A. Pengertian Sumber
Daya Manusia
Manusia secara kodrat dan lahiriah mempunyai harkat,
martabat dan nilai-nilai kepribadian yang semuanya merupakan anugerah Tuhan
yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Oleh karena itu, manusia sebagai
salah satu sumber daya yang utama dan terpenting dalam suatu organisasi. Dalam
mencapai tingkat efisiensi dan efektifitas yang optimal dalam mengkombinasikan
sumber-sumber daya dimana sumber daya manusia merupakan faktor determinan utama
dari keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi.
Sumber
daya manusia menurut Hadari Nawawi, dalam bukunya “Perencanaan Sumber Daya
Manusia” ( 2001 : 37 ), manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota
suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga
kerja, dan lain-lain.
Selanjutnya
menurut Faustino Cardoso Gomes, dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” (
2003 : 1 ), sumber daya manusia adalah salah satu sumber daya yang terdapat
dalam organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas. Secara umum
sumber daya yang terdapat dalam perusahaan atau organisasi dapat dikelompokkan
atas dua macam yaitu: sumber daya manusia dan sumber daya non manusia.
Ranupandojo,
Pengantar Manajemen, (2001: 15), dikatakan bahwa personalia dapat berdiri di tengah-tengah 3 (tiga)
kekuatan utama, yakni :
1.
Perusahaan, yang berkeinginan untuk
disediakan tenaga kerja yang mampu dan mau bekerja sama untuk mencapai tujuan perusahaan
dalam memperluas usaha atau ekspansi.
2.
Karyawan dan organisasi, yang menginginkan agar kebutuhan fisik dan
psikologi mereka dapat terpenuhi dan
3.
Masyarakat umum, lewat lembaga-lembaga
perwakilannya yang dapat menginginkan
agar perusahaan mempunyai tanggung jawab yang luas untuk melindungi
sumber-sumber manusia dari perlakuan diskriminasi atas kepentingan perusahaan.
M. Manullang, Manajemen Personalia,
(2002; 14), menyatakan bahwa Manajemen Personalia adalah seni atau ilmu memperoleh, memajukan dan memanfaatkan tenaga
kerja sehingga tujuan organisasi dapat
direalisir secara daya guna sekaligus adanya kegairahan dari para
pekerja. Edwin B. Flippo, Dasar-Dasar
Organisasi, (1999: 128) bahwa Personnel Management adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk
membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.
Sedangkan menurut Muchdarsyah
Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (2003 : 4) mengemukakan bahwa
manajemen adalah sebuah proses yang khas dan terdiri dari tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggkoordinasian dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Sumber daya manusia yaitu kemampuan
manusia yang merupakan hasil akal budinya disertai pengetahuan serta pengalaman
yang dikumpulkan dengan penuh kesadaran untuk memenuhi kebutuhan secara
individual serta sasaram-sasaran social. Manusia aktif dan dominant dalam
setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku dan
penentu terwujudnya tujuan organisasi. Sumber daya manusia sering disebut
dengan istilah Manajemen Personalia.
Alex S. Nitisemito, Manajemen Sumber
Daya Manusia ( 2000 : 10) menyatakan bahwa manajemen personalia adalah suatu
ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain perencanaan, pengorganisasian dan
pengawasan sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semakin
semaksimal mungkin dakam pencapaian tujuan organisasi dan perusahaan.
T. Hani Handoko, Manajemen Sumber Daya
Manusia (1996 : 5) menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah menarikan,
seleksi, pengembangan, pemeliharaan, penggunaan sumber daya manusia untuk
mencapai suatu tujuan baik tujuan individu maupun organisasi. Manajemen
personalia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam
organisasi, tujuannya adalah untuk memberikan pada organisasi sebuah kerja efektif. Untuk mencapai tujuan
ini. Studi tentang manajemen persinalia menunjukkan bagaimana seharusnya
perusahaan mendapatkan, mengembangkan, mengevaluasi dan memelihara karyawan
dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tetap.
Kalau Edwin B Plippo, Manajemen
Personalia menyatakan bahwa manajemen personalia adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan,
pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan
sumber daya manusia agar tercapai tujuan individu, organisasi dan
masyarakat.
Definisi tersebut di atas secara umum disimpulkan bahwa Management Personalia terdiri atas 2
(dua) kelompok fungsi, yakni fungsi managerial dan fungsi operatif.
Fungsi
managerial disini adalah merupakan fungsi dasar dari pada manajer, yakni
bagaimana untuk merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengawasi para
tenaga kerja tersebut sehingga mereka dapat menjalankan tugas secara lebih
baik.
Fungsi
operatif, adalah sebagai berikut pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja.
B. Pengertian Manajemen Sumber Daya
Manusia
Manajemen
sumber daya manusia sebenarnya merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap
pentingnya manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial, yang perlu
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan konstribusi yang
maksimal terhadap organisasi dan bagi pengembangan dirinya. Manajemen sumber
daya manusia dianggap sebagai suatu gerakan yang mencerminkan pengakuan adanya
peranan vital dan semakin pentingnya sumber daya manusia dalam suatu
organisasi, adanya tantangan-tantangan yang semakin besar dalam pengolahan dan
profesionalisme di bidang manajemen sumber daya manusia.
Menurut Malayu Hasibuan, dalam bukunya
“Manajemen Sumber Daya Manusia” ( 2002 : 10 ), manajemen sumber daya manusia
merupakan ilmu dan seni mengatur hubungan dan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Alex S. Nitisemito , dalam bukunya “
Manajemen Personalia” (1998:10), manajemen sumber daya manusia adalah suatu
ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain planning, organizing, controlling,
sehingga efektifitas dan efisiensi sumber daya manusia dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan.
Selanjutnya Manulang, dalam bukunya “
Manajemen Personalia “ ( 2002 : 14
), menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah seni atau ilmu
memperoleh, memajukan dan memanfaatkan tenaga kerja sehingga tujuan data direalisir
secara daya guna sekaligus adanya kegairahan dari para pekerja.
C.
Pengertian Motivasi
Motivasi
berasal dari bahasa latin, Mavere yang berarti dorongan atau daya penggerak.
Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau
pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan
keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Menurut Hadari Nawawi, dalam bukunya
“ Manajemen Sumber Daya Manusia “ ( 2005 : 351 ), mengemukakan kata motivasi
(motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab
atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu
kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan /
kegiatan yang berlangsung secara sadar.
Untuk lebih mengetahui tentang
motivasi, perlu diketahui tujuan motivasi, asas-asas motivasi, alat-alat
motivasi,jenis-jenis motivasi, metode-metode motivasi dan model-model motivasi.
1.
Tujuan Pemberian Motivasi
a.
Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.
b. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
c. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
d. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
e. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
f. Menciptakan suasana
dan hubungan kerja yang baik.
g. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan.
h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
i.Mempertinggi rasa
tanggung jawab karyawan terhadap tugasnya.
j. Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku .
2.
Asas-Asas Motivasi
a.
Asas
mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan
memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam
proses pengambilan keputusan.
b.
Asas
komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin
dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi.
c.
Asas
pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat
serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.
d.
Asas
wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri
pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan
tugas-tugas itu dengan baik.
e.
Asas
adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus
berdasarkan atas “ asas keadilan dan kelayakan “ terhadap semua karyawan.
f.
Asas
perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan
baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi.
3.
Alat-Alat Motivasi
Menurut
Malayu Hasibuan, dalam bukunya “ Manajemen Sumber Daya Manusia ( 2001 : 221 )
membedakan tiga alat motivasi yaitu :
1.
Material
Insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang atau barang yang
mempunyai nilai pasar, jadi memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya: kendaraan, rumah, dan lain-lain.
2.
Non
material insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa barang atau benda
yang tidak ternilai, jadi hanya memberikan kepuasan atau kebanggaan rohani
saja. Misalnya: medali, piagam, bintang jasa, dan lain-lain.
3.
Kombinasi
material dan nonmaterial insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa
material ( uang dan barang ) dan non material ( medali, piagam ), jadi memenuhi
kebutuhan ekonomis dan kepuasan atau kebanggaan rohani.
insentif
adalah penghargaan/ ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pegawai agar
produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu oleh
karena itu insentif sebagai bagian dari keuntungan terutama sekali diberikan
pada pegawai yang bekerja secara baik. Misalnya dalam bentuk pemberian
kendaraan, rumah dan lainnya. Disini penulis akan membahas material insentif.
Pemberian berupa uang atau barang yang mempunyai nilai pasar untuk
kebutuhan ekonomis mampu membantu pegawai melaksanakan pekerjaannya dengan
baik. Misalnya saja dengan pemberian kendaraan,, seorang pekerja atau pegawai
akan tiba di kantor dengan tepat waktu. Kemudian dengan pemberian itu
dimaksudkan pegawai dapat meningkatkan produktivitas kerjanya dan dapat
memotivasi dirinya untuk lebih bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
4. Jenis-Jenis Motivasi
1.
Motivasi
positif ( insentif positif ) manajer memotivasi bawahan dengan memberikan
hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini
semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang
menerima yang baik-baik saja.
2.
Motivasi
negatif ( insentif negatif ), manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan
hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik ( prestasinya rendah ).
Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek
akan meningkat, karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang
dapat berakibat kurang baik.
5.
Metode-Metode Motivasi
1.
Metode
langsung ( direct motivation ), adalah motivasi ( material dan nonmaterial )
yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan,
bonus, piagam, dan lain sebagainya.
2.
Metode
tidak langsung ( indirect motivation ), adalah motivasi yang diberikan hanya
merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah
kerja/kelncaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan
perkerjaannya.
6.
Model-Model Motivasi
1.
Model
tradisional , mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah
bekerjanya meningkat dilakukan dengan system insentif yaitu memberikan insentif
material kepada karyawan yang berprestasi baik. Semakin berprestasi maka
semakin banyak balas jasa yang diterimanya. Jadi, motivasi bawahan untuk
mendapatkan insentif ( uang-barang ) saja.
2.
Model
hubungan manusia, mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan supaya gairah
bekerjanya meningkat, dilakukan dengan mengakui kebutuhan social mereka dan
membuat mereka merasa berguna serta penting. Sebagai akibatnya karyawan
mendapatkan beberapa kebebasan membuat keputusan dan kreativitas dalam
melakukan pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan material dan nonmaterial
karyawan maka motivasi bekerjanya akan meningkat pula. Jadi motivasi karyawan
adalah untuk mendapatkan kebutuhan material dan non material.
3.
Model
sumber daya manusia, mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak factor,
bukan hanya uang atau barang atau keinginan akan kepuasan saja, tetapi juga
kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini
karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi kerjanya yang baik.
Karyawan bukanlah berprestasi baik karena merasa puas, melainkan termotivasi
oleh rasa tanggung jawab yang lebih luas untuk membuat keputusan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
D. Teori Motivasi
Menurut
Hadari Nawawi, dalam bukunya “ Manajemen Sumber Daya Manusia” ( 2002 : 2 ),
mengemukakan bahwa manusia / seseorang hanya melakukan suatu kegiatan yang
menyenangkan untuk dilakukan. Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa dalam
keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak
disukainya. Dalam kenyataannya kegiatan
yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa
dilakukan, cenderung berlangsung tidak efektif dan tidak efisien.
Berdasarkan
prinsip utama tersebut telah dikembangkan enam teori motivasi dari sudut
psikologis, yang dapat diimplementasikan dalam manajemen SDM di lingkungan
suatu organisasi/perusahaan. Keenam teori tersebut adalah :
1.
Teori Kebutuhan dari Maslow
Dalam
teori ini kebutuhan diartikan sebagai kekuatan / tenaga ( energi ) yang menghasilkan
dorongan bagi individu untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau
memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah terpenuhi / terpuaskan tidak
berfungsi atau kehilangan kekuatan dalam memotivasi suatu kegiatan, sampai saat
timbul kembali sebagai kebutuhan baru, yang mungkin saja sama dengan yang
sebelumnya.
Maslow
dalam teorinya mengetengahkan tingkatan kebutuhan yang berbeda kekuatannya
dalam memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan
bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalam memotivasi
suatu kegiatan, termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan tersebut dari yang
terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri dari : kebutuhan fisik,
kebutuhan sosial,kebutuhan status/ kekuasaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
Maslow tidak mempersoalkan kebutuhan spiritual, yang sebenarnya cukup penting/
dominan peranannya sebagai motivasi, terutama di lingkungan pemeluk suatu agama
/kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Sehubungan
dengan itu Maslow mengetengahkan beberapa asumsi dari urutan atau tingkatan
kebutuhan yang berbeda kekuatannya, dalam memotivasi para pekerja di sebuah
organisasi/perusahaan. Asumsi itu adalah sebagai berikut :
- Kebutuhan
yang lebih rendah adalah yang terkuat, yang harus dipenuhi lebih dahulu.
Kebutuhan ini adalah kebutuhan fisik ( lapar, haus, pakaian, perumahan dan
lain-lain) dengan demikian kebutuhan yang terkuat yang memotivasi
seseorang bekerja adalah untuk memperoleh penghasilan, yang dapat
digunakan dalam memenuhi kebutuhan fisiknya.
- Kebutuhan-kebutuhan
dalam memotivasi tidak lama, karena setelah terpenuhi akan melemah atau
kehilangan kekuatannya dalam memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasi
dengan memenuhi kebutuhan pekerja, perlu diulang-ulang apabila kekuatannya
melemah dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugas-tugasnya.
- Cara
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, ternyata
lebih banyak daripada untuk memenuhi kebutuhan yang berada pada urutan
yang lebih rendah. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan fisik, cara
satu-satunya yang dapat digunakan dengan memberikan penghasilan yang
memadai/mencukupi. Sedang untuk kebutuhan aktualisasi diri dapat digunakan
banyak cara yang memberikan kreativitas dan inisiatif para manajer.
2.
Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori
ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam
bekerja. Kedua faktor tersebut adalah :
- Faktor
sesuatu yang dapat memotivasi ( motivator ) faktor ini antara lain faktor
prestasi , faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja
khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini terkait
dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow.
- Kebutuhan
kesehatan lingkungan kerja. Faktor ini dapat berbentuk upah /gaji,
hubungan antar pekerja, supervise teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan
perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan. Faktor ini terkait
dengan kebutuhan pada urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow.
Dalam implementasinya di lingkungan
sebuah organisasi / perusahaan, teori ini menekankan pentingnya menciptakan /
mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Salah satu diantaranya
yang tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif dan
tidak efisien.
3.
Teori Prestasi ( Achivement ) dari McClelland
Teori
ini mengklasifikasikan motivasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa
prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja. Dengan kata lain
kebutuhan berprestasi merupakan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan. Dalam
hubungannya dengan teori Maslow, berarti motivasi ini terkait dengan kebutuhan
pada urutan yang tinggi, terutama kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan akan
status dan kekuasaan. Kebutuhan ini memerlukan dan mengharuskan seorang pekerja
melakukan kegiatan belajar, agar menguasai keterampilan/keahlian yang
memungkinkan seorang pekerja mencapai suatu prestasi.
4.
Teori Penguatan ( Reinforcement )
Teori
ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam proses belajar dengan
mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum Ganjaran ( Law Of Effect )”. Hukum
itu mengatakan bahwa suatu tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenangkan
akan mengalami penguatan dan cenderung untuk diulangi. Misalnya setiap
memperoleh nilai baik dalam belajar mendapat pujian atau hadiah, maka cenderung
tidak diulangi, bahkan dihindari.
5.
Teori Harapan ( Expectancy )
Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan “terdapat
hubungan yang erat antara pengertian seseorang mengenai suatu tingkah laku
dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan”. Dengan demikian berarti
juga harapan merupakan energi penggerak untuk melakukan suatu kegiatan, yang
karena terarah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan disebut “usaha“. Usaha di
lingkungan para pekerja dilakukan berupa kegiatan yang disebut bekerja, pada
dasarnya didorong oleh harapan tertentu.
Usaha
yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu dipengaruhi oleh jenis dan
kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang diwujudkannya berupa
keterampilan/keahlian dalam bekerja yang diperoleh hasil, yang jika sesuai
dengan harapan akan dirasakan sebagai ganjaran yang memberikan rasa kepuasan.
6.
Teori Tujuan Sebagai Motivasi
Dalam
bekerja bertujuan untuk membentuk harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat
subyektif dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada unit
kerja atau perusahaan yang sama. Tujuan bersumber dari rencana strategi dan
rencana operasional organisasi/perusahaan, yang tidak dipengaruhi individu dan
tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu bersifat objektif.
Setiap
pekerja yang memahami dan menerima tujuan organisasi/perusahaan atau unit
kerjanya dan merasa sesuai dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab
dalam mewujudkannya. Dalam keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi sebagai
motivasi dalam bekerja, yang mendorong para pekerja memilih alternative cara
bekerja yang terbaik atau yang paling efektif dan efisien.
E.
Pengertian Produktivitas
Produktivitas
mengandung pengertian filosofis, definisi kerja dan teknik operasional. Secara
filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan yang pada dasarnya
mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja.
Menurut
Mochdarsyah Sinungan, dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” ( 1998 : 20 ), menyatakan bahwa produktivitas
adalah perbandingan antara totalitas masukan ( input ) selama periode tersebut.
Definisi
yang dikemukakan oleh Mochdarsyah tersebut memasukan semua pemakaian
faktor-faktor produktivitas selama proses produksi hingga selesainya.
Faktor-faktor produksi yang dimaksudkan itu terdiri dari tanah, bangunan,
peralatan dan tenaga kerja.
Selanjutnya
menurut J. Rafianto, dalam bukunya “Produktivitas dan Pengukurannya” ( 1998 :
16 ), menyatakan bahwa : Produktivitas adalah keluaran fisik perunit dari usaha
produktif.
- Produktivitas
adalah tingkat keefektifan dari manajemen industri di dalam penggunaan
fasilitas-fasilitas untuk produksi.
- Produktivitas
adalah pengukuran seberapa baik sumber daya digunakan bersama didalam
organisasi untuk menyelesaikan suatu kumpulan hasil-hasil.
- Produktivitas
adalah mencapai tingkat ( level 0 tertinggi dari unjuk laku performance )
dengan pemakaian dari sumber daya yang minim.
Dalam penjelasan tentang
produktivitas, muncul berbagai situasi yang melandasi munculnya definisi-definisi
tersebut sehingga belum ditemukan kesepakatan dari para ahli.
F.
Pengertian Pegawai
Dalam melaksanakan pembangunan dua asset pokok yang harus
dimiliki yakni sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dari dua asset pokok
tersebut sumber daya manusia lebih penting daripada sumber daya alam. Karena
bagaimanapun melimpahnya sumber daya alam, tanpa adanya kemampuan sumber daya
manusia untuk mengolahnya, maka akan sia-sia saja.
Menurut
Soekidjo Natoadmojo ( 1998 : 1 ), pegawai adalah sumber daya manusia dalam
suatu organisasi atau institusi yang sangat penting bagi peningkatan
produktivitas atau kemajuan organisasi atau institusi.
DAFTAR
PUSTAKA
Djafar, Syamsuddin, EK,
2001, Statistik I & II, penerbit Yayasan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia .
Gomes, Cardoso,
Faustino, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi, Yogyakarta .
Hasimbuan, Malayu S.P, 2002, MSDM, edisi revisi, Bumi
Aksara Jakarta.
Heidjarachman dan Suad Husnan, 1998. Manajemen Personalia, Edisi 4,
Penerbit BPFE Yogyakarta.
Manulang,M, 2002, Manajemen Personalia, Balai Pustaka,
Jakarta.
Martoyo, Susilo, 2002, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Cetakan
Kelima, Bina Aksara, Bandung.
Nawawi, Hadari, 2001,
Perencanaan Sumber Daya Manusia, Cetakan Kesatu, Penerbit
Gajah Mada
University Press, Yogyakarta .
Ravianto. J, 1998, Produktivitas dan Pengukurannya, Seri Produktivitas
VIII, PT. Binama Teknika, Jakarta.
Sudarmono, Gito, 1998, Manajemen Personalia, Cetakan Ketujuh, Penerbit
BPFE, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar