Powered By Blogger

Kamis, 28 Februari 2013

Kebijakan Perum Pegadaian Dalam Pelayanan


      Kredit gadai bermasalah adalah kredit gadai dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan, baik semata-mata karena kelalaian/ kekeliruan petugas maupun disengaja untuk menguntungkan diri sendiri.
      Richard B Chase dan  Aquilano, dalam bukunya Production and Operation Management (1998 : 290),  kebijakan Perum Pegadaian dalam melayani nasabah, sebagai berikut :
1.    Barang jaminan taksiran tinggi
Barang jaminan taksiran tinggi adalah barang jaminan yang taksirannya menyimpang dari criteria sehingga nilainya melebihi batas toleransi taksiran wajar. Suatu barang jaminan sudah dikatagorikan taksiran tinggi jika nilai taksirannya mencapai 15 % lebih tinggi dari taksiran yang wajar.
       Penanganan barang jaminan taksiran tinggi, dilakukan sebagai berikut :
a.    Pada saat ditentukan taksiran tinggi, harus dicatat pada Daftar Barang Jaminan Taksiran Tinggi (DBJTT). Pada kartu taksirannya dan kitir barang jaminan harus diberi tanda TT.
b.    Barang jaminan taksiran tinggi yang belum dicicil, tidak boleh dilelang tetapi dilakukan sebagai barang bermasalah. Apabila sudah jelas sebagai taksiran tinggi tetapi oleh panitia lelang tetap dicatat sebagai barang jaminan yang akan dilelang, maka apabila tidak terjual dan terdapat kerugian maka seluruh kerugian menjadi tanggungan panitia lelang.
c.     Setelah ditanda tangani baik oleh pejabat yang memeriksa maupun oleh pelaku membuat taksiran tinggi, DBJTT tersebut kemudian dilaporkan ke kantor Wilayah.
d.    Dalam waktu 7 hari setelah menerima laporan. Pemimpin wilayah sudah memerintahkan pemeriksa atau panitia taksir ulang untuk mengecek kebenaran taksiran DBJTT. Jika perlu sekaligus melakukan penyelidikan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dengan memperhatikan ketentuan, petunjuk pelaksanaan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi.
e.    BJTT yang telah selesai dicetak taksirannya, dibukukan sebagai aktiva yang disisikan (AYD) dan dicetak dalam buku gerister aktiva yang disisihkan.    
2.    Cara penjualan BJTT
a.    Dalam waktu 30 hari pertama, dijual pertama, sebesar UP + SM dibawah tanggug jawab manajer cabang.
b.    Dalam waktu 30 hari kedua, dijual dibawah tanggung jawab manajer cabang dengan harga minuman yang ditetapkan panitia taksir ulang.
c.     Tiga puluh hari ketiga, dijual minuman sebesar 25 % dibawah harga yang ditetapkan panitia. Bila belum habis terjual sisanya dilaporkan ke kantor pusat untuk penyelesaian lebih lanjut. 
3.    Gadai fiktif 
a.    Pemberian pinjaman atas dasar transaksi gadi tanpa meyerahkan barang jaminan.
b.    Penerimaan barang jaminan tanpa bukti kepemilikan yang sah ( misalnya sepeda motor tanpa BPKB).
c.     Barang jaminan yang tidak cocok jumlahnya dengan yang tertera pada SBK dilipat dan formulir Permintaan kredit.
d.    Barang jaminan itu tidak layak mendat uang pinjaman.
e.    Pemberian uang pinjaman atas transaksi gadai dengan BJ yang dilarang..
4.    Penanganan gadai fiktif 
a.    Jika dijumpai adanya gadai fiktif, maka pemeriksa, manajer cabang atau wakil harus memeriksa secara intensif dan memperluas pemeriksaannya dengan mencocokkan keterangan SBK (Surat Bukti Kredit) dwilipat dengan BJ (Buktyi Jaminan) yang ada.
b.    Manajer cabang atau wakilnya membuat berita acara pemeriksaan (BAP) kepada pelaku, kemudian mencatat perbuatan pelaku ke dalam buku hijau (buku catatan kepegawaian). Kemudian ia membuat laporan secara tertulis dengan lampiran BAP (Berita Acara Peneyelesaian) kepada Pimpinan Wilayah, dengan keputusan kantor pusat (Divisi SDM dan Divisi Usaha Inti).
c.     Uang pinjaman yang berasal dari gadai fiktif, selambat-lamabatnya satu hari kerja berikutnya sudah harus dilunasi oleh pelaku yang terlihat.
d.    Bila pada saat melunasi ternyata tidak ada SBKnya, maka manajer Cabang membuat tanda peneimaan uang sebagai bukti pelunasan, dan uang membuat tanda penerimaan kepada kasir.
e.    Bila waktu yang telah ditetapkan pelaku gadai fiktif tidak mempunyai uang tetapi memiliki SBK, maka pelunasan gadai fiktif dilakukan secara administrative. Pelunasan dibebankan kepada dan sebagian dari perusahaan.
f.      Penaksir KPK (Kekurangan Pinjaman Kredit) yang terlihat gadai fiktif seketika itu dicabut haknya sebagai penaksir KPK. Pencabutan ini agar dalam laporan gadai fiktif kepada pimpinan wilayah.
g.    Terhadap penaksir KPK yang dengan sengaja meloloskan gadai fiktif atas permintaan pegawai yang bukan penaksir KPK, maka diproses dalam BAP tetap penaksir/KPK yang bersangkutan.
5.     Menumpang gadai 
Penumpang gadai adalah menambah uang pinjaman pada SBK (Surat Beserta Kredit) milik nasabah untuk kepentingan pribadi oknum cabang. Kriteria perbuatan menumpang gadai, sebagai berikut :
a.    Menambah uang pinjaman pada SBK nasabah yang dipercayakan kepada oknum yang bersangkutan dengan atau tanpa sepengetahuan nasabah.
b.    Menambah angsuran uang pinjaman seluruhnya atau sebagian atas SBK yang dipercayakan akan oleh nasabah kepada oknum yang bersangkutan (menahan tebusan).
6.    Penanganan kasus menumpang gadai
a.    Apabila ada indiasi pegawai/pejabat dalam perbuatan menumpang gadai, manajer cabang wajib mengidentifikasi oknum yang terlihat dan harus melakukan konfirmasi dengan nasabah yang bersangkutan.
b.    Kepala pegawai/penaksir/KPK yang terlihar harus diberi teguran secara tertulis serta dilaporkan ke Pemimpin Wilayah atas kejadian ubu Pemimpin Wilayah mencatat pada SBK buku catatan pegawai/pejabat yang bersangkutan.
c.     Pada waktu nasabah akan melunasi pinjamannya, pembayaran uang pinjaman + sewa modal hanya sebab yang menjadi tanggung jawabnya. Sisa pembayaran menjadi beban pelaku dan barang jaminan diserahkan kepada nasabah.
Kepada pelaku yang terlihat perbuatan menumpang gadai dikenakan hukuman berupa pembebasan sementara dari/jabatan dan dilaporkan ke kantor Wilayah dengan dilampiri BAP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar