|
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut pemerintah daerah
melakukan tugasnya dengan baik dan transparan. Otonomi daerah merupakan
pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih baik,
leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan,
prioritas dan potensi daerah itu sendiri. Adanya otonomi daerah tersebut
pemerintah diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya dan
mempertanggungjawabkan kepada masyarakat sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah diperlukan adanya sistem desentralisasi secara transparan, efektif dan
efisien dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.
1
|
Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, menegaskan bahwa pengelolaan keuangan
daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertangung jawab dengan memerhatikan
asas keadilan dan kepatutan. Kemampuan pemda dalam mengelola keuangan dituangkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak
langsung mencerminkan kemampuan pemda dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat.
Pemda sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pembangunan, dan
pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan
daerahnya untuk dinilai apakah pemda berhasil menjalankan tugasnya dengan baik
atau tidak. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemda dalam mengelola
keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap
APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya yang terdiri dari rasio
kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas dan efisiensi pendapatan asli
daerah, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan (Halim, 2007:232-241 ).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Analisis
Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Makassar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dihadapi adalah
’’Bagaimanakah kinerja keuangan Pemerintah Kota Makassar ditinjau dari rasio
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk tahun anggaran 2008 sampai
2010”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja
keuangan pada pemerintah Kota Makassar ditinjau dari rasio Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) untuk tahun anggaran 2008 sampai 2010.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang dilakukan
diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Kota Makassar,
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan koreksi untuk meningkatkan
kinerja keuangan pada tahun berikutnya.
2. Bagi Akademis, penelitian ini dapat
menambah literatur bagi mahasiswa/i untuk penelitian selanjutnya mengenai
kinerja keuangan.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini
diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Kota
Makassar.
BAB II
LANDASAN TEORI
|
A.
Pengertian
Kinerja
Kinerja berasal dari pengertian
performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil
kerja atau prestasi kerja. Namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih
luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk bagaimana proses pengerjaannya
berlangsung.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategi organisasi, kepuasan konsumen
dan memberikan kontribusi pada ekonomi (Armstrong dan Barun dalam Wibowo, 2007:
7).
Kinerja adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dan
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tentang dalam
perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum
dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh
organisasi dalam periode tertentu (Bastian, 2001: 330).
B. Pengertian
Keuangan Daerah
5
|
Keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala sesuatu, baik berupa uang
maupun barang, yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum
dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerahyang lebih tinggi serta pihak-pihak
lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku (Mamesah dalam Halim,
2007:23-25). Dari defenisi tersebut dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:
1. Yang dimaksud dengan semua hak adalah
hak untuk memungut sumber-sumber penerimaan daerah, seperti pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak
untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperi dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus sesuai peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut dapat menaikkan
kekayaan daerah.
2. Yang dimaksud dengan semua kewajiban
adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan pada
daerah dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan, infrastruktur,
pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut dapat menurunkan
kekayaan daerah.
Dari pernyataan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian
dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja
daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang ditetapkan melalui suatu
kebijakan atau ketentuan perundang- undangan selama satu periode anggaran.
C. Pengukuran Kinerja
Larry D Stout (1993) dalam Performance Measurement Guide menyatakan bahwa:
”Pengukuran/penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur
pecapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mision
accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa,
ataupun suatu proses.”
Maksudnya, setiap kegiatan otganisasi harus dapat diukur dan dinyatakan
keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan datang yang
dinyatakan dalam visi dan misi organisasi. Produk dan jasa yang dihasilkan
diukur berdasarkan kontribusinya terhadap pencapaian visi dan misi organisasi.
Menurut James B. Whittaker (1993) dalam Goverment Performance and Result
Act, A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement sebagai
berikut:
”Pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan
pengambilan keputusan dan akuntabilitas.”
(Bastian, 2001:329-330).
Pengukuran ialah suatu proses atau sistem yang digunakan untuk menentukan
nilai kuantitatif sesuatu benda/objek, perkara, atau keadaan. Nilai kuantitatif
ini biasanya dinyatakan dalam suatu unit angka yang tetap dengan menggunakan
alat pengukuran yang berkaitan.
Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud.
Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksud untuk dapat membantu
pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik
dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan
untuk pengalokasian sumber daya dan pembuat keputusan. Ketiga, ukuran kinerja
sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan
memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2009: 121).
D. Tujuan Pengukuran Kinerja
Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai tujuan organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya agar dapat mencapai hasil yang diinginkan.
Secara umum, tujuan pengukuran kinerja adalah :
a.
Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik
b.
Untuk mengukur kinerja finansial dan non finansial secara
tertimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strateginya.
c.
Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional (Mardiasmo, 2009:122).
Pada dasarnya pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi
tiga tujuan yaitu:
1)
Untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah.
2)
Untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3)
Untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan.
E. Manfaat Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja mempunyai manfaat yang banyak bagi organisasi, secara
umum manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
a.
Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan
menilai kinerja manajemen.
b.
Menunjukkan arah pencapaian target kinerja yang telah
ditetapkan
c.
Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan membandingkan
skema kerja dan pelaksanaannya.
d.
Membantu mengungkap dan memecahklan masalah yang ada
e.
Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah
f.
Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara
objektif (Mardiasmo, 2009:122).
F. Informasi Yang Digunakan Dalam Pengukuran Kinerja
Penilaian laporan kinerja finansial
dilihat/diukur berdasarkan anggaran yang telah dibuat, dimana pengukuranya
dilakukan dengan menganalisis varian antara kinerja aktual dengan yang
dianggarkan.
Analisis varian secara garis besar berfokus pada:
1. Varian Pendapatan
Varian pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam
bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan UU No.32 tahun 2004,
sumber pendapatan daerah ada tiga, yaitu:
1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang bersumber dari :
a)
Pajak daerah
pajak
daerah adalah semua pendapatan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah atau pajak. Jenis pajak
kabupaten / kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak
reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir.
b)
Restribusi daerah
Restribusi daerah adalah pendapatan yang berasal dari
restribusi dari daerah, yang meliputi restribusi pelayanan kesehatan,
restribusi air, restribusi pertokoan, restribusi kelebihan muatan dan sebagainya.
c)
Bagian laba usaha daerah
Bagian laba usaha daerah adalah pendapatan daerah yang
berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
d)
Lain-lain pendapatan asli daerah
Lain-lain pendapatan asli daerah
adalah pendapatan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah.
Pendapatan ini berasal dari hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan dan penerimaan jasa giro, selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing, komisi, potongan atau bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
oleh daerah.
2)
Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang berasal dari penerimaan
anggaran pendapatan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah. Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran
dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dana perimbangan terdiri atas:
a)
Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil, dibagi menjadi dua
yaitu dana bagi hasil yang bersumber dari pajak, contohnya pajak bumi dan
bangunan, bea hak atas tanah dan bangunan dan dana bagi hasil yang bersumber
dari sumber daya alam manusia yaitu pemberian hak atas tanah negara.
b)
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana alokasi umum adalah dana yang
berasal dari anggaran pendapatan negara yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum untuk
suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal, (kebutuhan fiskal kapasitas
fiskal daerah) dari alokasi dasar. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan
sekurang-kurangnya 25% dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam
APBN. Porsi DAU antara propinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan
berdasarkan imbangan kewenangan antara propinsi dan kabupaten /kota.
c)
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus adalah dana yang
berasal dari anggaran pendapatan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah
untuk membiayai kebutuhan tertentu. Besarnya dana alokasi khusus
ditetapkan setiap tahun dalam APBD berdasarkan masing-masing bidang kegiatan
disesuaikan dengan ketersediaan dana dalam APBD. Dana alokasi khusus
dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khususnya yang
merupakan unsur daerah.
3)
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah
(bantuan yang tidak menguat dan pendapatan dana darurat).
2. Varian
pengeluaran
Varian pengeluaran dalam anggaran pendapatan dan belanja
daerah terdiri dari :
a)
Varian belanja rutin
Anggaran belanja
rutin adalah anggaran yang disediakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang
sifatnya lancar dan terus menerus yang
dimaksudkan untuk menjaga kelemahan roda pemerintahan dan memelihara
hasil-hasil pembangunan. Dengan telah diberikannya kewenangan untuk
mengelolah daerah, maka belanja
rutin diprioritaskan pada optimalisasi
fungsi dan tugas rutin perangkat daerah. Peningkatan belanja rutin yang
diusulkan oleh setiap pengganggaran harus diikuti dengan penigkatan mutu
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan belanja rutin sedapat
mungkin menerapkan pendekatan anggaran kinerja, hal tersebut bertujuan untuk
memudahkan analisis dan evaluasi hubungan antara kebutuhan dan hasil serta
manfaat yang diperoleh, anggaran belanja rutin meliputi belanja APBD, belanja
kepala daerah dan wakil kepala daerah, belanja sekretaris daerah dan perangkat lainnya.
b)
Varian belanja pembangunan.
Anggaran belanja pembangunan adalah anggaran yang
disediakan untuk membiayai proses perubahan, yang merupakan perbaikan dan
pembangunan menuju kemajuan yang ingin dicapai. Pengeluaran yang dianggarkan
dalam pengeluaran pembangunan didasarkan atas alokasi sektor industri,
pertanian dan kehutanan, hukum, transportasi, dan lain sebagainya.
G. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
1.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berdasarkan pasal 64 ayat (2) UU no 5 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintah Daerah, APBD adalah rencana operasional keuangan
pemerintah daerah, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran
setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah
dalam satu tahun anggaran tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran. Definisi tersebut merupakan pengertian APBD
pada era orde baru (Mamesah dalam Halim, 1995:20). Pengertian APBD pada masa
orde lama adalah perencanaan pekerjaan keuangan yang dibuat untuk suatu jangka
waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit
kepada badan eksekutif (Kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna
kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar
penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup tadi
(Wajong dalam Halim, 2007:20). Berdasarkan peraturan perundangan no.17 tahun
2000 tentang pinjaman daerah, APBD dapat
diartikan sebagai rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan daerah tentang APBD.
APBD adalah suatu anggaran daerah (Halim, 2007:20). Dari
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
APBD merupakan program pemerintah daerah dalam bentuk angka.Unsur-unsur
anggaran pendapatan dan belanja daerah yaitu :
a.
Rencana kegiatan suatu daerah dan uraian secara rinci.
b.
Terdapat sumber penerimaan yang merupakan target minimal
untukmenutupi biaya-biaya dan aktifitas serta biaya-biaya yang merupakanbatas
maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
c.
Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk
angka.
d.
Periode anggaran yaitu biasanya satu tahun (Halim, 2007:20).
2.
Perkembangan susunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD)
Diera pra reformasi bentuk dan susunan APBD mula-mula
berdasarkan UU no.6 tahun 1975 terdiri atas anggaran rutin dan anggaran
pembangunan. Anggaran rutin dibagi menjadi pendapatan rutin dan belanja
sendiri, demikian pula dengan anggaran pembangunan dibagi menjadi pendapatan
pembangunan dan belanja pembangunan. Susunan tersebut mengalami perubahan
dengan dikeluarkannya beberapa peraturan pada tahun 1984-1988, dimana APBD
tidak lagi dibagi atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan, tapi dibagi
atas pendapatan dan belanja dengan rincian:
1.) Pendapatan
dibagi menjadi:
a.
Pendapatan dari daerah
b.
Penerimaan pembangunan
c.
Unsur kas dan perhitungan (UKP) (Halim, 2007:21).
2.) Belanja
dibagi menjadi:
a.
Belanja rutin diklasifikasikan menjadi:
1)
Belanja Pegawai
2)
Belanja Barang
3)
Belanja Pemeliharaan
4)
Belanja Perjalanan dinas
5)
Belanja tidak tersangka
b. Belanja
pembangunan diklasifikasikan menjadi 21 sektor, yaitu meliputi sektor industri,
sektor kehutanan dan pertanian, sektor sumber daya dan migrasi, sektor tenaga
kerja, sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan daerah dan koperasi, sektor transportasi,
sektor pembangunan dan energi, sektor pariwisata dan komunikasi daerah, sektor
pembangunan daerah dan pemukiman, sektor lingkungan hidup dan tata ruang,
sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, pemerintah daerah olah raga, sektor kependudukan dan keluarga sejahtera,
sektor kesehatan, kesejahteraan sosial, peranan wanita, sektor perumahan dan
pemukiman, sektor agama, sektor ilmu pengetahuan dan teknologi, sektor hukum,
sektor aparatur pemerintah dan pengawasan, sektor politik, penerangan
komunikasi dan media massa, sektor keamanan dan ketertiban umum dan sektor
pembayaran kembali pinjaman (Halim, 2007:21).
Perubahan kedua di era pra reformasi terjadi pada tahun
1998 yaitu pada bagian pendapatan dari daerah perubahan yang terjadi pada
klasifikasinya. Jika pada bentuk sebelumnya pendapatan daerah terbagi menjadi
empat yaitu Sisa Lebih Perhitungan Tahun Lalu, Pendapatan Asli Daerah, Bagi
Hasil Pajak / Bukan Pajak dan Sumbangan / Bantuan menjadi satu bagian. Bagian
tersebut bernama Pendapatan yang Berasal dari Pemberian Pemerintah atau
Instansi yang Lebih Tinggi (Halim, 2007:21).
Bentuk APBD terbaru didasari pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendegri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah adalah:
1.)
Pendapatan, yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a.
Pendapatan asli daerah, merupakan semua penerimaan yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
b.
Dana perimbangan, merupakan dana yang bersumber dari
penerimaan anggaran pendapatan belanja negara yang di alokasikan pada daerah
untuk membiyai kebutuhan dananya.
c.
Pendapatan lain-lain daerah yang sah, meliputi pendapatan
daerah, belanja daerah, pinjaman, ekuitas dana dan cadangan, aset, dan sisa anggaran.
2.)
Belanja, yang digolongkan menjadi empat, yaitu :
a.
Belanja aparatur daerah, merupakan belanja yang
manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat tetapi dirasakan
secara langsung oleh aparatur, contohnya pembelian kendaraan dinas, pembelian
bangunan gedung dan lain sebagainya.
b.
Belanja pelayanan publik, merupakan belanja yang
manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum, contohnya
pembangunan jembatan dan jalan raya dan sebagainya.
c.
Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan.
d.
Belanja tidak terduga.
3.)
Pembiayaan
Pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada
APBD di era pra reformasi, dimana pembiayaan berfungsi sebagai pemisah pimpinan
dari pendapatan daerah. Pembiayaan adalah sumber penerimaan dan pengeluaran
daerah yang dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran atau sebagai alokasi
siklus anggaran, pembiayaan dikelompokkan menjadi :
a.
Sumber
penerimaan daerah yaitu :
1)
Sisa lebih anggaran penerimaan tahun lalu.
2)
Penerimaan pinjaman dan obligasi.
3)
Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan.
4)
Transfer dari dana cadangan.
b.
Sumber
pengeluaran daerah yaitu :
1)
Pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo.
2)
Penyertaan modal.
3)
Transfer ke dana cadangan.
4)
Sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung.
H. Analisis Rasio Keuangan Berdasarkan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah
Alat rasio keuangan yang digunakan adalah analisis rasio yang dikembangkan
berdasarkan data keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja
daerah ( Halim, 2007:232) yaitu :
1.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal)
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintah, pembangunan dan sesuai target yang ditetapkan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan restribusi
sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah
ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah
pusat ataupun dari pinjaman. Semakin tinggi rasio kemandirian maka tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah, dan
demikian pula sebaliknya.
Rasio Kemandirian =
2. Rasio
efektivitas dan efisiensi pendapatan asli daerah
a. Rasio Efektivitas =
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
Kemampuan daerah dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai
minimal sebesar satu atau 100 persen.
Pencapaian kinerja efektivitas dapat ditransformasikan ke
dalam pemeringkatan sebagai berikut:
Kinerja
efektivitas
|
Makna
|
80 hingga 100
|
Sangat Efektif
|
70 higga 79
|
Efektif
|
60 hingga 69
|
Cukup Efektif
|
50 hingga 59
|
Kurang Efektif
|
Kurang dari 50
|
Tidak Efektif
|
b. Rasio Efisiensi =
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima. Untuk itu pemerintah daerah perlu
menghitung secara cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui
apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efesien atau tidak. Hal itu
perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan
penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan
itu kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk
merealisasikan target penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada
realisasi pendapatan yang diterimanya. Kinerja pemerintah daerah dalam
melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang
dicapai kurang dari 1 satu atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio
efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.
3.
Rasio
Aktivitas
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin (belanja operasi) dan
belanja pembangunan (modal) secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang
dialokasikan untuk belanja rutin (belanja operasi) berarti persentase belanja pembangunan
(belanja modal) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu
dapat di formulasikan sebagai berikut:
a)
Rasio Belanja Operasi terhadap APBD
=
b)
Rasio Belanja Modal
terhadap APBD
=
4. Rasio
Pertumbuhan
Rasio
pertumbuhan (growth ratio) mengukur
seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio
pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami
peningkatan.
Rasio Pertumbuhan =
x100%
Keterangan :
Rp Xn-Xn-1 = Realisasi penerimaan/pengeluaran tahun yang
dikurangi tahun sebelumnya.
Rp Xn-1 = Realisasi penerimaan/pengeluaran tahun sebelumnya.
I.
Kerangka
Pikir
PEMERINTAH
KOTA MAKASSAR
|
ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
|
PENGUKURAN
KINERJA KEUANGAN:
1.
RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
2.
RASIO EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENDAPATAN ASLI
DAERAH
3.
RASIO AKTIVITAS
4.
RASIO PERTUMBUHAN
|
HASIL ANALISIS
|
REKOMENDASI
|
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah kota makassar ditinjau dari
rasio Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan diperolehnya data
dari APBD Pemerintah Kota Makassar kemudian diukur dan menganalisa data
tersebut dengan menggunakan rasio-rasio yaitu rasio kemandirian keuangan
daerah, rasio efektivitas dan efisiensi pendapatan asli daerah, rasio
aktivitas, dan rasio pertumbuhan. Dan kemudian hasil dari rasio-rasio tersebut
direkomendasikan kepada Pemerintah Kota Makassar.
|
26
|
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pemerintah Kota Makassar di jalan
Jend. Ahmad Yani No. 1 Makassar. Penelitian diperkirakan berlangsung selama 2
(dua) bulan.
B. Metode Pengumpulan Data
Untuk mencapai hasil yang diharapkan,
maka penulis menggunakan metode penelitian melalui dua cara yaitu:
1.
Penelitian
Kepustakaan (Library Research)
Yaitu metode pengumpulan data yang
dilakukan oleh penulis dengan jalan menggali atau mempelajari dan buku-buku
literatur dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
2.
Penelitian
Lapangan (Field Research)
Yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan oleh
penulis dengan jalan melakukan penelitian lapangan pada objek yang diteliti. Dalam
penelitian lapangan penulis menggunakan dua cara yaitu:
a.
Wawancara
(interview) yaitu proses memperoleh
keterangan/data berupa tanya jawab langsung dengan pegawai pada kantor Pemerintah
Kota Makassar.
b.
Dokumentasi
yaitu penulis memperoleh data-data laporan keuangan Pemerintah Kota Makassar.
C. Jenis
Dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1.
Data
primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau pihak
pertama.
2.
Data
sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen atau laporan-laporan
tertulis yang berkaitan erat dengan masalah yang diteliti dan dibahas.
Adapun jenis data yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1.
Data
Kuantitatif, yaitu data berupa angka-angka atau dapat dihitung yang diperoleh
melalui observasi, wawancara serta dokumen Pemerintah Kota Makassar.
2.
Data
Kualitatif, yaitu data berupa informasi (bukan angka) baik lisan maupun tulisan
yang bersifat mendukung dengan data kuantitatif.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan meluasnya
permasalahan yang diangkat, maka perlu adanya batasan-batasan pengertian
operasional variabel sebagai berikut:
1. Kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang
meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang
ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang- undangan selama
satu periode anggaran.
2.
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian
kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan.
3.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah.
Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah merupakan perbandingan antara ketergantungan pendapatan asli
daerah dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain. Semakin
tinggi rasio kemandirian maka tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan
pihak eksternal semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.
4.
Rasio Efektivitas dan Efisiensi.
Rasio Efektivitas
merupakan perbandingan antara penerimaan pendapatan asli daerah dengan target
yang telah ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah
dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar satu
atau 100 persen.
Rasio Efisiensi
merupakan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk memungut pendapatan
asli daerah dibandingkan dengan realisasi penerimaan asli daerah. Kinerja
pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien
apabila rasio yang dicapai kurang dari satu atau dibawah 100 persen.
5.
Rasio Aktivitas.
Rasio belanja operasi
terhadap APBD, merupakan perbandingan antara total belanja operasi dengan total
APBD.
Rasio belanja modal
terhadap APBD, merupakan perbandingan antara total belanja modal dengan total
APBD.
Semakin tinggi
persentase dana yang dialokasikan untuk belanja operasi berarti persentase
belanja modal yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil.
6.
Rasio Pertumbuhan.
Rasio Pertumbuhan
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang
telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio pertumbuhan dikatakan
baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami
peningkatan.
E. Metode
Analisis
Adapun metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Analisis
Deskriptif yaitu menjelaskan tentang kinerja keuangan pemerintah kota Makassar.
2.
Analisis
Rasio Keuangan, yaitu
a.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal)
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintah, pembangunan dan sesuai target yang ditetapkan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan restribusi
sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah
ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah
pusat ataupun dari pinjaman. Semakin tinggi rasio kemandirian maka tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah, dan
demikian pula sebaliknya.
Rasio Kemandirian =
b.
Rasio efektivitas dan efisiensi pendapatan asli daerah
1) Rasio
Efektivitas =
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
Kemampuan daerah dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai
minimal sebesar satu atau 100 persen.
Pencapaian kinerja efektivitas dapat ditransformasikan ke
dalam pemeringkatan sebagai berikut:
Kinerja
efektivitas
|
Makna
|
80 hingga 100
|
Sangat Efektif
|
70 higga 79
|
Efektif
|
60 hingga 69
|
Cukup Efektif
|
50 hingga 59
|
Kurang Efektif
|
Kurang dari 50
|
Tidak Efektif
|
2)
Rasio Efisiensi
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima. Untuk itu pemerintah daerah perlu
menghitung secara cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui
apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal itu
perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan
penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan
itu kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk
merealisasikan target penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada
realisasi pendapatan yang diterimanya. Kinerja pemerintah daerah dalam
melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang
dicapai kurang dari 1 satu atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio
efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.
c.
Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin (belanja operasi) dan
belanja pembangunan (belanaja modal) secara optimal. Semakin tinggi persentase
dana yang dialokasikan untuk belanja operasi berarti persentase belanja modal
yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung
semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat di formulasikan
sebagai berikut:
a) Rasio
Belanja Operasi terhadap APBD
=
b) Rasio Belanja Modal terhadap APBD
=
d.
Rasio
Pertumbuhan
Rasio
pertumbuhan (growth ratio) mengukur
seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio
pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami
peningkatan.
Rasio Pertumbuhan =
x100%
Keterangan :
Rp Xn-Xn-1 = Realisasi
penerimaan/pengeluaran tahun yang dikurangi tahun sebelumnya.
Rp Xn-1 =
Realisasi penerimaan/pengeluaran tahun sebelumnya.
|
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Singkat Pemerintah Kota
Makassar
1. Pada
Zaman Kerajaan
Pada abad XIV, Pemerintah Kerajaan dan
Wilayah Pemerintah berada dibawah Kerajaan Gowa. Raja Gowa IV, Pemerintah
kerajaan dimana perkembangan wilayah Kerajan Gowa dibagi 2 (dua), yaitu
Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Pemerintah bagian selatan oleh Kerajan Gowa
dengan pusat. Pemerintah bagian utara oleh Kerajaan Tello dengn pusat Pemerintahan
di Muara Sungai Tallo.
Raja Gowa XVI. Pemerintah Kerajaan
masih dibawah kekuasaan Kerajaan Gowa, didirikan Benteng Somba Opu di bagian
selatan dan Benteng Rotterdam di bagian utara. Terjadi peningkatan aktivitas
pada sektor perdagangan (lokal, regional, dan internasional), sektor politik
dan sektor pembangunan fisik. Pada masa ini, merupakan puncak kejayaan Kerajaan
Gowa, dan dengan adanya perjanjian Bongaya pada masa yang sama, juga merupakan
awal keruntuhan Kerajaan Gowa.
2. Pada
Zaman Kolonial Belanda
33
|
Tahun 1906, Pemerintahan Gubernur
dengan wilayah Pemerintahan Rementeen Makassar (Otonomi Makassar),
ditetapkannya Makassar sebagai daerah otonom untuk mengatur rumah tangganya
sendiri.
3. Paska
Kemerdekaan
Sebelum tahun 1971, Pemerintahan
dipimpin oleh Gubernur dengan wilayah kekuasaan Makassar, dijadikan status
Kotamadya Makassar dengan luas wilayah 2.499,8 Ha. Tumbuhnya pemukiman secara
konsentrik dengan proporsi luas penggunaan lahan sekitar 37,58 %. Dengan 8
(delapan) wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Makassar, Mariso, Ujung Tanah, Ujung
Pandang, Mamajang, Bontoala, dan Kecamatan Tallo.
Tahun 1971, Pemerintahan dipimpin oleh
Walikota dengan wilayah Makassar pada saat ini terjadi perubahan nama Makassar
menjadi Ujung Pandang, perluasan 3 (tiga) wilayah Kecamatan baru yaitu
Kecamatan Panakukang, Tamalate, dan Biringkanaya.
Tahun 1975, Pemerintahan dipimpin oleh
Wlaikota wilayah pemerintah Ujung Pandang dikembangkan secara khusus ke wilayah
Panakukang.
Tahun 1980, Pemerintahan dipimpin oleh
Walikota, wilayah Ujung Pandang orientasi pengembangan Kotamadya Ujung Pandang
sebagai 5 (lima) dimensi yaitu Kota Budaya, Kota Dagang, Kota Industri, Kota
Akademi, dan Kota Pariwisata.
Pada tahun 1997, Kota Ujung Pandang
mengalami pemekaran wilayah kecamatan, yaitu dari 11 kecematan menjadi 14
wilayah kecamatan dan 142 kelurahan dengan luas 17,577 Ha.
Pada tahun 1999, tepatnya 13 Oktober
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 86/1999 nama Ujung Pandang dikembalikan
menjadi Kota Makassar dan sesuai UU 22/1999 luas wilayah bertambah kurang lebih
4 mil kearah laut 10.000 Ha menjadi 25.577 Ha.
Pejabat walikota Kota Makassar dari
Zaman Belanda sampai sekarang:
Zaman Pemerintahan Koloniel Belanda
1.
J.E.
Dambrink (1918-1927)
2.
J.H.
De Groot (1927-1931)
3.
G.H.J.
Beikenkamp (1931-1932)
4.
Ir.F.C.
Van Lier (1932-1933)
5.
Ch.H.
Ter Laag (1933-1934)
6.
J.
Leewis (1934-1936)
7.
H.
F. Brune (1936-1942)
Zaman Pemerintahan Jepang
1.
Yamasaki
(1942-1945)
Zaman Pemerintahan NICA
1.
H.
F. Brune (1945)
2.
D.M.
Van Zwieten (1945-1946)
Zaman Pemerintahan R.I.S
1.
J.
M Qaimuddin (1950-1951)
2.
J.
Mewengkang (1951)
Zaman Pemerintahan
Republik Indonesia
1.
Sampara
Dg. Lili (1951-1952)
2.
Achmad
Dara Syachruddin (1952-1957)
3.
M.
Junus Dg. Mile (1957-1959)
4.
Latif
Dg. Massikki (1959-1962)
5.
H.
Arupala (1962-1965)
6.
Kol.H.M.Dg.
Patompo (1962-1976)
7.
Kol.
Abustam (1976-1982)
8.
Kol.
Jancy Raib (1982-1988)
9.
Kol.
Suwahyo (1988-1993)
10.
H.A.
Malik B. Masry,SE.MS (1994-1999)
11.
Drs.
H.B. Amiruddin Maula, SH.Msi (1999-2004)
12.
Ir.
H. Ilham Arief Sirajuddin, MM (2004 - 2008)
13.
Ir.
H. Andi Herry Iskandar, MSi (2008 - 2009)
14.
Ir.
H. Ilham Arief Sirajuddin, MM (2009 s/d Sekarang)
B. Struktur
Organisasi
Susunan organisasi Sekertariat Daerah,
terdiri dari :
a.
Walikota
dan Wakil Walikota
b.
Sekretaris
Daerah
c.
Asisten
Bidang Pemerintahan, terdiri dari :
1.)
Asisten
Bidang Pemerintahan, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Pemerintahan Umum
b.)
Subbagian
Bina Pemerintahan Kecamatan dan Kelurahan
c.)
Subbagian
Pertanahan
2.)
Bagian
Hukum, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Produk Hukum
b.)
Subbagian
Bantuan Hukum
c.)
Subbagian
Dokumentasi dan Bantuan Hukum
3.)
Bagian
Organisasi dan Tatalaksana, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Kelembagaan
b.)
Subbagian
Ketatalaksanaan
c.)
Subbagian
Analisis Jabatan
4.)
Bagian
Hubungan Masyarakat, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Pemberitaan
b.)
Subbagian
Dokumentasi
c.)
Subbagian
Distribusi
d.
Asisten
Bidang Ekonomi, Pembangunan, dan Sosial, terdiri dari :
1.)
Bagian
Perekonomian dan Pembangunan, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Pembinaan Perusahaan Daerah
b.)
Subbagian
Pengendalian Pelaksanaan dan Pembangunan
c.)
Subbagian
Dampak Pembangunan
2.) Bagian Kesejahteraan Rakyat, terdiri
dari :
a.)
Subbagian
Pembagian Mental Spiritual
b.)
Subbagian
Kepemudaan
c.)
Subbagian
Pembinaan Olahraga
3.)
Bagian
Pemberdayaan Perempuan, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Pengurusutamaan jender
b.)
Subbagian
Program Pemberdayaan
e.
Asisten
Bidang Administrasi, terdiri dari :
1.)
Bagian
Umum, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Tata Usaha Pimpinan
b.)
Subbagian
Rumah Tangga
c.)
Subbagian
Protokol
2.)
Bagian
Kepegawaian, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Tata Usaha Kepegawaian
b.)
Subbagian
Mutasi
c.)
Subbagian
Kinerja dan Kesejahteraan
Pegawai
3.)
Bagian
Keuangan, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Anggaran
b.)
Subbagian
Perbendaharaan
c.)
Subbagian
Verifikasi dan Pembukuan
4.)
Bagian
Perlengkapan, terdiri dari :
a.)
Subbagian
Analisa Kebutuhan dan Pengaduan
b.)
Subbagian
Umum dan Inventarisasi Asset
c.)
Subbagian
Penyimpanan dan Distribusi
WALIKOTA
WAKIL WALIKOTA
|
|
SEKRETARIS
DAERAH
|
ASISTEN
BIDANG
PEMERINTAHAN
|
ASISTEN BIDANG
EKONOMI,PEMBANGUNAN
DAN
SOSIAL
|
ASISTEN
BIDANG
ADMINISTRASI
|
BAGIAN
TATA
PEMERINTAHAN
|
BAGIAN
HUKUM
|
BAGIAN
ORGANISASI DAN
TATA LAKSANA
|
BAGIAN
HUBUNGAN
MASYARAKAT
|
BAGIAN
KESEJAHTERAAN
RAKYAT
|
BAGIAN
PEREKONOMIAN
DAN PEMBANGUNAN
|
BAGIAN
KESEJAHTERAAN
RAKYAT
|
BAGIAN
PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN
|
BAGIAN
UMUM
|
BAGIAN
KEPEGAWAIAN
|
BAGIAN
KEUANGAN
|
BAGIAN
PERLENGKAPAN
|
SUBBAGIAN
PEMERINTAHAN UMUM
|
SUBBAGIAN BINA PEMERINTAHAN KECAMATAN DAN
KELURAHAN
|
SUBBAGIAN
PERTANAHAN
|
SUBBAGIAN
PRODUK HUKUM
|
SUBBAGIAN BANTUAN HUKUM
|
SUBBAGIAN DOKUMENTASI DAN
INFORMASI HUKUM
|
SUBBAGIAN
KELEMBAGAAN
|
SUBBAGIAN KETATA-LAKSANAAN
|
SUBBAGIAN
ANALISIS JABATAN
|
SUBBAGIAN
PEMBERITAAN
|
SUBBAGIAN DOKUMENTASI
|
SUBBAGIAN
DISTRIBUSI
|
SUBBAGIAN
PEMBINAAN PERUSDA
|
SUBBAGIAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN
|
SUBBAGIAN
DAMPAK PEMBANGUNAN
|
SUBBAGIAN PEMBINAAN
MENTAL SPIRITUAL
|
SUBBAGIAN KEPEMUDAAN
|
SUBBAGIAN
PEMBINAAN OLAHRAGA
|
SUBBAGIAN PENGARUS
UTAMAAN JENDER
|
SUBBAGIAN PROGRAM PEMBERDAYAAN
|
SUBBAGIAN
TATA USAHA PIMPINAN
|
SUBBAGIAN RUMAH TANGGA
|
SUBBAGIAN
PROTOKOL
|
SUBBAGIAN
TATA USAHA KEPEGAWAIAN
|
SUBBAGIAN MUTASI
|
SUBBAGIAN
KINERJA DAN KESEJAHTERAAN PEGAWAI
|
SUBBAGIAN
ANGGARAN
|
SUBBAGIAN PERBENDA-HARAAN
|
SUBBAGIAN
VERIFIKASI DAN PEMBUKUAN
|
SUBBAGIAN
ANALISA KEBUTUHAN DAN PEGADAIAN
|
SUBBAGIAN UMUM DAN INVENTARISASI ASET
|
SUBBAGIAN
PENYIMPANAN
DAN
DISTRIBUSI
|
C. Uraian
Tugas dan Fungsi Organisasi
1.
Sekretaris
Daeah
Tugas-tugas
:
Membantu walikota dalam menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
Dalam melaksanakan tugas, Sekretaris
Daerah mempunyai fungsi :
a)
Pengkoordinasian
perumusan kebijakan pemerintah kota,
b)
pengkoordinasian
pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembga teknis daerah,
c)
pembinaan
organisasi, tatalaksanaan, keuangan, prasarana dan sarana,
d)
pembinaan
pegawai negeri sipil daerah,
e)
penyelenggaraan
aministrasi pemerintahan,
f)
pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya.
2.
Asisten
Bidang Pemerintahan
Tugas-tugas
:
Merumuskan, mengkoordinasikan,
membina, mengendalikan, melaksanakan sebagian tugas secretariat di bidang
pemerintahan, perumusan produk hukum daerah, organisasi, ketatalaksanaan serta
kehumasan.
Dalam melaksanakan tugas, Asisten
Bidang Pemerintahan mempunyai fungsi :
a.) Penyusunan rumusan kebijaksanaan
pengkoordinasian penyelenggaraan pemerintahan,
b.) penyusunan rumusan kebijaksanaan
pembinaan hokum dan pengkoordinasian penyusunan produk hokum daerah,
c.)
penyusunan
rumusan kebijaksanaan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan,
d.) penyusunan rumusan kebijaksaan
pembinaan di bidang kehumasan,
e.) pengkoordinasian perangkat daerah
berdasarkan pengelompokan fungsi yang akan ditetapkan dengan keputusan
Walikota.
3.
Bagian
Tata Pemerintahan
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan dan penyusunan
pedoman serta petunjuk teknis pembinaan di bidang penyelenggaraan pemerintahan
umum, pembinaan kecamatan dan kelurahan serta pelaksanaan sebagian kewenangan
di bidang pertanahan.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian Tata
Pemerintahan mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan teknis penyelenggaraan pemerintahan umum di bidang pertanahan,
pembinaan kecamatan dan kelurahan serta pelaksanan sebagaian kewenangan di
bidang pertanahan,
b.) penyiapan bahan penyusunan rencana serta
program penyelenggaraan pemerintahan umum, pembinaan pemerintahan kecamatan dan
kelurahan, serta penyelenggaraan sebagian kewenangan di bidang pertanahan,
c.)
penyiapan
bahan bimbingan dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan umum, pembinaan
pemerintahan kecamatan dan kelurahan,
serta penyelenggaran sebagian kewenangan di bidang pertanahan,
d.) pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
4.
Bagian
Hukum
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan dan pnyusunan
pedoman dan petunjuk teknis pembinaan di bidang perumusn peraturan
perundang-undangan, telaahan hukum, memberikan bantuan hukum, mempublikasikan
dan mendokumentasikan produk hokum.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian Hukum
mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan teknis perumusan peraturan daerah dan Peraturan Walikota,
b.) penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program telaahan dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan
penyiapan bahan rancangan peraturan daerah,
c.)
penyiapan
bahan bimbingan dan bahan pertimbangan bantuan hukum kepada semua unsur
Pemerintah Daerah atas masalah hukum yang timbul dalam pelaksanaan tugas,
d.) penyiapan bahan bimbingan dalam
menghimpun peraturan daerah, melakukan publikasi produk hukum dan melakukan
dokumentasi hukum,
e.) pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
5.
Bagian
Organisasi dan Tatalaksanaan.
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan dan penyusunan
pedoman dan petunjuk teknis pembinaan di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan
dan analisis jabatan.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian
Organisasi dan Tatalaksanaan mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan dan pembinaan serta petunjuk teknis penatan kelembagaan perangkat
daerah kota,
b.) penyiapan bahan perumusan rencana dan
program pengumpulan bahan dan petunjuk teknis penataan kelembagaan sebagai
bahan evaluasi dan pembinaan,
c.)
penyiapan
bahan dan bimbingan dalam rangka penataan kewenangan dan penyelenggaraan
otonomi daerah,
d.) penyiapan bahan bimbingan evaluasi
kinerja perangkat daerah sesuai standar system akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah kota,
e.) penyiapan bahan bimbingan dan petunjuk
teknis pelaksanaan system dan prosedur kerja, sarana dan lingkungan kerja serta
evaluasi bidang tatalaksana,
f.)
penyiapan
bahan bimbingan pembinaan dan petunjuk teknis pelaksanaan analisis jabatan dan
penyusunan formasi jabatan,
g.) pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
6.
Bagian
Hubungan Masyarakat
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan dan penyusunan
pedoman dan petunjuk teknis pembinaan dan pengembangan hubunan masyarakat,
untuk memperjelas kebijakan Pemerintah Kota.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian
Hubungan Masyarakat mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan teknis pembinaan pengembangan hubungan masyarakat,
b.) penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program hubungan antar Pemerintah Daerah dengan masyarakat umum dan organisasi
kemasyarakat untuk memperjelas kebijakan dari kegiatan Pemerintah Kota,
c.)
penyiapan
bahan bimbingan pelaksanaan inventarisasi dan dokumentasi serta distribusi
bahan-bahan penerbitan,
d.) penyiapan bahan bimbingan dalam rangka
penyelenggaraan jumpa pers secara berkala,
e.) penyiapan bahan bimbingan pengumpulan
organisasi melalui media cetak/elektronik untuk memperoleh data/informasi yang
benar,
f.)
pengeloalaan
administrasi urusan tertentu.
7.
Asisten
Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Sosial
Tugas-tugas
:
Merumuskan, mengkoordinasikan,
membina, mengendalikan, melaksanakan sebagian tugas sekretariat di bidang pembinaan
pembangunan, pemberdayaan perempuan dan pembinaan mental spiritual, pemuda dan
olahraga.
Dalam melaksanakan tugas, Asisten
Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Sosial mempunyai fungsi :
a.) Penyusunan rumusan kebijaksanaan dan
pembinaan pembangunan serta administrasi pelaksanaan pembangunan,
b.) penyusunan rumusan kebijaksanaan
teknis pembinaan kesejahteraan organisasi keagamaan,
c.)
penyusunan
rumusan kebijaksanaan teknis pembinaan perusahaan daerah dan perbankan daerah.
d.) penyusunan rumusan kebijaksanaan
teknis pelaksanaan pemberdayaan perempuan, program pengarusutamaan jender dan
mental spiritual,
e.) penyusunan rumusan kebijaksanaan
teknis pembinaan pemuda dan olahraga,
f.)
pengkoordinasian
perangkat daerah berdasarkan pengelompokan fungsi yang akan ditetapkan dengan
Peraturan Walikota.
8.
Bagian
Perekonomian dan Pembangunan
Tugas-tugas
:
Melaksanaan kegiatan, penyusunan
pedoman dan petunjuk teknis pembinaan di bidang perekonomian dan pembangunan
serta dampak dari pembangunan.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian
Perekonomian dan Pembangunan mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan peumusan kebijaksanaan
teknis dalam rangka mengumpulkan, mensistimatisasikan data, laporan perusahaan
daerah dan perbankan daerah,
b.) penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program operasional dalam rangka mempersiapkan ketentuan-ketentuan untuk
pembinaan, pengembangan kegiatan perusahaan daerah, perbankan daerah dan
lembaga perkreditan daerah,
c.)
penyiapan
bahan perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka menyiapkan pedoman dan
memberikan petunjuk cara pelaksanaan pembangunan yang dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah, bantuan pembangunan, dan dana-dana pembangunan lain
dari provinsi dan pemerintah pusat serta menyiapkan saran penyempurnaan,
d.) penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program operasional dalam rangka mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan
yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, bantuan pembangunan, dan
dana-dana pembanguanan lain dari povinsi dan pemerintah pusat,
e.) penyiapan bahan bimbingan dalam rangka
mengumpulkan an mengelola data dari dampak pembangunan serta menyusun bahan
laporan dampak pembangunan termasuk pedagang kaki lima,
f.)
pengelolaan
administrasi urusan tertentu.
9.
Bagian
Kesejahteraan Rakyat
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan, penyusunan
pedoman dan petunjuk teknis pembinaan keagamaan, pemuda dan olahraga.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian
Kesejahteraan Rakyat mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan teknis di bidang pembianaan organissi keagamaan, generasi moda
dan olahraga,
b.) Penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program bantuan pembinaan kesejahteraan organisasi keagamaan dan
pengkoordinasian penyelenggaraan urusan haji,
c.)
Penyiapan
bahan penyusunan rncana dan program pengkoordinasian serta evaluasi bantuan
sarana dan prasarana kegiatan keagamaan, pemuda dan olahraga,
d.) Penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program pemberian bantuan sarana dan prasarana kegiatan kepemudaan dan
keolahragaan,
e.) Pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
10. Bagian Pemberdayaan Perempuan
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan dan penyusunan
pedoman dan petunjuk teknis pembinaan dan pengendalian bidang analisa kebijakan
pemberdayaan perempuan, pemberdayaan dan partisipasi peran serta masyarakat dan
organisasi perempuan serta program pengarusutamaan jender.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian
Pemberdayaan Perempuan mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan penyelenggaraan kerjasama organisasi perempuan dalam rangka
pemberdayaan perempuan,
b.) penyiapan bahan bimbingan peningkatan
partisipasi peran aktif masyarakat termasuk upaya kemampuan kelembagaan,
pengelolaan kemampuan perempuan,
c.)
penyiapan
bahan penyusunan program pemantauan dan pengkajian berbagai dampak pembangunan
terhadap upaya pemberdayaan perempuan termasuk data dan informasi kepemimpinan
perempuan,
d.) pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
11. Asisten Bidang Administrasi
Tugas-tugas
:
Merumuskan, mengkoordinasikan,
membina, mengendalikan, melaksanakan sebagian tugas sekretariat di bidang
administrasi, kepegawaian, umum, perlengkapan, keuangan.
Dalam melaksanakan tugas, Asisten
Bidang Administrasi mempunyai fungsi :
a.) Penyusunan rumusan kebijaksanaan
pembinaan kepegawaian,
b.) penyusunan rumusan kebijaksanaan dan
petunjuk teknis penyusunan program kebutuhan perbekalan dan pengelolaan
perlengkapan dan asset daerah serta penyiapan administrasi perlengkapan,
c.)
penyusunan
rumusan kebijaksanaan urusan rumah tangga, tata usaha, kearsipan, keuangan dan
protokol,
d.) pengkoordinasian perangkat daerah
berdasarkan pengelompokan fungsi yang akan ditetapkan dengan Peraturan
Walikota.
12. Bagian Umum
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan dan penyusunan
pedoman an petunjuk teknis pembinaan ketatausahaan pimpinan, kearsipan, urusan
rumah tangga, dan protokol.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian Umum
mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan rumusan kebijaksanan
teknis pengelolaan urusan ketatausahaan umum dan rumah tangga secretariat,
b.) penyiapan bahan bimbingan pengaturan
acara dan tamu pimpinan,
c.)
penyiapan
bahan bimbingan pengaturan perjalanan dinas,
d.) pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
13. Bagian Kepegawaian
Tugas-tugas
:
Melaksanakan kegiatan, penyusunan
pedoman dan petunjuk teknis pembinaan pengelolaan administrasi kepegawaian,
mutasi kepegawaian, evaluasi kinerja pegawai serta ketatausahaan pegawaian.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian
Kepegawaian mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan penyusunan
Perundang-Undangan Daerah di bidang kepegawaian sesuai dengan norma, standard
an prosedur yang ditetapkan pemerintah,
b.) penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan pembinaan dan pengawasan teknis kepegawaian,
c.)
penyiapan
bahan penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sesuai norma, standar dan prosedur yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan,
d.) penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program penetapan pensiun Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan norma, standard an
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan,
e.) penyiapan bahan bimbingan
penyelenggaraan administrasi Pegawai Negeri Sipil,
f.)
penyiapan
bahan bimbingan pelaksanaan administrasi kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil,
g.) pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
14. Bagian Keuangan
Tugas-tugas
:
Melaksanakan dan mengkoordinasikan
penyusuna program, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah serta membina administrasi keuangan.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian
Keuangan mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan teknis penyusunan, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapat
dan Belanja Daerah,
b.) penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program pengelolaan administrasi keuangan daerah,
c.)
penyiapan
bahan bimbingan dan pengendalian pengujian kebenaran penagihan dan penerbitan
Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) dan mengadakan pemeriksaan keuangan serta
membina perbendaharaan,
d.) penyiapan bahan bimbingan pengupulan
bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan administrasi keuangan,
e.) pengelolaan administrasi urusan
tertentu.
15. Bagian Perlengkapan
Tugas-tugas
:
Melkasanakan kegiatan, penyusunan
pedoman dan petunjuk teknis perumusan program standarisasi, perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, pelelangan, inventarisasi
dan pengendalian/pengawasan pengelolaan asset daerah serta pembinaan
administrasi barang.
Dalam melkasanakan tugas, Bagian
Keuangan mempunyai fungsi :
a.) Penyiapan bahan perumusan
kebijaksanaan teknis barang dan jasa,
b.) penyiapan bahan penyusunan rencana dan
program pengadaan perlengkapan dan inventarisasi barang daerah,
c.)
penyiapan
bahan penyusunan rencana dan program pengelolaan asset daerah,
d.) penyiapan bahan bimbingan dan petunjuk
teknis penyimpanan dan pemeliharaan barang,
e.) penyiapan bahan bimbingan dan petunjuk
teknis pendistribusian barang,
f.)
pengelolaan
administrasi urusan tertentu.
D. Analisis
Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Makassar
Dalam mengukur suatu keberhasilan atau
kegagalan suatu organisasi, maka perlu dilakukan pengukuran kinerja. Alasannya
karena dengan pengukuran kinerja secara berkelanjutan maka akan mempengaruhi
umpan balik, hal ini dilakukan sebagai upaya perbaikan secara terus menerus
guna menunjang keberhasilan di masa yang akan datang.
Salah satu cara yang dilakukan dalam
mengukur kinerja pemerintahan daerah dalam mengelolah keuangannya, dalam
penelitian ini menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah dilakukan
dan ditetapkan oleh pemerintah daerah. Dimana dalam menganalisis kinerja
keuangan dengan pendekatan rasio keuangan terhadap APBD, maka jenis rasio yang
digunakan adalah meliputi rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas
dan efisiensi pendapatan asli daerah, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan.
Dengan demikian akan disajikan
analisis rasio keuangan terhadap APBD pada Kota Makassar untuk tahun anggaran
2008 sampai dengan tahun 2010 yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Rasio
kemandirian tahun 2008 sampai dengan tahun 2010
Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
sesuai target yang ditetapkan pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar
pajak dan restribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli
daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain,
misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Semakin tinggi rasio
kemandirian maka tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal
semakin rendah, dan demikian pula
sebaliknya.
Rasio Kemandirian =
Sebelum
dilakukan perhitungan rasio kemandirian, terlebih dahulu akan disajikan perkembangan
realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk tahun 2008 sampai dengan
tahun 2010 pada Pemerintah Kota Makassar yang dapat dilihat pada tabel 1
berikut ini :
|
PERKEMBANGAN
REALISASI APBD PEMERINTAH KOTA MAKASSAR
TAHUN ANGGARAN 2008 –
2010
No.
|
PENDAPATAN
|
2008
|
2009
|
2010
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
|
Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran Tahun Lalu
Pendapatan
Asli Daerah
Bagi Hasil
Pajak/Bukan Pajak
Dana
Perimbangan Dari Provinsi
Dana
Alokasi Umum
Dana
Alokasi Khusus
Transfer
Pemerintah Pusat Lainnya
Lain-Lain
Pendapatan Yang Sah
Pencairan
Dana Cadangan
Hasil
Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Penerimaan
Pinjaman Daerah
Penerimaan
Kembali Pemberian Pinjaman
Penerimaan
Piutang Daerah
|
101.586.269.346,94
154.911.891.959,39
125.930.492.195,00
128.139.956.935,00
643.328.392.000,00
19.993.000.000,00
5.272.789.600,00
63.475.035.984,47
7.500.000.000,00
-
-
5.180.709.234,00
87.900.860,00
|
114.396.987.634,58
170.698.725.818,79
143.383.511.606,00
115.012.318.875,00
647.299.704.000,00
43.151.000.000,00
68.965.037.000,00
27.207.423.600,00
-
-
-
1.713.042.085,00
692.283.100,00
|
84.951.389.751,36
210.136.331.090,64
171.260.420.227,00
155.704.122.541,21
644.266.427.000,00
45.753.700.000,00
190.426.514.332,00
32.115.134.400,00
-
-
-
-
95.937.000,00
|
|
Jumlah
|
1.255.406.438.114,80
|
1.332.520.033.719,37
|
1.534.709.976.342,21
|
No.
|
BELANJA
|
2008
|
2009
|
2010
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Belanja
Operasi
Belanja
Modal
Belanja Tak
Terduga
Pembiayaan
Pengeluaran
Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran
|
954.288.261.102,75
185.705.181.402,47
-
1.000.000.000,00
114.412.995.609,58
|
1.043.862.690.314,01
197.180.578.338,00
-
6.182.462.816,00
85.294.302.251,36
|
1.200.551.074.792,17
176.732.080.204,00
751.300.000,00
9.749.719.456,03
146.925.801.890,01
|
|
Jumlah
|
1.255.406.438.144,80
|
1.332.520.033.719,37
|
1.534.709.976.342,21
|
Rasio Kemandirian =
Tahun 2008
=
= 0,14
=
14%
Tahun
2009 =
=
0,15
= 15%
Tahun
2010 =
=
0,16
= 16%
Untuk dapat melihat perkembangan rasio kemandirian
keuangan daerah pemerintah Kota Makassar dapat dilihat pada tabel 1.1.
Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa rasio kemandirian
keuangan daerah mengalami kenaikan. Pada tahun 2008 rasio kemandirian14% yang
berarti ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern sudah baik. Pada
tahun 2009 mengalami kenaikan menjadi 15%, ini berarti ketergantungan daerah
terhadap bantuan pihak ekstern semakin
rendah. Pada tahun 2010 juga mengalami kenaikan menjadi 16% dari tahun
sebelumnya. Ini berarti kemampuan pemerintah daerah dalam mencukupi kebutuhan
pembiayaan untuk melakukan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat sosial sudah baik. Karena semakin tinggi rasio kemandirian, semakin
tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang
merupakan komponen utama PAD.
Tabel 1.1
Perkembangan tingkat kemandirian keuangan
Pemerintah Kota Makassar
Tahun
|
Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah
|
2003
|
14%
|
2004
|
15%
|
2005
|
16%
|
Rata-rata
|
15%
|
Sumber data : Laporan Realisasi
APBD Kota Makassar tahun 2008-2010
2.
Rasio
Efektivitas dan Efisiesi Pendapatan Asli Daerah
a. Rasio Efektivitas =
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
Kemampuan daerah dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai
minimal sebesar satu atau 100 persen.
Pencapaian kinerja efektivitas dapat ditransformasikan ke
dalam pemeringkatan sebagai berikut:
Kinerja
efektivitas
|
Makna
|
80 hingga 100
|
Sangat Efektif
|
70 higga 79
|
Efektif
|
60 hingga 69
|
Cukup Efektif
|
50 hingga 59
|
Kurang Efektif
|
Kurang dari 50
|
Tidak Efektif
|
b. Rasio Efisiensi =
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima. Untuk itu pemerintah daerah perlu
menghitung secara cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui
apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efesien atau tidak. Hal itu
perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan
penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan
itu kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk
merealisasikan target penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada
realisasi pendapatan yang diterimanya. Kinerja pemerintah daerah dalam
melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang
dicapai kurang dari 1 satu atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio
efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.
Sebelum dilakukan perhitungan rasio
efektivitas dan efisiensi, maka terlebih dahulu akan disajikan data anggaran
dan realisasi pendapatan asli daerah untuk tahun 2007 sampai dengan tahun 2010
yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini :
TABEL
2
TARGET
DAN REALISASI TAHUN PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008-2010
Tahun
|
Target PAD
(Rp)
|
Realisasi Penerimaan PAD (Rp)
|
Biaya dalam Pemungutan PAD (Rp)
|
2008
2009
2010
|
145.466.209.400,00
176.628.387.000,00
216.928.890.000,00
|
154.911.891.959,39
170.698.725.818,79
210.136.331.090,64
|
2.931.467.280,00
3.243.871.425,00
3.538.752.260,00
|
Sumber
: Data diolah dari APBD + Bagian
Keuangan Pemerintah Kota Makassar
Berdasarkan
data pada tabel 2 yakni target dan realisasi pendapatan asli daerah untuk tahun
2008 sampai dengan tahun 2010, maka akan disajikan perhitungan sebagai berikut
:
a.
Rasio Efektivitas
Rasio Efektivitas =
Tahun 2008 =
= 1,06
= 106%
Tahun 2009 =
= 0,96
= 97%
Tahun 2010 =
= 0,96
= 97%
b.
Rasio Efisiensi
Rasio Efisiensi =
Tahun
2008 =
= 0,018
= 1,8%
Tahun
2009 =
= 0,018
= 1,8%
Tahun
2010 =
= 0,016
= 1,6%
Untuk dapat memahami tingkat rasio efektivitas dan
efisiensi pendapatan asli daerah Pemerintah Kota Makassar dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1
Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Kota Makassar
Tahun
|
Rasio Efektivitas
|
Rasio Efisiensi
|
2008
|
106%
|
1,8%
|
2009
|
97%
|
1,8%
|
2010
|
97%
|
1,6%
|
Rata-rata
|
100%
|
1,7%
|
Sumber data : APBD Pemerintah
Kota Makassar Tahun Anggaran 2008-2010
Berdasarkan tabel 2.1. dapat diketahui bahwa rasio
efektivitas menunjukkan bahwa dalam merealisasikan PAD yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan sangat efektif, walaupun dari tahun
ke tahun mengalami penurunan, akan tetapi jika dilihat dari tingkat
pencapaiannya yang mencapai angka 106% untuk tahun 2008, 97% untuk tahun 2009,
97% untuk tahun 2010 ini berarti kinerja keuangan pemerintah daerah adalah
baik. Untuk rasio efisiensi dapat diketahui bahwa rasio efisiensi menunjukkan
bahwa dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan juga sudah efisien yang artinya kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah baik. Karena semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemda semakin
baik.
3.
Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin (belanja operasi) dan
belanja pembangunan (belanja modal) secara optimal. Semakin tinggi persentase
dana yang dialokasikan untuk belanja operasi berarti persentase belanja modal
yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung
semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat di formulasikan
sebagai berikut:
a) Rasio
Belanja Operasi terhadap APBD =
b)
Rasio Belanja
Modal terhadap APBD =
Berdasarkan tabel 1. Perkembangan realisasi APBD
Pemerintah Kota Makassar tahun anggaran 2008-2010, maka rasio belanja operasi
dan belanja modal adalah sebagai berikut :
1.
Rasio Belanja Operasi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Rasio Belanja Operasi =
Tahun 2008 =
= 0,76
= 76%
Tahun 2009 =
= 0,83
= 83%
Tahun 2010 =
= 0,96
= 96%
2. Rasio
Belanja Modal terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Rasio Belanja Modal =
Tahun 2008 =
= 0,15
=15%
Tahun 2009 =
= 0,16
= 16%
Tahun 2010 =
= 0,14
= 14%
Untuk dapat lebih memahami tingkat rasio aktivitas
keuangan pemerintah Kota Makassar dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Rasio Aktivitas Pemerintah Daerah Kota Makassar
Tahun
|
Rasio Belanja Operasi
|
Rasio Belanja
Modal
|
2008
|
76%
|
15%
|
2009
|
83%
|
16%
|
2010
|
96%
|
14%
|
Rata-rata pertahun
|
85%
|
15%
|
Sumber data : APBD Pemerintah Kota Makassar
Tahun Anggaran 2008-2010
Dari tabel 3. diatas dapat dilihat bahwa rata-rata rasio
aktivitas pertahunnya sebesar 85% untuk rasio aktivitas belanja operasi dan 15%
untuk rasio aktivitas belanja modal. Selama tahun 2008 sampai 2010 diperoleh
bahwa rasio aktivitas belanja operasi dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Pada tahun 2008 rasio belanja operasi dicapai sebesar 76%. Pada tahun 2009
rasio belanja operasi dicapai sebesar 83%. Pada tahun 2010 rasio belanja
operasi dicapai sebesar 96%. Rasio aktivitas belanja modal selama tahun 2008
sampai 2010 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 rasio belanja modal 15%, pada
tahun 2009 rasio belanja modal 16%, dan pada tahun 2010 rasio belanja modal
mengalami penurunan 14%. Dari rasio belanja operasi dan belanja modal
menunjukkan bahwa pemerintah daerah dalam memprioritaskan alokasi dananya pada
belanja operasi dan belanja modal belum optimal karena sebagian besar dana yang
dimiliki pemerintah daerah masih diprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasi
sehingga rasio belanja modal terhadap APBD masih relatif kecil, ini berarti
persentase belanja modal yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana
ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Belum adanya tolak ukur yang pasti berapa
besarnya rasio belanja operasi maupun
modal terhadap APBD yang ideal, karena dipengaruhi oleh kegiatan pembangunan
dan kebutuhan investasi yang diperlukan dalam menunjang tercapainya pertumbuhan
yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai negara berkembang peranan pemerintah
daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Namun hal ini
masih kurang diperhatikan oleh Pemerintah Daerah karena dilihat dari rasio
belanja modal yang terjadi fluktuasi.
4.
Rasio Pertumbuhan
Rasio
pertumbuhan (growth ratio) mengukur
seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio
pertumbuhan dikatakan baik, jika setiap tahunnya mengalami pertumbuhan positif atau mengalami
peningkatan.
Rasio Pertumbuhan =
x100%
Keterangan :
Rp Xn-Xn-1 = Realisasi penerimaan/pengeluaran tahun yang dikurangi
tahun sebelumnya.
Rp Xn-1 = Realisasi penerimaan/pengeluaran tahun sebelumnya.
Adapun data APBD dapat dilihat pada tabel 4 yaitu sebagai
berikut :
Tabel 4
Perhitungan Rasio Pertumbuhan APBD Pemerintah Kota Makassar
Tahun Anggaran 2008-2010
Keterangan
|
2008
|
2009
|
2010
|
PAD
|
154.911.891.959,39
|
170.698.725.818,79
|
210.136.331.090,64
|
Pertumbuhan PAD
|
-
|
10%
|
23%
|
Belanja Operasi
|
954.288.261.102,75
|
1.043.862.690.314,01
|
1.200.551.074.792,17
|
Pertumbuhan Belanja Operasi
|
-
|
9%
|
15%
|
Belanja Modal
|
185.705.181.402,47
|
197.180.578.339,00
|
176.732.080.204,00
|
Pertumbuhan Belanja Modal
|
-
|
6%
|
-10%
|
Sumber : Hasil Olahan Data dari APBD Pemerintah Kota
Makassar Tahun Anggaran 2008-2010
Berdasarkan data mengenai perhitungan
rasio pertumbuhan APBD diatas, maka selanjutnya akan disajikan rasio pertumbuhan
dari tahun 2008 sampai dengan 2009 sebagai berikut :
PAD =
=
0,10 x 100%
=
10%
Belanja Operasi =
=
0,09 x 100%
=
9%
Belanja Modal =
=
0,06 x 100%
=
6%
Dan selanjutnya
akan disajikan perhitungan rasio pertumbuhan dari tahun 2009 dan 2010 sebagai
berikut :
PAD =
=
0,23 x 100%
=
23%
Belanja Operasi =
=
0,15x 100%
=
15%
Belanja Modal =
=
-0,10 x 100%
=
-10%
Dari perhitungan rasio pada tabel 4,
dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan APBD Pemerintah Kota Makassar pada tahun
anggaran 2008-2009 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini dikarenakan
adanya peningkatan PAD, Belanja Operasi, dan Belanja Modal Sedangkan pada tahun
anggaran 2009-2010 mengalami penurunan karena disebabkan oleh adanya penurunan belanja
modal pada tahun 2010 dari Rp. 197.180.578.339,- menjadi Rp. 176.732.080.204,-
yang mengakibatkan persentase pada tahun 2010 menjadi -10%.
|
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diberikan
sehubungan dengan hasil analisis dan pembahasan mengenai kinerja keuangan Pemerintah
Kota Makassar adalah
Berdasarkan rasio keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah maka
kinerja keuangan pemerintah daerah adalah baik jika dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah. Dilihat
dari rasio efektivitas
dan efisiensi terlihat bahwa Pemerintah Kota Makassar efektif dalam pemungutan
daerah, sedangkan dilihat dari rasio efisiensi dengan penggunaan biaya
pemungutan PAD terlihat bahwa pemerintah daerah efisien dalam penggunaan dana
untuk pemungutan PAD. Untuk rasio aktivitas, sebagian besar pendapatan daerah
Pemerintah Kota Makassar masih diprioritaskan untuk mencukupi belanja operasi,
yaitu rata-rata mencapai 85% dari total pendapatan yang diterima. Dan untuk rasio
pertumbuhan APBD Pemerintah Kota Makassar pada tahun 2008 dan tahun 2009
menunjukkan pertumbuhan yang positif. Sedangkan untuk tahun 2009 dan tahun 2010
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan belanja operasi mengalami peningkatan sedangkan
pertumbuhan belanja modal, nampak mengalami penurunan.
72
|
B. Saran
Pemerintah Daerah Kota Makassar harus mempertahankan, terus meningkatkan, mengoptimalkan
pendapatan asli daerah dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber dana
ekstern atau bantuan pemerintah pusat dan propinsi dengan cara mengelolah
sumber daya daerah yang belum diolah selama ini. Pemerintah daerah juga harus
dapat memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin (belanja operasi) dan
belanja pembangunan (belanja modal) secara optimal.
|
74
|
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia.
BPFE. Yogyakarta.
Bastian, Indra. 2006.Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2.
Penerbit Salemba empat. Jakarta.
Darise, Nurlan. 2008.
Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi
Sektor Publik). PT.INDEKS. Jakarta.
Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah.
Edisi Revisi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Halim, Abdul. 2007.Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3.
Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Mardiasmo. 2004.Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah.
Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit
ANDI. Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional
Pengukuran Kinerja Pemeritah Daerah. 2006. Penerbit UAD Press kerja sama
Fakultas Ekonomi UAD, BPK Perwakilan III Yogyakarta, dan Partnership for Governance
Reform in Indonesia.
Saragih, Juli Panglima.
2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan
Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar