Dalam dunia usaha mengingingkan perkembangan
masyarakat untuk meningkatkan segala aktivitas menuntut diadakannya pembangunan
di segala sektor guna terwujudnya suatu negara berkembang untuk menuju ke
negara maju harus mengadakan pembangunan I segala bidang, seiring dengan itu,
menetapkan pembangunan nasional yang merupakan kegiatan yang berlangsung secara
terus menerus guna tercapainya tujuan, tidak terlepas dari masalah pembiayaan
pembangunan itu sendiri.
Guna terwujudnya kemandirian suatu bangsa
atau negara dalam usahanya untuk menyikapi masalah pembiayaan pembangunan maka
salah satu jalan yang ditempuh pemerintah adalah menggali sumber dana dari
dalam negeri berupa retribusi. Pemungutan retribusi yang dilakukan untuk
pembangunan berguna bagi kepentingan bersama.
Telah diketahui bahwa APBN yang dibuat
pemerintah bahwa salah sumber penerimaan yang menjadi pokok penerimaan dari
sektor pajak. Dari tahun ke tahun kita dapat melihat bahwa penerimaan retribusi
terus meningkat dan memberi andil yang
bersar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor retribusi selalu
dikatakan merupakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional
Seiring dengan perkembangan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di era reformasi ini, maka pembangunan
nasional memasuki era desentralisasi atau lebih dikenal dengan dengan otonomi
daerah sekarang ini. Otonomi Daerah bertumpuh pada pembangunan yang dilakukan
oleh daerah-daerah Tingkat II atau pada Tingkat Kota dan Kabupaten.
Segala bentuk pembangunan dalam sistem
otonomi daerah ditentukan dan dilaksanakan oleh daerah Tingkat II sendiri,
sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), bahwa
pembangunan daerah merupakan bagian integral dan pembangunan nasional yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta diarahkan agar pembangunan dapat
berlangsung secara berdaya dan berhasil guna dari setiap daerah.
Lebih lanjut lagi dalam Undang-Undang No.
22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah bahwasanya pemerintah daerah diberi
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, sehingga melihat kenyataan, maka diperlukan dana yang cukup
besar untuk membiayai keperluan daerah mengenai pembangunan.
Pelaksanaan otonomi daerah yang menuntut
adanya pembiayaan menuju pembangunan disegala bidang guna peningkatan
kesejahteraan masyarakat di dalam
penerapannya belum berada dalam kondisi ideal, tetapi peranan daerah diharapkan
mampu untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, sehingga pemerintah
daerah harus memiliki wewenang yang
lebih banyak dan lebih besar untuk menetapkan retribusi daerah setempat dan
menetapkan jumlah atau besarnya nilai pungutan terrtera di atas pelayanan
masyarakat yang lebih disediakannya.
Pemerintah daerah dituntut untuk memiliki
kecakapan dalam mengelola keunggulannya baik dari segi tata usaha penerimaan
maupun pengelolaan dalam rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ).
Peran pemerintah beserta kemampuannya dalam bidang keuangan dan ekonomi daerah
di dalam usaha peningkatannya telah dilakukan dengan cara pengambilan
serangkaian kebijaksanaan dimana kebijaksanaan itu diarahkan pada terciptanya
kemandirian dan kemampuan daerah dalam mengelolah potensio daerah yang ada
untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri.
Besarnya penerimaan daerah khususnya di
Kota , salah satunya berasal dari retribusi dan pajak daerah yang
relatif memadai. Tetapi masih perlu upaya untuk meningkatkannya. Oleh karena
itu, diperlukan usaha peningkatan penerimaan daerah yang berasal dari pajak
daerah dan retribusi daerah potensial dan lebih mencerminkan kegiatan daerah.
Permasalahan ini dapat ditanggulangi dengan adanya menyederhanaan dan perbaikan
jenis dan struktur perpajakan daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah dan
memperbaiki sistem administrasi perpajakan dan retribusi daerah.
Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang
berasal dari pajak dan retribusi daerah memiliki potensi yang untuk
ditingkatkan salah satunya adalah pendapatan pajak dan retribusi yang diterima
pemerintah dari perusahaan umum daerah..
Sebagai sarana pelayanan masayarakat
wajib pajak, pada kantor pajak tidak hanya dipunuta untuk pribadi juga untuk
dinas-dinas atau per instansi baik pemerintah maupun instansi swasta, tetapi
juga pengumutan pajak secara paksa dan tidak mendapat balas jasa, bersamaan
dengan itu, maka pajak sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah. Diberlakukanlah
pungutan berupa pajak bagi setiap wajib pajak.
A. Pengertian Sistem
Informasi
Istilah sistem informasi menganjurkan
pengguna teknologi komputer didalam organisasi untuk menyajikan informasi
kepada pemakai. Sistem informasi berbasis kompoter merupakan sekelompok
perangkat keras dan perangkat lunak yang dirancang untuk mengubah data menjadi
informasi yang bermanfaat oleh Marbun dan Mahmud, dalam bukunya Cara Menghitung
Pajak, (1997 : 113) . Ada beberapa jenis sistem informasi berbasis kompoter,
antara lain :
1. Pengolahan Data Elektronik-Elektronik Data Processing (
EDP )
Adalah
pemanfaatan teknologi komputer untuk melakukan pengolahan data
transaksi-transaksi dalam suatu organisasi. EDP adalah apklikasi sistem
informasi akuntansi paling dasar dalam setiap organisasi. Sehubungan dengan
perkembangan teknologi komputer, istilah Pengolahan Data mulai dikenal dan
mempunyai arti yang sama dengan istilah EDP.
2. Sistem Informasi Manajemen ( SIM )
SIM
menguraikan pengguna teknologi komputer untuk menyediakan informasi bagi
poengambil keputusan para manajer. SIM menyediakan beragam informasi di luar
yang berkaitan dengan pengolahan data dalam organisasi. SIM menyadari bahwa
para manajer dalam organisasi menggunakan dan membutuhkan informasi dalah
keputusan,sehingga sistem informasi berbasis komputer dapat menyediakan
informasi yang bersangkutan kepada para manajer.
Sub-sub
Sistem SIM Fungsional, antara lain :
f. Sistem Informasi
Pemasaran
g. Sistem Informasi
Produksi
h. Sistem Informasi
Sumber Daya Manusia
i. Sistem Infoirmasi
Keuangan
3. Sistem Pendukung Keputusan-Decission Support System ( DSS
)
Dalam
Sistem Pendukung Keputusan, data diproses kedalam format pengambilan keputusan
bagi kepentingan pemakai akhir. DSS mensyaratkan pengguna model-model keputusan
dan basis data khusus, dan benar-benar terpisah dari sistem pengolahan data.
DSS diarahkan untuk melayani permintaan informasi tertentu, khusus, dan tidak
rutin dari manajemen. Sistem pengolhan data melayani kebuthan informasi rutin,
terus menerus dan umum. DSS dirancang untuk jenis keputusdan khusus untuk
pemakai khusus pula.
4. Sistem Pakar-Expert System ( ES )
Sistem
Pakar adalah sistem informasi berbasis-pengetahuan yang memanfaatkan
pengetahuannya tetang bidang aplikasi tertentu untuk bertindak seperti seorang
konsultan ahli bagi pemakainya. Seperti DSS, ES mensyaratkan penggunaan
model-model keputusan dan basis data khusus.Tidak seperti DSS, ES juga mensyaratkan
pengembangan knowlwdge base-pengetahuan
khusus yang dimiliki seorang ahli dalam hal pengambilan keputusan dan inference engine-proses pengambilan
keputusan oleh seorang ahli, ES berusaha membuat keputusan seperti yang dibuat
oleh ahli, pembuat keputusan yang manusiawi dalam situasi pengambilan
keputusan. ES berbeda dengan DSS karena DSS membantu pemakai dalam pengambilan
keputusan, sementara ES membuat keputusan sendiri.
5. Sistem Informasi Eksekutif-Executif Information System (
EIS )
Sistem
Informasi Eksekutif dibuat bagi kebutuhan informasi stratejik manajemen tingkat
puncak. Banyak informasi yang dipergunakan oleh manajemen puncak datang dari
sumber diluar sistem informasi organisasi. Contohnya adalah rapat, memo-memo,
televisi, aktivitas periodik dan sosial. Tetapi sebagian informasi harus
diproses melalui sistem informasi organisasi. EIS menyediakan akses yang mudah
untuk memilih informasi yang telah diproses oleh sistem informasi organisasi.
6. Sistem Informasi Akuntansi ( SIA )
Sebagai
sistem yang berbasis komputer yang dirancang untuk mengubah data akuntansi
menjadi informasi. Tetapi, istilah Sistem Informasi Akuntansi lebih luas dari
itu guna mencakup siklus-siklus pemrosesan transaksi, penggunaan teknologi
informasi, dan pengembangan sistem informasi.
B. Pengertan Sistem Informasi Perpajakan
Dalam menunjang
peraturan perundang–undangan perpajakan untuk meningkatkan pengawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak dan sekaligus meningkatkan
pelayanan kepada wajib pajak, maka diperlukan suatu sistem administrasi atau
pengolahan data yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, dikembangkan suatu
sistem administrasi pengolahan data yang
baru dikenal sebagai Sistem Informasi Perpajakan (SIP), oleh Marbun dalam bukunya Cara
Menghitung Pajak (2001 : 12) yaitu suatu sistem yang mengolah data tetang hak
dan perseksi pada
KPP, out put dari masing – masing tempat pengolahan data menjadi
informasi bagi pengolah data lainnya sehingga menimbulkan ekterkaitan dan kerja
sama yang akan menunjang terbentuknya administrasi yang baik, mudah dan
terpercaya.
Untuk memahami mengapa seorang harus
membayar pajak dalam membiyai pembangunan yang sedang terus dilaksanakan, maka
perlulah diketahui terlebih dahulu akan pengertian pajak itu sendiri. Seperti
diketahui bahwa negara dalam menyelenggarakan emerintahan mempunyai kewajiban
untuk menjaga kepentingan rakyat baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan,
pertahanan, maupun kecerdasan kehidupannya.
Uraian di atas, nampak bahwa untuk
kepentingan rakyat, maka negara memerllukan dana untuk kepentingan tersebut.
Dana yang akan dikeluarkan yang tentunya di dapat dari rakyat itu sendiri
melalui pemungtan yang disebut “pajak”. Rachmat Soemitro, dalam bukunya Dasar-Dasar
Perpajakan (2002 : 19) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat
untuk membayar pengeluaran umum.
Pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pajak memiliki unsur, sebagai berikut :
f. Iuran rakyat
kepada negara, ialah yang berhak memungut pajak adalah negara, iuran tersebut
berupa uang (bukan barang).
g. Berdasarkan
undang-Undang, ialah pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
h. Tanpa jasa timbal
balik, maksudnya dari negara yang dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi
individu oleh pemerintah.
i. Digunakan unruk
membiayai rumah tangga negara, ialah pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat
bagi masyarakat luas serta penggunaannya.
C. Pengertian dan
Jenis-Jenis Pajak
1. Pengertian Pajak
Peraturan perpajakan di Indonesia telah
diatur dalam Undang-Undang Perpajakan No. 147/ 1997 mengenai tata cara
pemungutan pajak kepada konsumen, dan tujuan tentang pemungutan pajak yang
dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dengan sasaran utamanya adalah
pemungutan pajak dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan kas Negara guna
membiayai pembvangunan infra struktur negara serta meniungkatkan taraf hidup
masyarakat.
Pemungutan pajak mempunyai makna
tertentu, dalam hal ini bagaimana cara meningkatkan pembangunan yang dapat
dinikmatri masyarakat umum. Untuk membicarakan pajak lebih lanjut beberapa ahli
memberikan definisi atau pengertian pajak yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya.
Sommer Field dalam bukunya, Pengantar
Singkat Hukum Pajak, (1999 : 1)
menyatakan bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib
dilakukan dari sector swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan
tanpa mendapat suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang agar pemerintah
dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Rahmat Soemitro dalam bukunya Dasar-Dasar
Perpajakan, (1997 : 6) menyatakan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari
pihak rakyat kepada negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untukj public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Pengertian di atas bahwa pajak sebagai
paksaan untuk membayar tanpa adanya imbalan kepada si pembayar pajak, karena
pajak itu pungutan kepada wajib pajak dengan tidak mengenal siapakah dia demi
kepentingan negara untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan
negara.
Kalau M.J.H. Smeets, dalam bukunya,
Perpajakan (2000 : 4) menyatakan bahwa pajak adalah prestasi kepada pemerintah
yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapaty dipaksakan tanpa ada
kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Maqodin dalam bukunya Tinjauan Umum dan
Dasar-Dasar Hukum Pajak, (2001 : 1) menyatakan bahwa pajak adalah suatu
pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sector swasta (dalam
pengertian luas) kepada sektor pemerintah (kas negara) berdasarkan
Undang-Undang atau peraturan, sehingga dapat dipaksakan tanpa ada kontra
prestasi yang langsung dan seimbang yang dapat ditunjukkan secara individual.
Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
j. Pajak harus di
paksakan kepada kepada wajib pajak
k. Pemungutan pajak
tanpa ada imbalan atau kontra prestasi langsung maupun tidak langsung.
l. Pajak dipungut
tujuan untuk menambah kas negara.
m. Pajak di pungut
dari rakyat untuk rakyat
n. Dapat menutupi
pengeluaran pemerintah.
Feldman N.J dalam bukunya Pengantar
Singkat Hukum Pajak, (1999 : 12) menyatakan bahwa pajak adalah prestasi yang
dapat dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma yang
ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi semata-mata digunakan
untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran umum.
Kalau Soenahmidjaya Soeparman dalam
bukunya Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, (2002 : 24) pajak adalah iuran
wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai dan mengatur kesejahteraan umum.
Beberapa definisi yang telag dikemukakan
oleh para ahli-ahli perpajakan di atas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur :
o. Iuran rakyat
kepada negara, yang berhak memungut pajak adalah negara iuran tersebut berupa
uang.
p. Berdasarkan
undang-undang, pajak dipungut berdasarkan undang-undang yang berlaku serta
aturan pelaksanaannya.
q. Tanpa jasa timbal
balik atau kontra prestasi, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.
r. Digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara, yakni pajak digunakan sebagai pembiayaan rutin
negara demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat..
s. Pajak dipungut
untuk menutupi segala kekurangan terhadap pengeluaran untuk kepentingan negara.
2. Jenis-Jenis Pajak
Jenis-jenis pajak
dan penggolongannya menurut Agus Setiawan dalam bukunya Cara Mudah Menghitung
PPh Badan Dengan Undang-Undang Pajak Terbaru,
(2004 : 34) dapat dibagi menjadi :
1. Menurut golongannya
a.
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak tidak langsung adalah
pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut sifatnya
a.
Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau yang berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
b. Pajak objkektif yaitu pajak yang
berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan diri wajib pajak.
3.
Menurut lembaga pemungutannya
a.
Pajak pusat yakni pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara
b.
Pajak daerah yakni pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
D. Pengertian dan
Jenis-Jenis Retribusi
1. Pengertian Retribusi
Secara garis besar macam-macam pemungutan
yang umumnya dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyatnya untuk membiayai
kepentingan negara/daerah ada tiga macam yaitu pajak, retribusi dan sumbangan
Summer Fieldman, dalam bukunya Memahami Reformasi Perpajakan, (1999 :16). Ketiga macam pungutan tersebut
memiliki pengertian lain. Jenis peungutan seperti retribusi mempunyai
pengertian lain dibandingkan dengan pajak. Retribusi lebih menenkankan pada
hubungan dengan kembalinya prestasi karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata
untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya pembayaran
uang kualih, karcis masuk terminal dan lain-lain. Perbedaan antara pajak dan retribusi dapat
dilihat lebih jelas lagi pada pembayaran dibawah ini :
1. Pajak
a. Iuran/
pembayaran yang dilakukan oleh warga kepada negara
b. Pemungutannya harus ditetapkan
dengan undang-undang atau peraturan
c. Bersifat memaksa yang merupakan kewajiban
d. Tidak ada imbalan secara langsung
e. Digunakan untuk pembiayaan yang bersifat umum
f.
Berfungsi untuk mengatur yang
bersifat mendorong / menghambat
2. Retribusi
a.
Iuran / pembayaran yang dilakukan oleh warga kepada negara
b. Pemungutannya harus disiapkan
dengan undang-undang / peraturan tetapi
terbatas.
c. Bersifat memaksa bagi orang yang akan memperoleh jasa dari pemerintah
d. Ada imbalan secara langsung
e. Digunakan secara khusus
f. Fungsi peraturannya sedikit / terbatas.
3. Sumbangan
a. Iuran/ pembayaran yang dilakukan oleh warga
kepada negara
b. Pemungutannya harus ditetapkan dengan undang-undang atau
peraturan tetapi terbatas
c. Terbatas pada golongan tertentu
d. Bersifat memaksa
e. Tidak ada imbalan secara langsung kecuali
untuk golongan tertentu
f. Bersifat mengatur tetapi tidak luas.
Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
Tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah menjelaskan bahwa retribusi daerah
yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Marbun dan Mahmud dalam bukunya Cara
Menghitung Pajak, (1997 : 137) bahwa retribusi adalah pungutan sebagai
pembayaran atas suatu pemakaian dengan prestasi kembalinya secara langsung.
Pembayaran tersebut oleh swi pembayar ditujukan semata-mata untuk mendapatkan
sesuatu prestasi tertentu dan pemerintah misalnya rekening listrik, rekening
airt minum dan sebagainya.
Wirawan B. Ilyas dan Richard, dalam
bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak di Indonesia, (2001 : 6) bahwa pada prinsipnya
pungutan dengan nama retribusi sama dengan pajak di dalam usnrunya yaitu
pembangunan yang harus berdasarkan undang-undang yang sifatnya dapat dipaksakan
pemungutannya dilakukan oleh negara, digunakan untuk masyarakat umum.
Sedangkan perbedaannya terletak pada
kontrea prestasi ( imbalan ) bagi pembayar dimana imbalan dalam retribusi dapat
dirasakan secara langsung oleh pembayar retribusi dan kontra prestasi bagi
pembayar tidak ada imbalannya. Oleh karena kontra prestasinya langsung dapat
dirasakan maka dari sudut sifat paksaan lebih mengarah pada hal yang bersifat
ekonomis. Artinya bila seseorang atau badan tidak mau membayar retribusi, maka
manfaat ekonominya langsung dapat dirasakan. Namun apabila manfaat ekonominya
telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis
pelaksanannya dapat dipaksakan seperti halnya pemungutan pajak kepada wajib
pajak. Pentingnya pemungutan pajak bagi wajib pajak untuk membiayai seluruh
pengeluaran negara, maka wajib pajak secara paksa harus memenuhi kewajibannya
sebagai wajib pajak.
Kalau menurut Munawir, dalam bukunya Tata
Cara Pemungutan Pajak Kepada Wajib Pajak, (2002 : 4) bahwa retribusi adalah pungutan
yang dikaitkan secara angsung dengan balas jasa yang diberikan oleh pemerintah
kepada pembayar retribusi.
Sedangkan Ridwan Purnama dan Komar
Rusbanto, dalam bukunya Pengantar Hukum Pajak dan Memahami Perpajakan, (1999 :
21) bahwa retribusi adalah suatu
pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dengan tanpa imbalan (kontra-prestasi)
yang diharapkan baik langsung maupun tidak langsug tidak dapat ditunjuk.
Sedangkan menurut peraturan daerah Nomor
8 Tahun 1983 khususnya mengenai retribusi yang ada diterminal yang dimaksud
dengan retribusi adalah sejumlah pembiayaan yang dipungut atas penggunaan jasa
terhadap fasilitas negara.
2. Jenis-Jenis Retribusi
Jenis-jenis retribusi yang terdiri 3
(tiga) jenis retribusi menurut Sihaloho Cyrus (2002 : 12) yaitu :
1. Retribusi jasa
umum
2. Retribusi jasa
usaha
3. Retribusi
perizinan tertentu.
Untuk memperoleh gambaran jenis-jenis
retribusi apa saja yang diatur di dalamnya, dapat dilihat pada peraturan
pemerintah ( PP ) Nomor 20 Tahun 1997 tentang retribusi daerah yang menjelaskan
adanya, jenis-jenis retribusi sebagaimana dimaksud diatas yaitu :
a. Jenis retribusi jasa umum terdiri dari :
- Retribusi pelayanan kesehatan
- Retribusi pelayanan persampahan/
kebersihan
- Retribusi pengganti biaya detak kartu
tanda penduduk dan akte catatan sipil.
- Retribusi pelayanan
dan penguburan mayat
- Retribusi parkir
jalan umum
- Retribusi pasar
- Retribusi air
bersih
- Retribusi pengujian
kendaraan bermotor
- Retribusi pengujian
pemadam kebakaran
- Retribusi biaya
alat cetak peta
- Retribusi pengujian
kapal perikanan
b.
Jenis retribusi jasa usaha teridiri dari :
-
Retribusi pemakaian kekayaan daerah
-
Retribusi pasar grosir
-
Retribusi terminal
-
Retribusi tempat khusus parkir
-
Retribusi tempat penitipan anak
-
Retribusi tempat penyimpan/ pesanggarahan villa
-
Retribusi pengolahan khusus
-
Retribusi rumah potong hewan
-
Retribusi tempat pendaftaran kapal
- Retribusi rekreasi dan olaha raga
- Retribusi penyeberangan di atas air
- Retribusi pengolahan limbah cair
-
Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
c. Jenis retribusi perizinan terdiri dari :
a. Retribusi izin
peruntukan penggunaan tanah
b. Retribusi izin
mendirikan bangunan
c. Retribusi izin
penjualan minuman alkohol
d. Retribusi izin
bangunan
e. Retribusi izin
proyek
f. Retribusi iain
pengambilan hasil hutan.
E. Tata Cara
Pemungutan Pajak dan Retribusi
Dalam pemungutan
retribusi mempunyai tata cara menurut Silaholo Cyrus, Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Pemungutannya (2002 : 1) yaitu :
1. Stelsel Retribusi / Pajak,
pemungutan retribusi dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu :
a. Stelsel
nyata (riel stelsel), pemungutan retribusi dipungut berdasarkan objek pajak
(penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sebenarnya diketahui.
Stelselnya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan stelsel ini adalah
pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahannya adalah pajak baru
dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan ril diketahui.
b. Stelsel
anggapan (fiktif stelsel), pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur dalam undang-undang. Misalnya penghasilan satu tahun dianggap sama
dengan satu tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan tanpa harus
menunggu akhir tahun.
c. Stelsel
campuran, yaitu stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata (riel stelsel)
dan stelsel anggapan (fiktif stelsel). Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak lebih besar
dari pad pajak menurut anggapan, maka wajib pajak (WP) harus menambah,
sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Azas Pemungutan
Pajak
a. Azas domisili, negara mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri.
b. Azas sumber,
negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya
tanpa menghiraukan tempat tinggal wajib pajak (domisili)
c. Azas kebangsaan, pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada
setiap orang yang bukan berkebangsaan bangsa Indonesia akan tetapi bertempat
tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku bagi wajib pajak luar negeri.
3. Sistem pemungutan pajak
a. Official
assessment system
Sistem
pemungutan pajak adalah tata cara pelaksanaan pemungutan yang mempunyai sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh wajib
pajak, dengan ciri-cirinya :
1. Wewenang utuk menentukan besarnya pajak
terhutang ada pada fiskus
t. Wajib pajak
bersifat passif
u. Utang pajak timbul
setelah dikeluarkan Surat Keputusan ( SK ) pajak oleh fiskus.
v. Self assessment
system
a. Wewenang untuk
menentuykan besarnya pajak terutang pada wajib pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif,
mulai dari terhitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang.
c. Fiskus tidak ikut
campur dan hanya mengawasi
w. With holding
system
With
holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pajak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terhutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus
dan wajib pajak.
Fieldman, N.J, 1999, Memahami Reformasi Perpajakan 2000, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Munawir, 2002, Tata Cara Pemungutan Pajak Kepada Wajip Pajak (WP),
Andi, Yogyakarta.
Marbun dan Mahmud, 1997, Cara Menghitung Pajak, Edisi Kedua, Rineka
Offset, jakarta.
Muqodim, 2001, Tinjauan Umum dan Dasr-Dasar Hukum Pajak, UII Pers, Yogyakarta.
Rusbanto, Komar, 1999, Pengantar Hukum Pajak dan Memahami Perpajakan, CV. Panca Karya, Yogyakarta.
Siloha, Cyrus, 2002, Modul ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.
Setiawan, Agus, 2004, Cara Mudah Menghitung PPh Badan Dengan Undang-Undang Pajak Terbaru, Andi, Yogyakarta.
Soemitro, Rahmat, 1997, Perpajakan, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta,
Soeparman, Soenahmidjaya, 2002, Modul Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.
Sommer Filed, 1999, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Edisi Kedua, PT. Eresco, Bandung.
Smeet, M.J.H, 2000, Perpajakan, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Rajawali Press, Jakarta.
Wirawan B. Ilyas Richard, 2001, Dasar-Dasar Hukum Pajak di Indonesia, CV. Panca Karya Utama, Jakarta.
Peraturan Daerah No. 2 Tahun 1992, Tentang Penataan/ Pengelolaan Daerah Itu Sendiri.
Peraturan Daerah, No. 16 Tahun 1999, Tentang Pendirian Perusahaan Daerah Terminal Makassar Metro Kotamadya Ujung Pandang.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1997, Tentang Pemungutan Retribusi Daerah
Undang-Undang No. 18 Tahun 1997, Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintah Daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar