1. Pengertian Likuiditas
Likuiditas erat kaitannya dengan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang harus sewgara dipenuhi
atau dengan kata lain kewajiban-kewajiban jangka pendek perusahaan harus segara
dilunasi, kemudian dengan menghubungkan elemen dari pada aktiva disatu pihak
dengan passiva dilain pihak pada laporan keuangan dalam perusahaan akan
diperoleh gambaran tentang keadaan financial perusahaan.
Likuiditas suatu perusahaan
berhubungan erat dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Untuk dapat memenuhi
kewajiban tersebut, maka perusahaan harus mempunyai alat-alat likuid yang
berupa aktiva lancar yang jumlahnya harus lebih besar dari jumlah
kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi yang berupa hutang-hutang
lancar.
Makin besar jumlah aktiva lancar yang
dimiliki oleh suatu perusahaan
dibandingkan dengan hutang lancar, maka makin besar tingkat likuiditas
perusahaan tersebut dalam posisi likuid. Dan sebaliknya apabila jumlah aktiva
lancar lebih kecil dari hutang lancar, berarti bahwa perusahaan tersebut berada
dalam inlikuid.
Beberapa penulis mengemukakan
batasan pengertian rasio likuiditas antara lain Van Horne, Analisa Kinerja
Keuangan, (1999 : 16) mengemukakan rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur
tingkat kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
Kemudian menurut Erwin Dukat,
Analisa Laporan Keuangan, (1997, 225), mengemukakan bahwa rasio likuiditas adalah
rasio yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban
bila jatuh tempo.
Selanjutnya Bambang Riyanto,
Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan,
(2004, 112), bahwa suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuiditas
yang baik apabila tingkat likuiditas berada di atas standar. Dengan menentukan
tingkat likuiditas yang baik merupakan suatu tindakan hati-hati dari perusahaan
dalam mengantisipasi suatu keadaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tingkat likuiditas suatu perusahaan memegang peranan penting dan dapat
perhatian utama apabila perusahaan mengadakan analisis finansial, sebab
tingkatan likuiditas suatu perusahaan merupakan salah satu untuk menentukan
berhasil tidaknya suatu perusahaan dikelola karena mengakut penyediaan kebutuhan
dana dan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut, serta
turut menentukan seberapa jauh perusahaan akan menanggung resiko, dimana
faktor-faktor/ resiko tersebut menyangkut dana jangka panjang serta menyangkut
hubungan antara dana pemegang saham.
Adapun hubungan antara dana pemegang
saham dan dana pinjaman jangka panjang biasanya berupa pembatasan pinjaman yang
melampaui batas, olehnya itu dengan pembatasan tersebut maka akan tetap
dipertahankan tingkat standard yang berlaku untuk pendapatan dan cadangan harta
sebagai jaminan dana tersebut.
Tingkat likuiditas badan usaha
memiliki arti bahwa perusahaan tersebut harus menjaga ketepatan janji keuangan
pada pihak luar tanpa bantuan dari luar, maka kelangsungan hidup perusahaan
akan terancam, sedangkan likuiditas intern menyangkut orang-orang sewaktu-waktu
dapat menghambat jalannya operasi perusahaan.
Suatu
perusahaan dikatakan memiliki tingkat likuiditas yang baik apabila perusahaan
tersebut memiliki dana lancar lebih tinggi dari pada utang lancar yang tinggi
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah dana yang banyak
menganggur dan apabila terlalu rendah keselamatan perusahaan akan terancam.
2.
Jenis Rasio Likuiditas
Bambang Riyanto dalam buku Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perushaan (2004 : 128) menyatakan bahwa untuk menilai posisi
keuangan jangka pendek berikut ini diberikan beberapa jenis rasio likuiditas
yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa data antara lain :
a. Current rasio
Rasio
ini merupakan ukuran yang sangat berguna untuk mengukur dan menilai kemmpuan
atau kekuatan perusahaan dalam memenuhi atau membayar hutang-hutang lancarnya
yang dibayar. Perhitungan dari rasio ini adalah dengan membandingkan antara
aktiva lancar dengan formulasi sebagai berikut :
Aktiva
Lancar
Current Ratio
= x 100 %
Hutang lancar
Walaupun
belum ada ketentuan yang berlaku di Indonesia mengenai pengukuran standar
ratio, akan tetapi melalui literatur dapat dijadikan pedoman. Current ratio
yang tinggi memang baik dan dari sudut pandang kreditur tetapi sudut pandang
pemegang saham kurang mengunungkan karena aktiva lancar tidak didayagunakan
secar efektif tetapi secara sebaliknya current ratio yang rendah relatif lebih
merisaukan tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva
lancar yang efektif. Current ratio ini
juga merupakan indikator
tingkat likuiditas yang dipakai secara lebih kuat karena dapat
memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutupi semua
hutang-hutang jangka pendeknya.
b.
Cash Ratio
Cash
ratio adalah kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan
kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dituangkan, dimana
telah diketahui bahwa kas merupakan elemen harta lancar yang paling tinggi baik
likuiditasnya karena semakin banyak uang kas yang tersedia dalam perusahaan
semakin baik sebab keperluan jangka pendek dapat pula berguna untuk menjaga
pada keperluan yang mendesak.
Untuk
menghitung cash ratio dapat menggunakan rumus, sebagai berikut :
Kas + Efek
Cash Ratio
= x 100 %
Hutang lancar
2 Acid Test Ratio
Ratio
ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban
jangka pendeknya dengan mengeluarkan komponen persediaan karena dianggap bahwa
persediaan waktu yang relatif lama untuk merealisasikan persediaan bisa dijual
atau tidak. Persediaan ini merupakan komponen dari aktiva lancar yang dianggap
likuiditasnya paling rendah serta mengalami fluktuasi harga. Ratio ini dapat
dihitung dengan membandingkan aktiva lancar setewlah dikurangi dengan komponen
persediaan dengan utang lancar dengan formulasi, sebagai berikut :
Aktiva Lancar – Persediaan
Acid Test
Ratio =
x 100 %
Hutang
lancar
Jadi
acid test ratio merupakan likuiditas setelah dikurangi umur persediaan di
dalamnya atau dengan membandingkan jumlah kas dan efek ditambah piutang disatu
pihak dengan utang lancar di lain pihak.
Ratio
ini lebih tegas dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang
sangat likuid dengan hutang lancar, sedangkan persediaan merupakan aktiva
lancar yang tingkat likuiditasnya yang paling rendah dikeluarkan jika current
rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam
persediaan.
d. Rasio modal kerja
Indriyo dalam buku Manajemen Keuangan
(1998 : 27) menyatakan bahwa modal kerja merupakan aktiva lancar yang dipelukan
oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan yang selalu berputar.
Aktiva
lancar yang benar-benar dapat dipergunakan untuk membiayai operasi perusahaan
tanpa mengganggu likuiditas, yaitu merupakan kelebihan aktiva lancar di atas
hutang lanacarnya, ini sering disebut modal kerja neto (net working capital)
atau selisih dari harga lancar dan hutang lancar. Modal kerja dapat pula
digunakan sebagai suatu dasar untuk mengukur tingkat likuiditas, karenamodal
kerja adalah juga sebagian harta lancar yang diinvestasikan untuk membiayai
operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnyayang diharapkan sampai saat
modal kerja berputar kembali lagi menjadi kas.
Rasio
modal kerja ini dapat digunakan untuk mengetahui likuiditas dari total aktiva
dan untuk mengetahui posisi modal kerja neto dari keseluruhan aktiva dengan
rumus :
Aktiva
Lancar – Ht Lancar
Working
capital to total assets ratio = x 100
%
Jumlah Aktiva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar