Powered By Blogger

Rabu, 06 Maret 2013

Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan


Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan adalah ketentuan yang dipahami
oleh pembuat standar dalam menyusun standar, oleh penyelenggara akuntansi dan
pelaporan untuk melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan
untuk memahami laporan keuangan yang disajikan. Delapan prinsip akuntansi dan
pelaporan keuangan pemerintahan adalah sebagai berikut:

1. Basis akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah
basis kas dan basis akrual. Basis kas digunakan untuk pengakuan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Basis akrual
digunakan untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa:
a. pendapatan      diakui     pada     saat     kas     diterima     di     Rekening     Kas     Umum
Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan,
b. belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan.
Entitas pelaporan tidak mengenai istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan
anggaran, baik lebih atau kurang, pada periode tersebut tergantung pada selisih
antara penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai
seperti bantuan pihak asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada
Laporan Realisasi Anggaran.
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana
diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi/saat kejadian atau saat kondisi
lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan
kapan kas atau setara kas diterima atau dibayar.

Entitas pelaporan yang menyajikan juga Laporan Kinerja Keuangan (yaitu
bentuk laporan tambahan) diperkenankan menyelenggarakan akuntansi dan
penyajian laporan keuangan dengan sepenuhnya menggunakan basis akrual (full
accrual), baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun
aset,      kewajiban,      dan      ekuitas      dana.      Meskipun      demikian,      entitas     yang
menggunakan      full     acrual      tetap     menyajikan     Laporan     Realisasi      Anggaran
berdasarkan basis kas.

2. Prinsip nilai historis (historical cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayarkan, atau
sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut
pada saat perolehan. Sedangkan kewajiban dicatat sebesar jumlah kas atau
setara kas yang akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa
mendatang.
Nilai historis dipakai untuk mencatat nilai aset atau kewajiban karena nilai
historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih obyektif
dan dapat diverifikasi4. Jika tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai
wajar aset atau nilai wajar kewajiban.

3. Prinsip realisasi (realization)
Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasi melalui
anggaran pemerintah selama satu tahun anggaran akan digunakan untuk
membayar belanja dan hutang dalam periode tersebut.
Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching cost against revenue
principle)      dalam       akuntansi       pemerintahan       tidak      mendapat       penekanan
secabagaimana dalam akuntansi komersial.

4. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal (substance over form)
Agar dapat disajikan secara wajar, transaksi atau peristiwa lain yang
berkaitan perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas
ekonomi, dan bukan hanya berdasarkan aspek formalnya. Jika terdapat
inkonsistensi atau perbedaan antara aspek ekonomi dengan aspek formalnya, hal
tersebut harus dicatat dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

5. Prinsip periodisitas (periodicity)
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan perlu dibagi menjadi periode-
periode pelaporan sehingga dapat dilakukan pengukuran kinerja dan penentuan
posisi keuangan entitas tersebut. Periode utama yang digunakan adalah tahunan,
meskipun periode bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan.

6. Prinsip konsistensi (consistency)
Perlakuan atau penerapan metode akuntansi yang sama diterapkan pada
kejadian yang serupa dari periode ke periode (prinsip konsistensi internal). Hal
tersebut tidak berarti bahwa perubahan metode akuntansi tidak diperbolehkan.

Perubahan metode akuntansi diperbolehkan dengan syarat bahwa perubahan
metode tersebut dapat menghasilkan informasi yang lebih baik daripada metode
sebelumnya. Pengaruh atas perubahan metode akuntansi tersebut diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

7. Prinsip pengungkapan lengkap (full disclosure)
Laporan keuangan mengungkapkan secara lengkap semua informasi yang
dibutuhkan oleh para pengguna laporan. Pengungkapan informasi dapat
ditempatkan     pada     lembar     muka (on      the     face)     laporan     keuangan      atau
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

8. Prinsip penyajian wajar (fair presentation)
Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Para penyusun laporan keuangan harus menggunakan faktor pertimbangan
sehat        ketika        menghadapi        ketidakpastian        peristiwa/kejadian        tertentu.
Ketidakpastian       diakui       dengan       mengungkapkan        hakikat       serta       tingkat
ketidakpastian dengan menggunakan pertimbangan sehat, yaitu unsur kehati-
hatian saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian. Dengan berjati-
hati,     maka      diharapkan     tidak     terjadi     pengungkapan      yang     terlalu     tinggi
(overstated) atas pendapatan dan aset, serta tidak terjadi juga pengungkapan
yang terlalu rendah (understated) atas kewajiban. Namun demikian, penggunaan
pertimbangan sehat ini tidak memperkenankan adanya pembentukan cadangan
tersembunyi, sengaja mencatat aset atau pendapatan terlalu rendah, atau
kewajiban dan belanja terlalu tinggi. Jika hal tersebut dilakukan, laporan
keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar