Powered By Blogger

Kamis, 14 Maret 2013

PERJANJIAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL : KEDUDUKAN TAX TREATY


Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) memiliki kedudukan
yang setara dengan undang-undang, karena dalam penerapannya berfungsi
melengkapi.

Perjanjian dianggap sah dan dapat dijalankan oleh penduduk antar
negara bila disahkan atau dikuatkan oleh badan yang berwenang di negaranya,
dalam hal ini bisa DPR atau Presiden. Pengesahan tersebut dikenal dengan
istilah ratifikasi.

Cara ratifikasi dibagi menjadi tiga:

a). ratifikasi semata-mata untuk badan eksekutif,
b). ratifikasi semata-mata untuk badan legislatif,
c). ratifikasi campuran eksekutif dan legislatif.

Ratifikasi yang lazim untuk saat ini adalah ratifikasi yang dilakukan bersama-
sama oleh badan legislatif dan eksekutif.

Namun menurut Rachmanto Surahmat, ”Karena suatu persetujuan pada
hakekatnya merupakan rekonsiliasi dari dua hukum pajak yang berbeda,
kedudukannya berada diatas undang-undang pajak nasional masing-masing
negara”. 7

Perjanjian penghindaran pajak berganda (Tax treaty) diatur dalam Pasal
32 A UU PPh ”pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan
pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan
pencegahan pengelakan pajak. Dalam penjelasan Pasal 32 A UU PPh
menyatakan bahwa ”Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan
perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang
berlaku khusus(lex spesialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan
pemajakan berganda serta mencegah pengelakan pajak. Adapun bentuk dan
materinya mengacu pada konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta
ketentuan perpajakan nasional masing-masing negara.


Berdasarkan ketentuan Pasal 32 A UU PPh, tertulis bahwa tax treaty
memiliki perlakuan hukum yang khusus (lex spesialis), artinya memiliki
aturan tersendiri yang harus dijalankan oleh negara yang terkait dengan
perjanjian internasional.

7 Rachmanto Surahmat, Persetujuan Penghidaran Pajak Berganda, sebuah pengantar, PT.
Gramedia, Hal.4


Kedudukan tax treaty dalam pelaksanaannya lebih diutamakan dari
Undang-undang PPh, oleh karena itu sepanjang diatur dalam tax treaty, maka
pemajakan atas penduduk asing atau badan asing mengikuti ketentuan yang
diatur dalam tax treaty.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar