Dana
Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran daerah
masing-masing dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (PP No.55/2005).
Penelitian David Harianto dan Priyo Hari Adi (2007) menunjukkan bahwa DAU
berpengaruh terhadap belanja modal, hasil penelitian ini serupa dengan
penelitian Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan antara DAU dan belanja modal. Bukti tersebut
dapat diartikan bahwa semakin tinggi DAU yang diterima daerah maka akan semakin
tinggi pula belanja modalnya. Dengan desentralisasi, pemerintah daerah mampu
mengoptimalkan kemampuan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga
tidak hanya mengandalkan DAU. Adanya dana transfer DAU dari pemerintah pusat
maka daerah bisa fokus untuk menggunakan PAD untuk membiyai belanja modal yang
digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa terdapat hubungan antara pemberian DAU dengan alokasi belanja modal. DAU
merupakan salah satu transfer dana Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
yang berasal dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan pembelanjaan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Menurut
UU No. 33 Tahun 2004 Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sesuai
dengan ketentuan dalam PP No. 55 Tahun 2005, kebijakan dalam pengalokasian dana
alokasi umum adalah sebagai berikut:
1.
Dana
lokasi umum ditetapkan 26 persen dari Penerimaan Dalam Negeri (PDN) Netto yang
ditetapkan dalam APBN. Besaran alokasi DAU per daerah sesuai dengan UU No. 33
Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005 ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden.
2.
Proporsi
pembagian DAU adalah sebesar 10%untuk daerah Provinsi dan sebesar 90% untuk
daerah Kabupaten/Kota dari besaran DAU secara Nasional.
3.
Pengalokasian
DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula DAU, yaitu dihitung
berdasarkan formula atas dasar celah fiskal (CF) dan alokasi dasar (AD). CF
suatu daerah merupakan selisih antara kebutuhan Fiskal (kbF) dengan kapasitas
Fiskal (KpF), sedangkan AD dihitung berdasarkan jumlah gaji PNSD.
Menurut
Adrian (1999) terdapat tujuh prinsip dasar pengalokasian DAU yang harus
dipertimbangkan Pemerintah, yaitu: Kecukupan (adequacy), netralitas dan
efisiensi (neutrality and efficiency), akuntabilitas (accountability),
relevansi dengan tujuan (relevance), keadilan (equity),
objektivitas dan transparansi (objectivity and transparency),
kesederhanaan (simplicity).
Menurut Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan, terdapat empat tahap penghitungan dana alokasi
umum yaitu:
1.
Tahapan
Akademis
Konsep awal penyusunan kebijakan atas
implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai
universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan DAU yang
sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di Indonesia
2.
Tahapan
Administratif
Dalam tahapan ini Depkeu DJPK
melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar
penghitungan DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data
untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan.
3.
Tahapan
Teknis
Merupakan tahap pembuatan simulasi
penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan pemerintah kepada DPR RI dan
dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan
data yang tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.
4.
Tahapan
Politis
Merupakan tahap akhir, pembahasan
penghitungan dan alokasi DAU antara Pemerintah dengan Belanja Daerah Panitia
Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil penghitungan
DAU.
Menurut
Mayeztika (2010) Prosedur dalam penetapan bobot DAU daerah Provinsi, Kabupaten/Kota
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Memperkirakan
besarnya potensi penerimaan daerah dengan menggunakan variabel-variabel potensi
penerimaan,
Potensi penerimaan = Penerimaan
rata-ratax%
2.
Perkiraan
kebutuhan daerah diestemasikan dengan menggunakan variabel-variabel kebutuhan
daerah (KD),
KD = Pengeluaran daerah rata-ratax
3.
Besarnya
kebutuhan DAU ditentukan melalui perhitungan,
Kebutuhan DAU = Kebutuhan daerah –
potensi penerimaan daerah
4.
Setelah
mendapat hasil perhitungan kebutuhan daerah dan potensi penerimaan daerah,
selanjutnya dilakukan perhitungan sebagaimana langkah pertama. Bobot DAU daerah
pada akhirnya ditentukan dengan membandingkan kebutuhan DAU daerah bersangkutan
terhadap total kebutuhan DAU,
Bobot DAU daerah
5.
Besarnya
kebutuhan DAU propinsi dapat dihitung denganpersamaan,
DAU propinsi = 10% x 15% x PDN x Bobot
DAU
6.
Besarnya
kebutuhan DAU Provinsi, Kabupaten/Kota dapat dihitung denganpersamaan,
DAU Kabupaten/Kota : 90% x 25% x PDN x
Bobot DAU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar