Koperasi sebagai bentuk badan usaha
yang bergerak di bidang perekonomian mempunyai tatanan manajemen yang berbeda
dengan badan usaha yang lain. Perbedaan tersebut bersumber dari hakikat
manajemen koperasi yang berdasarkan pada falsafah dari, oleh, dan untuk anggota
yang mencerminkan falsafah demokrasi dalam dunia yang menjadi ciri khas
koperasi.
Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang yang menganut sistem demokrasi terus mengikuti perkembangan dengan
lebih memaksimalkan peranan pelaku
– pelaku ekonomi yang ada.
Peranan dan pelaku ekonomi di Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 33
Ayat 1,2, dan 3 yang terdiri dari koperasi, Badan Usaha Milik Swasta ( BUMS )
dan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ). Dari ketiga pelaku ekonomi inilah
diharapkan perekonomian Indonesia mampu sejajar dengan negara lain. Suatu hal
yang menarik dari pasal 33 UUD 1945 di atas, yaitu ditempatkannya koperasi pada
ayat pertama. Alasannya karena koperasilah yang diharapkan menjadi sokoguru
perekonomian bangsa Indonesia, sebab di antara pelaku ekonomi koperasilah yang
paling sesuai dengan kepribadian bangsa, yang mengutamakan kekeluargaan dan
gotong royong. Untuk itu berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk
memajukan koperasi di antaranya dengan lahirnya UU No. 2 Tahun 1992 tentang
perkoperasian di Indonesia yang menetapkan koperasi sebagai salah satu badan
usaha yang melakukan kegiatan ekonomi seperti pelaku ekonomi lainnya tanpa
merupakan unsure kekeluargaan, menggantikan UU No. 2 Tahun 1967 yang menyatakan
koperasi sebagai badan hukum. Di samping upaya lain berupa pemberian bantuan
modal dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola
koperasi. Lahirnya UU baru ini diharapkan koperasi mempunyai peranan yang lebih
luas.
Agar tujuan tersebut tercapai
diperlukan adanya analisa pengelolaan modal kerja untuk mengetahui seberapa
besar peningkatan atau keuntungan koperasi terhadap pendapatan dalam periode
tertentu, maka seorang manajer atau pengurus koperasi yang modern mempunyai
kecakapan kualitatif yang beraneka ragam dalam memikul tanggung jawab yang
lebih besar dalam mengelola modal kerja serta menambah pendapatan koperasi
tersebut. Namun yang menjadi kendala sekarang, di saat koperasi sudah menjadi
alternative, mampukah unsur – unsur yang terlibat dalam koperasi memaksimalkan
usahanya dengan memamfaatkan potensi – potensi yang ada. Hal ini memang
menjadi suatu dilema karena di saat koperasi sudah merupakan suatu solusi.
Kenyataan ini dapat dilihat dengan banyaknya koperasi yang sebenarnya mampu
dari segi permodalan namun belum mampu mewujudkan hasil maksimal untuk
mensejahterakan anggotanya dan mengelola modalnya kerjanya hingga memperoleh
hasil yang maksimal. Modal kerja yang ada belum mampu dikelola secara efektif
dan efisien terhadap pendapatannya dalam satu periode, karena belum
terstrukturnya pembelanjaan baik pembelanjaan yang sifatnya usaha maupun
pembelanjaan non usaha. Sehingga terkadang dalam pelaksanaan usahanya muncul
biaya tinggi yang tidak dibarengi dengan pendapatan yang tinggi pula. Kemudian
para pengelola koperasi biasanya belum melakukan analisa kebutuhan modal kerja
sehingga muncul kesulitan dalam menggunakan modal kerja yang mengakibatkan
seringnya modal kerja menganggur begitu saja tanpa digunakan. Padahal
pengelolahan dana yang efektif dan efisien merupakan kunci pokok untuk
meningkatkan pendapatan sehingga sisa hasil usaha pun meningkat.
Koperasi
Pegawai Negeri Republik Indonesia merupakan jenis koperasi simpan pinjam yang
berperan penting dalam mensejahterakan anggotanya secara efektif. Selektif,
bertahap, dan terarah. Karena besar kecilnya pendapatan sangat terpengaruh oleh
pengelolaan modal kerja di mana dalam hal ini pengurus bertindak untuk dan atas
nama anggota.
A. Pengertian,
Tujuan dan Jenis Koperasi
1.
Pengertian Koperasi
Koperasi dalam bahasa latin disebut
Cooperatio yang terdiri atas kata co berarti
bersama sedangkan operation berarti melakukan suatu pekerjaan / usaha.
Jadi koperasi berarti kerja sama / usaha – usah yang dikerjakan secara bersama
– sama. Dalam hal ini sekelompok orang melakukan usaha / kegiatan bersama untuk
mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian
koperasi dapat di artikan dalam dua versi yaitu dalam arti luas dan dalam arti
sempit. Koperasi dalam arti luas adalah setiap bentuk kerja sama. Sedangkan
dalam arti sempit adalah bentuk kerja sama dalam bidang ekonomi berdasargkan
atas asas kekeluargaan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian yaitu Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
azas kekeluargaan.
Arifin Chaniago, Perkoperasian
Indonesia ( 1998 : 1 ) memberikan
pengertian koperasi suatu perkumpulan yang beranggotakan orang – orang atau
badan – badan usaha yang memberikan kebebasan masuk keluar sebagai anggota,
dengan kerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi
kesejahteraan anggotanya.
Maksud didirikan koperasi adalah
kerjasama dalam melakukan usaha untuk memperbaiki taraf hidup anggota, dan
menurut jenisnya usaha yang dilakukan adalah sesuai dengan tingkat kebutuhan
para anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kehadiran koperasi di
tengah – tengah masyarakat merupakan kebutuhan vital dalam membangun ekonomi
masyarakat.
Pengertian lain dikemukakan oleh G.
Kartasapoetra, Ekonomi Koperasi Yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ( 1995
: 1 ) yaitu Koperasi adalah suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam
bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang pada umumnya berekonomi lemah
yang bergabung secara sukarela atas persamaan hak, berkewajiban melakukan usaha
yang bertujuan memenuhi kebutuhan – kebutuhan para anggotanya. Pada dasarnya
koperasi adalah badan usaha yang bergerak di bidang perekonomian atau
organisasi ekonomi yang berwatak sosial.
Seperti badan usaha lainnya agar
berhasil dalam menjalankan usahanya maka harus dapat bekerja secara efisien,
terus menerus, mengelola potensi lingkungan dan di kerjakan secara profesional
sesuai dengan keahlian yang diperlukan. Dengan kata lain pengelolaan usaha
koperasi tidaklah berbeda dengan pengelolaan berbagai jenis usaha lainnya juga
memerlukan persyaratan sama.
2.
Tujuan Koperasi
Menurut
UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, bahwa koperasi bertujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada urmumnya
serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dengan
demikian, tujuan penting koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan para
anggotanya dan masyarakat pada umumnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
bersama. Dalam konteks perekonomian nasional, koperasi memiliki tujuan untuk
ikut serta menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila
UUD 1945.
Berdasarkan
tujuan koperasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa koperasi tata perekonomian
rakyat yang diatur sesuai kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi.
Dengan kekeluargaan dan kegotong royongan koperasi diharapkan mempertinggi
taraf hidup anggotanya serta rakyat pada umumnya.
3.
Jenis Koperasi
Menurut Harsoyono
Subyakto, Manajemen Koperasi ( 1999
: 45 ), koperasi dapat dibagi menjadi beberapa jenis ( macam ) yaitu koperasi
produksi ( koperasi penghasilan ), koperasi pembelian, koperasi konsumsi,
koperasi penjualan, koperasi kredit (
koperasi simpan pinjam ), dan koperasi jasa.
a. Koperasi
produksi
Orang –
orang dapat bekerja sama di dalam bidang produksi. Koperasi yang bergerak dalam
bidang produksi atau koperasi penghasilan.
b. Koperasi
pembelian
Orang –
orang dapat bersatu dan bekerja sama dengan pembelian barang yang dibutuhkan
koperasi ini disebut koperasi pembelian.
c. Koperasi
konsumsi
Sesuai
dengan namanya, anggota – anggotan konsumsi ini terdiri dari konsumen atau
pemakai barang. Oleh karena itu, maka koperasi konsumsi sering juga disebut
koperasi pemakaian.
d. Koperasi
penjualan
Kerja
sama dapat dilakukan dalam kerja sama penjualan. Barang – barang yang
dihasilkan untuk para produsen sejenis dapat di jual pada koperasi usaha mereka
sendiri.
e. Koperasi
kredit
Seperti
diuraikan di atas kerja sama dapat pula dilakukan di dalam simpan pinjam.
Koperasi yang mengurus hal ini disebut koperasi kredit atau koperasi simpan
pinjam. Mereka menyerahkan misalnya barang – barang kerajinan yang mereka
hasilkan dan menyerahkan ke koperasi mereka. Toko koperasi itulah yang
menjualkan barang – barang hasil usaha mereka. Hal ini dapat pula dilakukan
para nelayan, para petani penghasil buah – buahan, para penghasil telur, para
penghasil susu dan sebagainya. Dengan demikian mereka dapat terhindar dari
persaingan di antara mereka sendiri persaingan selalu merugikan mereka sendiri.
Dalam persaingan itu mereka biasanya saling merebut langganan dengan menurunkan
harga barang – barang produksi. Hal ini jelas sangat merugikan mereka sendiri.
Petani atau golongan penghasil lainnya bersatu
dan bekerja sama mengumpulkan uang. Lalu mereka kumpulkan untuk disimpan
di koperasi, kemudian koperasi meminjamkan uang itu kepada anggota – anggota
yang membutuhkan. Maksud kerja sama ini adalah untuk memperoleh pinjaman atau
kredit sebanyak mungkin membawa mamfaat dengan syarat – syarat yang termudah
dan lunak.
f. Koperasi jasa
Macam dan
jenis koperasi yang perlu kita ketahui adalah koperasi yang bergerak di bidang
jasa. Macam atau jenis
koperasi ini dapat dijumpai antara lain pada yang memberikan jasa angkutan di
darat dan di air.
B. Pengertian dan Jenis Pengelolaan Modal Kerja.
Pengelolaan
modal kerja merupakan hal penting agar kelangsungan usaha perusahaan dapat
dipertahankan, kesalahan dalam mengelola modal kerja mengakibatkan kegiatan
usaha dapat terhambat atau terhenti sama sekali. Modal kerja merupakan sebagian
dari fungsi permodalan di dalam suatu perusahaan.
Penulis
mengkategorikan dalam 2 ( dua ) fungsi yaitu:
1.
Menopang kegiatan-kegiatan produksi dan penjualan dengan
menjembatani antara saat, yaitu pengeluaran uang dengan saat penerimaan yang
utama.
2.
Menutup kebutuhan-kebutuhan yang bersifat tetap dan kebutuhan-kebutuhan
yang tidak ada hubungannya secara langsung dengan produksi-produksi dan
penjualan.
Pada umumnya pangertian modal kerja netto didefinisikan harta lancer
dikurangi dengan kewajiban yang segera harus dipenuhi perusahaan. Untuk
melihat lebih lanjut pengertian modal kerja, maka berikut ini akan diberikan
tiga konsep pengertian modal
kerja seperti yang ditemukan oleh Bambang
Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (1997: 45) berikut ini
1. Konsef
Kuantitatif
2. Konsep
Kualitatif
3. Konsep
Fungsional
Konsep kuantitatif
biasa juga disebut dengan Gross Working Capital, mendasarkan pada kuantitas
dari dana yang tertanam dalam unsur – unsur aktiva lancar dan tercermin dalam
laporan neraca perusahaan yang meliputi kas, surat-surat berharga jangka
pendek, piutang dan persediaan. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut
dengan modal kerja bruto.
Konsep kualitatif
yang biasa juga netto konsep mengemukakan bahwa modal kerja diartikan sebagai
selisi aktiva lancar dengan utang lancar. Dengan demikian sebagian dari aktiva harus
disediakan untuk memenuhi kewajiban
financial yang jatuh tempo. Bagian dari aktiva lancar ini tidak boleh digunakan
untuk membiayai operasi perusahaan untuk menjaga likuiditas. Oleh karena itu,
modal kerja menurut konsep kualitatif ini adalah sebagian dari aktiva lancar
yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa
menganggu likuiditas perusahaan.
Pengertian
tentang modal kerja berdasarkan konsep fungsional adalah menekan pada fungsi
dana yang ada dalam perusahaan dalam upaya untuk memperoleh pendapatan. Menurut
konsep ini bahwa tidak semua dana yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam satu
periode akan menghasilkan pendapatan pada periode bersangkutan, akan tetapi ada
sebagian dana
yang tidak menghasilkan keuntungan pada priode bersangkutan, tetapi dana
tersebut akan menghasilkan keuntungan pada periode-periode
bersangkutanperusahaan dalam priode akutansi yang dapat menghasilkan pendapatan
pada priode tersebut dan penggunaan dana tersebut sesuai dengan tujuan utama
didirikannya perusahaan. Sebaliknya dana yang tidak termaksud modal kerja
adalah dana yang tidak menghasilkan pendapatan pada priode yang berjalan, maka
pendapatan tersebut tidak sesuai dengan tujunan didirikannya perusahaan.
Secara
umum modal kerja adalah keselurhan aktiva lancar yang digunakan dalam operasi
perusahaan sehari hari, seperti persekot pembelian bahan baku, pembayaran
upah/gaji pegawai, buruh dan sebagainya. Hal mana dana yang telah dikeluarkan
ini diharapkan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama dalam melalui hasil
penjualan perusahaan. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Harsoyono Subyakto, Ekonomi Koperasi 1 (1999
: 28) bahwa : untuk suatu perusahaan yang baru saja mulai, modal kerja dapat
digambarkan sebagai pengeluaran yang bukan untuk harta tetap baik maupun tidak
langsung yang harus dikeluarkan terus menerus sebelum hasil penjualan dapat
ditagih dan diterima dari langganan. Jadi modal kerja sebelumnya merupakan
jumlah yang terus menerus menjembatani antara saat pengeluran uang untuk
memperoleh bahan (jasa) dengan saat penerimaan penjualan.
Untuk
mengetahui berapa modal kerja yang baik untuk perusahaan, maka harus memenuhi
beberapa faktor yang mempengaruhi modal kerja yaitu :
a.
Sifat
atau tipe perusahaan
b.
Waktu
yang dibutuhkan untuk memproduksi/memperoleh barang yang akan dijual, serta harga persatuan dari barang tersebut.
c.
Syarat pembelian barang atau bahan dagangan
d.
Tingkat
perputaran persediaan
Sementara untuk jenis modal kerja
dalam setiap perusahaan menurut Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan (1995 : 45), bahwa pada
dasarnya modal kerja yang harus tetap pada perusahaan untuk menjalankan
fungsinya. Modal kerja dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
1. Modal
kerja Permanen ( Permanent Working Capital )
Modal kerja permanent ( Permanent
Working Capital ) terdidi dari dua jenis yaitu :
a.
Modal
kerja primer (primer working capital ) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk
menjamin kontinuitas usahanya.
b.
Modal
kerja normal ( normal working capital ) yaitu jumlah modal kerja yang
diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. Pengertian normal
disini adalah dalam arti yang dinamis. Apabila suatu perusahaan misalnya dalam
4 atau 5 bulan rata-rata perbulannya mempunyai produksi 1000 unit maka dapat
dikatakan luasnya produksi nominalnya adalah 1000 unit. Apabila kemudian
ternyata bahwa selama 4 atau 5 bulan berikutnya luas produksi rata-rata
perbulannya 2000 unit, maka luas produksi normalnya disitupun berubah menjadi
2000 unit.
2. Modal
kerja Variabel ( variable working capital )
Yaitu modal kerja yang jumlahnya
berubah yang sesuai dengan perubahan keadaan dan modal kerja ini dibedakan
menjadi :
1. Modal kerja musiman ( seasonal
working capital ) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan
karena fluktuasi musim.
2. Modal kerja siklis (cyclical
working capital ) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah – rubah disebabkan
karena fluktuasi musim.
3. Modal kerja darurat ( Emergency
working capital ) yaitu modal kerja yang besarnya berubah – ubah karena adanya
keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya misalnya, adanya pemogokan
buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak.
C.
Sumber Permodalan Koperasi
Menurut Trisusanto dan Soeriawidjaja, Ekonomi Koperasi ( 1997 : 126 ) sumber permodalan
koperasi adalah :
1. Anggota koperasi
· Modal
yang dikumpul dari anggota koperasi.
· Simpanan
pokok, simpanan yang besarnya sama dan tetap untuk setiap anggota, dan harus dipenuhi oleh setiap saat mulai
menjadi anggota koperasi.
·
Simpanan
wajib, simpanan yang diwajibkan kepada anggota untuk disetor pada waktu
tertentu.
·
Simpanan
sukarela, simpanan yang besarnya dan waktunya tidak tertentu tergantung pada
kerelaan anggota dan perjanjian.
2. Pinjaman pada anggota atau bukan
anggota
3. Hasil usaha
4. Pemerintah
5. Bank umum, koperasi, dan bank
lainnya.
6. Penanaman modal
D.
Pengertian Sisa Hasil Usaha (SHU)
Dalam usaha koperasi, laba disebut
sebagai sisa hasil usaha (SHU). Arifin Sitio, Koperasi Teori dan Praktik ( 2001 : 96 ) mengemukakan pengertian
Sisa Hasil Usaha adalah kelebihan dari hasil usaha yang diperoleh dalam suatu
periode tertentu.
Menurut teori Sisa Hasil Usaha tingkat
keuntungan pada setiap koperasi dan perusahaan biasanya berbeda pada setiap
jenis koperasi dan perusahaan. Terdapat beberapa teori yang menerangkan
perbedaan ini menurut Arifin Sitio, Koperasi Teori dan Praktik ( 2001 : 97 )
perbedaan-perbedaan itu adalah sebagai berikut:
1.
Teori
Sisa Hasil Usaha menanggung resiko ( risk bearing theory of profit ). Menurut
teori ini keuntungan ekonomi di atas normal akan di peroleh oleh perusahaan
dengan resiko di atas rata-rata misalnya perusahaan yang bergerak dibidang
eksloirasi minyak.
2.
Teori
Sisa Hasil Usaha Friksional ( Friksional theory of profit ). Teori ini menekankan
bahwa keuntungan meningkatkan sebagai suatu hasil dari friksi keseimbangan
jangka panjang ( long run equilibirium ). Misalnya krisis minyak tanah tahun
1970-an mengakibatkan permintaan yang sangat drastis, dan ini membuat
perusahaan mendapat keuntungan yang besar. Kemudian pada
tahun 1980-an harga minyak drastis turun yang menjadikan perusahaan mengalami
kerugian.
3.
Teori Sisa Hasil Usaha monopoli ( monopoli theory of
profit ). Teori ini mengatakan bahwa beberapa perusahaan dengan kekuatan
monopoli dapat membatasi output dan menerapkan harga yang tingi daripada bila
perusahaan beroperasi dalam kondisi persaingan sempurna. Dengan demikian
perusahaan menikmati keuntungan, kekuatan monopoli ini dapat diperoleh melalui
penguasaan penuh atas supplay bahan baku tertentu, skala ekonomi, kepemilikan
hak paten, atau pembatasan dari pemerintah.
4.
Teori Sisa Hasil Usaha inovasi ( innovation theory of
profit ). Menurut teori ini, SHU diperoleh karena keberhasilan perusahaan dalam
melakukan inovasi. Misalnya Steve Jobs yang menemukan computer APPLY, atau
perusahaan Gillete yang selalu menemukan innovasi tentang produk pisau cukur.
5.
Teori Sisa Hasil Usaha efisiensi manajerial ( managerial
efficiency theory of profit ). Teori ini menekankan bahwa perusahaan yang
dikelola secara efisien akan memperoleh laba di atas rata-rata laba normal.
Uraian
tersebut menunjukan bahwa sesuai dengan konsep koperasi, maka koperasi akan
memperoleh laba lebih dari hasil efisiensi manajerial, karena orientasi
usahanya lebih menekankan pada pelayanan usaha yang dapat memberikan manfaat
dan kepuasan bersama para anggota.
Laba yang
tinggi adalah pertanda bahwa konsumen menginginkan output yang lebih dari
koperasi, laba yang tinggi merupakan insentif bagi koperasi untuk meningkatkan
output dalam jangka panjang. Sebaliknya, laba yang rendah adalah pertanda bahwa
konsumen menginginkan kurang dari produk / komoditi yang ditangani dan metode
produksinya tidak efisien. Dengan demikian, laba memberikan pertanda krusial
untuk relokasi sumber daya yang dimiliki masyarakat sebagai perubahan selera
konsumen dan permintaan sepanjang waktu.
E. Pengertian
dan Pentingnya Analisa Laporan Keuangan
Mengadakan interpretasi atau anilisis laporan keuangan
suatu perusahaan adalah sangat penting artinya bagi pihak-pihak yang
berkepentingan terutama bagi perusahaan itu sendiri. Bambang Riyanto,
Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (
1997 : 260 ) mengemukakan sebagai berikut : Laporan finansial suatu perusahaan,
dimana neraca mencerminkan nilai aktiva, hutang dan modal sendiri pada suatu
saat tertentu, dan laporan rugi laba mencerminkan hasil-hasil yang dicapai
selama suatu periode tertentu biasanya meliputi satu tahun.
Memperoleh
gambaran tentang perkembangan financial suatu perusahaan perlu diadakan
interpretasi atau analisis terhadap finansial dari perusahaan yang
bersangkutan, dan data fanansial itu akan tercermin dalam laporan keuangan.
Mengadakan
interpretasi atau analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan akan
sangat bermanfaat bagi penganalisaan untuk dapat mengetahui keadaan dan
perkembangan financial dari perusahaan yang bersangkutan.
Mengadakan
anilisis terhadap laporan keuangan dari perusahaan, pimpinan perusahaan akan
dapat mengetahui hasil-hasil finansial yang telah dicapai diwaktu yang lama dan
waktu yang sedang berjalan. Dengan mengadakan analisis data finansial dari
tahun ketahun kelemahan-kelemahan dari
perusahaan serta hasil-hasil yang dianggap cukup baik.
Selain
itu para kreditur pun berkepentingan terhadap laporan keuangan dari suatu
perusahaan yang telah atau akan menjadi debitur atau nasabahnya. Kreditur
sebelum mengambil keputusan untuk memberi atau menolak permintaan kredit dari
suatu perusahaan, perlu mengadakan analisis lebih dahulu terhadap laporan
keuangan dari perusahaan tersebut, untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan
untuk membayar kembali hutangnya ditambah beban bunganya.
F. Analisis Rasio Keuangan
Untuk melakukan analisis keungan diperlukan perhitungan
rasio keuangan dan mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio keuamgan
mungkin dihitung
berdasarkan atas angka-angka yang ada
dalam neraca saja, laporan laba rugi saja atau pada neraca dan laba rugi. Setiap
analisis keuangan bisa saja merumuskan rasio tertentu yang dianggapmencerminkan
rasio tertentu pula. Karena itu peryataan pertama yang perlu dijawab adalah
aspek-aspek apa yang akan dinilai. Menurut Husnan Pudji Astuti, Dasar-Dasar
Manajemen Keuangan ( 1998 : 70 )
pemilihan aspek-aspek yang dinilai perlu dikaitkan dengan penilaian yang
dilakukan oleh calon pemodal. Kreditur akan lebih berkepentingan dengan
kemampuan perusahaan itu dalam melunasi kewajiban finansial tepat pada waktunya
sedangkan pemodal akan lebih berkepentingan dengan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Secara keseluruhan aspek likuiditas, aspek profitabilitas,
atau efesiensi adan rasio-rasio nilai pasar.
Menurut Bambang Riyanto, Dasar –
Dasar Pembelanjaan Perusahaan (1997
: 133) rasio keuangan adalh indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi yang
diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya.
Sedangkan menurut Agus Sartono,
Manajemen Keuangan ( 2001 : 133 )
rasio keuangan terdiri dari empat kelompok :
a.
Rasio likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.
b.
Rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana efesiensi
perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan.
c.
Rasio leverage, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk
memenuhi kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang.
d.
Rasio profitabilitas, mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungan dengan penjulan asset maupun
laba bagi modal sendiri.
Sehingga dalam melakukan analisis
rasio keuangan, diperlukan perhitungan yang berdasarkan angka-angka yang ada
dalam neraca, laporan laba rugi, dan pada neraca dan laba rugi yang berada
dalam satu laporan. Sehingga dalam rasio keuangan bisa merumuskan rasio tertentu yang dianggap
mencerminkan aspek tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Sitio dan Halomoan Tamba. 2001. Koperasi Teori dan Praktek, cetakan IX, Jakarta. Erlangga.
Chaniago, Arifin. 1995. Perkoperasian Indonesia, Bandung.Penerbit Angkasa.
Direktorat Jendral Pembina Koperasi Perkotaan. 1995. UU Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian beserta Peraturan Pemerintah, Jakarta. Departemen Koperasi PKK.
G.Kartosapoetra. 1995. Ekonomi Koperasi Yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Jakarta, PT. Bina Aksara.
Harsonoyo. 1999. Ekonomi Koperasi 1, Jakarta, Universitas Terbuka.
Husnan dan Pudji Astuti. 1997. Dasar – Dasar Manajemen Keuangan, Penerbit UPPAMP YKPN. Yogyakarta.
Riyanto, Bambang. 1997. Dasar – Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi 4, Cetakan ke empat, Penerbit BFEE, Yogyakarta.
Sartono, Agus. 2001. Manajemen keuangan, Teori dan Aplikasi. Penerbit BFEE, Yogyakarta.
Subyakto, Harsono. 1999. Manajemen Koperasi, Edisi 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Trisusanto, Soeriawidjaja, Ecly CBL. 1997. Ekonomi Koperasi, Penerbit Ganeca Exact, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar