Usaha pengembangan perusahaan dan untuk
menjamin kontinutas perusahaan, maka perlu adanya sejumlah keuntungan
diharapkan dapat menunjang kelangsungan hidup perusahaan. Merealisir hal
tersebut maka perlu diciptakan antara lain peningkatan volume penjualan hasil
produk pengolahan, penekanan biaya produksi, peningkatan kwalitas, perluasan
seluruh distribusi. Tanpa adanya peningkatan perubahan dalam suatu produk
perusahaan yang termasuk dalam hal ini kebijaksanaan peningkatan kualitas
produksi, maka akibatnya perusahaan akan mengalami dan menghadapi tantangan
atau persaingan yang semakin tajam utamanya dalam hal pencapaian tujuan
perusahaan.
Disadari bahwa dalam usaha pengembangan
mutu produksi, pada tahap tersebut mungkin terjadi penyimpangan yang tidak
sesuai dengan rencana semula maka hal
ini mungkin disebabkan oleh adanya keterbatasan tenaga
manusia didalam proses produksi, keadaan/ kerusakan peralatan yang digunakan
atau mungkin disebabkan faktor-faktor lain.
Menjamin agar kualitas produk yang
dihasilkan sesuai dengan standar, maka perlu ada bahagian tersendiri yaitu
bahagian pengawasan mutu, karena tanpa adanya pengawasan mutu, maka besar
kemungkinan hasil akhir tidak sesuai dengan sasaran semula (standar).
Terperinci menurut Sofyan Assauri (2002 :
167) tentang pengawasan mutu bahwa :
1. Agar hasil produksi dapat mencapai standar
mutu yang telah ditetapkan.
2.. Mengusahakan
agar biaya inspection dapat menjadi serendah mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain produk dan dalam proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat
menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi menjadi serendah mungkin.
Harold, (1997; 6) membagi dalam beberapa
bagian,sebagai berikut :
"1. Increase production
2.
Lower unit cost
3.
Inproved employed morale
4.
Better quality".
Berikut ini dalam pengendalian kualitas
mempunyai 3 (tiga) tahap pelaksanaan dalam proses produksi barang dan jasa,
yaitu :
1. Pengendalian bahan mentah
2. Pengendalian selama proses produksi
3. Pengendalian hasil produksi akhir.
Berdasarkan ketiga tahap pengendalian ini
juga digambarkan oleh Elwood S. Buffa, (1998: 643), membagi 4 (empat) fase umum
dari pengendalian kualitas, yaitu :
1. Policy levela in determining desired market
level of quality.
2. The engineering
design stage during which quality levels spesified to achieve the market target levels.
3. The producing stage whan control over incoming raw materials and produktive overation and
mecesary to inplement the policies.
4. The use stage in
the field where instalation can effect final quality and where the guarantee of
quality and perfotmance must the made
effective.
Berdasarkan keempat tingkatan ini dapat
dijelaskan hubungan kerjasama secara bersama-sama dapat dilihat dari keempat
hal tersebut di atas, dengan beberapa hubungannya. Sesuai dengan penjelasana di
atas, menunjukkan empat tahap dalam pengendalian mutu melalui perencanaan,
produksi dan distribusi. Hal yang
dijelaskan oleh Buffa ini adalah pengendalian mutu secara keseluruhan dalam
perusahaan.
Tahap pertama, menunjukkan pimpinan
perusahaan yang seharusnya mengadakan kebijaksanaan mutu terlebih dahulu dalam
hubungannya dengan tinjauan pasar, biaya investasi retularen on invesmen
(pengambilan investasi) yang potensial serta faktor-faktor saingan. Tahap
kedua, diadakan penentuan mutu yang akan dapat diproduksikan ditentukan oleh
designer. Disini tentu di pertimbangkan mengenai bahan baku, cara memprosessing
dan jasa-jasa yang diproduksikan.
Pada tahap ketiga, barulah diadakan
pengendalian mutu dalam proses produksi yaitu ada tiga, sebagai berikut :
1. Pemeriksaan pengendalian mutu dan bahan baku
2. Pemeriksaan dan pengendalian mutu bahan baku
3. Pemeriksaan dalam pengujian produk yang
dihasilkan.
Perusahaan yang melaksanakan pengendalian
produksi untuk mengarah pada sfesifikasi yang akan ditentukan oleh mutu produk,
maka diperlukan suatu ketelitian dalam quality control dan pemeriksaan yang
lebih cermat. Perlu juga diketahui bahwa dalam usaha bagaimana untuk
menghasilkan produk, tentu memerlukan sejumlah tenaga kerja. Demikian pula
halnya dalam usaha produksi quality control khususnya gula. Analisis
pengendalian mutu produk khususnya udang beku memerlukan tenaga kerja quafied
untuk ditempatkan dalam gudang supaya terjamin dari kontinutas perusahaan
mengenai mutu produk.
Melaksanakan usaha pengendalian dalam
produksi khususnya pada udang beku merupakan sumber pembahasan, sehingga proses
kegiatan dari berbagai produksi yang dirubah dalam bentuknya oleh perusahaan
yang menggunakan dalam bentuk barang/ jasa atau produksi di mana beberapa
barang dan jasa yang disebabkan hasil yang diinginkan perusahaan dapat terjamin
dari kontinutas.
Setiap pimpinan memiliki manajemen
tersendiri, sehingga dengan kepemimpinan
pada bawahannya terarah dan efisiensi. Artinya walaupun faktor-faktor tertentu
harus dimiliki, tapi manajemen penting untuk dimiliki. Oleh karena itu faktor
produksi terdapat kesenjangan produktivitas yang dihasilkan oleh para pelaksana
antara produktivitas sekarang dengan produktivitas yang lalu. Pada kenyataannya
produksi yang dikaitkan dengan pengendalian memang agak sulit dipisahkan,
antara satu dengan yang lainnya.
Pemeriksaan dikaitkan dengan produksi
berati harus menggunakan tenaga kerja yang pernah mengadakan pelatihan, atau
minimal mempunyai pengalaman kerja pada perusahaan lain.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa hanya
ada 3 (tiga) tahap pelaksanaan quality control dalam proses yaitu :
1. Sebelum
produksi dimulai
2. Sebelum proses
dimulai
3. Sesudah
produksi dilaksanakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam
pelaksanaan quality control (pengawasan produk)
menurut Hoffman, (1997: 209), adalah :
"1. Panca
indra, misalnya mengetahui mutu ikan yang baik, dapat dilihat dengan mata.
2. Mempergunakan
alat, umpamanya diukur dengan
mistar dan alat pengukur melihat dan timbangan
3. Menggunakan
metode statistik, yang lazim disebut
statistical quality control".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar