Powered By Blogger

Jumat, 16 November 2018

Kegagalan Pasar


2.1             


Pengertian kegagalan pasar secara sederhana identik dengan kegagalan pasar dalam mencapai efisiensi alokasi sumber daya pada masyarakat. Namun pengertian ini tidak mutlak, tergantung dengan tujuan bagaimana suatu sistem yang diterapkan. Sebagaimana Jepang mengartikan kegagalan pasar sebagai kondisi dimana mekanisme pasar tidak mampu mencapai tujuan yang ditetapkan pemerintah, sehingga pasar menjadi tidak memadai dalam penyediaan infrastruktur dasar, pemenuhan kebutuhan dasar, dan pengiriman layanan penting bagi masyarakat.
Teori tradisional kegagalan pasar menggambarkan kegagalan pasar sebagai kondisi dimana terjadi kerugian atau kehilangan alokasi atau efisiensi. Hasil dari pasar tidak optimal atau kurang efisien sehingga menyebabkan eksternalitas. Stiglitz (1997a. p. 64) mencatat adanya tiga tipe pasar yang tidak efisien, yaitu: (1) product mix inefficiency, dimana pasar memproduksi sangat banyak satu barang dan sedikit barang yang lain, (2) exchange inefficiency, dimana beberapa barang yang diproduksi di pasar tidak mampu mencapai keinginan dari individu, dan (3) production inefficiency, ketika produksi suatu barang menjauhi dari batas kemungkinan produksi.






10












Gambar 2.1

Inefisiensi Alokasi Sumber Daya Sebagai Wujud Kegagalan Pasar



Gambar di atas menunjukkan salah satu inefisiensi alokasi sumber daya akibat perilaku monopolis di pasar monopoli. Keberadaan monopoli mendistorsi alokasi sumber daya. Monopoli secara sengaja membatasi produksi mereka dalam rangka untuk memaksimalkan keuntungan. Dari grafik tersebut dapat dilihat, bahwa monopoli memproduksi barang jauh lebih kecil seperti yang terjadi pada pasar persaingan sempurna yaitu sebesar Q**. Selisih (Q**- Q*) mencerminkan ketidak efisienan atau munculnya deadweight loss, yaitu hilangnya bagian surplus konsumen.






Selisih antara harga dan biaya marginal menunjukkan bahwa pada tingkat output yang memaksimalkan keuntungan, konsumen mau untuk membayar lebih mahal untuk unit tambahan dari pada biaya untuk memproduksi output tersebut.
Dewasa ini boleh dikatakan tidak ada satu negarapun yang aktivitas ekonominya bebas dari campur tangan pemerintah. Kecenderungan tersebut juga terjadi di negara yang perekonomiannya paling liberal atau kapitalis sekalipun. Bila dilihat sejarah ke belakang hal ini merupakan siklus yang terus berputar, pada masa Merkantilisme dimana peran pemerintah cukup dominan dalam perekonomian mengalami kegagalan yang ditandai dengan lahirnya teori Klasik Adam Smith. Kemudian diganti dengan peran swasta yang begitu dominan dalam perekonomian suatu negara. Namun peran swasta tersebut juga menemui kegagalan yang dikenal sebagai kegagalan pasar (market failure). Hal ini ditandai dengan adanya depresi besar akibat mekanisme pasar yang tidak berjalan sebagai mestinya, yang pada akhirnya pemerintah diharapkan untuk memainkan peran dalam perekonomian. Dengan kata lain peran pemerintah tetap diperlukan, bukan dihapuskan. Peran pemerintah yang semakin besar dalam perekonomian tidak dapat dilepaskan dari kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar inilah yang pada mulanya menjadi latar belakang dirasa perlunya campur tangan pemerintah. Mekanisme pasar melalui invisible hand dinilai tidak mampu secara efisien dan efektif dalam menjalankan fungsinya yang menuurut Weimer dan Vining (1992) adalah merupakan kegagalan pasar tradisional. Namun kegagalan pasar hanyalah salah satu sebab mengapa






pemerintah harus turun tangan dalam perekonomian agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara optimal (Mangkusoebroto, 1999). Kegagalan pasar barulah merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi campur tangan pemerintah. Barton (2000) menyebutkan pula bahwa dalam ekonomi pasar yang dikendalikan oleh pemerintahan yang dipilih secara demokratis, hanya ada dua alasan bagi pemerintah untuk masuk ke dalam aktivitas masyarakat, yaitu: social equity dan kegagalan pasar. Berdasarkan alasan-alasan itu, secara garis besar peran pemerintah dengan public policies-nya adalah mengkoreksi kegagalan pasar untuk memperbaiki efisiensi produksi.dan alokasi sumber daya dan barang, serta merelokasi oportunitas dan barang untuk mencapai nilai-nilai distribusional dan nilai-nilai lainnya (Weimer dan Vining, 1992).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar