Dalam
Tap MPR No.15/MPR/1998 tentang “ Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta
Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia’’
Tap MPR tersebut merupakan landasan hukum keluarnya UU No. 22 Tahun 1999
tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang akan segera membawa angin
segar bagi pengembangan otonomi daerah. Kedua Undang-Undang tersebut kemudian
disempurnakan kembali dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004. Kedua ketentuan perundang-undangan ini memberi kesempatan
yang sangat luas kepada pemerintah daerah, baik dalam penggalian maupun
optimalisasi pemanfaatan potensi yang
dimiliki.
Misi
utama kedua Undang-Undang tersebut adalah Desentralisasi, Desentralisasi tidak
hanya berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah yang
lebih rendah (daerah), tetapi juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintah ke
pada pihak swasta dalam bentuk privatisasi.
Pada masa yang akan datang, pemerintah pada semua tingkatan harus fokus
pada fungsi-fungsi dasarnya, yaitu : penciptaan dan modernisasi legal dan
regulasi; pengembangan suasana yang kondusif bagi proses alokasi sumberdaya
yang efisien; pengembangan kwalitas sumber daya manusia dan infrastruktur;
melindungi orang-orang yang rentah fisik dan nonfisik; serta meningkatkan dan
konservasi daya dukung lingkungan hidup (World Bank, 1997 dalam Mardiasmo,
2002).
Selanjutnya
beberapa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) juga sedang disiapkan. Semuanya
dimaksudkan untuk memperjelas bahwa kita menginginkan pemerintahan daerah yang
otonom yang efisien, efektif, akuntabel, transparan dan responsive secara
berkesinambungan. Arah seperti itu adalah keharusan, karena dengan model
pemerintahan tersebut pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia di seluruh
penjuruh tanah air dapat dilaksanakan. Pada satu sisi, pembangunan dengan model
pemerintahan di seluruh wilayah di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Disisi
yang lain, kebijakan desentralisasi itu akan menghasilkan wadah bagi masyarakat
setempat dalam berpartisipasi bahkan berperan serta dalam menentukan prioritas
dan preferensinya (pilihannya) sendiri dalam meningkatkan taraf hidup sesuai
dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam batas-batas kepentingan
nasional.
Salah
satu peraturan pemerintah yang telah disiapkan pemerintah pusat adalah
peraturan pemerintah tentang keuangan daerah. Peraturan ini lebih konkrit dan
lebih jelas dengan titik berat pada koreksi total semua kesalahan di masa yang
lalu, dan keristalisasi semangat reformasi yaitu pemerintahan yang bersih,
jujur,terbuka, akuntabel, dan responsive, serta berorientasi pada kepentingan
publik dan kesejahteraan masyarakat.
Secara
teoritis, Desentralisasi ini diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata,
yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas
masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil pembangunan
(keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang
tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya
produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat
pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap.
Konsekuensi
dari pelimpahan wewenang pemerintah dari pusat ke daerah otonom, tidak lain
adalah penyerahan dan pengalihan pembiayaan, saran dan prasarana, serta Sumber
Daya Manusia (SDM) sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Untuk
merealisasikan ketentuan tersebut, maka pemerintah mengeluarkan UU Nomor 25
Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat-Daerah dan
telah disempurnakan dalam UU Nomor 32 tahun 2004.
Secara
singkat yang dimaksud dengan desentralisasi fiscal adalah suatu proses
distribusi anggaran dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah
yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintah dan pelayanan
publik, sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintah yang dilimpahkan.
Jumlah bidang pemerintahan yang menjadi tanggung jawab di Indonesia adalah sama
di antara level pemerintah Kabupaten atau Kota, serta di antara pemerintah Provinsi.
Namun, dengan otonomi daerah, kewenangan daerah Kabupaten atau Kota kini menjadi
lebih besar dibanding Provinsi ataupun Pusat. Bagaimana masing-masing daerah
melaksanakan kewenangannya tergantung kepada daerah yang bersangkutan sesuai
dengan kreativitas, kemampuan organisasi pemerintah daerah, serta kondisi
setiap daerah.
Dalam
melaksanakan Desentralisasi Fiscal, prinsip (rules) Money Should Follow Function merupakan salah satu prinsip yang
harus diperhatikan dan dilaksanakan. Artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan
wewenang pemerintah membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk
melaksanakan kewenangan tersebut. Kebijakan perimbangan keuangan Pusat dan
Daerah merupakan Derivative dari
kebijakan otonomi daerah, pelimpahan wewenang pemerintah Pusat ke Daerah.
Artinya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin
besar biaya yang dibutuhkan oleh daerah. Namun, dalam pengelolaan pembiayaan
tugas Desentralisasi, prinsip efisiensi juga menjadi suatu ketentuan yang harus
dilaksanakan. Anggaran untuk pelaksanaan tugas-tugas pemerintah atau pelayanan
publik sedapat mungkin dikelola secara efisien, namun menghasilkan output yang
maksimal.
Roy W. Bahl (1999 dalam Saragih 2003)
mengemukakan dalam aturan yang kedua belas disebutkan bahwa Desentralisasi harus
memacu adanya persaingan diantara berbagai pemerintah lokal untuk menjadi
pemenang (there must be a champion for fiscal decentralization). Hal ini dapat
dilihat dari semakin baiknya pelayanan publik, pemerintah lokal berlomba-lomba
untuk memahami benar dan memberikan apa yang terbaik dan yang dibutuhkan oleh
masyarakat, perubahan struktur ekonomi masyarakat dengan peran masyarakat yang
semakin besar, peningkatan kesejahteraan rakyat, partisipasi rakyat setempat
dalam pemerintahan dan lain-lain.
Sistem
hubungan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan suatu mekanisme distribusi
sejumlah dana anggaran dari pemerintah pusat kepada daerah dalam kerangka otonomi
daerah. Konsep perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah adalah konsekuensi
dari adanya tanggung jawab terhadap kewenangan masing-masing tingkatan
pemerintah. Karena itu setiap tingkatan pemerintah berkepentingan terhadap
kebijakan Desentralisai Fiscal. Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah pusat
pun masih mempunyai kewenangan pemerintahan. Artinya, kewenangan pemerintah
pusat bukan kewenangan yang tersisa seperti diungkapkan oleh beberapa pakar
ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar