BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Penerapan
sistem otonomi daerah (OTODA) dalam bingkai pembangunan nasional, dengan
diberlakukannya dua paket kebijakan yakni Undang-undang nomor 32 tahun 2003
tentang pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan
resolusi aspiratif pembangunan nasional. Otonomi yang luas serta perimbangan
keuangan yang lebih adil, proporsional dan transparan antara tingkat
pemerintahan menjadi tuntutan setiap daerah otonom.
Penerapan
Otonomi daerah sebagai upaya untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan
daerah secara proporsional diwujudkan dengan peraturan pembagian dan
pemanfaatan sumber daya daerah yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah sebagai sumber pembiayaan pemerintah dan
pembangunan daerah. Lebih khusus bahwa undang-undang nomor 33 tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu
sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan republik
indonesia, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan
dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan
kewenangan tersebut.
Hakikat otonomi daerah yaitu berkenaan dengan
pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik
dan pengaturan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
masyarakat, Sehingga konsekuensi dari pelaksanaan OTODA dan tuntutan
pemerintahan daerah yang baik (good
governance) adalah bahwa pemerintah daerah harus mampu mengembangkan
otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab. upaya mewujudkan
cita-cita pembangunan daerah, bangsa dan negara sebagaimana tersirat dalam
pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Dalam
kontek pembangunan daerah, kebijakan keuangan daerah sentiasa diarahkan pada
tecapainya sasaran pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri
sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berazaskan pancasila dan undang-undang dasar 1945 dengan meningkatkan
kemakmuaran rakyat yang merata, namun dalam proses pelaksanaan otonomi daerah
baik, aturan, kewenangan, serta mekanisme kerja yang telah ditetapkan tidaklah
menjamin untuk dijalankan dengan baik, lagi-lagi realitas pembangunan
menyatakan kita akan krisis moral oleh pelaksana pembangunan yang berujung pada
kecenderungan adanya penyimpangan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Berdasarkan
semangat otonomi daerah dan tuntutan pemerintahan yang governance, maka diharapkan kepada setiap pemerintah daerah dan
lebih khusus pemerintah daerah kota Makassar agar dalam menjalankan tugas dan
wewenang pembangunan daerah utamanya yang menyangkut dengan pengelolaan
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) agar semaksimal mungkin
meningkatkan fungsi pengawasan secara efisien dan efektif dalam rangka
membangun pemerintahan daerah yang governance
demi mewujudkan cita-cita pembangunan nasional di daerah.
Dengan dikeluarkannya peraturan daerah Kota Makassar No.
VII Tahun 2005 tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja Inspektorat
kota Makassar, maka penamaan untuk Badan Pengawasan Daerah (BAWASDA) berubah
menjadi Inspektorat. BAWASDA atau Inspektorat melakukan tugas dan fungsinya
sebagai instansi yang melakukan pengawasan keuangan pada instansi / kantor (BUMD)
milik pemerintah. pengawasan keuangan daerah yang dimaksudkan dalam penelitian
ini difokuskan pada pengawasan keuangan daerah untuk sektor belanja pada kantor
Dinas Pendidikan Kota Makassar.
B. Masalah Pokok
Berdasarkan
latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi masalah pokok dalam
penelitian ini adalah bagaimana efektivitas pengawasan keuangan daerah yang
dilakukan oleh BAWASDA / Inspektorat kota Makassar pada Kantor Dinas Pendidikan
Kota Makassar.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah, untuk mengetahui
efektivitas pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh BAWASDA /
Inspektorat kota Makassar pada Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai bahan
masukan kepada BAWASDA / Inspektorat kota Makassar dalam meningkatkan
efektivitas pengawasan keuangan daerah.
b. Sebagai
referensi dan informasi bagi mahasiswa maupun masyarakat, untuk mengetahui
tentang kinerja BAWASDA / Inspektorat kota Makassar, khususnya tentang pengawasan
keuangan daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Pengertian dan Faktor Penentu Efektivitas
1. Pengertian
Efektivitas
Efektivitas sebgai
sistem nilai yang digunakan setiap organisasi (lembaga) untuk dapat mengukur
keberhasilan (prestasi) dari suatu kegiatan yang dilakukan. Efektivitas secara
etimologi berasal dari kata dasar efektive
yang artinya berhasil, ditaati. Berikut ini kami kutip beberapa pengertian
efektivitas, antara lain :
Menurut Jones dan
Pendlebury. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 164), bahwa
Efektivitas merupakan suatu ukuran keberhasilan atau kegagalan dari organisasi
dalam menggapai tujuan.
Kemudian menurut
Gie T.L. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 166), bahwa
Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki.
Kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang
dikehendakinya, maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau
mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendakinya.
Selanjutnya
menurut Steers R.M. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 166),
bahwa Efektivitas harus dinilai atas tujuan yang bisa dilaksanakan dan bukan
atas komsep tujuan yang maksimum. Jadi efektivitas menurut ukuran seberapa jauh
organisasi berhasil menggapai tujuan yang layak dicapai.
Selain ketiga
pendapat yang dikemukakan, pengertian efektivitas lebih khusus dan berhubungan
dengan derajat keberhasilan pemerintah dalam hal urusan keuangan telah
dikemukakan oleh Devas., dkk. (2004 : 43-44), bahwa efektivitas adalah hasil
guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pemerintah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu yang
secepat-cepatnya.
Berdasarkan
beberapa pendapat yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas
merupakan keberhasilan yang terukur atau nilai yang menunjukkan prestasi
(keunggulan) dari suatu manajemen yang diterapkan untuk mencapai tujuan.
2. Faktor
Penentu Efektivitas
Adapun faktor
penentu efektivitas menurut Bana. Kebijakan dan manajemen keuangan daerah dalam
Munir., dkk. (2004 : 45), sebagai berikut :
1)
Faktor sumber daya manusia seperti
tenaga kerja, kemampuan kerja maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja,
tempat kerja serta ketersediaan dana.
2) Faktor struktur organisasi yaitu sususnan yang stabil
dari jabatan-jabatan, baik struktur maupun fungsional.
3) Faktor teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan/tugas.
4)
Faktor dukungan
kepada aparatur dan pelaksana tugas pokok dan fungsinya, baik dari pimpinan
maupun masyarakat.
5)
Faktor pimpinan
dalam arti adanya kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor diatas
kedalam suatu usaha yang dapat berdayaguna untuk percepatan pencapaian sasaran
/ tujun.
B Pengertian
dan Proses Pengawasan
1. Pengertian
Pengawasan
Pengawasan merupakan bagian dari fungsi
manajemen yang khusus berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat
tercapai sebagaimana mestinya. Berikut beberapa pendapat tentang pengertian pengawasan,
antara lain :
Menurut Fayol H. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 10), bahwa pengawasan mencakup upaya memeriksa
apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang
dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dipakai untuk mengetahui kelemahan
dan kelebihan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.
Menurut Duncan. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 10), mendefinisikan pengawasan sebagai tindakan yang
menentukan apakah rencana tercapai atau tidak (the act of determining wehether or not plans have been accomplished).
Menurut Sujamto. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 10), seorang yang berkecimpun dalam pengawasan
keuangan negara, mendefinisikan pengawasan sebagai segala usaha dan kegiatan
untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan
tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
Kemudian menurut Tjitrosodo S. Sistem
pengawasan manajemen (management control
system) dalam Harahap S.S. (2001 : 11), bahwa yang dimaksud pengawasan
(pengendalian) adalah tindakan pengaturan dan pengarahan pelaksanaan agar suatu
tujuan tertentu dapat dicapai secara efektif dan efisien. Cirri-ciri utama pada
pengawasan (pengendalian) adalah wewenang dan keterlibatan didalamnya.
Selanjutnya menurut Terry G.R. Sistem
pengawasan manajemen (management control
system) dalam Harahap S.S. (2001 : 11), bahwa pengawasan yaitu suatu usaha
meneliti kegiatan yang telah serta akan dilaksanakan. Pengawasan berorentasi
pada objek yang dituju dan merupakan alat untuk menyuru orang-orang bekerja
menuju sasaran yang ingin dicapai.
Sedangkan menurut Williams C. (2001 :
273), bahwa pengawasan (pengontrolan) merupakan proses umum dari standar baku
untuk mencapai tujuan organisasi. Membandingkan pelaksanaan aktual dengan
standar-standar tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan apabila diperlukan.
Merujuk pada beberapa pengertian
pengawasan yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan
merupakan segala kegiatan dan tindakan untuk menjamin agar penyelenggaraan
suatu kegiatan tidak menyimpang dari rencana yang digariskan sebelumnya untuk
mencapai tujuan. Artinya pengawasan dapat menjamin kesesuaian tindakan dengan
rencana kepada pencapaian tujuan organisasi.
2. Proses
Pengawasan
Untuk
melaksanakan pengawasan para peneliti dan praktisi telah mencoba meluruskannya
dalam bentuk prosedur atau proses kegiatan yang dilalui dalam melaksanakan
fungsi pangawasan. Berikut beberapa pendapat, antara lain :
Menurut Belkaoui. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 35), bahwa langka umum yang diikuti dalam proses
pengawasan, meliputi :
1) Penyusunan tujuan.
2) penetapan standar.
3) pengukuran hasil kerja.
4) perbandingan fakta dengan standar.
5) perbaikan tindakan koreksi.
Kemudian
menurut Williams C. (2001 : 274-279), bahwa proses pengontrolan terdiri dari :
1) Standar, merupakan dasar perbandingan untuk mengukur
tingkat pelaksanaan organisasi yang beraneka ragam adalah memuaskan atau tidak
memuaskan. kriteria pertama untuk standar yang baik adalah bahwa hal tersebut
harus mampu mencapai tujuan.
2)
Perbandingan
standar, adalah membandingkan prestasi aktual dengan standar-standar prestasi.
3)
Tindakan
perbaikan, adalah mengidentifikasikan penyimpangan prestasi, menganalisisnya,
kemudian mengembangkan, dan melaksanakan program-program untuk memperbaikinya.
4)
Proses dinamis,
bahwa pengontrolan merupakan proses yang dinamis dan berkesinambungan. Hal itu
dimulai dengan prestasi nyata dan mengukur prestasi tersebut.
5)
Pengontrolan umpan
balik adalah mekanisme untuk mengumpulkan informasi tentang ketidak sempurnaan
prestasi setelah terjadi.
C Syarat Efektivitas
Pengawasan
Berkaitan dengan bagaimana efektifnya
suatu pengawasan, maka berikut beberapa pendapat mengenai syarat-syarat agar
pengawasan berjalan efektif, antara lain :
Menurut Certo. Sistem pengawasan
manajemen (management control system)
dalam Harahap S.S. (2001 : 44-45), bahwa agar pengawasan sukses, maka harus
disadari bahwa :
1)
Sistem kontrol
tertentu hanya berlaku untuk suatu organisasi tertentu. Artinya suatu sistem
kontrol tidak akan dapat berlaku untuk semua badan (lembaga).
2)
Kegiatan kontrol
harus dapat mencapai beberapa tujuan sekaligus, bukan hanya tujuan sektoral
tetapi tujuan luas lainnya.
3)
Informasi untuk
maksud kontrol harus diperoleh tepat waktu.
4) Mekanisme kontrol harus dipahami semua orang yang ada
dalam organisasi.
Kemudian menurut Duncan. Sistem
pengawasan manajemen (management control
system) dalam Harahap S.S. (2001 : 45), mengemukakan beberapa sifat
pengawasan yang efektif, sebagai berikut :
1)
Pengawasan harus
dipahami sifat dan kegunaannya, oleh karena itu harus dikomunikasikan.
2)
Pengawasan harus
mengikuti pola yang dianut oleh organisasi.
3) Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah
organisasi.
4)
Pengawasan itu harus fleksibel.
5)
Pengawasan harus ekonomis.
Sedangkan
menurut Bailey. Sistem pengawasan manajemen (management
control system) dalam Harahap S.S. (2001 : 45), mengemukakan beberapa
syarat agar pengawasan dapat berjalan dengan efektif ditinjau dari kacamat
akuntansi, antara lain :
1)
Struktur Organisasi yang baik yang
dapat menunjukkan secara jelas perbedaan antara hak dan kewajiban masing-masing
pejabat.
2) Sistem otorisasi dan tanggung jawab yang jelas.
3) Struktur akuntansi yang baik yang memiliki ciri :
- Adanya daftar susunan perkiraan.
- Pedoman akuntansi.
- Daftar tugas
yang jelas diantara para pegawai pelaksana.
d.
Menggunakan perkiraan kontrol.
- Selalu memakai dokumen yang sudah
diberi nomor.
- Metode lain
dianjurkan untuk digunakan sepanjang dapat memperkuat sistem pengawasan.
4)
Kebijakan personalia yang baik.
5)
Adanya badan atau staf internal auditor
yang independen dan kuat.
6) Dewan pengawasan (komisaris) yang kompeten dan aktif.
D Pengertian
Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah keseluruhan
tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi
pendapatan dan belanja daerah (APBD). Peraturan pemerintah republik indonesia (PP.RI)
nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, dalam ketentuan
umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan sssdengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Selanjutnya dalam pasal 4 dan 5
dikatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatutan sehingga
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu.
E Pengertian dan
Jenis Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan keuangan negara dan
daerah merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara dan daerah.
Menurut Baswir. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 307-308),
bahwa berdasarkan pengertiannya pengawasan keuangan negara dan daerah pada
dasarnya mencakup segala tindakan untuk menjamin agar pengelolaan keuangan
negara dan daerah berjalan sesuai dengan rencaa, ketentuan dan undang-undang
yang berlaku. Sedangkan berdasarkan obyeknya, pengawasan APBN / APBD,
pengawasan BUMN / BUMD, maupun pengawsan barang-barang milik negara dan daerah
lainnya.
Pengawasan bukan tahap tersendiri
dari daur anggaran walaupun pengawasan sebagian besar berkaitan dengan
pengawasan anggaran, namun pengawasan sesungguhnya merupakan bagian yang
penting dari pengurusan keuangan negara dan daerah secara keseluruhan. Oleh
karena itu bila dikaitkan dengan daur anggaran, maka pengawasan keuangan
meliputi tahap penyusunannya, tahap pelaksanaannya, maupun tahap pertanggung
jawabannya, Dengan kata lain pengawasan anggaran sudah harus dimulai sejak
tahap penyusunannya dan baru berakhir pada tahap pertanggung jawaban.
Pengawasan keuangan negara dan
daerah menurut ruang lingkupnya dibedakan menurut jenis, yaitu :
1.
Pengawasan intern,
dapat dibedakan menjadi dua :
a.
Pengawasan intern
dalam arti sempit, adalah pengawasan yang dilakukan oleh pengawas dimana
pejabat yang diawasi itu dengan aparat pengawas sama-sama bernaung dalam
pimpinan seorang menteri atau ketua lembaga negara. Lembaga yang bertugas
melakukan pengawasan dalam arti sempit ini adalah inspektorat jenderal
departemen (IRJENDEP), inspektorat wilayah propinsi (ITWILPROP), inspektorat
wilayah daerah kabupaten (ITWILKAB), inspektorat wilayah daerah kota
(ITWILKOT).
b.
Pengawasan intern
dalam arti luas, pada dasarnya sama dengan pengawasan intern dalam arti sempit,
perbedaan pokoknya hanya terletak pada adanya korelasi lansung pengawas dan
pejabat yang diawasi, dalam arti pengawas yang melakukan pengawasan tidak
bernaung dalam satu departemen atau lembaga negara tetapi masih dalam struktur
organisasi pemerintahan. Fungsi pengawasan dalam arti luas ini diselenggarakan
oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPK) dan inspektorat jenderal
pembangunan (IRJENDBANG).
2.
Pengawasan
ekstern, adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit
pengawasan yang berada dalam organisasi yang diawasi dan tidak mempunyai
hubungan kedinasan. Secara operasional, tugas pengawasan internal dilakukan
oleh BPK, Disamping itu dikenal pula pengawasan legeslatif yang mempunyai arti
adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPR, DPRD tingkat I dan
tingkat II terhadap kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan. Bentuk pengawasan yang masih termasuk pengawasan eksternal adalah
pengawasan masyarakat, yaitu suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh warga
masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur
pemerintahan yang berkepentingan.
Merujuk pada pengertian pengawasan dan pengertian
keuangan daerah yang dikemukakan, maka pengawasan keuangan daerah dapat
diartikan sebagai segala kegiatan dan tindakan yang dilakukan untuk menjamin
agar pengaturan dan pengelolaan segala hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dalam bentuk APBD,
dapat dilakukan tidak menyimpang dari rencana yang digariskan untuk mencapai
tujuan. Artinya pengawasan keuangan daerah dapat menjamin kesesuaian
pengelolaan APBD dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan.
F Tujuan dan Norma Pengawasan Keuangan Daerah
1. Tujuan
Pengawasan Keuangan Daerah
Berkaitan dengan
tujuan pengawasan keuangan daerah, maka menurut Halim A. (2004 : 308), bahwa
pada dasarnya tujuan pengawasan adalah untuk mengamati apa yang sesungguhnya
terjadi serta membandingkannya dengan yang seharusnya terjadi. Bila ternyata
kemudian ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan, maka penyimpangan atau
hambatan itu diharapkan dapat pula segera dikenali, sehingga selanjutnya dapat
pula segera diambil tindakan koreksi. Melalui tindakan koreksi ini, maka pelaksanaan
kegiatan yang bersangkutan diharapkan masih dapat mencapai tujuannya secara
maksimal.
Merujuk pada
pendapat yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengawasan
keuangan daerah adalah untuk memantau, mengukur, dan menilai agar memastikan
kepatutan dan atau penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan APBD yang dapat
disampaikan kepada kepala daerah (Bupati/Wali Kota) dan pihak terkait lainnya
untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan lebih lanjut.
2. Norma Pengawasan Keuangan Daerah
Dalam
melakukan pengawasan, aparat pengawas fungsional pemerintah juga memiliki norma
pelaksanaan. Arti norma pemeriksaan adalah patokan, kaidah atau aturan yang
ditetapkan oleh pihak berwenang yang harus diikuti dalam rangka melaksanakan fungsi
pemeriksaan dan mutu laporan pemeriksaan yang dikehendaki.
Norma pemeriksaan.
Manajemen keuangan daerah dalam Munir D., dkk. (2004 : 134-136),
bahwa norma pemeriksaan terdiri dari :
1.
Norma umum pemeriksaan :
a.
Ruang lingkup pemeriksaan lengkap
terhadap objek yang diperiksa, mencakup :
1). Pemeriksaan atas keuangan dan ketaatan pada
peraturan perundang-undangan.
2). Penilaian tentang dayaguna dan kehematan dalam
menggunakan sarana yang tersedia.
3). Penikaian hasilguna atau manfaat yang
direncanakan dari suatu program.
b. Pejabat yang berwenang menetapkan tugas
pemeriksaan harus mempertimbangkan kebutuhan pemakai hasil pemeriksaan dalam
menentukan ruang lingkup dari suatu pemeriksaan tertentu.
c. Dalam segala hal yang berhubungan dengan
tugas pemeriksaan, aparat individu maupun kolektif harus bertindak dengan penuh
integritas dan objektivitas.
d. Pemeriksaan atau para pemeriksa yang
ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan, secara individu atau
setidak-tidaknya secara kolektif harus mempunyai keahlian / kemampuan teknis
yang diperlukan dalam bidang tugasnya.
e. Dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyusunan
laporan, pemeriksa wajib menggunakan keahlian / kemampuan teknisnya dengan
cermat.
2. Norma pelaksanaan pemeriksaan :
a. Pekerjaan pemeriksaan harus direncanakan
sebaik-baiknya.
b. Para pelaksana
pemeriksaan harus diawasi dan dibimbing dengan sebaik-baiknya.
c. ketaatan pada peraturan perundang-undangan
harus ditelaah dan dinilai secukupnya.
d. Sistem pengendalian manajemen (SPM) harus
dipelajari dan dinialai secukupnya untuk menentukan seberapa jauh sistem itu
dapat diandalkan kemampuannya untuk menjamin ketelitian informasi, ketaatan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan untuk mendorong pelaksanaan
kegiatan yang berdayaguna dan berhasilguna.
e. Bukti yang sukup dan relevan harus diperoleh
sebagai landasan yang layak untuk menyusun pertimbangan, kesimpulan, pendapat
serta saran tindak periksa.
3. Norma pelaporan pemeriksaan :
a. Laporan pemeriksaan harus dibuat secara
tertulis dan disampaikan kepada pejabat yang memberi perintah serta kepada
pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Laporan pemeriksaan harus segera setelah
selesai pekerjaan pemeriksaan dan disampaikan kepada pejabat yang
berkepentingan tepat pada waktunya.
c. Tiap laporan pemeriksaan harus memuat ruang
lingkup dan tujuan pemeriksaan, disusun dengan baik, menyajikan informasi yang
layak, serta pernyataan bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai dengan
norma pemeriksaan aparat pengawasan fungsional pemerintah.
d. Setiap laporan pemeriksaan yang bertujuan
menilai dayaguna dan kehematan serta hasilguna program, harus :
1). Memuat temuan dari kesimpulan pemeriksaan
secara objektif serta saran tidak yang konstruktif.
2). Lebih mengutamakan usaha perbaikan atau
penyempurnaan dari kritik.
3). Mengungkapkan hal-hal yang masih merupakan
masalah yang belum dapat diselesaikan sampai berakhirnya pemeriksaan bila ada.
4). Mengemukakan pengakuan atas suatu prestasi
keberhasilan atau suatu tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan.
5). Mengemukakan penjelasan pejabat objek yang
diperiksa mengenai hasil pemeriksaan.
6). Menyatakan informasi penting yang tidak dimuat
dalam laporan pemeriksaan karena dianggap rahasia atau harus diperlukan secara
khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. Setiap laporan pemeriksaan yang bertujuan
manyatakan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan harus memuat:
1). Sesuai pernyataan pendapat akuntan atau
kelayakan laporan secara keseluruhan, apakah sesuai dengan prinsip akuntansi
yang lazim berlaku atau prinsip akuntansi lainnya yang diberlakukan secara
khusus pada objek yang diperiksa, dan dilaksanakan secara konsisten dengan
priode sebelumnya. Bila pemeriksaan tidak dapat menyatakan pendapatnya,
alasannya harus diungkapkan dalam laporan.
2). Mengungkapkan informasi yang masih dipandang
perlu oleh pemeriksa.
3). Uaraian mengenai pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan disertai pengaruhnya terhadap laporan keuangan objek yang
diperiksa.
G Alat Analisis Efektivitas dan
Kriteria Penilaian Kinerja Keuangan
1. Alat Analisis
Efektivitas
Efektivitas adalah
keberhasilan suatu organisasi yang dalam hal ini adalah organisasi pemerintah
didalam mengemban tugas pokok dan fungsi pemerintahan. Berikut dikemukakan
beberapa analisis efektivitas, antara lain :
Menurut Halim A.
(2004 : 135), efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pendapatan asli daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan
dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi rill di daerah. Kemampuan
daerah dalam melaksanakan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang
dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen, sehingga apabila rasio
efektivitasnya semakin tinggi, menggambarkan kemampuan daerah semakin baik.
Kemudian menurut Munir D., dkk. (2004 : 48-49), analisis
efektivitas pengelolaan anggaran daerah adalah dengan menggunakan rasio
perbandingan antara realisasi pendapatan daerah dengan target pendapatan yang
ditetapkan dalam APBD, guna mengetahui berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan
anggaran.
dengan asumsi target sama dengan potensi
2.
Kriteria Penilaian Kinerja Pengawasan Keuangan
Daerah
Berkaitan dengan kriteria penilaian
terhadap tingkat efektivitas, maka menurut Munir D., dkk. (2004 : 49, 150-151)
kriteria penilaian terhadap tingkat efektivitas pajak pengambilan dan
pengelolaan bahan galian golongan C menggunakan Peraturan Mendagri nomor
690.900.327 tahun 1994, tentang kriteria penialaian kinerja keuangan. Penetapan
tingkat efektivitas pemungutan pajak, antara lain :
1) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
100% berarti sangat efektif.
2) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
90% sampai 100% berarti efektif.
3) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
80% asampai 90% berarti cukup efektif.
4) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
60% sampai 80% berarti kurang efektif.
5) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian
dibawah 60% berarti tidak efektif.
Tabel
1. Kriteria Kinerja Keuangan
Presentase Kinerja Keuangan
|
Kriteria
|
Diatas 100 %
90 – 100 %
80 – 90 %
60 – 80 %
Kurang dari 60 %
|
Sangat Efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang Efektif
Tidak
Efektif
|
Sumber : Depdagri No. 690.900.327
tahun 1996.
H Kerangka Pikir
BAWASDA / Inspektorat kota
Makassar adalah suatu badan (lembaga) yang merupakan bagian dari lembaga
pemerintahan kota Makassar yang dibentuk untuk
melakukan pengawasan umum pembangunan daerah kota
Makassar , termasuk pengawasa bidang keuangan.
Luasnya struktur pemerintahan daerah sangat berpengaruh terhadap pengawasan,
keuangan.
Berdasarkan kerangka pikir yang
diajukan dan efektifnya penelitian ini, maka penulis melakukan batasan dengan
memfokuskan penelitian ini pada
pengawasan keuangan daerah khususnya terhadap anggaran belanja Dinas Pendidikan
kota Makassar .
Sedangkan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pengawasannya, maka penelitian
penulis tertuju pada rencana pengawasan dan realisasi pengawasan untuk kemudian
dilakukan analisis dan pengukuran efektivitas. Untuk lebih jelasnya kerangka
pikir ini, maka penulis menggambarkannya dalam bentuk bagan, berikut :
I Hipotesis
Berdasarkan
masalah pokok penelitian yang telah dikemukakan maka penulis berhipotesis,
antara lain : Diduga bahwa pengawasan keuangan daerah oleh BAWASDA /
Inspektorat kota Makassar pada Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar sudah
dilaksanakan secara efektif.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di kota Makassar dan tertuju pada badan (lembaga) terkait, yakni
BAWASDA / Inspektorat kota Makassar. Sedangkan waktu yang digunakan untuk
melakukan penelitian ini adalah selama dua bulan (Juli hingga Agustus 2007).
B Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Penelitian pustaka (library research). Penelitian ini
dilakukan dengan mengkaji buku-buku dan macam media penulisan lainnya yang
ilmiah, dimaksudkan untuk menambah referensi pendukung tentang teori-teori
ilmiah yang dapat berkaitan dengan topik penelitian dalam rangka penyusunan
laporan.
2) Penelitian lapang (field research). Penelitian ini
adalah dengan cara bagaimana melakukan studi komparatif atau melakukan
pendekatan-pendekatan pada objek penelitian, diantaranya :
- Metode observasi, suatu penelitian yang dilaksanakan dengan
melakukan pengamatan secara lansung pada badan (lembaga) tersebut.
- Metode wawancara (iterview), yaitu suatu penelitian yang dilakukan
untuk memperoleh sejumlah data yang diperlukan dengan cara mewawancarai
pihak-pihak yang berkompeten dalan badan (lembaga) tersebut maupun
pihak-pihak terkait lainnya.
C Jenis
dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan
dalam penulisan ini antara lain :
1)
Jenis Data, terdiri dari :
- Data
Kualitatif, yaitu data yang berupa keterangan-keterangan dan tidak
diberikan dalam bentuk angka-angka yang diperoleh melalui wawancara secara
lansung dengan staf personil.
- Data Kuantitatif, yaitu data
yang berupa angka-angka dan laporan-laporan.
2)
Sumber Data, terdiri dari :
a.
Data Primer, data ini diperoleh melalui
hasil wawancara atau observasi lansung di lapangan, tepatnya di tempat proses
pelaksanaan pengawasan.
b.
Data Sekunder, data ini diperoleh
melalui hasil pengumpulan infofmasi dari pihak terkait dalam hal ini badan atau
lembaga-lembaga terkait.
D. Metode
Analisis
Untuk menguji hipotesis yang telah di
ajukan, maka metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, adalah
sebagai berikut :
1.
Analisis Deskriptif, digunakan untuk
menjelaskan pengawasan keuangan daerah oleh BAWASDA / Inspektorat kota Makassar pada Kantor
Dinas Pendidikan Kota Makassar.
2.
Analisis Efektivitas, digunakan untuk
mengetahui efektivitas pengawasan keuangan daerah oleh BAWASDA kota
makassar pada Kantor Dinas Pendidikan kota Makassar , yaitu dengan menggunakan rasio perbandingan
antara realisasi pengawasan dengan rencana pengawasan yang ditetapkan dengan
dikali 100%, guna mengetahui tingkat efektivitas (hasil) yang dicapai untuk
mencapai tujuan. Berikut rumusan rasio efektivitas pengawasan keuangan daerah
yang digunakan.
E Definisi Operasional
Definisi
operasional adalah definisi variabel yang terukur, yang mengemukakan definisi
variable-variabel dan indikator yang digunakan pada kerangka pikir dan pembahasan,
serta alat analisisnya. Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan, maka berikut
beberapa definisi operasional yang perlu dikemukakan dalam penulisan ini,
antara lain :
1)
Pengawasan
keuangan daerah merupakan pengawasan atas anggaran belanja daerah yang
dialokasikan untuk anggaran belanja satuan kerja perangkat daerah (SPKT) Kantor
Dinas Pendidikan kota Makassar.
2)
Rencana
Pengawasan, merupakan program atau kegiatan pengawasan keuangan daerah sektor
belanja yang ditetapkan untuk dijalankan dalam kurun waktu (periode) tertentu
untuk mencapai tujuan.
3)
Realisasi
pengawasan, merupakan program pengawasan keuangan daerah sektor belanja
yang sudah dilaksanakan (terrealisasi)
dalam kurun waktu (periode) tertentu.
4)
Analisis
efektivitas, adalah proses perbandingan dan penilaian tingkat efektivitas
pengawasan keuangan daerah sektor belanja yang telah dicapai BAWASADA kota
makassar.
5)
Hasil, merupakan
hasil akhir yang diperoleh dari analisis efektivitas pengawasan keuangan daerah
sektor belanja untuk menunjukkan tingkat efektivitas pengawasan keuangan daerah
yang dicapai BAWASDA kota Makasar
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Inspektorat Kota Makassar
- Kedudukan,
Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
a.
Kedudukan.
Inspektorat
adalah lembaga teknis daerah yang membantu Walikota dalam pelaksanaan
pengawasan fungsional penyelenggaraan pemerintahan daerah kota
Makassar yang secara teknis operasional berada
dibawah dan bertanggung jawab lansung kepada Walokota, dan secara teknis
administratif melalui sekretaris daerah. Inspektorat kota
Makassar berkedudukan di Makassar, tepatnya di
jalan Sultan Alaudin Km. 7 (komp. Pemda Tala’ Salapang).
b.
Tugas Pokok dan Fungsi.
Inspektorat
mempunyai tugas pokok melakukan kewenangan Walikota di bidang pengawasan
fungsional penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan tugasnya,
Inspektorat menyelenggarakan fungsi :
1) Menyusun perencanaan dan program pengawasan
fungsional;
2)
Penyusunan kebijakan teknis di bidang
pengawasan fungsional;
3)
Pelaksanaan
pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah;
4)
Pelaksanaan
pemeriksaan fungsional berupa pengujian dan penilaian atas kinerja perangkat
daerah serta pengelolaan badan usaha milik daerah lainnya;
5)
Pelaksanaan
pemeriksaan pengaduan masyarakat dan
pemeriksaan khusus;
6)
Pelaksanaan pengusutan
dan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang
berdasarkan temuan hasil pemerikasaan dan pengaduan masyarakat;
7)
Pelaksanaan
tindakan awal sebagai pengamanan diri
terhadap dugaan penyimpangan yang dapat merugikan daerah;
8)
Pelaksanaan
pembinaan dan fasilitas pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
9)
Pelaksanaan
koordinasi perencanaan, pelaksanaa, pelaporan dan tindak lanjut hasil
pemeriksaan aparat pengawasan fungsional pemerinta (APFP);
10)
Pelaksana
pelayanan informasi pengawasan kepada semua pihak;
11)
Melaksanakan
pelayanan teknis administratif dan fungsional.
- Susunan
Organisasi
Susunan Organisasi
Inspektorat kota Makassar, terdiri atas :
a.
Inspektur;
b.
Bagian Tata Usaha,
terdiri dari :
1)
Subbagian Perencanaan/Program;
2)
Subbagian Pelaporan dan Evaluasi;
3)
Subbagian Administrasi Umum.
c. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor, terdiri atas :
1) Kelompok Jabatan Auditor Pengawasan Pemerintahan dan
pertahanan;
2) Kelompok Jabatan fungsional auditor pengawasan
keuangan dan pembangunan;
3) Kelompok Jabatan fungsional auditor peralatan dan
kekayaan;
4) Kelompok Jabatan fungsional auditor pengawasan
aparatur dan kesatuan bangsa.
Untuk
lebih jelasnya tentang struktur atau
susunan organisasi Inspektorat kota Makassar , maka dapat di gambarkan dalam bentuk bagan
berikut :
Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi Inspektorat Kota Makassar.
- Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Pengawasan
Pemerintahan dan Pertahanan
-
Kelompok Jabatan
Fungsional Auditor Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
- Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Pengawasan
Peralatan dan Kekayaan
- Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Pengawasan
Aparatur dan Kesatuan Bangsa
Sumber data : Lamp. PERDA
Kota Makassar No. 7 Tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat Kota Makassar (Tahun 2007)
- Tugas
Pokok dan Fungsi Jabatan
a. Inspektur
Inspektur
mempunyai tugas pokok memimpin, melaksanakan, mengkordinasikan dan
memfasilitasi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Inspektur menyelenggarakan fungsi :
1). Penyusunan
kebijaksanaan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2). Pengkordinasian perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporan kegiatan pengawasan;
3).
Pengkordinasian tindak lanjut pengawasan;
4). Penyusunan kebijakan teknis pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
5). Pelaksanaan
fasilitasi kerja sama kelembagaan;
6). Pembinaan urusan kepegawaian, penyusunan
program;
7). Pembenaan urusan kepegawaian, penyususnan
program, pengelolaan keuangaan serta pelaksanaan administrasi umum dan urusan
rumah tangga inspektorat;
8). Pembinaan kelembagaan, Jabatan fungsional
auditor dan pengembangan sumber daya manusia.
b. Bagian
Tata Usaha
Bagian tata usaha mempunyai tugas pokok
memberikan pelayanan teknis adinistratif dan fungsional kepada semua satuan
organisasi dalam lingkup inspektorat di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada inspektur. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di maksud. Bagian tata
usaha menyelengggarakan fungsi :
1) Mengumpulkan bahan koordinasi penyusunan dan
pengendalian program kerja pengawasan
2) Menghimpun, mengirim dan menyimpan laporan hasil
pemeriksaan/pengawasan aparat fungsional
pengawasan.
3)
Menyiapkan bahan data dalam rangka
pembinaan teknis fungsional
4) Menyiapkan dan menginventarisir bahan dan data dalam
rangka penatausahaan proses pengadaan pengaduan.
5) Melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, surat
menyurat dan rumah tangga.
6)
Melaksanakan administari jabatan
fungsional.
c. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor
Pejabat fungsional auditor adalah
pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan pengawasan pemeriksaan pada instansi pemerintah dan masyarakat umum. Kelompok jabatan fungsional auditor mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan teknis sesuai dengan bidang keahlian yang masing-masing
dipimpin oleh seorang ketua kelompok dengan
tugas pokok melaksanakan, memimpin, mengarahkan, merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan audit / pemeriksaan serta melakukan pengkajian dan evaluasi hasil audit. Dalam melaksanakan
tugas, ketua kelompok jabatan fungsional auditor menyelenggarakan fungsi :
1). Perumusan dan penyususnan daftar materi audit;
2). Perumusan dan penyusunan program kerja audit;
3). Perencanaan, pengkordinasian, pelaksanaan,
pengendalian dan pelaporan kerja audit;
4). Pelaksanaan
tugas lain yang diperintahkan
Instruktur.
Pengangkatan Pejabat
Fungsional Auditor ditetapkan
dengan Keputusan Walikota sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penempatan Pejabat
Fungsional Auditor ke dalam kelompok Jabatan
Fungsional Auditor ditetapkan
dengan Keputusan Inspektur.
d. Sub-sub Bagian.
1. Sub Bagian Perencanaan/Program
Sub
Bagian ini mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan program kerja,
merencanakan kegiatan peningkatan sumberdaya manusia, menghimpun peraturan dan
mendokumentasikan data pengawasan. Untuk melaksanakan tugas, sub bagian
perencanaan/program mempunyai fungsi :
a.
Menyusun
rencana kerja satuan kerja berdasarkan
tugas pokok dan fungsinya.
b.
Membagi tugas kepada bawahan sesuai
bidangnya.
c.
Memberi
petunjuk kepada bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancer.
d.
Menilai hasil
kerja bawahan dengan cara mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas.
e.
Melaksanakan
penyusunan rencana dan program pengawasan.
f.
Melaksanakan
penyusunan rencana kegiatan peningkatan sumberdaya manusia aparatur pengawasan.
g.
Menghimpun
peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan.
h.
Mengolah dan
mendokumentasikan data - data hasil pengawasan.
i.
Memberikan saran
kepada kepala bagian berdasarkan tugas pokok dan fungsinya.
j.
Menyusun laporan
pelaksanaan tugas secara berkala berdasarkan tugas pokok dan fungsinya.
k.
Melaksanakan tugas
kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan.
2.
Sub Bagian Pelaporan dan Evaluasi
Sub
bagian pelaporan dan evaluasi mempunyai tugas melakukan penysunan rencana,
menyusun laporan pelaksanaan kigiatan pengawasan, melaksanakan evaluasi
kegiatan pengawasan, mengadministrasikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan
hasil tindak lanjut serta melaksanakan pengadministrasian pengaduan masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas, Sub
bagian pelaporan dan Evaluasi mempunyai fungsi :
1)
Menyusun
rencana kerja satuan kerja berdasarkan tugas pokok dan fungsinya;
2)
Membagi tugas kepada bawahan sesuai
bidangnya;
3)
Memberi
petunjuk kepada kepada bawahan agar
pelaksanaan tugas dapat berjalan lancer;
4)
Menilai hasil
kerja bawahan dengan cara mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas;
5)
Melaksanakan
penyusunan evaluasi kegiatan pengawasan;
6)
Mengadministrasikan
laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan hasil tindak Lanjut;
7)
Mengadministrasikan
laporan dan surat pengaduan masyarakat;
8)
Melaksanakan
menyusunan laporan kegiatan pengawasan;
9)
Memberikan saran
pada kepala bagian berdasarkan tugas pokok dan fungsinya;
10)
Menyusun laporan
pelaksanaan tugas secara berkala berdasarkan tugas pokok dan fungsiya;
11)
Melaksanakan tugas
kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan.
3. Sub Bagian Administrasi Umum
Mempunyai
tugas melakukan penyusuna rencana, melaksanakan urusan ketatausahaan, mengelola
administrasi kepegawaian, mengelola administrasi keuangan dan pelengkapan
meliputi penyusunan anggaran, penggunaan anggaran, pembukuan, pertanggung
jawaban dan merumuskan rencana kebutuhan perlengkapan tugas, Sub Bagian Administrasi
Umum mempunyai fungsi :
1)
Menyusun
rencana kerja satuan kerja berdasarkan tugas pokok dan fungsinya;
2)
Membagi tugas kepada bawahan sesuai
bidangnya;
3)
Memberi
petunjuk kepada bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancer;
4)
Menilai hasil
kerja bawahan dengan cara mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas;
5)
Mengumpulkan
dan menyusun rencana kerja satuan kerja perangkat Daerah (RKSKPD)
6)
Mengumpulkan
dan mengkoordinasikan penyusunan rencana Anggran satuan kerja dan dokumen
anggaran Satuan kerja masing-masingsub bagian sebagai bahan konsultasi
perencenaan ke Bappeda;
7)
Menyusun laporan
pelaksanaan kegiatan unit kerja;
8)
Melaksanakan
pengelolaan pelayanan administratif bagi seluruh satuan kerja di lingkup
inspektorat dalam pengelolaan ketatausahaan;
9)
Melaksanakan
Administrasi ketatausahaan dinas meliputi surat menyurat, kearsipan, ekspedisi
Administrasi perjalanan dinas dan urusan rumah tangga dinas;
10)
Melaksanakan
pengelolaan Administrasi kepegawaian meliputi formasi kenaikan pangkat,
kenaikan gaji berkala, cuti, pension, pengembangan karierdan kesejahteraan
pegawai;
11)
Melaksanakan
pengelolaan administrasi keuangan meliputi penusunan anggaran , penggunaan
anggaran, pembukuan, pertanggung jawaban dan laporan keuangan dalam pelaksanaan
urusan keuangan;
12)
Melaksanakan
pengelolaan Administrasi perlengkapan pengadaan, pendistribusian barang
inventaris dinas dalam pelaksanaan urusan perlengkapan;
13)
Memberikan saran
pada kepala bagian tata usaha berdasarkan tugas pokok dan fungsinya;
14)
Menyusun laporan
pelaksanaan tugas secara berkala berdasarkan tugas pokok dan fungsinya;
15)
Melaksanakan tugas
kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan.
.
5.
Tata Kerja
1)
Bagian Tata Usaha
dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Instruktur,
2)
Subbagian dipimpin
oleh seorang Kepala yang berada
dibawah dan bertanggung jawab Kepada Kepala
Bagian Tata Usaha.
3)
Kelompok Jabatan
Fungsional Auditor terdiri dari
Ketua dan Anggota Kelompok.
4)
Kelompok Jabatan
Fungsional Auditor bekerja dalam bentuk tim dengan susunan keanggotaan terdiri dari Pengendali, Ketua dan
Anggota.
5)
Setiap pimpinan
satuan organisasi dan ketua kelompok jabatan fungsional auditor dalam melaksanakan tugas-tugasnya wajib
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi baik dalam lingkungan
masing-masing maupun antar satuan organisasi.
6)
Setiap
pimpinan satuan organisasi dan ketua kelompok jabatan fungsional
auditor wajib mengikuti dan mematuhi standar audit, norma pengawasan, norma
pemeriksaan, norma pelayanan serta petunjuk
penilaian, pengujian dan pengusutan
yang ditetapkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
7)
Setiap pimpinan satuan organisasi dan ketua kelompok jabatan fungsional
auditor bertanggung jawab memimpin
dan mengkoordinasikan bawahannya
masing-masing dan memberikan bimbingan
serta petunjuk-petunjuk dalam pelaksanaan tugas.
8)
Setiap
Laporan yang diterima oleh pimpinan
satuan organisasi dan ketua kelompok
jabatan fungsional auditor dari
bawahan diolah dan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan lebih lanjut.
9)
Dalam hal
Inspektur berhalangan melaksanakan tugasnya, maka Inspektur dapat menunjuk
kepala bagian tata usaha untuk mewakili.
6. Pengangkatan
dan Pemberhentian Dalam Jabatan
1)
Inspektur diangkat dan diberhentikan
oleh Walikota dari pegawai negeri
sipil yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2)
Pejabat fungsional auditor, kepala
bagian dan kepala subbagian diangkat dan diberhentikan oleh Walikota atas usul Inspektur yang memenuhi syarat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)
Ketua dan anggota kelompok jabatan
fungsional auditor diangkat dan
diberhentikan oleh Inspektur dari
pejabat fungsional auditor yang memenuhi persyaratan.
7. Rencana Strategis (Renstra)
Program dan rencana yang ditetapkan dalam rencana strategis
(Renstra) satuan kerja perangkat daerah Inspektorat kota
Makassar tahun 2005-2010 sebagai penjabaran dari rencana pembangunan jangka
menengah daerah kota makassar disusun dengan
memperhatikan visi, misi dan perubahan kondisi strategis lingkup organisasi
pemerintah kota
makassar.
Program dan kegiatan dijabarkan sesuai arah kebijakan pokok
pemerintah kota
makassar tahun 2005-2010 yang mencakup program utama penegakan hukum dan HAM
dan program pendukung. Adapun
program-program utama penegakan hukum dan HAM serta legeslasi daerah adalah:
a. Program
peningkatan system pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan
kepala daerah.
b. Program peningkatan profesionalisme tenaga pemeriksa
dan aparatur pengawasan.
Sedangkan
program pendukung sebagaimana dimaksud adalah :
1.
Program pelayanan administrasi
perkantoran.
2.
Program
peningkatan sarana dan prasarana kantor.
3. Program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur.
4.
Program peningkatan pengembangan system
pelaporan capaian kinerja dan keuangan.
B. Pemeriksaan
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar.
1. Ruang Lingkup, Sasaran dan Tahapan Pemeriksaan
a. Ruang
Lingkup (scope) Pemeriksaan.
Ruang lingkup pemeriksaan
operasional meliputi semua aspek manajemen yang perlu mendapat perhatian untuk
diperbaiki dan ditingkatkan mutu penanganannya oleh manajemen. Oleh
karena itu ruang lingkup pemeriksaan operasional (pemeriksaan yang lengkap)
mencakup :
a. Pemeriksaan
atas keuangan (pemeriksaan financial).
Pemeriksaan ini meliputi pekerjaan untuk menentukan bahwa :
1)
Obyek yang diperiksa telah melakukan pengelolaan yang
efektif terjadi semua pendapatan dan biaya, penerimaan dan pengeluaran serta
terhadap harta dan hutang.
2)
Obyek yang diperiksa telah melakukan pencatatan dengan
seksama dan tepat atas semua sarana, kewajiban dan kegiatan.
3)
Laporan keuangan memuat data yang teliti, dapat dipercaya
dan bermanfaat serta disajikan secara layak.
b. Penialaian
terhadap ketaatan pada peraturan perundang-undangan, yakni semua peraturan yang
berlaku dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang terrendah, termasuk
kebijaksanaan tertulis yang bersangkutan dengan obyek yang diperiksa.
c.
Review
tentang efisiensi dan kehematan dalam penggunaan sarana yang tersedia.
d.
Review
apakah hasil atau manfaat yang ingin dihasilkan oleh suatu program telah
dicapai secara efektif (pemeriksaan program).
b. Sasaran
Pemeriksaan
Berdasarkan Pasal 2
Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 1981
menetapkan bahwa sasaran pemeriksaan diutamakan pada bagian kegiatan program
yang diduga atau diketahui memerlukan perbaikan atau koreksi. Mengingat sangat
luasnya tugas departemen dalam negeri, penugasan pemeriksaan operasional perlu
diarahkan kepada kegiatan atau program tertentu yang ditetapkan lebih dahulu.
Penetapan sasaran
pemeriksaan dimaksud agar dapat diketahui dengan pasti batas luasnya
pemeriksaan dan mengarahkan hasil pemeriksaan yang dikehendaki. Penentuan
sasaran pemeriksaan dilakukan oleh Kepala inspektorat.
c. Tahapan
Pemeriksaan
Pemeriksaan
operasional dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
- Persiapan pemeriksaan.
Dalam tahapan persiapan
pemeriksaan dipersiapkan segala sesuatu agar pemeriksaan dapat dilaksanakan
secara terarah, efisien dan efektif.
- Pemeriksaan pendahuluan
Tahapan pemeriksaan
pendahuluan dimanfaatkan untuk mengidentifikasikan bagian-bagian yang
mengandung kelemahan yang memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut.
- Pemeriksaan lanjutan.
Tahapan pemeriksaan
lanjutan dimaksud untuk memperoleh fakta-fakta guna memantapkan temuan-temuan
untuk dapat memberikan kesimpulan, pendapat dan rekomendasi perbaikan.
2. Program
Kerja Pemeriksaan (PKP).
Merujuk pada Pasal 3 Keputusan
Inspektur Departemen Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 1981 menetapkan bahwa untuk
setiap pemeriksaan harus disusun program kerja pemeriksaan (PKP) yang merupakan
rencana tentang langkah-langkah kerja yang harus dilaksanakan selama kegaiatan
pemeriksaan. PKP disusun oleh penanggung
jawab pemeriksaan (ketua team) dan disetujui oleh Kepala Inspektorat.
a. Manfaat
Program Kerja.
Program kerja yang disusun dengan baik sangat penting artinya bagi
pemeriksaan secara efisien dan efektif.
Adapun manfaat program kerja yang disusun dengan baik adalah sebagai
berikut :
1. Program
kerja merupakan rencana yang sistematis pada setiap tahap kegiatan.
2. Program
kerja merupakan landasan yang sistematis dalam pemberian tugas kepada para
pemeriksa.
3. Program
kerja merupakan alat pembanding bagi para pemeriksa, antara pelaksanaan
kegiatannya dengan rencana-rencana yang ditetapkan.
4. Program
kerja merupakan alat pembantu dalam melatih para para pemeriksa yang belum
berpengalaman dan membiasakan mereka dengan langkah-langkah kegiatan
pemeriksaan.
5. Program
kerja merupakan landasan bagi penyusun ikhtisar mengenai pekerjaan yang
dilaksanakan.
6. Program
kerja membantu para pemeriksa untuk mengenali sifat pekerjaan yang telah
dilakukan sebelumnya.
7. Program
kerja merupakan alat pembantu bagi penanggung jawab pemeriksaan, karena
mengurangi tugasnya untuk mengadakan pengawasan secara lansung terhadap
pelaksanaan tugas para pemeriksa.
8.
Walaupun
program kerja merupakan alat pengendali bagi pelaksanaan tugas pemeriksaan
secara efisien dan efektif, akan tetapi program kerja tidak boleh dipergunakan
sebagai check list bagi
langkah-langkah kerja yang harus diulakukan, sehingga mematikan inisiatif,
imaginasi dan akal para pemeriksa dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Susunan, Isi dan Penomoran PKP.
1.
Susunan
dan Isi PKP
Program kerja pemeriksaan
harus dituangkan dalam suatu kertas kerja Pemeriksaan (KKP). Setiap PKP pada
umumnya harus mengandung empat bagian pokok, yaitu :
a.
Pendahuluan,
bagian ini memuat :
1)
Informasi
latar belakang mengenai kegiatan/program yang diperiksa yang berguna bagi para
pemeriksa untuk dapat memahami dan melaksanakan program kerja pemeriksaan tersebut
dengan sebaik-baiknya.
2)
Komentar mengenai kegiatan/program yang diperiksa dari
hasil pemeriksaan perangkat pengawasan lainnya.
b.
Pernyataan
Tujuan Pemeriksaan.
Dalam bagian ini harus dipaparkan dengan jelas :
1)
Tujuan
dan ruang lingkup .
2)
Sasaran
pemeriksaan
3)
Prosedur / cara pendekatan yang dipilih.
4)
Pola
laporan yang dikehendaki.
5)
Hal-hal
penting lainnya yang menyangkut manajemen yang perlu diperhatikan.
c.
Instruksi-instruksi
khusus
Bagian ini hanya diisi
kalau ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus oleh pemeriksa.
Instruksi-instruksi khusus dikeluarkan oleh kepala inspektorat.
d.
Langkah-langkah
kerja
Dalam bagian ini dimuat
pengarahan-pengarahan khusus dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan.
2.
Penomoran
PKP.
Untuk penomoran PKP dipergunakan index sebagai berikut :
1)
Nomor urut PKP dalam tahun pemeriksaan yang bersangkutan.
2)
Indeks
untuk wilayah/bidang.
3)
Tahun
pemeriksaan.
c. Taksiran Waktu Yang Diperlukan.
1)
Program
kerja pemeriksaan harus menyatakan taksiran waktu yang diperlukan. taksiran
waktu diperlukan untuk menentukan jumlah tenaga pemeriksa agar pekerjaan
pemeriksaan dapat diselesaikan dalam waktu yang ditetapkan.
2)
Program
kerja pemeriksaan masih harus disesuaikan dengan anggaran yang tersediah, oleh
karena itu dalam memilih / menentukan ruang lingkup dan sasaran pemeriksaan
yang ingin dicapai harus diperhatikan taksiran waktu yang dapat didukung dari
anggaran yang tersediah.
3. Tahapan Kegiatan Pemeriksaan
Tahapan
kegiatan Pemeriksaan Menurut Keputusan Irjend Depdagri No 01 Tahun 1981, antara
lain :
a.
Pengumpulan informasi umum mengenai obyek yang diperiksa.
b.
Pembicaraan pendahuluan dengan kepala daerah / pimpinan
obyek yang diperiksa.
c.
Peninjauan
Fisik.
d. Pengujian
terbatas terhadap pengendalian manajemen.
e.
Pemeriksaan terperinci.,
f.
Pembahasan hasil pemeriksaan dengan atasan / pejabat yang
diperiksa.
g.
Penyampaian ringkasan/pokok-pokok hasil pemeriksaan
kepada kepala daerah.
h.
Penyusunan
laporan hasil pemeriksaan.
4. Temuan
dan Pengembangan Temuan.
a. Temuan.
Temuan dapat berupa temuan yang positif dan temuan yang negatif. Pada
umumnya hanya temuan yang negatif yang memerlukan perkembangan lebih lanjut. Suatu
temuan dapat diteruskan kepada para pemakai laporan apabila telah dipenuhi
syarat berikut :
- Dinilai
penting untuk diteruskan kepada pihak-pihak lain.
- Berdasarkan fakta dan bukti yang
relevan dan kompeten.
- Dikembangkan secara obyektif.
- Berdasarkan kepada pemeriksaan
yang cukup menandai untuk mendukung setiap kesimpulan yang diambil.
- Meyakinkan.
- Kesimpulan harus logis dan jelas.
Untuk mendukung temuan
yang akan dilaporkan dalam laporan hasil pemeriksaan diperlukan bukti-bukti
yang cukup, yaitu :
1)
Bukti
fisik (psysical).
2)
Bukti
kesaksian (testimonial).
3)
Bukti
dokumentasi (documentary).
4)
Bukti
analisa (analytical).
b. Pengembangan
Temuan.
Pengembangan temuan adalah
pengumpulan dan sintesa informasi-informasi khusus mengenai kegiatan/program
yamg diperiksa yang setelah dievaluasi dan dianalisa diperkirakan perlu
mendapat perhatian dan berguna bagi pemakai laporan. Dengan pengembangan temuan
tersebut dapat diketahui kondisi yang sebenarnya, penyimpangan yang terjadi,
sebab dan akibat penyimpangan tersebut serta merumuskan rekomendasi yang
diperlukan.
Pada Pasal 6 keputusan Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri No.
01 Tahun 1981 bahwa proses pengembangan temuan
negatif (kekurangan/kelemahan), mencakup :
a)
Identifikasi
kekuarangan/kelemahan.
b)
Menentukan
jangkauan kekurangan/kelemahan (apakah kekurangan/kelemahan itu merupakan kasus
yang berdiri sendiri-sendiri atau tersebar luas).
c)
Menentukan sebab-sebab kekurangan/kelemahan.
d) Menentukan akibat-akibat/pengaruh dan atau arti
pentingnya kekuarangan/kelemahan.
e)
Rekomendasi sehubungan dengan koreksi terhadap
kekurangan/kelemahan atau pencegahan berulangnya kekurangan/kelemahan tersebut.
Dalam mengajukan rekomendasi supaya dapat ditunjukkan dengan jelas apa yang
harus diperbaiki, sebab/alasan mengapa perlu perbaikan, bagaimana
memperbaikinya dan langkah-langkah yang harus ditempuh.
Langkah-langkah yang harus diambil dalam pengembangan temuan, meliputi :
a)
Identifikasi
kekurangan.
b)
Identifikasi
batas wewenang dan tanggung jawab pejabat yang terlibat dalam kegiatan/program
yang diperiksa.
c)
Menentukan sebab-sebab kekurangan / kelemahan.
d)
Menentukan jangkauan kekuarangan (apakah kekuarangan atau
kelemahan itu merupakan kasus yang berdiri sendiri atau tersebar luas).
e)
Menentukan akibat-akibat / pengaruh atau arti pentingnya
kekuarang/kelemahan.
f) Identifikasi
dan mencari pemecahan tentang persoalan-persoalan hukum.
c. Rekomendasi
(saran).
Pada umumnya temuan
diakhiri dengan rekomendasi sehubungan dengan koreksi, kelemahan atau
pencegahan berulang-ulangnya kelemahan tersebut. Laporan yang mengandung
rekomendasi akan mendorong kebaikan/ peningkatan mutu operasi dari
kegiatan/program yang diperiksa.
Rekomendasi harus
ditujukan kepada pihak-pihak yang mempunyai wewenang untuk mengambil langkah
perbaikan.
Pemeriksa tidak mempunyai
wewenang untuk memerintahkan dilakukannya perubahan kebijaksanaan, prosedur
atau fungsi organisasi yang diperiksa. Pemeriksa hanya dapat memberikan
rekomendasi kepada yang berwenang melakukan perubahan tersebut.
d. Pembahasan
hasil pemeriksaan dengan penanggung jawab pemeriksaan.
Selama pemeriksaan berlansung, tiap temuan dan rekomendasi penting
memerlukan penanganan dengan segera harus secepat mungkin dibahas dengan
penanggung jawab pemeriksaan.
Agar temuan tersebut dapat dibahas dengan lebih baik,
pemeriksa harus sudah memperoleh informasi yang lengkap mengenai temuan
tersebut, termasuk hasil konfirmasi dengan pimpinan/pejabat obyek yang
diperiksa.
Penanggung jawab pemeriksa mengadakan konsultasi berkala dengan para
pemeriksa. Dalam konsultasi ini dibicarakan pula temuan-temuan lainnya. Dalam
pembahasan ini supaya dipertimbangkan situasi dan kondisi yang terjadi.
5.
Kertas Kerja Pemeriksaan.
Kertas kerja pemeriksaan (KKP) adalah
catatan-catatan dan data yang
dikumpulkan secara sistematis oleh pemeriksa selama melakukan tugas pemeriksaan
KKP mencerminkan langkah-langkah kerja
pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh
dan kesimpulan hasil pemeriksaan. Kegunaan / manfaat KKP adalah :
1) Merupakan
dasar penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
2) Merupakan
alat bagi atasan untuk mereview atau mengawasi para pelaksana pemeriksa.
3)
Merupakan alat pembuktian dari laporan hasil pemeriksaan.
4)
Menyajikan data untuk keperluan referensi.
5)
Merupakan salah satu bahan/pedoman untuk tugas-tugas
pemeriksaan berikutnya.
a. Syarat-syarat
KKP.
Kertas kerja pemeriksaan (KKP) harus memenuhi syarat berikut:
1)
Lengkap.
2)
Tepat
( bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung maupun kesalahan dalam penyajian
informasi).
3)
Jelas
dan mudah dimengerti (antara lain jangan membuat singkatan-singkatan yang belum
lazim).
4)
Sistematis,
bersih dan rapih.
5)
Didasarkan atas fakta dan argumentasi yang rasional.
6)
Memuat
hal-hal penting yang relevan dengan pemeriksaan.
7)
Sedapat mungkin dihindari pekerjaan menyalin.
b. Ikhtisar
KKP.
Pasal 8 Keputusan
Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 1981 “Semua KKP yang
diperoleh dalam suatu pemeriksaan yang berisikan bermacam-macam informasi harus
dianalisa, diatur, dan dirangkum secara logis serta dihubungkan satu dengan
yang lainnya dengan menuangkannya dalam ikhtisar KKP, sehingga dapat
ditonjolkan intisari dari pekerjaan yang dilakukan dan disusun kesimpulan dalam
rekomendasi yang jelas, ringkas dan meyakinkan. Tujuan ikhtisar adalah :
1)
Untuk
menonjolkan intisari dari pekerjaan yang dilakukan, kesimpulan dan rekomendasi
secara jelas, ringkas dan meyakinkan.
2)
Ikhtisar
mendorong analisa yang kritis dan tepat terhadap bukti-bukti yang diperoleh.
3)
Membantu
mengidentifikasi tamuan yang penting dan menjadi dasar pengambilan keputusan
terhadap hasil-hasil yang telah dicapai dalam pemeriksaan.
Ikhtisar memungkinkan
penyusunan konsep, laporan yang bulat yang mencakup kegiatan dilapangan.
Ikhtisar KKP dapat dituangkan dalam bentuk daftar temuan dan rekomendasi.
c. Review
atas KKP.
KKP sebagai bukti
pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh pemeriksa harus direview oleh penanggung
jawab pemeriksaan. Review merupakan proses yang penting dan tidak boleh
dilakukan secara sepintas atau asal saja. Persetujuan terhadap isi yang dicatat
dalam KKP dinyatakan dengan membubuhkan nama pereview pada masing-masing KKP
atau pada kelompok KKP. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mereview KKP,
antara lain :
1)
Ketaatan terhadap program kerja dan instruksi yang
diberikan.
2)
Kecermatan (accuracy), dapat diandalkan (reliability),
cukupnya (edequacy) pekerjaan yang harus dilakukan dan dapat diterimanya
(acceptability) KKP.
3)
Sahnya
(validity) dan kelayakan (reasonableness) dari kesimpulan-kesimpulan yang
ditarik.
4)
Sifat
dan ruang lingkup review dan pertimbangan obyek yang diperiksa terhadap temuan
dan kesimpulan pemeriksa.
5)
Diikuti patokan dan persyaratan penyajian KKP.
6. Laporan
Hasil Pemeriksaan.
Kegiatan terakhir dari tugas pemeriksaan
adalah penyusunan laporan hasil pemeriksaan yang merupakan sarana komunikasi
resmi untuk menyampaikan informasi tentang temuan, kesimpulan dan
rekomendasi kepada pejabat - pejabat
yang berwenang melaksanakan rekomendasi atau yang perlu mengetahui informasi
tersebut ( Pasal 9 Keputusan Irjen Depdagri No. 01 Tahun 1981).
C. Analisis Pengawasan Keuangan Daerah Oleh
Bawasda / Inspektorat kota Makassar Pada Kantor
Dinas Pendidikan Kota Makassar .
Bawasda / Inspektorat kota
Makassar dalam melakukan pengawasan keuangan daerah pada kantor Dinas
Pendidikan kota Makassar, maka tentunya
program/kegiatan pemeriksaan yang dilakukan tidak terlepas dari
program/kegiatan pengelolaan/belanja pada kantor Dinas Pendidikan kota Makassar . Adapun anggaran belanja satuan kerja perangkat daerah
(SPKT) kantor Dinas Pendidikan kota Makassar, meliputi :
1.
Belanja Lansung, terdiri dari :
a.
Belanja Pegawai
2. Belanja Tidak Lansung, Terdiri dari :
b.
Belanja pegawai.
c.
Belanja barang dan jasa.
d.
Belanja modal.
Untuk melengkapi data analisis pengewasan (pemeriksaan)
Bawasda / Inspektorat kota makassar, maka data yang disajikan dalam penelitian
ini adalah data untuk tiga tahun anggaran belanja satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) Kantor Dinas Pendidikan, yakni masing-masing tahun anggaran belanja
2004, 2005, dan 2006. Sedangkan untuk lebih jelasnya mengenai rencana
pelaksanaan anggaran dan realisasi anggaran untuk masing-masing kegiatan dalam
satu tahun anggaran dan realisasi per periodenya serta masing-masing
perkembangan anggarannya, dapat digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.
Rencana
Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar Untuk Program Kerja Belanja Pegawai (tidak
lansung).
Triwulan
|
Jumlah Anggaran
(Rp)
|
Perkembangan
(%)
|
||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
70.026.316.500,-
|
70.026.316.500,-
|
70.026.316.500,-
|
70.026.316.500,-
|
280.105.266.000,-
|
0 %
|
2005
|
70.236.395.449,5,-
|
70.236.395.449,5,-
|
70.236.395.449,5,-
|
70.236.395.449,5,-
|
280.945.581.798,-
|
0,30 %
|
2006
|
70.657.814.059,5,-
|
70.657.814.059,5,-
|
70.657.814.059,5,-
|
70.657.814.059,5,-
|
282.631.256.238,-
|
0,6 %
|
total
|
210.920.526.009,-
|
210.920.526.009,-
|
210.920.526.009,-
|
210.920.526.009,-
|
843.682.104.036,-
|
= 0,3 %
|
Sumber data : Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 2, maka dapat dijelaskan bahwa rencana pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja
pegawai (tidak langsung). Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 280.105.266.000, sedangkan untuk tahun 2005 jumlah anggaran yang
direncanakan sebesar Rp. 280.945.581.798, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang
direncanakan sebesar Rp. 282.631.256.238,- dimana terjadi perkembangan
rata-rata selama tiga tahun tersebut sebesar 0,3 % pertahunnya.
Tabel 3. Rencana Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan
Kota Makassar Untuk Program Kerja Belanja Pegawai (lansung).
Tahun
|
Triwulan
|
Jumlah Anggaran
(Rp)
|
Perkembangan
(%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
1.062.160.000,-
|
1.062.160.000,-
|
1.062.160.000,-
|
1.062.160.000,-
|
4.248.640.000,-
|
0 %
|
2005
|
1.147.132.800,-
|
1.147.132.800,-
|
1.147.132.800,-
|
1.147.132.800,-
|
4.588.531.200,-
|
8 %
|
2006
|
1.250.374.752,-
|
1.250.374.752,-
|
1.250.374.752,-
|
1.250.374.752,-
|
5.001.499.008,-
|
9 %
|
total
|
3.459.667.552,-
|
3.459.667.552,-
|
3.459.667.552,-
|
3.459.667.552,-
|
13.838.670.208,-
|
= 5,66 %
|
Sumber
data : Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 3, maka dapat dijelaskan bahwa rencana pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja
pegawai (langsung). Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang
direncanakan sebesar Rp. 4.248.640.000, sedangkan untuk tahun 2005 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 4.588.531.200, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 5.001.499.008,- dimana terjadi perkembangan rata-rata selama tiga
tahun tersebut sebesar 5,66 %
pertahunnya.
Tabel 4. Rencana
Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar
Untuk Program Kerja Belanja Barang dan Jasa.
Tahun
|
Triwulan
|
Jumlah Anggaran
(Rp)
|
Perkembangan (%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
2.020.548.500,-
|
2.020.548.500,-
|
2.020.548.500,-
|
2.020.548.500,-
|
8.082.194.000,-
|
0 %
|
2005
|
2.081.164.955,-
|
2.081.164.955,-
|
2.081.164.955,-
|
2.081.164.955,-
|
8.324.659.820,-
|
3 %
|
2006
|
2.164.411.553,-
|
2.164.411.553,-
|
2.164.411.553,-
|
2.164.411.553,-
|
8.657.646.212,-
|
4 %
|
total
|
6.266.125.008,-
|
6.266.125.008,-
|
6.266.125.008,-
|
6.266.125.008,-
|
25.064.500.032,-
|
= 2,33 %
|
Sumber data :
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 4, maka dapat dijelaskan bahwa rencana pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja
barang dan jasa. Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 8.082.194.000, sedangkan untuk tahun 2005 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 8.324.659.820, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 8.657.646.212,- dimana terjadi perkembangan rata-rata selama tiga tahun tersebut
sebesar 2,33% pertahunnya.
Tabel 5. Rencana
Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar
Untuk Program Kerja Belanja Modal.
Tahun
|
Triwulan
|
Jumlah Anggaran
(Rp)
|
Perkembangan
(%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
2.576.170.000,-
|
2.576.170.000,-
|
2.576.170.000,-
|
2.576.170.000,-
|
10.304.680.000,-
|
0 %
|
2005
|
2.694.673.810,-
|
2.694.673.810,-
|
2.694.673.810,-
|
2.694.673.810,-
|
10.778.695.240,-
|
4,6 %
|
2006
|
2.856.354.238,-
|
2.856.354.238,-
|
2.856.354.238,-
|
2.856.354.238,-
|
11.425.416.954,-
|
6 %
|
total
|
8.127.198.048,-
|
8.127.198.048,-
|
8.127.198.048,-
|
8.127.198.048,-
|
32.508.792.194,-
|
= 3,53 %
|
Sumber data :
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 5, maka dapat dijelaskan bahwa rencana pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja
modal. Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar
Rp. 10.304.680.000, sedangkan untuk tahun
2005 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 10.778.695.240, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 11.425.416.954,- dimana terjadi perkembangan rata-rata selama tiga tahun tersebut
sebesar 3,53% pertahunnya.
Tabel 6. Realisasi
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar Untuk Program Kerja Belanja
Pegawai (tidak lansung).
Tahun
|
Triwulan
|
Jumlah Anggaran
(Rp)
|
Perkembangan (%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
64.424.211.180,-
|
64.424.211.180,-
|
64.424.211.180,-
|
64.424.211.180,-
|
257.696.844.720,-.
|
0 %
|
2005
|
65.916.461.722.5,-
|
65.916.461.722.5,-
|
65.916.461.722.5,-
|
65.916.461.722.5,-
|
263.665.846.890,-
|
2.2
%
|
2006
|
68.538.079.637,5,-
|
68.538.079.637,5,-
|
68.538.079.637,5,-
|
68.538.079.637,5,-
|
274.152.318.550,-
|
3.9
%
|
Total
|
198.878.752.540,-
|
198.878.752.540,-
|
198.878.752.540,-
|
198.878.752.540,-
|
795.515.010.160,-
|
= 2,03 %
|
Sumber data :
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 6, maka dapat dijelaskan bahwa realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja pegawai
(tidak lansung). Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 257.696.844.720, sedangkan untuk tahun 2005 jumlah anggaran yang
direncanakan sebesar Rp. 263.665.846.890, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 274.152.318.550,- dimana terjadi
perkembangan rata-rata selama tiga tahun tersebut sebesar 2,03 % pertahunnya.
Tabel 7. Realisasi
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar Untuk Program Kerja Belanja
Pegawai (lansung).
Tahun
|
Triwulan
|
Jumlah Anggaran (Rp)
|
Perkembangan
(%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
892.214.400,-
|
892.214.400,-
|
892.214.400,-
|
892.214.400,-
|
3.568.857.600,-
|
0 %
|
2005
|
998.005.536,-
|
998.005.536,-
|
998.005.536,-
|
998.005.536,-
|
3.992.022.144,-
|
11,8 %
|
2006
|
1.187.856.000,-
|
1.187.856.000,-
|
1.187.856.000,-
|
1.187.856.000,-
|
4.751.424.000,-
|
19 %
|
total
|
3.078.075.936,-
|
3.078.075.936,-
|
3.078.075.936,-
|
3.078.075.936,-
|
12.312.303.744,-
|
= 10,26 %
|
Sumber
data : Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 7, maka dapat dijelaskan bahwa realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja pegawai
(lansung). Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 3.568.857.600, sedangkan untuk tahun 2005 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 3.992.022.144, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 4.751.424.000,- dimana terjadi perkembangan rata-rata selama tiga tahun tersebut
sebesar 10,26 % pertahunnya.
Tabel 8. Realisasi
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar Untuk Program Kerja Belanja
Barang dan Jasa.
Tahun
|
Triwulan
|
Jumlah Anggaran
(Rp)
|
Perkembangan (%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
2.020.548.500,-
|
2.020.548.500,-
|
2.020.548.500,-
|
1.798.288.165,-
|
7.193.152.660,-
|
0 %
|
2005
|
2.081.164.955,-
|
2.081.164.955,-
|
2.081.164.955,-
|
1.893.860.200,-
|
7.575.440.800,-
|
5.3 %
|
2006
|
2.164.411.553,-
|
2.164.411.553,-
|
2.164.411.553,-
|
2.034.544.000,-
|
8.138.176.000,-
|
7,4
%
|
total
|
6.266.125.008,-
|
6.266.125.008,-
|
6.266.125.008,-
|
6.266.125.008,-
|
25.064.500.032,-
|
= 4,23 %
|
Sumber data :
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 8, maka dapat dijelaskan bahwa realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja barang dan
jasa. Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 7.193.152.660, sedangkan untuk tahun 2005 jumlah anggaran yang
direncanakan sebesar Rp. 7.575.440.800, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 8.138.176.000,- dimana terjadi
perkembangan rata-rata selama tiga tahun tersebut sebesar 4,23 % pertahunnya.
Tabel 9. Realisasi
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar Untuk Program Kerja Belanja
Modal.
Tahun
|
Triwulan
|
Jumlah Anggaran
(Rp)
|
Perkembangan
(%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
2004
|
2.318.553.000,-
|
2.318.553.000,-
|
2.318.553.000,-
|
2.318.553.000,-
|
9.274.212.000,-
|
0 %
|
2005
|
2.506.046.644,-
|
2.506.046.644,-
|
2.506.046.644,-
|
2.506.046.644,-
|
10.024.186.576,-
|
8 %
|
2006
|
2.770.663.810,-
|
2.770.663.810,-
|
2.770.663.810,-
|
2.770.663.810,-
|
11.082.655.240,-
|
10,5 %
|
total
|
7.595.263.454,-
|
7.595.263.454,-
|
7.595.263.454,-
|
7.595.263.454,-
|
30.381.053.816,-
|
= 6,16 %
|
Sumber data :
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 9, maka dapat dijelaskan bahwa realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk program kerja belanja barang dan
jasa. Antara lain pada tahun 2004 jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 9.274.212.000, sedangkan untuk tahun 2005 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 10.024.186.576, dan pada tahun 2006 jumlah anggaran yang direncanakan
sebesar Rp. 11.082.655.240,- dimana terjadi
perkembangan rata-rata selama tiga tahun tersebut sebesar 6,16 % pertahunnya.
Tabel 10. Gabungan Rencana Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar.
Uraian
|
Tahun
|
Perkembangan
(%)
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
||
Belanja Pegawai (Tidak langsung)
|
280.105.266.000,-
|
280.945.581.798,-
|
282.631.256.238,-
|
= 0,3
%
|
Belanja Pegawai (langsung)
|
4.248.640.000,-
|
4.588.531.200,-
|
5.001.499.008,-
|
= 5,66 %
|
Belanja Barang dan Jasa
|
8.082.194.000,-
|
8.324.659.820,-
|
8.657.646.212,-
|
= 2,33 %
|
Belanja Modal
|
10.304.680.000,-
|
10.778.695.240,-
|
11.715.818.412,-
|
= 3,53 %
|
Total
|
306.989.420.000,-
|
304.637.468.058,-
|
307.715.818.412,-
|
= 2,10 %
|
Sumber data :
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 10, maka dapat dijelaskan rencana
anggaran satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk setiap rencana belanja dalam
setiap tahunnya. Antara lain untuk belanja pegawai (tidak lansung) sebesar : Rp. 280.105.266.000 pada tahun 2004,
Rp. 280.945.581.798 pada tahun 2005, dan
Rp. 282.631.256.238 pada tahun 2006, dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 0,3 %. Untuk belanja
pegawai (lansung) sebesar Rp. 4.248.640.000 tahun 2004, Rp. 4.588.531.200 pada tahun 2005 dan Rp. 5.001.499.008 pada tahun 2006, dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 5,66 %. Kemudian untuk
belanja barang dan jasa sebesar : Rp. 8.082.194.000 pada tahun 2004, Rp. 8.324.659.820 pada tahun 2005, dan Rp. 8.657.646.212
pada tahun 2006, dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 2,33 %. Sedangkan Untuk
rencana belanja Modal sebesar : Rp. 10.304.680.000 pada tahun 2004, Rp.
10.778.695.240, dan Rp. 11.425.416.954
pada tahun 2006, dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 3,53 %.
Tabel 11. Gabungan Realisasi Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar.
Uraian
|
Tahun
|
Perkembangan
(%)
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
||
Belanja Pegawai (Tidak langsung)
|
257.696.844.720,-
|
263.665.846.890,-
|
274.152.318.550,-
|
= 2,03 %
|
Belanja Pegawai (langsung)
|
3.568.857.600,-
|
3.992.022.144,-
|
4.751.424.000,-
|
= 10,26 %
|
Belanja Barang dan Jasa
|
7.193.152.660,-
|
7.575.440.800,-
|
8.138.176.000,-
|
= 4,23 %
|
Belanja Modal
|
9.274.212.000,-
|
10.024.186.576,-
|
11.082.655.240,-
|
= 6,16 %
|
Total
|
277.733.066.980,-
|
285.257.496.410,-
|
298.124.573.790,-
|
= 5,67 %
|
Sumber data :
Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 11, maka dapat dijelaskan realisasi
anggaran satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk setiap rencana belanja dalam
setiap tahunnya. Antara lain untuk belanja pegawai (tidak lansung) sebesar :
Rp. 257.696.844.720 pada tahun 2004,
Rp. 263.665.846.890 pada tahun 2005, dan
Rp. 274.152.318.550 pada tahun 2006, dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 2,03 %. Untuk belanja pegawai (lansung) sebesar Rp. 3.568.857.600 tahun 2004, Rp. 3.992.022.144 pada tahun 2005
dan Rp. 4.751.424.000 pada tahun 2006, dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 10,26 %. Kemudian untuk
belanja barang dan jasa sebesar : Rp. 7.193.152.660 pada tahun 2004, Rp. 7.575.440.800 pada tahun 2005, dan Rp. 8.138.176.000
pada tahun 2006, dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 4,23 %. Sedangkan Untuk
rencana belanja modal sebesar : Rp. 9.274.212.000 pada tahun 2004, Rp. 10.024.186.576,
dan Rp. 11.082.655.240 pada tahun 2006,
dengan perkembangan rata-rata sebesar () = 6,16 %.
Tabel 12. Gabungan
Rencana Anggaran dan Realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan
Kota Makassar.
Tahun
|
Rencana Anggaran
(Rp)
|
Realisasi Anggaran
(Rp)
|
Selisih Anggaran
|
|
( Rp )
|
( % )
|
|||
2004
|
306.989.420.000,-
|
277.733.066.980,-
|
29.250.353.020,-
|
10,5 %
|
2005
|
304.637.468.058,-
|
285.257.496.410,-
|
19.379.971.648,-
|
6.7 %
|
2006
|
307.715.818.412,-
|
298.124.573.790,-
|
9.591.244.622,-
|
3.2 %
|
Total
|
919.342.698.470,-
|
861.115.137.190,-
|
58.227.561.280,-
|
6.7
%.
|
Sumber data : Bawasda / Inspektorat Kota Makassar ( data
diolah : 2007 )
Berdasarkan tabel 12, maka dapat
dijelaskan bahwa rencana pelaksanaan anggaran dan realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kantor
Dinas Pendidikan Kota Makassar, antara lain : Untuk tahun 2004 total rencana
anggaran sebesar Rp. 306.989.420.000, total realisasi anggaran sebesar Rp. 277.733.066.980,-
dengan selisih anggaran sebesar Rp. 29.250.353.020,- atau sebesar 10,5 %. Kemudian
untuk tahun 2005 total rencana anggaran sebesar Rp. 304.637.468.058,- total
realisasi anggaran sebesar Rp. 285.257.496.410,-
dengan selisih anggaran sebasar Rp. 19.379.971.648,-
atau sebesar 6,7 %. Sedangkan untuk
tahun 2006 total rencana anggaran sebesar Rp. 307.715.818.412,- total realisasi anggaran sebesar Rp. 298.124.573.790,- dengan selisih anggaran
sebesar Rp. 9.591.244.622,- atau sebesar 3,2 %.
Berdasarkan
besaran nilai anggaran pertahun tersebut,
maka dapat dijelaskan bahwa total
rencana anggaran
untuk tiga tahun
anggaran tersebut sebesar Rp. 919.342.698.470,- dan total realisasi
anggarannya
sebesar Rp. 861.115.137.190,- dengan selisih
anggaran sebesar Rp. 58.227.561.280,- atau
sebesar 6,7 %.
D Analisis dan
Penilaian Efektivitas Pengawasan Keuangan Daerah Oleh Bawasda / Inspektorat
kota Makassar Pada Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar.
Untuk menguji hipotersis penelitian ini, maka analisis dan penilaian efektivitas ini dapat dilakukan untuk menentukan efektiviitas pengawasan anggaran dari setiap tahun anggaran (2004,2005 dan 2006) dengan berpatokan pada tabel-tabel yang ada. Dalam menganalisis efektivitas pengawasan anggaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar, maka analisis efektivitas yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan antara realisasi anggaran dengan rencana anggaran kemudian dikali seratus persen, atau :
Berikut analisis efektivitas pengawasan anggaran belanja
SKPD Kantor Dinas Pendidikan kota Makassar :
1.
Analisis efektivitas
pengawasan anggaran SKPD Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar tahun 2004 :
Analisis Ekektivitas pengawasan
anggaran SKPD Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar tahun 2004 dilakukan dengan membandingkan antara
total realisasi anggaran dengan total rencana anggaran dikali seratus persen, atau
:
2.
Analisis
efektivitas pengawasan anggaran SKPD Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar
tahun 2005 :
Analisis Ekektivitas pengawasan anggaran SKPD Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar tahun 2005 dilakukan dengan membandingkan antara total realisasi anggaran dengan total rencana anggaran dikali seratus persen, atau :
3. Analisis efektivitas pengawasan anggaran SKPD Kantor Dinas Pendidikan
Kota Makassar tahun 2006 :
Analisis Ekektivitas pengawasan anggaran SKPD Kantor Dinas Pendidikan Kota Makassar tahun 2004 dilakukan dengan membandingkan antara total realisasi anggaran dengan total rencana anggaran dikali seratus persen, atau :
Berdasarkan hasil analisis efektivitas pengawasan
anggaran belanja (SKPT) kantor dinas pendidikan kota makassar, maka dapat
dilakukan penilaian efektivitas untuk menentukan tingkat efektivitas yang
pengawasan yang dicapai oleh bawasda / inspektorat kota makassar. Penilaian
efektivitas pengawasan dilakukan berdasarkan kriteria efektivitas pengawasan
keuangan sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 13. Kriteria Efektivitas Pengawasan Keuangan
Presentase
Efektivitas Pengawasan
|
Kriteria
|
Diatas
100 %
90
– 100 %
80
– 90 %
60
– 80 %
Kurang
dari 60 %
|
Sangat
Efektif
Efektif
Cukup
efektif
Kurang
Efektif
Tidak
Efektif
|
Sumber : Bawasda/Inspektorat
kota Makassar (disesuaikan)
Keterangan
:
1) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
100% berarti sangat efektif.
2) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
90% sampai 100% berarti efektif.
3) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
80% asampai 90% berarti cukup efektif.
4) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian diatas
60% sampai 80% berarti kurang efektif.
5) Hasil perbandingan atau presentase pencapaian
dibawah 60% berarti tidak efektif.
Berdasarkan hasil analisis
dan kriteria penialaian tersebut, maka dapat di jelaskan bahwa efektifitas
pengawasan anggaran belanja (SKPD) Kantor Dinas Pendidikan kota
Makassar untuk masing-masing tahun anggaran ,
antara lain :
Untuk tahun 2004 hasil analisis pengawasan anggaran dimana
telah menunjukkan tingkat capaian efektivitas pengawasan keuangan daerah oleh
Bawasda / Inspektorat kota Makassar pada Kantor Dinas Pendidikan kota Makassar
dengan angka persentase mencapai 91%, maka angka persentase pengawasan tersebut
telah mencapai angka persentase kriteria antara 90% s/d
100% dengan demikian tergolong efektif.
Kemudian untuk tahun 2005
hasil analisis pengawasan anggaran dimana telah menunjukkan tingkat capaian
efektivitas pengawasan keuangan daerah oleh Bawasda / Inspektorat kota Makassar
pada Kantor Dinas Pendidikan kota Makassar dengan angka persentase mencapai 94%,
maka angka persentase pengawasan tersebut telah mencapai angka persentase
kriteria antara 90% s/d 100%
dengan demikian tergolong efektif.
Sedangkan Untuk tahun
2006 hasil analisis pengawasan anggaran
dimana telah menunjukkan tingkat capaian efektivitas pengawasan keuangan daerah
oleh Bawasda / Inspektorat kota Makassar pada Kantor Dinas Pendidikan kota
Makassar dengan angka persentase mencapai 97%, maka angka persentase pengawasan
tersebut telah mencapai angka persentase kriteria antara 90%
s/d 100% dengan demikian
tergolong efektif.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A KESIMPULAN.
1.
Bahwa pengawasan keuangan daerah yang
dilakukan oleh Bawasda / Inspektorat kota
Makassr terhadap anggaran belanja satuan kerja perangkat daerah (SPKT) Kantor
Dinas Pendidikan kota Makassar
untuk tahun anggaran masing-masing 2004, 2005, dan 2006 telah mencapai kriteria
Efektif..
2.
Bahwa dari total rencana anggaran
belanja perangkat daerah (SPKT) Kantor Dinas Pendidikan kota
Makassar untuk tiga tahun anggaran sebesar Rp.
919.342.698.470,- dapat direalisasikan sebesar RP. 861.115.137.190,- dengan
selisi anggaran sebesar RP. 58.227.561.280. atau sebesar 6.7 %.
B SARAN.
1. Kepada Pimpinan Kantor Dinas
Pendidikan kota Makassar selaku toop leader agar lebih meningkatkan efektivitas
dalam pengelolaan anggaran belanja perangkat daerah sektor pendidikan dengan
meningkatkan mutu kinerja pengelolaan anggaran.
2. Kepada Pimpinan Bawasda / Inpektorat
kota Makassar selaku toop leader agar lebih
meningkatkan efektivitas pengawasan khususnya pengawasan keuangan daerah,
dengan meningkatkan mutu kinerja pegawai Bawasda / Inspektorat kota
Makassar
DAFTAR
PUSTAKA
Echols M.J, dan
Shadli H. 1976. Kamus inggris –
Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Halim A. 2004. Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Revisi,
Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Harahap S.S. 2001.
Sistem Informasi Manajemen (management control system). Penerbit
Quantum, Jakarta.
Kumpulan Peraturan
Daerah. 2006. UU 33/2004. tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Penerbit Deka Mandiri, Jakarta.
Munir D., Djuanda
H.A, dan Tangkisan H.N.S. 2004. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit YPAPI, Yogyakarta.
Williams C. 2001. Manajemen, Edisisi Pertama. Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar