Bank merupakan salah satu urat nadi
perekonomian sebuah negara, tanpa Bank, bisa kita bayangkan bagaimana kita
sulitnya menyimpan dan mengirimkan uang, memperoleh tambahan modal usaha atau
melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman. Saat ini banyak orang memperbincangkan
tentang perbankan syariah, yang merupakan salah satu perangkat ekonomi
syariah. Sebenarnya apa definisi dari Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja
Bank Syariah? Dan apa
bedanya Bank Syariah dengan Bank Umum yang banyak berkembang di masyarakat saat ini atau yang sering disebut juga dengan
Bank Konvensional? Disini
akan dibahas sekilas satu per satu tentang perbankan
syariah.
Bank di Indonesia
terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut
UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan syariah atauPerbankan
Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan
syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistemperbankan
syariah ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan
bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk
usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh
sistem perbankan konvensional.
Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan
sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum)
islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam
untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha
yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak
islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.i Indonesia perbankan
syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di
Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega
Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah
adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia
(Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).Sistem syariah juga telah
digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR
Syariah. Keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang
Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.
Pertama –
tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut,
yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal
mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal
syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal,
laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankanpada Bank Syariah itu sama
persis dengan yang dijalankan pada
Bank Konvensional, dan nyaris
tidak ada bedanya.
Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas,
struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang
pertama tentang akad dan legalitas, yang merupakan
kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal
a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya.
Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang
berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil,
jual beli atau sewa – menyewa.
Tidak ada unsurriba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan
jasa atas transaksi riil.
Perbedaan
selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada
keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur
organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan
produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya
ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada
saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun
1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi
menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada
garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus
pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Penanganan resiko usaha,
Bank Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan
nasabah. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih
negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada
kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan
beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem
Bank Konvensional.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada
lingkungan kerja BankSyariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor
bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih
bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari
para karyawannya. Nuansa yang dirasakan
memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
Perbedaan
utama yang paling mencolok antara Bank
Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem
bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator
penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah
mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta
bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga
tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari
bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan
untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah.
Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk
mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan
pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud
adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut.
Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak
dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak
bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi
mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Dari perbandingan itu terlihat bahwa dengan
sistem riba pada BankKonvensional penabung akan menerima bunga
sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan
bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan
keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Sekilas perbedaan itu
memperlihatkan di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi
hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan BankSyariah
naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan
ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.
BEBERAPA PRINSIP/HUKUM YANG DIANUT OLEH
SISTEM PERBANKAN SYARIAH ANTARA LAIN :
1.
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai
yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak
diperbolehkan.
2.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan
dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.Islam
tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
3.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi)
tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang
akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
4.
Investasi hanya boleh diberikan pada
usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya
tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Perbankan
syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang
berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat
krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan
sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999 2002 dapat bangkit
dan menghasil kan laba.
Hingga
tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum
yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan
bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat indonesia
(Persero).
Sistem
syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang
104 BPR Syariah.Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar