SOPANAH
Universitas Widya Gama Malang
Mardiasmo
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Abstract
This studi examined influence
of public participation and public policy transparancy on the relationship
between budgeting knowledge and budgeting control. The studi sample was drawn
from Kota Malang, Kabupaten Malang and Kota batu in East Java Province. Fourty
four legislative participated in this study. Hypothesis are tested empirically
used regression. The result of study indicated that, first, budgeting knowledge
are statically significant, positive coeficient indicated that high budgeting knowledge so high budgeting control, second,
interaction between public participation with budgeting knowledge are
statically significant, thrid, interaction public policy transparancy between
with budgeting knowledge are statically significant.
Key Word:
Public Participation, Public Policy, Transparancy, Budgeting Knowledge,
Budgeting Control (APBD)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reformasi yang di perjuangkan oleh seluruh lapisan
masyarakat membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah.
Salah satu agenda reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi keuangan dan
Otonomi daerah.. Berdasarkan ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah telah
mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.
Dengan adanya UU No. 22/1999 terjadi perubahan signifikan
mengenai hubungan legislaif dan eksekutif di daerah, karena kedua lembaga
tersebut sama-sama memiliki “power”.
Dalam pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa “di daerah dibentuk Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah
sebagai Badan Eksekutif Daerah.” Sementara itu yang dimaksudkan dengan
Pemerintah Daerah adalah hanya “Kepala Daerah beserta perangkat daerah
lainnya:” Dan yang penting dari itu adalah “kedudukan” diantara kedua lembaga
tersebut bersifat “sejajar dan menjadi mitra.”
Implikasi positif dari berlakunya Undang-undang tentang
Otonomi Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD,
diharapkan DPRD yang selanjutnya disebut dewan akan lebih aktif didalam
menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian mengadopsinya
dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama Kepala Daerah
(Bupati dan Walikota).
Dampak lain yang kemudian muncul dalam rangka otonomi
daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah untuk menciptakan good governance sebagai salah prasyarat
penyelenggaraan pemerintah dengan mengedepankan akuntanbilitas dan
transparansi. Untuk mendukung akuntabilitas dan transparansi diperlukan internal control dan eksternal control yang baik serta dapat
dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari dewan
menjadi semakin meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah. Menurut
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan atas anggaran
dilakukan oleh dewan, 2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal
didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran.
Secara umum, lembaga legislatif mempunyai tiga funsi
yaitu: 1) fungsi legislasi (fungsi membuat peraturan perundang-undangan), 2)
fungsi anggaran (fungsi untuk menyusun anggaran) dan 3) fungsi pengawasan
(fungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif). Dalam penelitian ini fungsi dewan
yang akan dibahas adalah fungsi pengawasan anggaran. Permasalahannya adalah
apakah dalam melaksanakan fungsi pengawasan lebih disebabkan pengetahuan dewan
tentang anggaran ataukah lebih disebabkan karena permasalahan lain. Disamping
itu, apakah partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik juga akan
berpengaruh terhadap pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan.
Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal (Pramono, 2002). Faktor internal
adalah faktor yang dimiliki oleh dewan yang berpengaruh secara langsung
terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, salah satunya adalah pengetahuan
tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh dari pihak luar terhadap
fungsi pengawasan oleh dewan yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap
pengawasan yang dilakukan oleh dewan, diantaranya adalah adanya partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Andriani (2002)
yang menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh secara signifikan
terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh dewan. Sementara
Pramono (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menunjang fungsi pengawasan
adalah adanya reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan faktor-faktor
yang menghambat fungsi pengawasan adalah minimnya kualitas sumber daya manusia
(SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.
Penelitian yang menguji apakah adanya partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik akan meningkatkan fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh dewan sepengetahuan penulis belum pernah
dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menguji kembali penelitian
Andriani (2002) dengan memasukkan partisipasi masyarakat dan transparansi
kebijakan publik sebagai variabel moderating yang diharapkan akan memperkuat
atau memperlemah hubungan tersebut.
1.2. Perumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah pengetahuan anggaran berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah
(APBD)?
2.
Apakah partisipasi masyarakat akan berpengaruh terhadap hubungan antara
pengetahuan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD)?
3.
Apakah transparansi kebijakan publik akan berpengaruh terhadap hubungan
antara pengetahuan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD)?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut:
1.
Untuk memberikan bukti empiris bahwa pengetahuan anggaran akan mempengaruhi
dewan dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
2.
Untuk memberikan bukti empiris bahwa partisipasi masyarakat akan
mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD).
3.
Untuk memberikan bukti empiris bahwa transparansi akan mempengaruhi hubungan pengetahuan dengan peranan DPRD
dalam pengawasan keuangan daerah (APBD).
1.4. Manfaat Penelitian
Bagi
para akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap pengembangan literatur akuntansi sektor publik (ASP) terutama
pengembangan sistem pengendalian manajeman disektor publik. Selanjutnya dapat
dijadikan sebagai acuan guna penelitian lanjutan.
Sementara
bagi pemerintah daerah diharapkan menjadi masukan dalam mendukung pelaksanaan
otonomi daerah khususnya akan meningkatkan peran DPRD dalam pengawasan anggaran
(APBD) dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good goverment). Sedangkan bagi partai politik dapat dijadikan
acuan pada saat merekrut anggota dewan dan pengembangan kader partai.
2. LANDASAN TEORI
DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.
1. Pengertian Keuangan Daerah
Dalam
pasal 1 PP. No. 105 tahun 2000 pengertian keuangan negara adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka APBD. Pengertian keuangan
negara adalah semua hak dan kewajiban negara serta segala sesuatu yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban tersebut yang dapat dinilai dengan uang (Baswir,1999:13)
Bertolak
dari pengertian keuangan negara tersebut diatas, maka pengertian keuangan
daerah pada dasarnya sama dengan pengertian keuangan negara dimana “negara”
dianalogikan dengan “daerah”. Hanya saja dalam konteks ini keuangan daerah
adalah semua hak-hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang.
Demikian pula sesuatu baik uang maupun barang yang dapat menjadi kekayaan
daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak-hak kewajiban tersebut dan tentunya
dalam batas-batas kewenangan daerah (Ichksan et.al 1997:19)
2.
2. Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan
diperlukan untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah di susun dapat
berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan menurut Keputusan
Presiden No. 74 tahun 2001 (Tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah) Pasal 1(6) menyebutkan bahwa pengawasan pemerintah daerah
adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan
sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengawasan yang dilakukan oleh dewan dapat berupa
pengawasan secara langsung dan tidak langsung serta preventif dan represif.
Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti,
memeriksa, mengecek sendiri ditempat pekerjaan dan meminta secara langsung dari
pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak langsung dilakukan
dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari pelaksana. Pengawasan preventif dilakukan melalui pre-audit yaitu sebelum pekerjaan
dimulai. Pengawasan represif
dilakukan melalui post audit dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi).
Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan
tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan
diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo,
2001). Pengawasan yang
dilakukan oleh dewan dimulai pada saat proses penyusunan APBD, pengesahan APBD,
pelaksanaan APBD dan pertanggungjawaban APBD. Alamsyah (1997) menyebutkan bahwa
tujuan adanya pengawasan APBD adalah untuk: (1) menjaga agar anggaran yang
disusun benar-benar dijalankan, (2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai dengan
anggaran yang telah digariskan, dan (3) menjaga agar hasil pelaksanaan APBD
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
2.
3. Pengetahuan dan Pengawasan Keuangan Daerah
Dalam menjalankan fungsi dan peran anggota dewan,
kapasitas dan posisi dewan sangat ditentukan oleh kemampuan bergaining position dalam memproduk
sebuah kebijakan. Kapabilitas dan kemampuan dewan yang harus dimiliki antara
lain pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman
dalam menyusun berbagai peraturan daerah selain kepiawaian dewan dalam
berpolitik mewakili konstituen dan kepentingan kelompok dan partainya.
Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas
anggota dewan dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001;
Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto, 2002). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa
kualitas dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman.dan
keahlian berpengaruh terhadap kinerja dewan yang salah satunya adalah kinerja
pada saat melakukan fungsi pengawasan. Pendidikan dan pelatihan berkaitan
dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang.
Yudono (2002) menyatakan, bahwa DPRD akan mampu
menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara
efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota
mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan
pemerintahan, kebijakan publik dan lain sebagainya. Pengetahuan yang dibutuhkan
dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan
tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang anggran diharapkan anggota dewan
dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran anggran. Sehingga dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan keuangan
daerah.
2.
4. Parisipasi Masyarakat dan Pengawasan
Keuangan Daerah
Adanya perubahan paradigma anggaran diera reformasi
menuntut adanya partisipasi masyarakat (publik) dalam keseluruhan siklus
anggaran. Untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi
kepala instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan anggaran
(Rubin, 1996). Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan
kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi
menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini termasuk
pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui pihak legislatif.
Peranan
dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh
keterlibatan masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan
tentang anggran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh dewan,
partisipasi masyarakat diharapkan akan meningkatkan fungsi pengawasan. Sehingga hipotesisnya
dirumuskan sebagai berikut:
H2:
Partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
pengetahuan dewan tentang anggran dengan pengawasan
keuangan daerah.
2. 5.
Transparansi Kebijakan Publik dan Pengawasan Keuangan Daerah
Selain adanya partisipasi masyarakat dalam siklus
anggaran transparansi anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan.
Transparansi merupakan salah satu prinsip dari good governance. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi
yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu
dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia
harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
Anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan
transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut:
1.
Terdapat pengumuman kebijakan anggran
2.
Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses
3.
Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu
4.
Terakomodasinya suara/usulan rakyat
5.
Terdapat sistem pemberian informasi kepada pubik.
Menurut penulis asumsinya semakin transparan kebijakan
publik yang dalam hal ini adalah APBD maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan
akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi
kebijakan publik tersebut. Sehingga hipotesis penelitiannya adalah:
H3:
Transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
pengetahuan dewan tentang anggaran dengan pengawasan
keuangan daerah.
Sehingga model penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Adapun persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X1X2 + b5X1X3 + e
Keterangan:
Y : Pengawasan
Keuangan daerah (APBD)
A : Konstanta
b1,
b2, b3, b4, b5 : Koefisien regresi
X1
:
Pengetahuan anggaran
X2 : Partisipasi
masyarakat
X3 : Transparansi
kebijakan publik
X1,
X2 : Interaksi
antara pengetahuan anggaran & partisipasi masyarkt
X1,
X3 : Interaksi antara pengetahuan anggaran dan
transparansi KP.
e : Eror
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain
penelitian ini adalah survei. Data penelitian yang dibutuhkan adalah data
primer dalam bentuk persepsi responden (subjek) penelitian. Pengambilan data menggunakan
survei langsung dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner (angket).
Kuesioner yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang
terkait.
3.2.
Sampel (Responden)
Sampel dari penelitian ini adalah semua anggota dewan
se Malang Raya yang terdiri dari Kota malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu.
Total kuesioner yang disebarkan sejumlah 115 kuesioner. Dari jumlah tersebut,
kuesioner yang kembali sebanyak 61 kuesioner dan dari kuesioner yang kembali
itu terdapat sebanyak 17 kuesioner yang pengisiannya tidak lengkap, sehingga
tidak dapat dioleh lebih lanjut. Dengan demikian tingkat respon rate dalam penelitian ini adalah 53% dan kuesioner yang
dapat diolah sebanyak 44 kuesioner. (Lihat Tabel 3.1.).
Tabel
3. 1.
Jumlah Sampel dan Tingkat Pengembalian
Keterangan
|
∑ Anggota
DPRD
|
Kuesioner
yang disebarkan
|
115
|
Kuesioner
yang kembali
|
61
|
Kuesioner
yang tidak lengkap
|
17
|
Kuesioner
yang diolah
|
44
|
Respon rate
|
53%
|
3.3. Definisi Operasional Pengukuran
Variabel.
Penelitian
ini terdiri dari 4 (empat) variabel yaitu: (a) variabel independen: pengetahuan
anggaran, (b) variabel dependen: pengawasan keuangan daerah, (c) variabel
moderating: partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
Pengetahuan Anggaran
Pengetahuan
adalah persepsi responden tentang
anggaran (RAPBD/APBD) dan deteksi terhadap pemborosan atau kegagalan, dan
kebocoran anggaran.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas proses
penganggaran yang dilakukan oleh dewan pada saat penyusunan arah dan kebijakan,
penentuan strategi dan prioritas serta
advokasi anggaran.
Transparansi Kebijakan Publik
Transparansi kebijakan publik adalah adanya
keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat. Kebijakan
publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan sebagai keputusan
yang mempunyai tujuan tertentu
Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan
Keuangan Daerah adalah pengawasan yang dilakukan oleh dewan yang meliputi
pengawasan pada saat penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban anggaran (APBD).
3.4. Pengukuran Variabel
Masing-masing
variabel diukur dengan model skala Likert yaitu mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan
skor 5 (SS=Sangat Setuju), 4 (S=Setuju), 3 (TT=Tidak Tahu), 2 (TS=Tidak
Setuju), dan 1 (STS=Sangat Tidak Setuju).
3.5. Uji Reliabilitas dan Validitas.
Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrumen
yang digunakan, peneliti menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki
nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnally, 1967). Untuk
mengetahui bahwa pertanyaan yang digunakan dalam instrumen valid, maka
digunakan Factor Analysis. Instrumen
dikatakan valid jika memiliki nilai Kaiser,s MSA lebih besar dari 0,5 sehingga
construct validity tepat (Kaiser dan Rice, 1976). Disamping itu, instrumen
dapat dikatakan valid jika Eigen value lebih dari satu. Breinstein (1994).
Hasil pengujian reliabilitas dan validitas instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini disajikan pada tabel 3. 2.
Tabel 3. 2.
Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas
Variabel
|
Cronbach
Alpha
|
Kaiser,s MSA
|
Eigen Value
|
Pengetahuan
Anggaran
|
0,72
|
0,73
|
2,19
|
Partisipasi
Masyarakat
|
0,51
|
0,71
|
3,09
|
Transparansi KP
|
0,52
|
0,56
|
2,91
|
Pengawasan APBD
|
0,76
|
0,67
|
4,54
|
3.4. Metode Analisis Data
Hipotesis
dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan multiple regression, yaitu berdasarkan nilai p-value dan kemudian juga akan dianalisis koefisien regresi dan koefisien
determinasi. Untuk menganalisis data, digunakan software SPSS for window realesed 10.05 programe.
4. ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1. Data demografi responden
Dari
44 responden yang telah memenuhi kriteria untuk diolah, 40 orang diantaranya
laki-laki dan 4 orang diantaranya
perempuan, rata-rata pendidikan S1, dan fraksi terbesar dari PDIP. Ringkasan
demografi dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Demografi Responden
Keterangan
|
Frekuensi
|
Persentase
|
|
Daerah Kabupaten Atau Kota
|
Kota Malang
Kabupaten Malang
Kota Batu
|
22
11
11
|
50%
25%
25%
|
Jenis Kelamin
|
Laki-laki
Perempuan
|
40
4
|
91%
9%
|
Usia
|
30-39 Tahun
40-49 Tahun
50-59 Tahun
|
11
22
11
|
25%
50%
25%
|
Pendidikan
|
SLTA
D1
D3
S1
S2
|
8
1
1
24
10
|
18%
2,5%
2,5%
55%
22
|
Pekerjaan
|
Wiraswasta
Swasta
TNI/ POLRI
Pengajar
PNS
|
26
2
4
8
4
|
59%
5%
9%
18%
9%
|
Jabatan di DPRD
|
Ketua
Wakil Ketua
Anggota
|
4
9
31
|
9%
21%
70%
|
Periode menjadi Anggota DPRD
|
1 Periode
> 1 Periode
|
6
38
|
14%
86%
|
Fraksi
|
TNI/ POLRI
GOLKAR
PDI-P
PKB
Gabungan (PAN-PBB-PK-PPP)
|
3
8
15
12
6
|
7%
18%
34%
27%
14%
|
Komisi
|
Komisi A
Komisi B
Komisi C
Komisi D
Komisi E
|
7
4
13
11
9
|
16
9
29
25
21
|
4.2. Statistik Deskriptif
Analisis
dilakukan terhadap 44 jawaban yang memenuhi kriteria untuk diolah lebih lanjut.
Pada tabel 4.2. peneliti menyajikan statistik deskriptif berupa gambaran
kisaran teoritis, kisaran aktual, mean dan standar deviasi.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
Variabel
|
N
|
Kisaran Teoritis
|
Kisaran Aktual
|
Mean
|
SD
|
Pengetahuan Anggaran
|
44
|
4-20
|
14-20
|
16.52
|
2.32
|
Partisipasi Masyarakat
|
44
|
7-35
|
16-35
|
26.95
|
3.01
|
Transparansi KP
|
44
|
5-25
|
13-24
|
19.40
|
2.55
|
Pengawasan APBD
|
44
|
12-60
|
40-60
|
47.64
|
4.68
|
4.3. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan alat analisis regresi. Penelitian ini
menggunakan tingkat keyakinan 95% yang berarti α yang digunakan sebesar 0.05.
Hal ini menunjukan jika sigf atau p-value < 0.05 maka variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Hasil uji
regresi multivariat (interaksi) menunjukan nilai sebagai berikut:
R
square = 0.59
F = 11.04
Sig = 0.000
Hasil
uji regresi simultan tersebut menunjukan bahwa seluruh variabel independen,
pengetahuan anggaran, partisipasi masyarakat, transparansi kebijakan publik,
dan interaksinya berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD. Besarnya pengaruh
tersebut adalah 59%. Nilai 59% menunjukan bahwa pengawasan APBD dijelaskan oleh
seluruh variabel independen yang diteliti sebesar 59%, sedangkan sisanya 41%
dijelaskan oleh faktor lain.
4.3.1. Pengujian Hipotesis 1 dan Pembahasan
Hasil
analisis regresi terhadap hipotesis pertama dapat dilihat bahwa pengetahuan
anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah
(APBD) dengan melihat taraf signifikansinya yaitu sebesar 0.000. Hubungan yang
ditunjukan oleh koefisien regresi adalah positif 0,457, artinya semakin tinggi
pengetahuan anggaran yang dimiliki oleh dewan maka pengawasan yang dilakukan
akan semakin meningkat. Sehingga hipotesis pertama penelitian ini dapat
diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh oleh
(Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto, 2002; Andriani, 2002). Dilihat
dari Koefisien Determinasinya, pengaruh pengetahuan terhadap pengawasan sebesar
46%.
Merujuk
dari Indriantono dan Supomo (1999) bahwa pengetahuan diperoleh dari pendidikan
dan pengalaman. Dimana pengetahuan akan memberikan konstribusi yang lebih baik
apabila didukung pendidikan dan pengalaman yang memadai untuk bidang tugasnya.
Dengan demikian pendidikan dan pengalaman memberikan dukungan kepada dewan
untuk meningkatkan kemampuan pengawasan atau fungsi checks and balance.
4.3.2. Pengujian Hipotesis 2 dan Pembahasan
Hasil
analisis regresi terhadap hipotesis kedua dapat dilihat bahwa interaksi
pengetahuan angaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap
pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar 0.003. Dengan
demikian hipotesis kedua yang diajukan oleh peneliti dapat diterima. Hubungan
yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah positif 0,754, artinya semakin
tinggi interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat maka
pengawasan yang dilakukan akan semakin meningkat. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang mendukung bahwa jika masyarakat dilibatkan dalam proses
penganggaran maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan akan semakin meningkat.
Dilihat dari Koefisien Determinasinya, pengaruh partisipasi masyarakat akan
meningkatkan pengawasan sebesar 10% yaitu dari 46% menjadi 56%.
4.3.3. Pengujian Hipotesis 3 dan Pembahasan
Hasil
dari analisis regresi terhadap hipotesis yang ketiga dapat dilihat bahwa
interaksi antara pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan APBD. Hal ini
ditunjukan dengan nilai signifikansinya sebesar 0.59 > 0.05. Dengan demikian
hipotesis penelitian yang diajukan tidak diterima, sehingga asumsi penulis yang
menyatakan dengan adanya transparansi maka pengawasan yang dilakukan dewan
semakin meningkat tidak terbukti. Jika dilihat dari Koefisien Determinasinya,
padanya transparansi kebijakan publik tidak meningkatkan pengawasan APBD karena
nilai R squrenya tidak mengalami kenaikan. Hal ini menurut penulis bahwa
transparansi masih dalam taraf retorika
dan implementasinya masih dalam formalitas.
5. SIMPULAN,
KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
5.1.Simpulan
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh partisipasi masyarakat dan
transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan dewan
tentang anggaran dengan pengawasan APBD.
Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan
terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh dewan hal ini ditunjukan dengan
nilai sigf sebesar 0.000<0.05. Pengaruh yang ditunjukan adalah positif
artinya semakin tinggi pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang
dilakukan semakin meningkat. Disamping itu, interaksi pengetahuan anggaran
dengan partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD
yang dilakukan oleh dewan. Sedangkan intaraksi pengetahuan anggran dengan
transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan
yang dilakukan oleh dewan.
5.2.Keterbatasan
Responden
yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya anggota DPRD se-Malang Raya
yang terdiri dari Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Hal ini
menyebabkan kesimpulan dari hasil penelitian tidak dapat mengeneralisir untuk setting yang lain. Kelemahan lain, pada
saat penyampelan peneliti mengambil semua sampel anggota dewan, tidak spesifik
kepada Komisi C (Keuangan) dan Panitia Anggaran yang terlibat secara langsung
dalam mekanisme anggaran.
5.3.Implikasi
Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan literatur akuntansi khususnya
akuntansi sektor publik dalam hal sistem pengendalian manajemen. Implikasi bagi
penelitian selanjutnya mengembangkan sampel yang lebih luas untuk anggota DPRD
Propinsi atau bahkan DPRD Pusat. Diharapkan sampel yang diambil hanya anggota
dewan pada Komisi C (Keuangan) dan Panitia Anggaran. Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan dapat mengontrol variabel pengetahuan dengan cara membedakan anggota
dewan yang mempunyai masa jabatan lebih dari satu periode. Variabel lain yang
dapat diteliti adalah kualitas SDM yang dapat diidentifikasi dalam bentuk
pendidikan dan pelatihan.
Bagi
masyarakat diharapkan semakin meningkatkan partisipasinya karena terbukti
dengan adanya partisipasi masyarakat maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan
akan meningkat. Sementara, bagi pemerintah baik eksekutif maupun legislatif
diharapkan meningfkatkan transparansi kebijakan publik sehingga akan
meningkatkan tingkat pengawasan. Sedangkan bagi partai politik (parpol)
diharapkan dapat menkader anggota dengan melakukan pendidikan dan pelatihan
untuk meningkatkan kualitas SDM walaupun jabatan sebagai anggota dewan adalah
jabatan politis. Dengan meningkatnya kualitas SDM diharapkan akan meningkatkan
kinerja dewan.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi, Adib, Muslim, Mahmuddin, Rusmiyati, Siti, dan
Wibisono, Sonny, 2002, Good governance
dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta.
Andriani, Rini, 2002, Pengaruh
Pengetahuan dan RPPs terhadap peranan DPRD dalam Pengawasan Anggaran (Studi
Kasus pada DPRD se-Propinsi Bengkulu, Tesis Program Pasca Sarjana UGM,
Yogyakarta.
Alamsyah, 1997, Mekanisme
Pengwasan APBD di Kabupaten Sleman, Thesis MAP UGM, Yogyakarta
Bazwir,
Revvisoynd,1999, Akutansi Pemerintah Indonesia, Edisi
Tiga BPFE Yokyakarta.
Ichsan,M, Ratih., dan Trilaksono,N.,
1997 Adninistrasi Keuangan Daerah:
Pengelolaan dan penyusunan APBD, Malang, Brawijaya University Pers.
Indradi,
Syamsiar, 2001, Pengaruh Pendidikan dan
Pengalaman anggota DPRD dengan Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program Pasca Sarjana
Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta.
Kaiser, H. Dan Rice, J., 1974, Educational and Psycological Measurement,
Volume 34, No.1, hal 111-117.
Mardiasmo, 2002, Akuntansi
Sektor Publik, Andi, Yogyakarta.
Mardiasmo, 2002, Otonomi
dan Manajemen Keuangan daerah, Andi, Yogyakarta.
Nunnaly, 1967, Psycometric
Theory, McGraw-Hill, New York.
Republik Indonesia, 2001, Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra
Umbara, Bandung.
_________________, 2001, Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra
Umbara, Bandung.
_________________, 2001, Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 1999 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran, Citra Umbara, Bandung.
_________________, 2001, Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 1999 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah, Citra Umbara, Bandung.
Pramono, Agus H., 2002, Pengawasan Legislative terhadap Ekesekutif dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah, Tesis S2 Tidak di Publikasikan, Program Pasca Sarjana
Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya Malang.
Rubin, Irene, 1996, Budgetting for Accountability:
Municipal Budgeting for the 1990s, Jurnal
Public Budgeting & Finance, Summer, hal. 112-132.
Sjamsudin, Syamsiar, 2001, Hubungan Kualitas Anggota DPRD terhadap Partisipasinya dalam Proses
Kebijakan Daerah di Kabupaten Malang, Laporan Penelitian dalam Jurnal
Ilmiah Sosial, Vol.13, No.2, Malang.
Sutarnoto, Tejo, 2002, Pengaruh Kualitas SDM Aparatur terhadap Kinerja Pegawai, Tesis S2
Tidak di Publikasikan, Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Negara,
Universitas Brawijaya Malang.
Yudono, Bambang, 2002, Optimalisasi Peran DPRD dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, http://www.bangda.depdagri.go.id./jurnal/jendela/jendela 3.htm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar