Dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas, para pelaku ekonomi
dituntut agar selalu meningkatkan kualitas dan daya saing produknya, baik
produk barang maupun jasa yang mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar global.
Peran serta dari masyarakat umum sangat diperlukan dalam kegiatan ekonomi guna
mendorong peningkatan hasil dan pemerataan ekonomi. Salah satu partisipasi
langsung dari masyarakat umum yang diharapkan adalah ikut bergabung dalam
kegiatan kepemilikan saham suatu perusahaan
perusahaan yang
terbesar di Indonesia
dan merupakan salah satu perusahaan go
public yang sudah terdaftar (listing)
di pasar modal. sudah mampu menerbitkan dan
menjual sebagian saham-sahamnya kepada masyarakat umum melalui Bursa Efek di
Pasar Modal. Para investor berinvestasi melalui
saham mempunyai motif yang berbeda-beda. Ada
yang mempunyai motif keamanan dengan memilih saham yang berdaya tahan (defensive stock) yakni harga saham yang
relatif stabil menjadi tujuan. Ada
pula yang mempunyai motif pendapatan dengan memilih saham Blue Chips, yaitu saham membagikan dividen. Motif pertumbuhan
jangka pendek dengan memilih saham yang disebut cyclical stock yaitu sangat sensitif terhadap fluktuasi ekonomi, capital gain menjadi tujuan. Motif
pertumbuhan dengan jangka panjang dengan memilih saham yang disebut Growth Stock yang Laba Per Lembar
Sahamnya selalu meningkat, dividen menjadi tujuan.
Meskipun laba yang diperoleh dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
sehingga Laba Per Lembar Saham juga semakin besar namun belum tentu akan
membagikan dividen yang besar pula kepada para pemegang saham, karena kebijakan
dividen adalah salah satu dari keputusan keuangan (financial decision) yang ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Perusahaan belum tentu membagikan dividen walaupun perusahaan
tersebut mencatat keuntungan atau laba. Hal itu disebabkan antara lain karena
perusahaan ingin melakukan ekspansi usaha atau mengurangi beban utang
perusahaan. Tetapi bisa saja suatu perusahaan yang mengalami kerugian dapat
membagikan dividen. Dana untuk dividen ini berasal dari laba ditahan oleh
perusahaan.
Tabel 1. Laba
Bersih dan Laba Per Saham PT.xxx xx Tahun 2001-2004
(dalam ribuan rupiah, kecuali data saham)
|
Laba Bersih
|
Laba Per Saham
|
Perkembangan
|
Tahun
|
(Rp)
|
(Rp)
|
Laba Per Lembar
Saham
|
|
|
|
(%)
|
2001
|
358.155.343
|
187,74
|
-
|
2002
|
202.022.820
|
105,90
|
(44)
|
2003
|
226.550.749
|
118,76
|
12
|
2004
|
807.108.655
|
423,08
|
256
|
Sumber : Pusat Informasi Pasar
Modal (data telah diolah) Tahun 2001-2004
Dalam menetapkan kebijakan dividen, perlu mempertimbangkan banyak hal
yang dapat mempengaruhi perusahaan. Dividen yang akan dibagikan dari laba yang
diperoleh ada tiga kemungkinan, yaitu laba yang diperoleh dibagikan 100% kepada
pemegang saham atau laba yang diperoleh 100% tidak dibagikan atau melakukan
kombinasi kedua cara tersebut dengan membagikan sebagian laba yang diperoleh
dan selebihnya ditahan oleh perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning) atau cadangan laba
yang dimanfaatkan oleh perusahaan sebagai salah satu sumber pembelanjaan dari
dalam perusahaan (internal financing).
1.
Pengertian Pembelanjaan Perusahaan
Perusahaan di dalam menjalankan
aktivitasnya sehari-hari membutuhkan dana. Dana dapat diperoleh dari pemilik
perusahaan maupun dari utang. Pembelanjaan perusahaan merupakan hal yang sangat
penting dalam setiap perusahaan dan merupakan salah satu dari tiga keputusan keuangan
(financial decision) yang terdiri
dari keputusan investasi (investement
decision), keputusan pembelanjaan (financing
decision) dan keputusan dividen (dividen
decision). Ketiga keputusan keuangan tersebut haruslah benar-benar
diperhatikan oleh perusahaan. Menurut Riyanto (2001:6) pengertian pembelanjaan
perusahaan adalah :
Keseluruhan aktivitas perusahaan yang
bersangkutan dengan usaha mendapatkan dana yang diperlukan dengan biaya yang
minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan beserta usaha untuk
menggunakan dana tersebut seefisien mungkin.
Menurut Syamsuddin (2001:3) bahwa
“pembelanjaan perusahaan adalah merupakan penerapan prinsip-prinsip ekonomi
dalam mengelola (to manage)
keputusan-keputusan yang menyangkut masalah finansial perusahaan”. Selanjutnya,
menurut Martono dan Harjito (2004:16) pengertian pembelanjaan adalah “seluruh
aktivitas perusahaan dalam rangka memperoleh dana, menggunakan dana dan
mengelola aset”.
Berdasarkan pengertian tersebut maka
dapat dikatakan bahwa pembelanjaan meliputi usaha yang dilakukan oleh suatu
perusahaan untuk menarik dan mengumpulkan dana dan beserta modal dengan biaya
yang rendah dan dengan syarat yang menguntungkan, serta secara efisien dan
efektif.
Pada prinsipnya pemenuhan kebutuhan
dana suatu perusahaan dapat disediakan dari dua sumber yaitu sumber intern dan
sumber ekstern. Sumber intern adalah sumber dana yang dibentuk atau dihasilkan
sendiri di dalam perusahaan, yang terdiri dari laba ditahan dan penyusutan.
Sumber ekstern adalah sumber yang berasal dari luar perusahaan, yang terdiri
dari dana yang berasal dari pemilik perusahaan atau dari hasil penjualan saham (equity financing). Fungsi pembelanjaan
atau manajemen keuangan pada dasarnya terdiri dari :
a.
Fungsi
menggunakan atau mengalokasikan dana (use/allocation
of funds) yang dalam pelaksanaannya manajer keuangan harus mengambil
keputusan pemilihan alternatif investasi atau keputusan investasi
b. Fungsi memperoleh dana (obtaining of funds) atau fungsi pendanaan yang dalam
pelaksanaannya manajer keuangan harus mengambil keputusan pemilihan alternative
pendanaan atau keputusan pendanaan (financing
decision).
2.
Pengertian Laba
Pengertian Laba menurut Soemarso
(1999:273) adalah “selisih lebih pendapatan atas biaya sehubungan dengan
kegiatan usaha”. Apabila biaya lebih besar dari pendapatan, selisihnya disebut
rugi. Laba atau rugi merupakan hasil perhitungan secara periodik (berkala).
Laba atau rugi ini belum merupakan laba atau rugi yang sebenarnya. Laba atau
rugi yang sebenarnya baru dapat diketahui apabila perusahaan telah menghentikan
kegiatannya dan dilikuidasikan. Tetapi, tentu saja manajemen perusahaan dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan tidak akan sabar apabila untuk mengetahui
laba atau rugi harus menanti sampai perusahaan dilikuidir. Bahkan mereka ingin
mengetahui tanda-tanda bahaya terhadap kelangsungan hidup perusahaan itu sedini
mungkin, sehingga dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu, laba dihitung
secara berkala, biasanya dilakukan setahun sekali.
Penetapan laba secara periodik
memerlukan perhatian yang serius. Kegiatan perusahaan berjalan terus menerus
tanpa terputus. Kegiatan perusahaan inilah yang mendatangkan laba atau rugi.
Jadi, penetapan laba atau rugi secara periodik berarti memenggal kegiatan
perusahaan yang terus menerus tersebut. Konsekuensinya adalah bahwa
penggalan-penggalan itu tidak persis sama dengan berakhirnya siklus kegiatan
perusahaan. Oleh karena itu, laba atau rugi harus benar-benar mencerminkan laba
yang diperoleh atau rugi yang diderita pada periode yang bersangkutan.
Penetapan laba secara periodik juga mengandung konsekuensi bahwa di dalamnya
terdapat unsur-unsur taksiran bukan merupakan angka yang pasti. Oleh karena
laba adalah hasil pengurangan biaya terhadap pendapatan, maka kunci kelayakan
penetapan laba atau rugi adalah menentukan jumlah pendapatan yang dihasilkan
dan jumlah biaya yang terjadi dalam periode yang bersangkutan.
a.
Laba bersih
perusahaan
Laba bersih bagi perusahaan adalah
konsep laba bersih operasi. Bunga bagi kreditor dan laba bagi pemegang saham
umumnya bersifat keuangan. Pajak penghasilan tidak bersifat keuangan dan tidak
bersifat operasi dan dikeluarkannya pos itu dari penghitungan laba bersih
perusahaan mengandung beberapa manfaat karena pajak bukanlah biaya masukan yang
dapat dikendalikan.
b. Laba bersih bagi investor
c.
Laba bersih
bagi pemegang saham
Laba bersih merupakan hasil
pengembalian (return) bagi pemilik
usaha. Selain untuk mengevaluasi prestasi manajemen, laba yang dilaporkan dapat
digunakan untuk meramal laba yang akan datang, untuk meramal kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dalam jangka panjang, atau untuk mengevaluasi
resiko investasi atau pemberian pinjaman kepada perusahaan.
d. Laba bersih bagi pemilik residu
Laba bersih yang tersedia untuk
didistribusikan kepada para pemegang saham biasa umumnya dianggap sebagai angka
tunggal yang paling penting dalam laporan. Laba bersih perlembar saham biasa
dan dividen per lembar saham adalah angka yang paling umum dikutip dalam berita
keuangan, bersama-sama dengan harga pasar per lembar saham.
3.
Penilaian Saham
Pengertian saham atau stock menurut Astuti (2004:49) adalah “surat bukti atau tanda
kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas. Saham adalah sekuritas
yang paling sering diperdagangkan dan dapat diterbitkan dengan cara atas nama
atau atas unjuk.
Penilaian saham merupakan proses
penting dalam manajemen keuangan, dimana menunjang tujuan manajemen keuangan
untuk memaksimalkan kinerja keuangan. Dalam penelitian saham dibagi menjadi dua
jenis, yaitu saham preferen (preferred
stock) dan saham biasa (common stock).
Berikut ini uraian kedua jenis tersebut :
a.
Nilai Saham Preferen
Saham preferen merupakan surat penyertaan
kepemilikan (saham) yang mempunyai preferensi (keistimewaan) tertentu dibanding
saham biasa. Keistimewaan tersebut antara lain mengenai pembayaran dividen dan
pembagian kekayaan perusahaan apabila perusahaan yang bersangkutan dilikuidasi
(dibubarkan). Saham preferen ini mempunyai sifat mendua (campuran), yaitu dalam
beberapa hal lain mirip dengan saham biasa. Hal yang mirip dengan obligasi
adalah adanya pembayaran dividen yang sifatnya tetap per tahun dan biasanya
dividen tersebut dibayar dahulu sebelum membayar dividen saham biasa. Sifat
yang mirip dengan saham biasa adalah mengenai umur saham preferen yang tidak
mempunyai saat jatuh tempo (perpetuity).
Saham preferen memiliki kelebihan dan
beberapa kelemahan dibandingkan saham biasa dan sekuritas lain. Kelebihan saham
preferen antara lain lebih aman daripada saham biasa karena memiliki hak klaim
terhadap kekayaan perusahaan dan pembagian dividen terlebih dahulu. Kelemahan
saham preferen antara lain :
1) Dibandingkan dengan investasi dalam bentuk
pinjaman saham preferen kurang aman karena dividen secara hukum bukanlah
kewajiban.
2) Pembayaran dividen secara tetap sulit dinaikkan.
3) Tidak memiliki hak voting.
4) Tidak memiliki jatuh tempo.
Biasanya saham preferen memberi hak
kepada pemiliknya untuk memperoleh pembayaran dividen yang tetap sebesar
prosentase tertentu tiap tahun. Jika pembayaran tersebut berlangsung selamanya,
maka saham preferen tersebut tidak mempunyai batas umur atau perpetuity. Untuk menilai saham preferen
tergantung tiga faktor yaitu :
1) Faktor keseimbangan resiko pengembalian, artinya
kita tidak akan mengambil resiko tambahan kecuali jika kita mengharapkan untuk
memperoleh kompensasi melalui tambahan pengembalian.
2) Faktor nilai waktu dan uang, artinya uang yang
diterima di kemudian hari.
3) Faktor uang kas, dan bukan dari besarnya laba.
b. Nilai Saham Biasa
Saham biasa merupakan surat bukti kepemilikan
atau surat
bukti penyertaan atas suatu perusahaan yang mengeluarkannya (emiten). Emiten
ini berbentuk perseroan terbatas (PT). Apabila saham biasa tersebut diperjual
belikan kepada masyarakat luas (publik) melalui bursa efek, berarti perusahaan
yang mengeluarkannya sudah go public
dan saham tersebut sudah terdaftar di bursa efek.
Sebagaimana saham preferen, saham
biasa juga memberi hak dividen kepada pihak yang memilikinya. Dividen ini
dibayarkan oleh emiten setiap tahun apabila perusahaan mendapatkan laba. Jika
emiten tidak memperoleh laba, maka dividen tidak ada atau tidak dibayarkan.
Namun demikian, walaupun emiten memperoleh laba kadang-kadang dividen tidak
dibagikan kepada pemegang saham karena laba tersebut akan digunakan untuk
cadangan dana bagi perusahaan. Cadangan dana dari laba yang tidak dibagi
tersebut akan digunakan untuk mengembangkan perusahaan.
Penentuan besarnya tingkat pengembalian
dan nilai saham biasa lebih sulit dibandingkan dengan saham preferen dan
obligasi karena :
1) Harapan pendapatan yang akan diperoleh tidak
tentu dan sulit dipredikasi.
2) Return saham biasa merupakan gabungan dari dividen dan capital gain yang diperoleh atau capital loss yang diderita investor.
3) Dividen saham tidak selalu sama setiap periode.
Dividen saham diharapkan sebagai
dasar untuk menentukan nilai saham. Karena saham memiliki pendapatan yang
dihitung tahunan, maka nilai saham juga akan dihitung dengan cara yang sama
dengan obligasi, yaitu dengan menghitung nilai sekarang dari aliran arus kas
dari dividen yang diharapkan. Perbedaanya adalah mengenai jangka waktu (umur)
saham. Umur saham pada dasarnya tidak ada batasnya (tak terhingga), karena
saham akan ada sampai perusahaan yang bersangkutan dibubarkan. Dividen yang
akan diberikan oleh emiten akan tumbuh sesuai dengan pertumbuhan perusahaan.
Pertumbuhan ini bisa negatif, tetap atau positif atau bahkan berfluktuasi.
Untuk menilai saham biasa bergantung pada tiga faktor yang sama digunakan dalam
menilai saham preferen, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
4.
Pengertian Kebijakan Dividen
Pengertian dividen menurut Riyanto
(2001:265) adalah “aliran kas yang dibayarkan kepada pemegang saham atau equity investor”. Sedangkan menurut
Baridwan (2000:434) yang dimaksud dengan dividen adalah “pembagian kepada para
pemegang saham PT yang sebanding dengan jumlah lembaran yang dimiliki”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dividen adalah
bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham.
Kebijakan dividen menyangkut
keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali di
dalam perusahaan. Kebijakan dividen yang optimal pada suatu perusahaan adalah
kebijakan yang menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan
pertumbuhan dimasa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham.
Menurut Sartono (2001:281) bahwa
“kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk
laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang”. Apabila perusahaan
memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang
ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya jika
perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan
pembentukan dana intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen
ini harus dianalisa dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau
penentuan struktur modal secara keseluruhan. Ada dua jenis dividen antara lain :
a.
Dividen
saham (Stock dividen) adalah laba
yang dibagikan kepada para pemegang saham bukan secara tunai tetapi dalam
bentuk saham.
b. Dividen tunai
(Cash dividen) adalah laba yang dibagikan kepada para pemegang saham yang
berasal dari keuntungan tahun tersebut atau akumulasi dari keuntungan pada
tahun sebelumnya.
Menurut Riyanto (2001:267)
faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan antara lain :
a.
Posisi
Likuiditas Perusahaan
Posisi kas atau
likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus
dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen
yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu makin kuat
posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana di
waktu-waktu mendatang, makin tinggi “dividen
payout ratio”nya.
b. Kebutuhan Dana untuk Membayar Utang
Apabila perusahaan
menetapkan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti
perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatan untuk keperluan
tersebut, yang ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau
earning yang dapat dibayarkan sebagai
dividen. Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan dividen payout ratio yang rendah.
c.
Tingkat
Pertumbuhan Perusahaan
Makin cepat
pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan
untuk memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan
dalam perusahaan, yang berarti makin rendah “
payout ratio”nya.
d. Pengawasan Terhadap Perusahaan
Variabel penting
lainnya adalah “control” atau
pengawasan terhadap perusahaan. Ada
perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana
yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar
pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil
penjualan saham baru akan melemahkan “control”
dari kelompok dominan di dalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai
ekspansi dengan utang akan memperbesar resiko finansialnya. Mempercayakan pada
pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan “control” terhadap perusahaan, berarti mengurangai “dividen payout ratio”nya.
Berbagai macam kebijakan dividen yang
dilakukan oleh perusahaan menurut Riyanto (2001:269) adalah sebagai berikut :
a.
Kebijakan
dividen stabil
Banyak perusahaan
menjalankan kebijakan dividen yang stabil, artinya jumlah dividen per lembar
yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu
meskipun pendapat per lembar saham pertahunnya berfluktuasi. Dividen yang
stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian apabila ternyata
pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut nampak dan
relatif permanen, barulah besarnya dividen per lembar saham dinaikkan. Dividen
yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif
panjang.
b. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen
minimal plus jumlah ekstra tertentu.
Cara
penetapan dividen payout yang kedua
adalah penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra. Kebijakan ini
menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per saham setiap tahunnya. Dalam
keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen extra di atas jumlah minimal
tersebut. Bagi pemodal ada kepastian akan menerima jumlah dividen yang minimal
setiap tahunnya meskipun keadaan
keuangan perusahaan agak memburuk. Tetapi di lain pihak kalau keadaan
perusahaan baik maka pemodal akan menerima dividen minimal tersebut ditambah
dengan dividen tambahan. Kalau keadaan keuangan memburuk lagi maka yang
dibayarkan hanya dividen minimal saja.
c.
Kebijakan
dividen dengan penetapan dividen payout
ratio yang konstan.
Cara penetapan dividen payout yang ketiga adalah
penetapan payout ratio yang konstan.
Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividen payout ratio yang konstan. Jumlah
dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi
sesuai dengan perkembangan keuntungan netto
yang diperoleh setiap tahunnya.
d. Kebijakan dividen
yang fleksibel.
Cara penetapan dividen payout yang keempat adalah
penetapan dividen payout ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap tahunnya
disesuaikan dengan posisi finansial dan kebijakan finansial dari perusahaan
yang bersangkutan.
5.
Pengertian Fluktuasi
Menurut Tim Penyusun Kamus Indonesia
(2002:319) bahwa “fluktuasi merupakan gejala yang menyebabkan naik turunnya
harga, keadaan turun naiknya harga dan sebagainya karena pengaruh permintaan
dan penawaran”. Apabila permintaan saham meningkat maka harga saham akan naik
sebaliknya apabila penawaran meningkat maka harga saham menurun.
Menurut Ardiyos (1998:100) menyatakan
bahwa “pengertian fluktuasi saham adalah harga saham berubah secara umum, ada
pergerakan jangka pendek yang naik turun, serta kecenderungan-kecenderungan
jangka panjang secara meningkat”.
Dari pengertian tersebut maka dapat dikatakan
bahwa fluktuasi terjadi disebabkan oleh permintaan dan penawaran baik berupa
produk atau barang maupun jasa di dalam kegiatan ekonomi.
6.
Pasar Modal
Pasar modal dan industri sekuritas
merupakan salah satu indikator untuk menilai perekonomian suatu negara berjalan
dengan baik atau tidak. Pengertian pasar modal menurut Keputusan Menteri
Keuangan RI No. 1548/KMK/1990 tentang peraturan pasar modal yang dikutip Sutrisno (2003:341) adalah :
Secara umum adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua
lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga
yang beredar. Sedangkan dalam arti sempit pasar modal adalah suatu tempat dalam
pengertian fisik yang mengorganisasikan transaksi penjualan efek atau disebut
sebagai bursa efek.
Sedangkan pengertian pasar modal
menurut UU RI Nomor 8/1995 yang dikutip Sartono (2001:22) adalah “segala
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Berdasarkan pengertian di atas dapat
dikatakan bahwa pasar modal adalah merupakan tempat di mana penjual (emiten) dan pembeli (investor) bertemu untuk melakukan
transaksi jual beli efek yang ada dalam pasar tersebut. Tujuan Investor tersebut adalah mencari
keuntungan yang diperoleh dari dividen atau laba ditahan dan bunga, sedangkan
keinginan emiten yaitu mencari modal,
baik untuk investasi atau modal kerja.
Menurut Astuti (2004:49) “Efek adalah
setiap surat
pengakuan hutang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, rights,
warrants, opsi atau setiap derifatip”. Menurut Sutrisno (2003:341)
Pengertian bursa efek atau stock exchange
adalah “suatu sistem yang terorganisir yang mempertemukan antara penjual dan
pembeli efek yang dilakukannya baik secara langsung maupun melalui
wakil-wakilnya”. Bursa
efek ini berfungsi untuk menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek
yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran.
Pasar modal memiliki beberapa fungsi
strategis yang menyebabkan lembaga ini mempunyai daya tarik baik bagi pihak yang
membutuhkan dana, pihak yang memiliki dana, maupun pemerintah. Pemerintah
sangat berkepentingan dalam pembinaan pasar modal, karena dengan membaiknya
kondisi pasar modal bisa mencegah terjadinya capital flight atau pelarian modal ke luar negeri. Bila di suatu
negara tidak ada pasar modal kemungkinan besar akan terjadi capital flight karena tidak adanya
sarana investasi bagi para pemilik dana. Oleh karena itu pasar modal mempunyai
beberapa fungsi antara lain adalah :
1. Sebagai Sumber Penghimpun Dana
Kebutuhan dana perusahaan bisa
dipenuhi dari berbagai sumber pembiayaan. Salah satu sumber dana yang bisa
dimanfaatkan oleh perusahaan adalah pasar modal selain sistem perbankan yang
selama ini dikenal sebagai media perantara keuangan secara konvensional.
2. Sebagai Sarana Investasi
Pada umumnya perusahaan yang menjual surat berharga (saham atau
obligasi) ke pasar modal adalah perusahaan yang sudah mempunyai reputasi bisnis
yang baik dan kredibel, sehingga efek-efek yang dikeluarkan akan laku
dijualbelikan di bursa. Sementara, pemilik dan atau investor jika tidak ada
pilihan lain mereka akan menginvestasikan pada perbankan yang notabene
mempunyai tingkat keuntungan yang relatif kecil.
3. Pemerataan Pendapatan
Pada dasarnya apabila perusahaan
tidak melakukan go public, pemilik
perusahaan terbatas pada personal-personal pendiri perusahaan yang
bersangkutan. Dengan go public-nya
perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk ikut serta
memiliki perusahaan tersebut. Dengan demikian akan memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk ikut menikmati keuntungan dari perusahaan berupa bagian
keuntungan atau dividen, sehingga hanya semula dinikmati oleh beberapa orang
pemilik, akhirnya bisa dinikmati oleh masyarakat artinya ada pemerataan
pendapatan kepada masyarakat.
4. Sebagai Pendorong Investasi
Sudah merupakan kewajiban pemerintah
untuk memajukan pembangunan dan perekonomian negaranya. Untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan memajukan pembangunan membutuhkan investasi besar.
Pemerintah tidak akan mampu untuk melakukan investasi sendiri tanpa dibantu
oleh pihak swasta nasional dan asing. Untuk mendorong agar pihak swasta dan
asing mau melakukan investasi baik secara langsung maupun tidak langsung,
pemerintah harus mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif adalah
likuidnya pasar modal.
Keuntungan investor di pasar modal
dikenakan pajak baik atas dividen maupun capital
gain, sedangkan saat itu bunga bank tidak dikenai pajak. Oleh karena itu
untuk mendorong agar pasar modal bergairah, pemerintah mengeluarkan beberapa
paket kebijaksanaan antara lain Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes 1987)
dan Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 1988), yang isinya antara lain :
1. Penyederhanaan persyaratan bagi perusahaan yang
akan masuk pasar modal.
2. Untuk mendorong investor lokal, maka investor
asing diizinkan ikut bermain di bursa dengan porsi maksimal 49%.
3. Dibukanya bursa paralel
4. Penyederhanaan prosedur perdagangan, yang semula
fluktuasi harga dibatasi 4% dihapuskan.
5. Penciptaan keadaan yang lebih berimbang antara
pasar modal dengan bank.
6. Pada industri perbankan diberlakukan ketentuan
legal lending limit, yaitu pembatasan
jumlah kredit yang boleh diberikan oleh perbankan, yakni sekitar 30% dari modal
bank.
7. Swastanisasi bursa, yakni perdagangan saham
dibursa dikelola oleh swasta dan pemerintah hanya berfungsi sebagai pengawas.
Dengan berbagai deregulasi tersebut,
ternyata mampu mendorong bergairahnya pasar modal. Ini bisa dilihat dari jumlah
perusahaan yang masuk ke pasar modal, yang pada akhir tahun 1987 hanya 27
perusahaan go public dengan akumulasi
dana Rp 263,8 milyar, pada akhir tahun 1990 perusahaan yang go public meningkat menjadi 98
perusahaan dengan akumulasi dana mencapai Rp 6.291,5 milyar.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiyos. 1998. Kamus Pasar
Modal. Jakarta :
Citra Harta Prima.
Astuti, Dewi. 2004. Manajemen
Keuangan Perusahaan. Jakarta :
Ghalia Indonesia .
Harianto, F, dan Sudomo, S. 1998. Perangkat
dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia . Jakarta : PT. Bursa Efek Jakarta.

Martono, Su, dan D. Agus Harjito. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta :
EKONISIA.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta : BPFE.
Sartono, R Agus. 2001. Manajemen
Keuangan. Yogyakarta : BPFE.
Soemarso, S.R. 1999. Akuntansi
Suatu Pengantar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sutrisno. 2003. Manajemen
Keuangan, Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta :
EKONISIA.
Syamsuddin, Lukman. 2001. Manajemen
Keuangan Perusahaan. Jakarta :
PT. RajaGrafindo Persada.
Tim Penyusun Kamus. 2002. Kamus
Besar Bahasa Indonesia .
Jakarta : Balai
Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar