Powered By Blogger

Minggu, 11 November 2018

Pengertian Pajak dan Tata Cara Pemungutan Pajak



Pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, masyarakatnya belum mengerti dan menyadari akan manfaat pajak. Agar dapat mengerti dan menyadari manfaat pajak maka masyarakat terlebih dahulu harus mengetahui pengertian pajak. Karena pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang terbesar baik yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan masyarakat. Maka dibawah ini terdapat beberapa pengertian tentang pajak.

A. Pengertian Pajak
            Menurut PJA Andriani dalam buku dasar-dasar perpajakan menyatakan bahwa :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali , yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum untuk menyelenggarakan pemerintahan”.  (2000:12)


Dalam melaksanakan pembangunan negara, pemerintah memerlukan dana yang cukup memadai, dana yang digunakan berasal dari penerimaan kas negara dalam bentuk lain. Setiap tahunnya, salah satu sumber penerimaan kas negara berasal dari pajak yang dipungut dari masyarakat wajib pajak untuk pelaksanaan pembangunan.
            Menurut Rochmat Soemitro, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan yaitu :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.  (2002:22)

Menurut Erly Suandy dalam buku Perpajakan yaitu :
“Pajak pusat/negara ialah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, yang menyelenggarakannya di daerah, dilakukan oleh inspeksi pajak setempat dan hasilnya untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya”. (2002:1) 

Dari definisi-definisi pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu :
1)      Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan-aturan pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan
2)      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan kontraprestasi individual pada pemerintah
3)      Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
4)      Pajak diperuntukan bagi pengeluaran pemerintah yang bila pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment
5)      Pajak merupakan peralihan dari sektor swasta ke sektor publik
6)      Dengan demikian dapat diketahui bahwa pajak hanya dipungut oleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan undang-undang.
B. Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, tata cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu :
  1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
  2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
  3. Stelsel Campuran   (2002:31)
Tata cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu :
a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
            Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan sesungguhnya telah diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riel telah diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
            Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun, kelemahannya pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya.
c. Stelsel Campuran
            Stelsel ini merupakan campuran antara stelsel nyata dan stelsel anggapan, pada awal tahun besarnya pajak hitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataannya lebih besar daripada menurut pajak anggapan maka wajib pajak harus menambah kekurangannya, demikian pula sebaliknya apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar