Anggaran dalam sektor pemerintahan didefinisikan sebagai
pernyataan resmi pemerintah tentang perkiraan resmi pemerintah dan usulan
belanja pada tahun berjalan, atau dengan kata lain sebuah rencana keuangan yang
mencerminkan pilihan kebijakan pemerintah baik kebijakan publik maupun
kebijakan ekonomi.
Sebagai kebijakan publik dan ekonomi, Richard Musgrave
(1959), dalam Abdur Razak (1998 : 11), beliau mengidentifikasi tiga fungsi
anggaran, yaitu :
Pertama,
fungsi alokasi. Anggaran merupakan
sebuah kebijakan pemerintah untuk penyediaan barang dan jasa publik guna
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, fungsi alokasi ini
dilakukan melalui pembangunan fasilitas publik, pelayanan publik (kesehatan,
pendidikan, perumahan, dan sebagainya) maupun bantuan untuk pemberdayaan
masyarakat.
Kedua,
fungsi distribusi. Anggaran merupakan sebuah kebijakan untuk membagi sumberdaya
dan pemanfaatannya kepada publik secara adil dan merata. Fungsi distribusi
anggaran terutama ditujukan untuk menanggulangi kesenjangan publik-ekonomi,
misalnya kesenjangan antara golongan kaya dan kaum miskin, kesenjangan antara
daerah maju dengan daerah tertinggal atau kesenjangan antara desa dan kota.
Ketiga, fungsi stabilisasi. Penerimaan dan pengeluaran public
tentu kakan mempengaruhi permintaan agregat dan kegiatan ekonomi secara
keseluruhan. Anggaran menjadi sebuah kebijakan publik untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi, yakni terkait dengan penciptaan
lapangan pekerjaan dan stabilitas ekonomi makro (laju inflasi, nilai tukar,
harga-harga barang, dan lain-lain).
Berkaitan
dengan ketiga fungsi tersebut, maka anggaran itu bersifat multidimensional,
yakni anggaran sebagian bersifat politik, sebagian mengandung ekonomi, sebagian
mengandung akuntansi dan sebagian bersifat manajemen dan administrasi publik.
Sebagai sebuah dokumen politik, anggaran hendak mengalokasikan sumberdaya
langka kepada masyarakat di antara kepentingan yang kompleks, kompetitif dan
bahkan konflik publik. Sebagai dokumen ekonomi dan publik, anggaran menjadi kebijakan
utama untuk mengevaluasi distribusi pendapatan, mendorong pertumbuhan ekonomi,
mengurangi inflasi, mempromosikan lapangan pekerjaan maupun menjaga stabilitas
ekonomi. Sebagai dokumen akuntansi, anggaran menjadi pedoman dan pagu bagi
belanja pemerintah. Sebagai dokumen manajerial dan administasi publik, anggaran
menjadi kebijakan untuk mengarahkan penyediaan pelayanan publik.
Di
Indonesia, reformasi anggaran menjadi wacana dan kebijakan pemerintah yang
utama sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi. Cara pandang better budget menjadi pegangan utama
rezim keuangan di Indonesia dalam melakukan reformasi anggaran. Anggaran
berbasis kinerja (performance budgeting) juga diadopsi oleh semua
institusi pemerintah untuk membuat penganggaran lebih baik dan rasional.
Anggaran berbasis kinerja (performance budgeting) termasuk sebuah konsep
mutakhir yang membimbing reformasi anggaran untuk membuat anggaran yang lebih
baik. Tetapi apa sumbangan better
budget itu terhadap kesejahteraan? Tampaknya reformasi anggaran ditujukan
untuk mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi dalam tubuh pemerintah. Jika
upaya-upaya reformasi anggaran yang tengah berjalan tidak kompatibel dengan
tujuan kesejahteraan, maka kita perlu melihat reformasi anggaran dari sisi
lain. Artinya bahwa reformasi anggaran bukan sekadar membuat better budget,
tetapi yang lebih penting harus melihat dimensi politik anggaran, karena
anggaran di sektor pemerintah merupakan kompromi-kompromi politik antara legislatif
dan eksekutif. Penganggaran bukan sekadar mengalokasikan sumberdaya langka
antara aktivitas X dan Y, tetapi yang lebih penting adalah mempertemukan
berbagai kebutuhan masyarakat yang saling berbenturan melalui proses kompromi
dalam proses politik.
Sehingga
dalam kerangka kerja dari pro poor
bedgeting, bahwa Better budget seharusnya
ditempatkan pada dimensi kesekian dalam reformasi anggaran. Dimensi pertama
yang harus ditekankan adalah “politik anggaran”, terutama kebijakan
(pilihan-pilihan politik) untuk alokasi dan distribusi anggaran kepada publik.
Oleh karena itu, keberhasilan menciptkan pengelolaan anggaran publik yang pro poor sangat ditentukan oleh beberapa
faktor pertama,
komitmen politik yang kuat pemimpin. kedua,
dukungan berbagai kelompok elite dan masyarakat dan ketiga, terbangunnya model demokrasi yang stabil dan
dihasilkan oleh konsesus bersama.
Referensi :
Abdul Rozaki, dkk, 2008, Menabur Benih di Lahan Tandus : Pelajaran Berharga dari Advokasi
Perencanaan dan Penganggaran di Bantul dan Kebumen, Yogyakarta, Penerbit IRE
Bastian, Indra, 2006, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia,
Jakarta, Penerbit Salemba Empat
Mardiasmo, 2004, Otonomi
dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, Penerbit Andi
Muhammad Kholis, 2008, Urgensi Dakwah Anggaran,
Majalah Suara Muhammadiyah, 28
Januari 2008.
www.pbet.org/publikasi/modul,
Pengantar Analisis Anggaran Pro Poor
www.sarekathijauindonesia.org, Kenaikan BBM, Agenda Liberalisasi
Sumber Daya Alam, 19 Mei 2008
Sony Yuwono,
dkk, 2008, Memahami APBD dan Permasalahannya : Panduan Pengelolaan Keuangan
Daerah, Malang, Penerbit Bayumedia Publishing.
Permendagri
No. 30 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008
Permendagri
No. 59 Tahun 2007, tentang Pedoman Pengelolaan Keungan Daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar