Untuk mendukung kelancaran
operasional pemerintahan, perlu didisain sistem pengendalian manajemen yang
baik. Sistem pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur organisasi
yang baik. Pusat pertanggungjawaban (responsibility centers) merupakan
salah satu bentuk struktur organisasi yang dapat diterapkan di pemerintah
daerah. Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh
manajer (pimpinan) yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Suatu organisasi merupakan kumpulan dari
berbagai pusat pertanggungjawaban. Secara umum, tujuan dibuatnya pusat-pusat
pertanggungjawaban adalah (Mardiasmo, 2002):
1.
Sebagai basis perencanaan, pengendalian,
dan penilaian kinerja manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya;
2.
Untuk memudahkan mencapai tujuan
organisasi;
3.
Memfasilitasi terbentuknya goal
congruence;
4.
Mendelegasikan tugas dan wewenang ke
unit-unit yang memiliki kompetensi sehingga mengurangi beban tugas manajer
pusat;
5.
Mendorong kreativitas dan daya
inovasi bawahan;
6.
Sebagai alat untuk melaksanakan
strategi organisasi secara efektif dan efisien;
7.
Sebagai alat pengendalian anggaran.
Tanggung jawab manajer pusat
pertanggungjawaban adalah untuk menciptakan hubungan yang optimal antara sumber
daya input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dikaitkan dengan target
kinerja. Input diukur dengan jumlah sumber daya yang digunakan, sedangkan
output diukur dengan jumlah produk/output yang dihasilkan.
Pada dasarnya terdapat empat jenis pusat
pertanggungjawaban, yaitu: Pusat biaya (expense center), pusat
pendapatan (revenue center), pusat laba (profit center), dan
pusat investasi (investment center).
Pemerintah daerah dapat dianggap
sebagai suatu pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban besar tersebut
dapat dipecah-pecah lagi menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban yang lebih
kecil hingga pada level pelayanan atau program, misalnya dinas dan subdinas.
Pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut kemudian menjadi dasar untuk
perencanaan dan pengendalian anggaran serta penilaian kinerja pada unit yang
bersangkutan.
Manajer pusat pertanggungjawaban, sebagai
budget holder, memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan anggaran.
Pusat pertanggungjawaban memperoleh sumber daya input berupa tenaga kerja,
material, dan sebagainya yang dengan input tersebut diharapkan dapat
menghasilkan output dalam bentuk barang atau pelayanan pada tingkat kuantitas
dan kualitas tertentu. Anggaran mencerminkan nilai rupiah dari input yang
dialokasikan ke pusat-pusat pertanggungjawaban dan output yang diharapkan atau
level aktivitas yang dihasilkan. Pengendalian anggaran meliputi pengukuran
terhadap output dan belanja yang riil dilakukan dibandingkan dengan anggaran.
Adanya perbedaan atau varians antara hasil yang dicapai dengan yang dianggarkan
kemudian dianalisis untuk diketahui penyebabnya dan dicari siapa yang
bertanggungjawab atas terjadinya varians tersebut, sehingga dapat segera
dilakukan tindakan korektif.
Idealnya, struktur pusat
pertanggungjawaban sebagai alat pengendalian anggaran sejalan dengan program
atau struktur aktivitas organisasi. Dengan perkataan lain, tiap-tiap pusat
pertanggungjawaban bertugas untuk melaksanakan program atau aktivitas tertentu,
dan penggabungan program-program dari tiap-tiap pusat pertanggungjawaban
tersebut seharusnya mendukung program pusat pertanggungjawaban pada level yang
lebih tinggi, sehingga pada akhirnya tujuan umum organisasi dapat tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Coe,
Charles K. (l989) Public Financial
Management, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Juoro,
Umar (1990) “Persaingan Global dan
Ekonomi Indonesia dekade 1990-an”, Prisma No. 8 tahun XIX.
Kuncoro,
Mudrajat dan Abimanyu, Anggito
(1995) “Struktur dan Kinerja Industri Indonesia dalam Era Deregulasi dan
Globalisasi”, KELOLA, No. 10/IV.
Kuncoro,
Mudrajat (1997) “Otonomi Daerah dalam
Transisi”, pada Seminar Nasional Manajemen Keuangan Daerah dalam Era Global,
12 April, Yogyakarta.
Mardiasmo
dan Kirana Jaya, Wihana (1999)
“Pengelolaan Keuangan Daerah yang Berorientasi pada Kepentingan Publik”, KOMPAK
STIE YO, Yogyakarta, Oktober.
Mardiasmo (2002) “Akuntansi Sektor Publik”, Penerbit Andi Yogyakarta.
Nasution,
Anwar (l990) “Globalisasi Produksi,
Pengusaha Nasional dan Deregulasi Ekonomi”, Prisma No. 8 tahun XIX.
Ohmae,
Kenichi (1991) The borderless
World, Power and Strategy in the Interlinked Economic, Harper
Collins, London.
Osborne,
David and Ted Gaebler (1993) Reinventing Government:
How the Entrepreneurial Spirit Is Transforming the Public Sector.
Penguins Books, New York.
Shah,
Anwar (l997) Balance, Accountability
and Responsiveness, Lesson about Decentralization, World Bank, Washington
D.C.
Sumodiningrat,
Gunawan (l999) Pemberdayaan Rakyat,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sudarsono,
Juwono (l990) “Globalisasi Ekonomi dan
Demokrasi Indonesia”, Prisma, No. 8 tahun XIX.
Republik
Indonesia, Undang-Undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah.
_________________, Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Umar,
Asri (l999) “Kerangka Strategis
Perubahan Manajemen Keuangan Daerah Sebagai Implikasi UU RI No. 22 tahun 1999
dan UU RI No. 25 tahun 1999”, PSPP, Jakarta, Juli-Desember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar