran penjualan kredit bersifat tidak tetap (sewaktu-waktu ketat dan
sewaktu-waktu lunak). Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang
ketat, berarti perusahaan lebih mementingkan kredit dari pada pertimbangan
profitabilitas.
2) Volume penjualan kredit
Makin
besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar
investasi dalam piutang. Dengan demikian untuk memperbesar penjualan kredit
dalam setiap tahun, berarti perusahaan menyediakan investasi piutang yang lebih
besar pula, dan demikian halnya dengan
masalah profitabilitas. Akan
tetapi perusahaan juga diharapkan dengan
masalah resiko, dalam arti bahwa makin besar piutang, juga makin besar resiko
kerugian akibat tidak tertagihnya piutang tersebut.
3) Ketentuan tentang pembatasn kredit
Dalam penjualan
kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon kredit yang
diberikan kepada para pelanggan. makin besar plafon pinjaman yang ditetapkan
untuk setiap pelanggan berarti makin besar pula
dana yang diinvestasikan dalam piutang, demikian pula ketentuan mengenai
siapa yang diberikan pinjaman. Makin selektif langganan yang
dapat di berikan kredit atau
pinjaman akan dapat memperbaiki besarnya investasi dalam piutang. Dengan
demikian maka pembatasan pinjaman disini adalah bersifat kuantitatif dan
kualitatif.
4) Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang
Perusahaan
dapat menjalankan kebijaksanaan di dalam hal pengumpulan piutangnya secara aktif dan pasif.
Perusahaan
yang secara aktif menagih piutang memiliki pengeluaran uang untuk aktivitas
pengumpulan piutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan
kebijaksanaan pasif.
5) Kebijaksanaan membayar dari pelanggan
Ada kebiasaan
dari sebagian pelanggan dalam membayar pinjamannya menggunakan kesempatan
dengan alasan menunda pembayaran merasa ada keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar