Menurut
(Abdul Halim, 2002) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Sedangkan (Mardiasmo,
2002). Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sector pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dari
tahun ke tahun kebijakan mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD) di setiap daerah
provinsi, kabupaten dan kota relative tidak banyak berubah. Artinya, sumber
utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) komponennya itu-itu juga yang terdiri atas
pajak daerah, rertibusi daerah, dan bagian laba dari BUMN. Hali ini lebih
dipengaruhi oleh kebijakan Fiscal (national Fiscal Policy) pemerintah pusat
mengandalkan penerimaan jenis pajak yang “subur” untuk kepentingan nasional.
Setelah
Desentralisasi digulirkan oleh pemerintah pusat, maka Pemerintah Daerah (pemda)
berlomba-lomba menciptakan “kreativitas baru” untuk mengembangkan dan
meningkatkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di masing-masing
daerah. Akan tetapi , pertanyaannya adalah apakah dengan peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) Pemerintah Daerah (pemda) mampu melaksanakan seluruh
kewenangannya? Apakah dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah merupakan
salah satu tolak ukur keberhasilan pelaksanaan Desentralisasi atau Otonomi
Daerah?
Selama
Pendapatan Asli Daerah (PAD) benar-benar tidak memberatkan atau membebani
masyarakat lokal, Investor lokal, maupun Investor asing, tentu tidak masalah.
Dan dapat dikatakan bahwa daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
meningkat setiap tahun mengindikasikan daerah tersebut mampu membangun secara
mandiri tanpa tergantung dana pusat.
Sebaliknya
jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru berdampak terhadap perekonomian daerah
yang tidak berkembang atau semakin buruk, maka belum dapat dikatakan
keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Pemahaman
kemana sebenarnya pergerakan Otonomi Daerah, masih kurang. Mereka berfikir
Otonomi Daerah hanya untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar-besarnya. Itu presepsi yang salah.
Tujuan dan sasaran pemberian Otonomi Daerah dalam artian wewenang yang luas
kepada Provinsi, Kabupaten dan Kota adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tanpa mempertimbangkan bahwa ini sangat memberatkan masyarakat lokal,
investor lokal dan investor asing, justru menghambat perkembangan perekonomian
daerah terutama dalam era kompetitif yang berlaku sekarang. Dimana pelayanan
terbaik dan iklim usaha yang kondusif ikut menentukan investasi di daerah.
Pendapat
Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah (PAD) dipisahkan menjadi
empat jenis pendapatan yaitu:
- Pajak Daerah.
- Retribusi Daerah.
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik
Daerah yang di Pisahkan.
- lain-lain Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang sah.
a. Pajak
Daerah
Pajak
Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Pajak secara umum
adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara pemerintah berdasarkan
Undang-Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib
membayarnya dengan tidak mendapatkan prestasi kembali (kontra prestasi/balas
jasa) secara langsung.
Berdasarkan
UU No 34 Tahun 2000 yang dimaksud dengan “Pajak Daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepala daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah
dan pembangunan daerah’’
Dari
defenisi diatas jelas bahwa pajak merupakan iuran wajib yang dapat dipaksakan
kepada setiap orang (wajib pajak) tanpa
terkecuali. Ditegaskan pula bahwa hasil pajak daerah ini diperuntukkan bagi
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
Pada
Tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah
menyetujui dan mengesahkan Rancangan
Undang-Undang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi
Undang-undang, sebagai pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Pengesahan Undang-undang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (UU PDRD) ini sangat strategis dan mendasar di banding
desentralisasi fiscal, karena terdapat perubahan kebijakan yang cukup fundamental
dalam penataan kembali hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-undang
yang baru ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2010.
UU
PDRD ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.
Memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi
sejalan dengan semakin besarnya tanggungjawab daerah dalam penyelengaraan
pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat
2.
Meningkatkan
akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan
dan sekaligus memperkuat otonomi daerah.
3.
Memberikan
kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus
memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Ada
beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipergunakan
dalam penyusunan UU ini yaitu :
- Pemberian kewenangan pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah yang tidak terlalu membebani rakyat dan
relatif netral terhadap fiscal nasional.
- Jenis pajak dan retribusi yang
dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam undang-undang.
- Pemberian kewenangan kepada
daerah untuk menetapkan tarif pajak dalam batas tarif minimum dan maksimum
yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
- Pemerintah daerah tidak dapat
memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam Undang-Undang
sesuai kebijakan pemerintah daerah.
- Pengawasan pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah dilakuakn secara preventif dan korektif.
Rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus dapat
persetujuan pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran
terhadap aturan tersebut dapat dikenakan sanksi.
Materi
yang diatur dalam UU PDRD yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 2009 adalah
sebagai berikut :
Penambahan pajak daerah.
Pajak daerah yang diataur dalam Undang-Undang nomor 28 Tahun
2009 adalah sebagai mana dibawa ini:
- Jenis Pajak Propinsi terdiri
atas:
1)
Pajak
Kendaraan Bermotor;
2)
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3)
Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4)
Pajak
Air Permukaan; dan
5)
Pajak
Rokok.
- Jenis Pajak Kabupaten dan Kota
terdiri atas:
1)
Pajak
Hotel;
2)
Pajak
Restoran;
3)
Pajak
Hiburan;
4)
Pajak
Reklame;
5)
Pajak
Penerangan Jalan;
6)
Pajak
Mineral Bukan logam dan Bebatuan;
7)
Pajak
Parkir;
8)
Pajak
Air Tanah;
9)
Pajak
Sarang Burung Walet
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan; dan
11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan;
Ada empat
jenis pajak baru bagi daerah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang sebelumnya
merupakan pajak pusat, dan Pajak Sarang burung Walet yang ditetapkan sebagai
pajak Kabupaten dan Kota. Selain itu pajak rokok ditetapkan sebagai pajak
provinsi. Berarti ada 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 pajak provinsi dan 3 jenis
pajak Kabupaten dan Kota. Dengan tambahan tersebut secara keseluruhan ada 16
jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten
dan kota.
a)
Pajak
Rokok
Pajak rokok dikenakan atas cukai yang
ditetapkan oleh pemerintah. Hasil penerimaan pajak Rokok tersebut sebesar 70%
dibagihasilkan kepada kabupaten dan kota di propinsi yang bersangkutan.
Selain itu, penerimaan Pajak Rokok
dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan
(pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan
kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (semoking area),
kegiatan memasyrakatkan mengenai bahaya merokok, dan iklan layanan, masyarakat
mengenai bahaya rokok.
b)
Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkantoran
Selama ini PBB merupakan pajak pusat,
namun hampir seluruh penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor pedesaan dan
perkotaan diahlikan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor perkebunan,
perhutanan, dan pertambagan masih merupakan pajak pusat. Dengan menjadikan PBB
Pedesaan dan perkotaan manjadi pajak daerah, maka penerimaan jenis pajak ini
akan diperhitungkan sebagai Pendapatan Asli Daearah (PAD)
c)
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB)
Selama ini BPHTB merupakan pajak
pusat, namun seluruh hasilnya di serahkan kepada daerah. Untuk meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan daerah BPHTB diahlikan menjadi pajak daerah.
Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
d)
Pajak
Sarang Burung Walet
Pajak sarang burung walet merupakan
jenis pajak daerah baru, yang dapat dipungut oleh daerah untuk memperoleh
manfaat ekonomis dari keberadaan dan perkembangan sarang burung walet di
wilayahnya. Bagi daerah yang memiliki potensi sarang burung walet yang besar
akan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD).
b.
Retribusi Daerah
Disamping
pajak daerah sebagai mana disebutkan sebelumnya, sumber Pendapatan Asli Daerah
(PAD) juga meliputi rertibusi atau perizinan yang diperoleh dalam
Undang-Undang. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah
yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang di
berikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
Yang
dimaksud rertibusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah (Pemda) untuk kepentingan orang atau badan.
Perbedaan
antara Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak hanya didasarkan atas objeknya,
tetapi juga perbedaan atas pendekatan tarif. Oleh karena itu, tarif rertibusi
bersifat fleksibel sesuai dangan tujuan retribusi dan besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing untuk melaksanakan atau
mengelola jenis pelayanan publik di daerahnya.
Penambahan
Jenis retribusi Daerah
Retribusi
daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagai
berikut :
a.
Retribusi
Jasa Umum, yang meliputi:
1)
Retribusi
Pelayanan Kesehatan;
2)
Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
3)
Retribusi
Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
4)
Retribusi
Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5)
Retribusi
Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6)
Retribusi
Pelayanan Pasar;
7)
Retribusi
Pengujian Kendaraan Bermotor;
8)
Retribusi
Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
9)
Retribusi
Penggantian biaya Cetak Peta;
10) Retribusi Penyediaan dan atau
Penyedotan Kakus;
11) Retribusi Pengelolaan Limbah Cair;
12) Retribusi Tera/Tera ulang;
13) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
14) Retribusi Pengendalian Menara
telekomunikasi
b.
Retribusi
Jasa Khusus, yang meliputi:
1)
Retribusi
Pemakaiaan Kekayaan daerah;
2)
Retribusi
Pasar Grosir dan atau Pertokoan;
3)
Retribusi
Tempat Pelelangan;
4)
Retribusi
Terminal;
5)
Retribusi
Tempat Khusus Parkir;
6)
Retribusi
Tempat Penginapan/Pesangrahan/villa;
7)
Retriubusi
Rumah Potong Hewan;
8)
Retribusi
Pelayanan Kepelabuhanan;
9)
Retribusi
Tempat Rekreasi dan Olahraga;
10) Retribusi Penyeberangan di Air; dan
11) Retribusi Penjulan Produksi Usaha
Daerah;
- Retribusi Perizinan Tertentu
1)
Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan;
2)
Retribusi
Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
3)
Retribusi
Izin Gangguan;
4)
Retribusi
Izin Trayek; dan
5)
Retribusi
Izin Usaha Perikanan;
Terdapat
penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/Tera Ulang, Retribusi
Menara Telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha
Perikanan. Dengan penambahan ini , secara keseluruhan terdapat 30 jenis
retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang di kelompokkan kedalam 3 gologan
retribusi, yaitu retribusi jasa umum, rertibusi jasa usaha, dan retribusi
perizinan tertentu.
a)
Retribusi
Tera/Tera Ulang
Pengenaan Retribusi Tera/Tera Ulang
dimaksudkan untuk membiayai fungsi pengendalian terhadap penggunaan alat ukur,
takar, timbang, dan perlengkapannya oleh masyarakat. Dengan pengandalian
tersebut , alat ukur, takaran, dan timbangan akan berfungsi dengan baik,
sehingga pengunaannya tdk merugikan masyarakat.
b)
Retribusi
Pengendalian Menara telekomunikasi
Pengenaan Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengendalian
daerah terhadap pembagunan dan pemeliharaan menara telekomunikasi. Dengan
pengendalian ini, keberadaan menara telekomunikasi akan memenuhi aspek tata
ruang, keamanan, dan keselamatan, keindahan sekaligus memberikan kepastian bagi
pengusaha.
Untuk menjamin agar pungutan daerah
tidak berlebihan, tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi dirumuskan
sedemikian rupa sehingga tidak melampaui 2% dari nilai jual Objek Pajak PBB
menara telekomunikasi.
c)
Retribusi
Pelayanan Pendidikan
Pengenaan retribusi pelayanan
pendidikan dimaksudkan agar pelayanan pendidikan, di luar pendidikan dasar dan
menegah, separti pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat dikenakan pungutan dan hasilnya
digunakan untuk membiayai kesinambungan dan peningkatan kualitas pendidikan dan
pelatian dimaksud.
d)
Retribusi
Izin Usaha Perikanan
Pengenaan Retribusi Izin Usaha
Perikanan tidak akan memberikan beban tambahan bagi masyarakat, karena selama
ini jenis retribusi tersebut telah dipungut oleh sejumlah pemerintah daerah
sesuai dengan kewenagannya. Sebagaimana halnya dengan jenis retribusi lainya,
pemungutan Retribusi Izin Usaha Perikanan dimaksudkan agar pelayanan dan
pengandalian kegiatan di bidang perikanan dapat terlaksanan secara terus
menerus dengan kualitas yang lebih baik.
c.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan.
Hasil
kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal
dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci
menurut objek pendapatan yang mencakup :
- Bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan Milik Daerah/BUMD
- Bagian laba atas penyertaan modal
perusahaan Milik Negara/BUMN
- Bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan Milik Swasta atau kelompok masyarakat.
d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan
ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemerintah
Daerah (Pemda). Rekening ini disediakan untuk mengakuntansi penerimaan daerah
selain yang disebutkan diatas. Pendapatan Asli Daerah lainnya yang disahkan seperti penjualan asset
tetap daerah, pendapatan denda pajak dan jasa giro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar