Kebijakan dan pengelolaan SDM nerupakan
aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
secara efektif untuk mencapai tujuan.
Dalam berbagai kajian teoritis telah dikembangkan tiga perspekstif teoritis
tentang pengelolaan dan kebijakan pengelolaan SDM, yaitu perspektif fungsional
struktural yang menyatakan bahwa pertumbuhan organisasi dan atau kebutuhan
untuk mengerjakan aktivitas yang dilakukan seorang spesialis, perspektif strategi kontijensi yang memandang
pengelolaan SDM sebagai wujud relatif terhadap tekanan eksternal yang semakin
kritis, dan dalam perspektif strategi pengelolaan SDM di mana aktivitas
pengelolaan SDM di desain untuk mendukung tujuan strategis perusahaan yang
bersangkutan secara integral.
Simamora (2001) menyatakan bahwa hal yang esensial
dari pengelolaan SDM adalah menghasilkan pendayagunaan penuh SDM perusahaan
sehingga karyawan bekerja secara efektif dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan
SDM, yaitu penekanan yang lebih dari
biasanya pada pengintegrasian berbagai kebijakan SDM dengan perencanaan bisnis,
tanggung jawab mengelola SDM tidak lagi terletak hanya pada manajer departemen
fungsional semata tetapi sekarang dianggap terletak pada manajemen puncak,
perubahan fokus dari hubungan serikat pekerja-manajemen menjadi hubungan
manajemen-karyawan, dari kolektivitas menjadi individulisme, dan terdapat eksentuasi pada komitmen dan melatih
inisiatif di mana manajer berperan sebagai penggerak dan fasilitator.
Perubahan organisasi ke arah datar, ramping dan tanggap, serta
tuntutan memiliki karyawan yang sangat terlatih dan berkemampuan tinggi
mendorong manajer untuk melakukan
perubahan dalam aktivitas dan kebijakan pengelolaan SDM ke arah strategik. Beeker dan Gerhat (1996) mengemukakan bahwa
perkembangan manajemen SDM sekarang meliputi proses refocusing fungsi
pengelolaan SDM yaitu fungsi administrasi personalia tradisional berubah
menjadi manajemen kontemporer. Proses refocusing tersebut seperti
pergeseran orientasi kerja dimana pada administrasi personalia tradisonal
menekankan pada orientasi administrasi (personal
issue) sedangkan pengelolaan SDM kontemporer lebih berorientasi strategik
yang menekankan pada people related business issues dan orientasi
pengembangan.
Peran pengelolaan SDM strategik mampu menghasilkan
daya saing organisasi yang tinggi. Ulrich (1997) mengemukakan bahwa pelaku
peran pengelolaan SDM bukanlah peran tunggal yang fokusnya operasional dan
jangka pendek melainkan peran yang jamak
yaitu fokusnya strategik jangka panjang. Perkembangan tersebut memungkinkan
pengelolaan SDM bukanlagi pada proses melainkan pada SDM-nya. Perubahan peran pengelolaan SDM digunakan
untuk membangun organisasi yang kokoh di dalam menghadapi persaingan. Peran
pengelolaan SDM dalam meningkatkan daya saing organisasi dapat digambarkan
sebagai berikut:
Merujuk pada penelitian
Delaney dan Huselid (1996), mendefinsikan pengelolaan SDM menjadi tujuh dimensi sebagai berikut:
1. Dimensi keefektivan penempatan (staffing
selectivity) merupakan proses selektif dalam penempatan karyawan yang akan
memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik. Seleksi penempatan diperuntukkan
bagi seluruh karyawan dalam setiap posisi atau perkerjaan yang ada dalam perusahaan.
Kesempatan untuk dipekerjakan secara luas tercermin dari jumlah pelamar yang
ada untuk setiap posisi pekerjaan dalam perusahaan yang secara formal ada
selama dua tahun terakhir. Posisi yang dimaksud adalah posisi manajerial,
posisi penyeliaan, dan posisi karyawan
operasional.
2. Dimensi keefektivan pelatihan (training
effectiveness) berperan membentuk keterampilan tenaga kerja. Organisasi
dapat melakukan pelatihan yang efektif jika memang memiliki program pelatihan
yang memadai dan dilakukan terhadap setiap proses pelatihan yang telah
dilakukan secara formal selama dua tahun terakhir.
3. Dimensi kompensasi insnetif (incentive
compensation) merupakan salah satu faktor dari motivasi yang dapat
mempengaruihi kinerja karyawan sehingga akan mempengaruhi kinerja
organisasional (Ulrich et al. 1991). Sistem kompensasi yang baik dan
adil merupakan pendorong utama motivasi karyawan.
4. Dimensi prosedur penyelesaian perselisihan
(grievance procedure) di organisasi akan memberikan rasa tenang, aman
dan adil bagi semua pihak dalam bekerja apalagi dilakukan secara terbuka dan
adil bagi semua pihak.
5. Dimensi
pengambilan keputusan terdesentralisasi (decentralized decision
making) akan membentuk struktur pekerjaan dan kerja yang mampu meningkatkan
hasil kerja perusahaan dengan memberikan peluang bagi karyawan yang memiliki
keahlian dan memiliki motivasi tinggi untuk keterlibatan diri dalam menentukan
metode dan cara menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga mendorong kinerja organisasi ke arah lebih baik.
6. Dimensi pasar tenaga kerja internal (internal
labour market) merupakan kebijakan dalam organisasi melakukan promosi.
Kesempatan yang sama dalam memperoleh
promosi dapat memberikan rasa aman atas pekerjaan yang dimilikinya dengan
demikian karyawan dapat bekerja dengan baik sehingga mempengaruhi kinerja
organisasional.
7.
Dimensi
hirarki vertikal (vertical hierarchy) merupakan suatu tingkatan
dalam organisasi yang memberikan peluang
kenaikan jabatan bagi seluruh karyawan. Hal ini dapat
memberikan rasa aman terhadap pekerjaan.
Pelaksanaan pengelolaan SDM dalam suatu organisasi harus di desain
untuk dapat mengarah pada tujuan-tujuan organisasi seperti tingkat
produktivitas, kualitas dan inovasi yang tinggi, serta rendahnya tingkat
absensi, turnover karyawan konflik dan kompleksitas pelanggan, proses
pendesainan dan kebijakan serta praktik secara internal yang konsisiten dan mampu memastikan bahwa SDM
yang dimiliki dapat memberikan sumbangan bagi pencapain kinerja perusahaan
(Jackson dan Schuler, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar